Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kanker adalah istilah yang digunakan pada tumor yang ganas, tumbuh
tidak terkendali, mengilfiltrasi jaringan sekitar, bermetastasis dan bila tidak
mendapat terapi efeknya akan membawa kematian (Daniels & Nicoll, 2012).
Kanker disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau, organisme menular, bahan
kimia, dan radiasi) dan faktor internal (mutasi gen yang diturunkan, hormon,
kondisi kekebalan tubuh, dan mutasi yang terjadi dari proses metabolisme).
Faktor penyebab tersebut dapat bertindak bersama-sama atau secara berurutan
memicu dan meningkatkan perkembangan kanker (ACS, 2014).
Kanker merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 14 juta kasus baru dan 8,2 juta
kematian terjadi akibat kanker (WHO, 2012). Badan Kesehatan Dunia (WHO)
dan International Agency for Research on Cancer (IARC) memprediksi akan
terjadi peningkatan penderita kanker sebesar 70% di seluruh dunia pada tahun
2030. American Cancer Society (ACS) melaporkan pada tahun 2014, sekitar
585.720 orang di Amerika diperkirakan meninggal karena kanker, hampir 1.600
orang per hari. Kanker yang paling umum didiagnosis di seluruh dunia, baik
pada pria maupun wanita, dan memiliki tingkat insiden yang tinggi setelah
kanker paru-paru dan kanker payudara adalah kanker kolorektal (WHO, 2012).
Karsinoma kolorektal merupakan tumor ganas epitelial pada usus besar
yang memanjang dari sekum hingga rektum (Smeltzer et al., 2010). Colorectal
Cancer (CRC) telah menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia
(Ignatavisius & Workman, 2013). Berdasarkan data WHO tahun 2012, insiden
kematian akibat kanker kolorektal sebanyak 694.000 dan melalui estimasi
IARC tahun 2012, insiden kanker kolorektal 16 kasus per 100.000 penduduk.
Setiap tahun, diperkirakan sebanyak 550.000 penduduk dunia meninggal akibat
kanker kolorektal (Brown & Dubois, 2005). Prevalensi kanker kolorektal yang
semakin meningkat di seluruh dunia menjadikannya sebagai salah satu masalah
kesehatan global yang serius. Colorectal Cancer menyumbang lebih dari 9%
dari semua kasus kanker baru. Tingkat kelangsungan hidup satu tahun dan lima
tahun diperkirakan masing-masing 83% dan 65%. Kanker kolorektal juga
dilaporkan sebagai kanker paling umum ketiga baik pada laki-laki dan
perempuan di Amerika Serikat (ACS, 2014). Diperkirakan 18%-35% dari 1,1
juta orang hidup di Amerika Serikat dengan riwayat CRC (Mariotto et al.,
2006). Kanker kolorektal ini juga cenderung mengalami peningkatan di Asia,
terutama Jepang dan Korea (Leung, Ho, & Kim, 2006).
Risiko kanker kolorektal meningkat seiring bertambahnya usia. Pada
tahun 2010, 90% kasus kanker kolorektal didiagnosis pada individu dengan usia
di atas 50 tahun (ACS, 2014). Kebanyakan kasus kanker kolorektal ditemukan
pada usia di atas 40 tahun dan puncaknya pada usia 70 tahun. Faktor resiko
kanker kolorektal lebih sering terjadi akibat dari gaya hidup, di antaranya
obesitas, diet tinggi lemak, konsumsi daging merah, konsumsi makanan olahan,
kurangnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol, merokok dan
kurangnya olahraga secara teratur. Prevalensi tinggi kanker kolorektal juga
banyak ditemukan pada populasi tingkat ekonomi menengah ke atas. Perbedaan
ini bisa disebabkan oleh pola diet dan gaya hidup sehari-hari (Newton, 2009).
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan kejadian kanker
kolorektal yang cukup tinggi (Syamsuhidajat & Jong, 2004). Data yang
dikumpulkan dari 13 pusat kanker di Indonesia, kanker kolorektal merupakan
salah satu dari 5 kanker yang paling sering terjadi baik pada pria maupun
wanita. Jumlah penderita kanker usus besar dan rektum cukup banyak terjadi
khususnya di perkotaan (Soeripto, 2007). Data Kementerian Kesehatan
diperoleh prevalensi 1,8 kasus per 100.000 penduduk (Depkes, 2008). Kasus
kanker kolorektal ini cenderung mengalami peningkatan sehingga menjadi
salah satu program prioritas dan kegiatan Yayasan Kanker Indonesia tahun
2012. Laporan data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI tahun 2005 kasus kanker kolorektal di seluruh Rumah Sakit di
Indonesia adalah 3.806 kasus (8,2 %) dan tahun 2006 adalah 3.442 kasus
(8,11%) dari seluruh kasus keganasan. Menurut data Instalasi Deteksi Dini dan
Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais tahun 2013 terdapat 274 kasus baru
kanker kolorektal dan 48 kasus kematian.
Peningkatan kasus kanker kolorektal membutuhkan penatalaksanaan
yang optimal. Tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolorektal adalah
kolostomi (Daniels & Nicoll, 2012). Kolostomi memungkinkan drainase atau
evakuasi isi usus mengalir langsung ke kantong eksternal. Konsistensi drainase
tergantung penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan
luasnya invasi pada jaringan sekitar. Kolostomi merupakan penatalaksanaan
bedah yang diperlukan dalam pengobatan kanker kolorektal karena obstruksi,
penyakit metastatik, atau masalah medis lainnya (Sands & Marchetti, 2011).
Kolostomi memungkinkan feses tetap keluar dari kolon meskipun terjadi
obstruksi pada kolon yang diakibatkan oleh massa tumor. Kolostomi dilakukan
pada sepertiga pasien kolorektal (Smeltzer et al., 2010). Yayasan Kanker
Indonesia melalui divisi Indonesian Ostomy Association (INOA) tahun 2010
melaporkan bahwa jumlah kasus yang menggunakan stoma terus meningkat dan
penyebab tersering di Indonesia adalah karena keganasan.
Tujuan ostomi pada dasarnya adalah untuk menangani dan mengurangi
rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien, namun dalam banyak kasus dapat
menyebabkan tekanan intensif dan penderitaan bagi pasien, dan dapat
menyebabkan stress berat (Krouse, Grant, & Rawl, 2009). Evidence based
menunjukkan konsekuensi fisik dan psikososial terjadi pada pasien dengan
pemasangan ostomi (Baldwin et al., 2009; Shaffy, Kaur, Das, Gupta, 2014).
Terlepas dari jenis ostomi atau alasan pembuatan ostomi, prosedur yang
mengubah hidup ini sering mengakibatkan perubahan besar dalam status
fungsional, kesejahteraan, dan kualitas hidup (Siassi et al., 2008; Krouse, Grant,
& Ferrel, 2007; Symms et al., 2008).
Penelitian yang dilakukan Richbourg, Thorpe dan Rapp (2007)
menunjukkan hasil bahwa masalah berat yang dialami oleh pasien dengan
kolostomi dapat menyebabkan stress berat di antaranya iritasi kulit (76%),
kebocoran kantong (62%), bau tidak sedap (59%), penurunan aktivitas yang
menyenangkan (54%), dan depresi atau kecemasan (53%). Penelitian ini
didukung oleh penelitian Karadag, Mentes, dan Uner (2003) yang menunjukkan
bahwa pasien khawatir dengan kebocoran dan bau dari kantong kolostomi, dan
mungkin akan menghindari interaksi dengan orang-orang, menjadi tertutup, dan
merasa sendiri. Seiring berjalannya waktu, rasa tidak aman ini dalam situasi
sosial dan kurangnya kepercayaan dapat menyebabkan isolasi sosial total.
Hasil penelitian Shaffy et al. (2012) menunjukkan bahwa pasien dengan
kolostomi juga memiliki berbagai masalah fisik, gizi dan seksual yang
signifikan pasca operasi. Berbagai Subtema yang muncul terkait masalah fisik
adalah kurangnya penyesuaian dalam kegiatan hidup sehari-hari, pola tidur
berubah terkait takut kebocoran, nyeri atau ketidaknyamanan dan integritas
kulit berubah berhubungan dengan iritasi oleh isi stoma. Subtema terkait
masalah seksual adalah merasa malu, kecemasan, menahan diri dari seksual dan
penyesuaian terhadap kehidupan seksual, dampak pada hasrat seksual, perilaku
seksual dan kesehatan seksual karena ostomi, penolakan melakukan hubungan
oleh pasangan terkait kantong ostomi dan penerimaan pasangan dengan alat
ostomi. Subtema terkait masalah gizi adalah ketidaknyamanan dan
penghindaran dengan makanan tertentu dan modifikasi dengan makanan
tertentu.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk menggali lebih
dalam bagaimana evidence based terkait dengan penangan eksoriasis pada
pasien yang menjalani terapi pemasangan kolostomi.
2. Tujuan
Mahasiswa keperawatan mampu menganalisis dan memahami tentang ostomate

3. Metode Penulisan
Dalam penulisan dan pembuatan makalah ini kelompok menggunakan
penelahaan terhadap sumber-sumber referensi terkait, mulai dari sumber
elektronik ataupun buku teksbook. Penelusuran artikel atau jurnal diambil dari
database EBSCO, Google Scholar dan Proquest dengan menggunakan kata
kunci Intervensi, eksoriasis, ostomate, dan Asuhan Keperawatan kolorektal.
Artikel yang dijadikan referensi hanya yang dipublikasikan dalam bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia saja yang selanjutnya dianalisa sehingga dapat
menjadi acuan dalam penulisan makalah ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Stoma itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti mulut. Stoma
bersifat basah, mengkilat dan permukaannya berwarna merah, seperti membran
mukosa pada oral. Stoma tidak memiliki ujung syaraf sehingga tidak terlalu
sensitif terhadap sentuhan ataupun nyeri. Akan tetapi stoma kaya akan
pembuluh darah dan mungkin dapat berdarah jika dilakukan pengusapan. Hal
ini termasuk normal, hanya perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus
menerus dan dalam jumlah banyak (Melville & Baker, 2011).
Stoma adalah lubang buatan pada abdomen utnuk mengalirkan urine
atau faeces keluar dari tubuh. Pembuatan stoma ini sering bersamaan melalui
operasi pembukaan dinding perut (laparotomi) dengan insisi di atas garis tengah
perut (midline incision). Keberadaan stoma ini sangat penting karena
merupakan pengganti lubang anus sebagai saluran pembuangan sementara atau
bahkan permanen seumur hidup.
Pada stoma yang berfungsi dengan baik, kotoran akan keluar dari lubang
stoma masuk ke kantong stoma (kolostomi bag). namun tidak jarang kantong
stoma bocor karena kurang rapat yang menyebabkan iritasi kulit di sekitar
stoma bahkan sampai menyebabkan kontaminasi luka operasi laparotomi. Agar
stoma dapat berfungsi dengan baik dan luka operasi laparotomi dapat cepat
sembuh maka perlu perawatan yangbaik dan benar paska operasi.
Kolostomi memungkinkan pasien dengan kanker kolorektal melakukan
proses eleminasi BAB dengan lancar. Akan tetapi, berbeda dengan proses
eliminasi normal, pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran feses. Feses yang
keluar dari stoma akan ditampung pada kantung kolostomi yang direkatkan
pada abdomen. Pada awal pembedahan, konsistensi feses akan tampak lebih
cair, namun akan membaik secara bertahap hingga mencapai konsistensi yang
normal, sesuai dengan letak stoma pada kolon (Ignatavicius & Workman,
2013).
2. Jenis-jenis Stoma
a. Kolostomi (lubang buatan di usus besar)
Dari kata kolon yang artinya usus besar dan stoma yang artinya mulut
diartikan disini sebagai mulut yang dibuat dari usus besar dan lebih dikenal
sebagai anus buatan. Kolostomi dikerjakan / dibuat pada keadaan :
1) Kanker usus besar terletak pada kolon rectum distal (kurang 5 cm dari
batas anus)
2) Kanker genitalia yang sudah mengenai otot anus
3) Kanker usus besar yang terlambat dioperasi walaupun terletak dari 5 cm
diatas anus
Kolostomi dilakukan baik pada bagian ascenden, transversal, descenden,
atau kolon sigmoid. Beberapa teknik digunakan untuk membentuk
kolostomi. Sebuah loop stoma dibuat dengan membawa loop dari usus ke
permukaan kulit, memutus dan membawa ke bagian dinding anterior, dan
menjahit ke dinding perut. Loop kolostomi biasanya dilakukan dalam kolon
tranversal dan biasanya bersifat sementara. End stoma sering dibuat paling
sering di bagian descenden atau kolon sigmoid, ketika kolostomi
dimaksudkan untuk menjadi permanen. End stoma dibuat dengan
memutuskan ujung usus bagian proksimal dan mengeluarkan ujung usus
proksimal tersebut melalui dinding abdomen sebagai stoma tunggal. Usus
bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga
abdomen.
Kolostomi umum yang lain adalah double-barrel stoma, yang dibuat dengan
membagi usus dan membawa kedua bagian proksimal dan distal ke
permukaan abdomen untuk membuat dua stoma. Stoma proksimal adalah
stoma yang berfungsi dengan baik dan menghilangkan kotoran. Stoma distal
dianggap nonfungsi, meskipun mungkin mengeluarkan beberapa lendir.
Stoma distal kadang-kadang disebut sebagai fistula mukosa (Ignatavicius &
Workman, 2013).
b. Ileostomy
Tindakan bedah membuat suatu opening antara usus halus dengan dinding
abdomen yang biasanya berasal dari ileum distal atau bahkan lebih proximal
dari usus halus. Limbah usus lolos keluar dari ileostomy dan dikumpulkan
dalam suatusistem pouchingeksternal menempeldi kulit. Ileostostomi
biasanya diletakkan di atas pangkal paha di sisi kanan perut.
c. Tracheostomy
Adalah lubang buatan pada dinding anterior trachea untuk membuat saluran
udara. Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan
letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan
menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi menjadi 2 yaitu
1) Trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana
sangat kurang)
2) Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan
secara baik
Trakeostomi dapat dilakukan pada obstruksi jalan nafas jika gambaran yang
ada meliputi : a) Dispnea. b) Stridor. c) Inspiratorik d) Ekspiratorik e)
Bifasik f) Perubahan suara. g) Nyeri. h) Batuk. i) Penurunan atau tidak
didapatinya suara pernafasan. j) Perdarahan. k) Keluarnya air liur secara
berlebihan. l) Leher tegang. m) Hemodinamik yang tidak stabil (lanjut). n)
Hilangnya kesadaran (sangat lanjut).
Ada beberapa hal yang merupakan indikasi untuk dilakukannya trakeostomi
: a) Mengatasi obstruksi laring b) Mengurangi ruang rugi (dead air space)
di saluran napas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan
faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan
masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini
berguna pada penderitadengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya
berkurang. c) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada penderita
yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologis, misalnya pada
penderita dalam koma. d) Untuk memasang respirator (alat bantu
pernapasan). e) Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak
mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
d. Urostomy (Lubang buatan di kandung kemih)
Urostomy adalah ( pembukaan buatan ) stoma untuk sistem kemih. Sebuha
urostomy di buat untuk memanfaatkan pengalihan kemih dalam kasusu
dima drainase urin melalui kandung kemih dan uretra tidak mungkin bekerja
kembali, misalnya setla operasi yang luas atau dalam kasus obstruksi.
Penyabab dilakukan urostomy adalah Kanker kandung kemih, cedera tulang
belakang, kerusakan dari cacat kandung kemih dan lahir seperti spina bifida.

3. Jangka Waktu Pemasangan Stoma


Stoma dilakukan untuk berbagai penyakit dan kondisi yang berbeda dan
tergantung pada kebutuhan pasien. Stoma dapat bersifat temporer (jangka
pendek) atau permanen (jangka panjang). Stoma sementara (temporary)
dilakukan untuk beberapa masalah pada kolon dengan tujuan untuk
memberikan bagian usus beristirahat. Bagian usus tetap kosong untuk menjaga
feses agar tidak masuk ke bagian dari usus tertentu. Untuk melakukan hal ini,
kolostomi jangka pendek (temporer) dibuat sehingga usus dapat disembuhkan.
Proses penyembuhan ini mungkin memerlukan waktu beberapa minggu, bulan,
atau bahkan bertahun-tahun. Dalam waktu yang tepat, kolostomi akan
dikembalikan dan usus akan bekerja seperti itu sebelumnya dan feses akan
keluar melalui anus. Kolostomi jangka panjang atau permanen dilakukan ketika
bagian dari usus besar atau rektum tidak mampu berfungsi akibat penyakit
tertentu. Bagian dari usus yang terkena penyakit diangkat atau secara permanen
beristirahat. Dalam hal ini, kolostomi diperkirakan tidak akan ditutup di masa
depan (United Ostomy Association of America [UOAA], 2011) .

4. Masalah Kesehatan yang Terjadi Akibat Stoma


Masalah yang banyak terjadi pasca pembuatan kolostomi adalah iritasi
pada kulit di sekitar stoma (Smeltzer et al., 2010). Iritasi pada area kulit
peristomal banyak terjadi terutama pada lansia, disebabkan oleh lapisan epitel
dan lemak subkutan yang semakin tipis karena proses penuaan sehingga kulit
menjadi semakin mudah mengalami iritasi (Smeltzer et al., 2010). Pada
dasarnya, bahan pada kantong kolostomi yang menempel pada permukaan kulit
sudah didesain agar tidak menyebabkan iritasi pada kulit (WOCN, 2008).
Ostomate (individu yang memiliki stoma) dengan kulit yang sensitif
mungkin membutuhkan tes skin patch jika mengeluhkan adanya beberapa
reaksi terhadap penempelan beberapa kantong kolostomi. Individu yang
memiliki stoma memiliki resiko terkena infeksi Candida albicans yang biasa
dikenal sebagai infeksi jamur (Eucomed, 2012). Hal ini dikarenakan kulit
peristomal memiliki karakteristik hangat, lembap dan tertutup (oleh kantong
kolostomi) dimana lingkungan ini kondusif terhadap pertumbuhan jamur. Kulit
yang terkena infeksi ini akan berubah menjadi kemerahan dan terasa gatal.
Medikasi topical antifungal dapat dioleskan pada area yang terkena infeksi.
Rasa gatal, panas dan seperti terbakar pada area penempelan kantong kolostomi
mengindikasikan adanya lecet, ruam ataupun infeksi pada kulit (WOCN, 2008).
Hal terpenting dalam pencegahan infeksi pada kulit adalah dengan
melakukan perawatan kulit peristomal dengan baik. Pemasangan kantong
kolostomi yang sesuai dengan stoma merupakan pencegahan utama terjadinya
iritasi dan infeksi pada kulit. Skin barrier (dalam bentuk salep ataupun bedak)
dapat diberikan pada area peristomal 30 detik sebelum kantong kolostomi
ditempelkan pada kulit (Smeltzer et al., 2010).
Masalah lain yang biasa dikeluhkan oleh pasien adalah pengeluaran gas
dan bau dari stoma, konstipasi dan diare (Eucomed, 2012). Pengeluaran gas dan
bau pada stoma menjadi masalah pada ostomate karena berbeda dengan
pengeluaran melalui anus, pengeluarannya melalui stoma tidak dapat dikontrol.
Gas yang terdapat pada saluran pencernaan didapatkan dari beberapa jenis
makanan seperti makanan berpengawet, brokoli, kubis, jagung, timun, bawang,
dan lobak. Gas juga didapatkan dari menelan udara (secara tak sengaja) pada
saat berbicara, makan, merokok dan sebagainya (Eucomed, 2012). Oleh karena
itu ostomate dianjurkan untuk mengunyah makanan secara perlahan untuk
meminimalkan udara yang masuk. Bau pada gas atau feses yang dikeluarkan
juga dapat diakibatkan oleh beberapa makanan seperti telur, keju, ikan, bawang,
dan kubis. Konstipasi dapat terjadi pada pasien akibat diet yang tidak seimbang,
serta intake makanan berserat ataupun cairan yang kurang (Gutman, 2011).
Apabila ostomate mengalami konstipasi maka perlu peningkatan asupan
makanan berserat seperti gandum, sayur, buah, dan asupan cairan. Hampton
(2007) merekomendasikan minimal konsumsi 8-10 gelas air per hari, atau 1,5
hingga 2 liter air per hari (dapat termasuk teh, kopi ataupun jus). Melakukan
aktivitas fisik ringan seperti bersepeda, jogging juga dapat membantu
meningkatkan pergerakan bowel dan mengatasi konstipasi. Diare merupakan
bertambahnya komposisi cairan pada feses disertai dengan frekuensi BAB yang
meningkat dari kebiasaan normal individu (Eucomed, 2012). Akibat dari diare
adalah hilangnya cairan dan elektrolit pada tubuh indvidu. Diare umumnya
terjadi pada pasien dengan ileostomi namun dapat terjadi juga pada klien
dengan kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma di kolon asenden dan
transversal akan mengalami perubahan konsistensi feses seperti diare, namun
hal ini normal karena penyerapan air pada kolon asenden dan transversal masih
minimal. Penatalaksanaan diare, seperti halnya konstipasi, meliputi manajemen
diet. Pada saat diare terjadi, individu akan beresiko kehilangan banyak kalium,
sehingga butuh asupan makanan mengandung kalium seperti pisang, jeruk,
tomat, ubi, kentang, dan gandum (Canada Care Medical, 2010).

5. Macam-macam Kantung Stoma


Ada bermacam – macam jenis kantong stoma yang perlu diketahui, antara lain:
a. Menurut j enis “ Base Plate ”/ “ Faceplate” / Lapisan Dasar yang menempel
di kulit sekitar stoma :
1) “One piece system”/ sistem satu lempengan (lapisan): pada sistem ini
lapisan dasarnya ada yang seperti perekat “double tape” saja, dan ada
pula yang memiliki “skin barrier”.
2) “Two pieces system”/ sistem dua lempengan (lapisan)” : pada sistem ini
lapisan dasarnya sudah dibekali dengan “ skin barrier ”, dan
pasangannya / tangkupannya sesuai dengan ukurannya masing-masing
(tidak boleh beda ukuran).
b. Menurut bentuk “Base Plate” / “Faceplate” / “Wafer” Lapisan Dasar yang
menempel pada kulit sekitar stoma, ada 2 (dua) jenis
1) Standard / Normal flange base plate / face plate
2) Convex flange base plate / face plate
c. Menurut bentuk kantong stomanya, ada 3 (tiga) jenis:
1) Closed pouch / kantong yang tertutup pada bagian bawahnya
2) Drainable pouch / kantong yang terbuka pada bagian bawahnya (barus
ditutup menggu- nakan klip.
3) Mini closed pouch / kantong stoma yang kecil
d. Menurut warna kantong stomanya, ada 2 (dua):
1) Clear bag / Transparant bag / kantong transparan
2) Opaque bag / kantong warna gelap (sesuai dengan warna kulit).
e. Menurut jenis stomanya, ada 2 (dua):
1) Kantong stoma untuk menampung feses
2) Kantong stoma untuk menampung urin

6. Manajemen Stoma
Stoma harus mulai berfungsi dalam 2 sampai 4 hari pasca operasi.
Ketika mulai berfungsi, kantong perlu sering dikosongkan karena pengumpulan
gas berlebih. Pengosongan dilakukan ketika feses sudah mencapai sepertiga
hingga setengah pada kantung kolostomi. Feses yang berbentuk cair keluar
segera setelah operasi, tetapi menjadi lebih solid, tergantung lokasi stoma
(Ignatavicius & Workman, 2013).
Manajemen stoma dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek berikut ini:
a. Sistem Pouching atau Kantong Stoma
Sistem pouching yang baik perlu mempertimbangkan panjang
stoma, kontur dan bentuk abdomen, lokasi stoma, bekas luka dan lipatan di
dekat stoma, dan tinggi dan berat badan semua harus dipertimbangkan.
Sistem pouching yang baik harus aman dan tahan bocor yang berlangsung
hingga 3 hari, tahan bau, melindungi kulit di sekitar stoma, hampir tidak
terlihat di bawah pakaian, mudah untuk dipakai dan dilepas. Kantong
kolostomi tersedia dalam berbagai model dan ukuran, tetapi semua memiliki
kantong kolektif untuk mengumpulkan feses yang keluar dari stoma dan
mempunyai bagian perekat (flange, barier kulit, atau wafer) yang
melindungi kulit di sekitarnya.
Ada 2 jenis utama sistem pouching, yaitu: 1) Onepiece pouches
yang melekat pada barier kulit, 2) Two-piece pouches terdiri dari barier kulit
dan kantong yang bisa dilepas dan dipasang kembali pada barier kulit.
Beberapa sistem pouching dapat dibuka di bagian bawah untuk
memudahkan pengosongan. Sistem lain ada yang tertutup dan dilepaskan
ketika kantong penuh, sistem lain memungkinkan perekat barier kulit untuk
tetap pada tubuh sementara kantong dapat dilepas, dicuci, dan digunakan
kembali. Kantong terbuat bahan yang tahan bau dan bervariasi dalam harga
(UOAA, 2011).
b. Penutup Stoma (Stoma Covers)
Jika pasien dapat mengelola kolostomi dengan pengeluaran feses
yang reguler, pada waktu yang diharapkan, pasien dapat menggunakan
penutup stoma bukan selalu memakai kantong. Pasien dapat menempatkan
kasa yang dilipat rapi atau tissu, dioleskan dengan sedikit pelumas yang
larut dalam air di atas permukaan stoma, dan menutupinya dengan selembar
plastik. Hal ini dapat dibuat dengan pita perekat medikal, pakaian dalam,
atau pakaian elastis. Stoma cap yang lebih praktis juga tersedia (ACS,
2014).
c. Mengganti Sistem Pouching
Sistem pouching dirancang untuk lama pemakaian yang berbeda.
Ada sistem kantong yang diganti setiap hari, setiap 3 hari atau lebih, dan
ada yang hanya seminggu sekali. Beberapa kantong dapat dibersihkan dan
digunakan kembali. Tergantung pada jenis kantong yang digunakan. Dalam
banyak kasus, pagi hari sebelum makan atau minum adalah waktu terbaik
untuk mengosongkan kantong kolostomi (UOAA, 2011).
d. Perawatan kulit peristoma
Gunakan ukuran kantong yang tepat dan pembukaan barier kulit.
Pembukaan yang terlalu kecil dapat melukai stoma dan dapat menyebabkan
stoma membengkak. Jika pembukaan terlalu besar, output bisa mengiritasi
kulit. Lubang kantong harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma (Smeltzer
et al., 2010). Mengganti sistem pouching secara teratur perlu untuk
menghindari kebocoran dan iritasi kulit.
Gatal dan terbakar adalah tanda-tanda bahwa kulit perlu dibersihkan
dan sistem pouching harus diganti. Jangan merobek sistem pouching dari
kulit atau mengganti lebih dari sekali sehari kecuali ada masalah. Lepaskan
barier kulit dengan lembut dan mendorong kulit jauh dari perekat barier
daripada menarik barier dari kulit. Bersihkan kulit sekitar stoma dengan air.
Keringkan area stoma sebelum mengenakan penutup, barier kulit, atau
kantong. Stoma diupayakan tertutup selama mandi (ACS, 2014).
Persiapan kulit mungkin termasuk mencukur rambut peristomal
(bergerak dari stoma luar) untuk mencapai permukaan yang halus,
mencegah ketidaknyamanan ketika appliance akan diangkat, dan
meminimalkan risiko folikel rambut yang terinfeksi. Menyarankan pasien
untuk membersihkan sekitar stoma dengan sabun lembut dan air sebelum
memasang sebuah alat.
Pasien juga harus menghindari penggunaan sabun pelembab untuk
membersihkan daerah tersebut karena lubrikan dapat mengganggu adhesi
atau perekatan alat. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menerapkan skin
sealant (sebaiknya tanpa alkohol) dan biarkan hingga kering sebelum
penerapan alat (colostomy bag) untuk memfasilitasi berkurangnya rasa sakit
dari perekat ketika akan diganti. Jika kulit peristomal menjadi kasar, bedak
stoma atau pasta atau kombinasi juga dapat diterapkan. Pasta atau lainnya
pengisi krim juga digunakan untuk mengisi celah-celah dan lipatan untuk
membuat permukaan datar dari kantong kolostomi. Jika pasien mengalami
ruam karena jamur, krim antijamur atau powder harus digunakan
(Ignatavicius & Workman, 2013).
e. Nutrisi
Pengendalian gas dan bau dari kolostomi sering menjadi masalah
penting bagi pasien dengan ostomi baru. Kantong bocor atau tidak cukup
tertutup adalah penyebab bau pada umumnya, flatus juga dapat
berkontribusi menjadi sumber bau. Ingatkan pasien bahwa meskipun secara
umum tidak ada makanan yang dilarang untuk pasien dengan stoma,
makanan dan kebiasaan tertentu dapat menyebabkan flatus atau
berkontribusi terhadap aroma ketika kantong terbuka.
Brokoli, kacang-kacangan, makanan pedas, bawang, kubis, kol,
kembang kol, mentimun, jamur, dan kacang polong sering menyebabkan
flatus, seperti halnya permen karet, merokok, minum bir, dan pola makan
yang tidak teratur. Biskuit, roti panggang, dan yoghurt dapat membantu
mencegah gas. Asparagus, brokoli, kubis, lobak, telur, ikan, dan bawang
putih menyebabkan bau ketika kantong terbuka. Buttermilk, jus cranberry,
dan yogurt akan membantu mencegah bau. Filter karbon, pengharum
kantong akan membantu menghilangkan bau. Lubang ventilasi yang
memungkinkan pelepasan gas dari kantong ostomy melalui filter
penghilang bau yang tersedia dan dapat menurunkan bau (Gutman, 2011;
Iganatavicius & Workman, 2013).
Pasien dianjurkan makan dengan porsi kecil pada awalnya kemudian
secara bertahap. Minum banyak cairan minimal 5-6 delapan gelas air per
hari direkomendasikan. Dehidrasi dan hilangnya elektrolit (garam dan
mineral) yang mungkin jika cairan tidak cukup dikonsumsi dalam sehari.
Tingkatkan asupan cairan apabila pasien bekerja keras atau iklim panas
(Ignatavicius & Workman, 2013).
f. Irigasi Kolostomi
Pasien dengan kolostomi sigmoid dapat mengambil manfaat dari
irigasi kolostomi untuk mengatur eliminasi. Namun, mayoritas pasien
dengan kolostomi sigmoid dapat mengatur pola eliminasi melalui diet.
Irigasi sama dengan enema tetapi diberikan melalui stoma bukan rektum
(Lewis et al., 2011). Tujuan irigasi kolostomi adalah untuk mengosongkan
kolon dari gas, mucus, feses sehingga pasien dapat menjalankan aktivitas
sosial dan bisnis tanpa rasa takut terjadi drainase fekal. Dengan mengirigasi
stoma pada waktu yang teratur terdapat sedikit gas dan retensi cairan
pengirigasi (Smeltzer et al., 2010).
g. Pengkajian Psikososial
Selain masalah fisik, pengkajian psikososial perlu dilakukan.
Diagnosis kanker dapat secara emosional menyebabkan masalah untuk
pasien dan keluarga atau orang terdekat, tetapi pengobatan dapat diterima
karena dapat memberikan harapan untuk mengendalikan penyakit.
Eksplorasi reaksi terhadap penyakit dan persepsi intervensi yang
direncanakan. Reaksi pasien untuk operasi ostomi dapat mencakup:
1) Takut tidak diterima oleh orang lain dan lingkungan
2) Perasaan duka yang berhubungan dengan gangguan citra tubuh
3) Kekhawatiran tentang seksualitas.
Symms et al., (2008) dalam studi mereka menemukan bahwa veteran
laki-laki dengan ostomi usus mengalami masalah-masalah yang berkaitan
dengan aktivitas seksual dan keintiman merupakan tantangan terbesar.
Kebanyakan pasien memerlukan waktu 6 bulan sebelum mereka merasa
nyaman dengan perawatan ostomi (Smeltzer et al., 2010).
h. Pendidikan Kesehatan dan Perawatan di Rumah
Perawatan pasien dengan kolostomi didukung melalui proses
rehabilitasi setelah operasi yang mengharuskan pasien dan anggota keluarga
belajar bagaimana melakukan perawatan kolostomi sebelum pasien pulang.
Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat benda berat atau
mengejan pada buang air besar untuk mencegah ketegangan pada area
anastomosis. Jika pasien menjalani bedah terbuka, pasien harus
menghindari mengemudi selama 4 sampai 6 minggu untuk menyembuhkan
sayatan. Kesempatan yang adekuat untuk mempelajari keterampilan
psikomotorik yang diperlukan dalam perawatan kolostomi diberikan kepada
pasien dan keluarga.
Rencana waktu latihan yang cukup untuk belajar bagaimana
menangani, memasang, dan menerapkan semua peralatan kolostomi. Pasien
dan keluarga atau caregiver lainnya perlu diajarkan tentang tampilan normal
dari stoma, tanda dan gejala komplikasi, pengukuran stoma, penggunaan,
perawatan, dan penerapan alat yang tepat untuk menutup stoma, langkah-
langkah untuk melindungi kulit yang dekat dengan stoma, perubahan nutrisi
untuk mengontrol gas dan bau, kembali ke aktivitas normal, termasuk
bekerja, perjalanan, dan hubungan seksual Pengukuran stoma diperlukan
untuk menentukan ukuran yang benar dari pembukaan stoma pada alat yang
akan digunakan.
Pembukaan harus cukup besar tidak hanya untuk menutupi kulit
peristoma tetapi juga untuk menghindari trauma stoma besar. Stoma akan
menyusut dalam waktu 6 sampai 8 minggu setelah operasi. Oleh karena itu
perlu diukur setidaknya sekali seminggu selama ini dan sesuai kebutuhan
jika mengalami kenaikan atau kehilangan berat badan.
Setelah menjalani ostomy, perawatan di rumah perlu melakukan hal-
hal berikut:
1) Menilai status gastrointestinal, termasuk intake dan kebiasaan diet dan
cairan, Adanya mual dan muntah, kenaikan atau penurunan berat badan,
pola eliminasi usus, karakteristik dan jumlah feses, bising usus
2) Menilai kondisi stoma, termasuk: lokasi, ukuran, tonjolan, warna, dan
integritas, tanda-tanda iskemia, seperti warna kusam atau gelap atau
memar keunguan
3) Kaji kulit peristomal untuk ada tidaknya kulit yang mengalami
eksoriasi, kebocoran di bawah sistem drainase, alat yang sesuai dan
efektivitas barier kulit dan alat
4) Menilai kemampuan koping pasien dan keluarga, termasuk kemampuan
perawatan diri di rumah, perubahan citra tubuh dan fungsi, rasa
kehilangan (Ignatavicius & Workman, 2013).
Manajemen kolostomi akan memberikan perawatan yang berkualitas bagi
pasien. Ostomate pada dasarnya memiliki hak-hak (Ostomate Bill of Rights)
sebagai berikut yaitu:
1) Konseling preoperasi
2) Konseling tentang letak stoma yang tepat
3) Memiliki stoma yang bentuknya baik
4) Perawatan pasca operasi
5) Memperoleh dukungan emosional
6) Bimbingan individu dan keluarga
7) Informasi tentang peralatan yang diperlukan sesuai dengan indikasi
8) Adanya informasi di masyarakat tentang perkumpulan bagi para
ostomate
9) Mendapatkan tindak lanjut dan supervisi sepanjang hidup
10) Pelayanan dari tim kesehatan yang professional
11) Memperoleh informasi dan konseling dari asosiasi ostomi dan
anggotanya (UOAA, 2011).
7. Komplikasi
Komplikasi atau masalah pada ostomy dapat muncul setelah
pembedahan. Masalah yang paling umum setelah operasi kolostomi adalah
hernia di sekitar lokasi stoma. Hal ini ditandai dengan adanya tonjolan di kulit
di sekitar stoma, kesulitan irigasi dan obstruksi parsial. Mengangkat beban berat
harus dihindari segera setelah operasi dan hanya boleh dilanjutkan di bawah
bimbingan dokter. Berbagai masalah ini dapat dihindari jika area stoma ditandai
dengan perawat ostomi sebelum operasi. Lokasi yang banyak disukai terletak
di dalam otot rektus abdominis dekat garis tengah abdomen.
Komplikasi lain yang mungkin muncul dan memerlukan perawatan
lebih lanjut yaitu kram berat yang berlangsung lebih dari dua atau tiga jam, bau
yang tidak biasa yang berlangsung lebih dari seminggu, perubahan yang tidak
biasa dalam ukuran stoma dan penampilan, obstruksi pada stoma dan/atau
prolaps stoma, perdarahan berlebihan dari pembukaan stoma, cedera parah atau
stoma tersayat, perdarahan berkelanjutan pada pertemuan antara stoma dan
kulit, drainase berair yang berlangsung lebih dari lima atau enam jam, iritasi
kulit kronis, stenosis stoma atau penyempitan (UOAA, 2011; ACS, 2014).
Komplikasi umum lain adalah prolap stoma yang biasanya karena
obesitas, proses pembukaan dinding abdomen yang terlalu lebar, fiksasi bowel
pada dinding abdomen yang tidak adekuat ataupun akibat peningkatan tekanan
intra abdomen, perforasi akibat ketidaktepatan irigasi stoma, retraksi stoma,
impaksi fekal dan iritasi kulit, stenosis yang terjadi akibat adanya pembentukan
jaringan scar di sekitar stoma yang menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan
menyempit (Smeltzer et al., 2010).

8. Prosedur Pemasangan Kantong Stoma dengan Baik, dan Benar


a. Persiapan alat
1) Kantong stoma sesuai permintaan pasien (one piece / two piece, dan
closed end/draina- ble, serta transparant / opaque)
2) Stoma guide
3) Klip
4) Spidol
5) Gunting yang bengkok
6) Bengkok
7) Pasta untuk stoma
8) Kantong plastik hitam
9) Sarung tangan
10) Kassa kecil secukupnya
11) Kapas secukupnya
12) Lidi kapas
13) Cairan fisiologis (NaCl / Aqua Bides)
14) Bethadin secukupnya (bila perlu)
15) Powder (bila perlu)
16) Perlak gulung yang kecil
17) Tissue secukupnya / handuk kecil
18) Sepasang pinset anatomis + chirurgie
19) Gunting jahitan (bila perlu)
b. Prosedur pemasangan
1) Salam terapeutik kepada pasien dan keluarganya
2) Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur
tindakan penggantian kantong stoma
3) Berikan kepada pasien / keluarga informed cocern untuk ditanda tangani
tanda setuju
4) Cuci tangan sebelum pelaksanaan prosedur
5) Dekatkan semua alat - alat yang dibutuhkan
6) Jaga privasi pasien
7) Perhatikan penerangan kamar pasien sepanjang prosedur dilaksanakan
8) Jika perlu keluarga pasien yang dapat membantu memandirikan pasien
diajak serta
9) Sampaikan tujuan dari penggantian kantong stoma tersebut
10) Atur posisi pasien
11) Pasang perlak gulung di bawah lokasi stoma
12) Letakan bengkok di atas perlak
13) Pasang plastik hitam di atas bengkok dalam kondisi terbuka
14) Siapkan kapas /kassa lembab yang telah dicampur dengan cairan
fisiologis menggunakan sepasang pinset
15) Klip dibuka di atas plastik hitam dengan hati-hati (jangan dibuang dan
cuci kembali
16) Buka kantong stoma, dan langsung dimasukkan ke dalam plastik hitam
- Angkat base plate dengan perlahan-lahan menggunakan remouval
wipe /cairan fisiologis (dimulai dari bagian yang jauh dari jahitan luka
terlebih dahulu)
17) Jika sudah terangkat semua, masukkan ke dalam plastik hitam
18) Pakai sarung tangan
19) Bersihkan stoma, dan kulit sekitar stoma menggunakan kapas / kassa +
cairan fisiologis sampai dengan diameter 10 – 15 cm
20) Bersihkan jahitan disekeliling stoma menggunakan lidi kapas yang
diberi bethadin 2-3 x, dan setelah 10 menit dibersihkan kembali dengan
cairan fisiologis
21) Kulit sekitar stoma dibersihkan dengan kassa kering ( pada pasca
operasi hari ke 7, jika kondisi luka jahitan tidak ada masalah, maka dapat
dibersihkan menggunakan tissue / handuk)
22) Tutup lubang stoma menggunakan kassa lembab sementara waktu
sambil mempersiapkan pola pada base plate baru yang akan dipasang
menggunakan stoma guide
23) Setelah base plate dipola sesuai ukuran stoma, selanjutnya digunting
sesuai pola tersebut
24) Buka kertas pengalasnya dan berikan pasta disekeliling pinggiran
lubang pola tersebut, kemudian dirapihka menggunakan jari telunjuk
yang telah dicelupkan dalam cairan fisiologis
25) Pasangkan base plate tersebut pada kulit sekitar stoma dimulai dari
posisi stoma bagian bawah terlebih dahulu
26) Tekan dengan hati-hati seheliling base plate tersebut menggunakan jari-
jari tangan beberapa kali
27) Tangkupkan / pasangkan stoma bag pasangannya sambil mengangkat
tissue yang berada di atas lubang stoma
28) Pasangkan klipnya di bagian bawah stoma bag + 2 cm
29) Lihat respon pasien
30) Bereskan kembali semua alat – alat yang sudah tidak dipergunakan lagi
31) Cuci kembali alat – alat yang bisa disterilkan lagi, dan letakkan pada
tempatnya
32) Buka sarung tangan, dan cuci tangan kembali
33) Lakukan evaluasi, dan catat hasil tindakan yang telah dilakukan di
lembar dokumentasi
34) Rapihkan kembali lingkungan pasien, serta pamit dengan pasien dan
keluarganya.
BAB III
EVIDANCE BASED PRACTICE
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2014). Cancer facts and figure 2014. Atlanta: American
Cancer Society Incorporation. Diunduh dari
http://www.cancer.org/acs/groups/content/acspc-042151.pdf.
American Cancer Society. (2014). Colostomy : A Guide. Atlanta: American Cancer
Society Incorporation. Diunduh dari
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002823-pdf.
Brown, H., & Randle, J. (2005). Living with a stoma: A review of the literature.
Journal of Clinical Nursing, 14, 74-81.
Canada Care Medical. (2013). Colostomy care. Diunduh dari http://
www.canadacaremedical.com/ostomy/ColostomyCare.php
Daniels, R., & Nicoll, L. H. (2012). Contemporary medical surgical nursing. United
State of America: Cengage Learning Dabirian, A., Yaghmaei, F., Rassouli,
M., Tafreshi, M.
Depkes. (2008). Deteksi Dini Kanker Usus Besar. Diunduh dari
(http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/KankerUsus011106.htm.
Eucomed Medical Technology. (2012). Access to ostomy supplies and innovation:
guiding principles for European payers. Diunduh dari http://
www.medtecheurope.org/uploads/Modules/Publications/ostomybackgrou
nd-paper.pdf
Gutman, N. (2011). Colostomy guide. Diunduh dari http://www.ostomy.org/
ostomy_info/pubs/ColostomyGuide.pdf.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2013). Medical-surgical nursing, patient-
centered collaborative care. (7th ed.). United State of America: Saunders
Elsevier.
Krouse R. S., Grant M., & Rawl S. M. (2009) Coping and acceptance: The greatest
challenge for veterans with intestinal stomas. Journal of Psychosomatic
Research, 66, 227-232.
Leung, W. K, Ho, K. Y., Kim, W. H. (2006). Colorectal neoplasia in Asia: a
multicenter colonoscopy survey in symptomatic patients. Gastrointestinal
Endoscopy, 64, 751-759
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Buher, L., Camera, I. M. (2011).
Medical-Surgical Nursing. (8th ed.). Missouri: Mosby Elsevier.
Mariotto, A.B., Yabroff, K.R., Feuer, E.J., De Angelis, R., & Brown, M. (2006).
Projecting the number of patients with colorectal carcinoma by phases of
care in the US: 2000–2020. Cancer Causes and Control, 17, 1215–1226.
doi:10.1007/s10552-006-0072-0.
Melville, D., & Baker, C. (2011). Ileostomies and colostomies. Intestinal Surgery
I, 29 (1), 39–43. doi: 10.1016/j.mpsur.2010.10.001.
Newton, S. (2009). Oncology nursing advisor comprehensive guide to clinical
practice. St. Louis: Mosby.
Richbourg, L, Thorpe J. M., & Rapp C. G. (2007). Difficulties experienced by the
ostomate after hospital discharge. Journal Wound Ostomy Continence Nurs,
34, 70–79.
Sands, L. & Marchetti, F. (2011). Intestinal stomas. The Ascrs textbook of colon
and rectal surgery. (2nd ed.) Eds. Beck, D., Roberts, P. & Saclarides.
Shaffy, Kaur, S., Das, K., Gupta, R. (2014). Psychosocial experiences of the
patients with colostomy/ileostomy : A qualitative study. Indian Journal of
Social Psychiatry, 30 (1), 28-34.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Medical
surgical nursing. (12th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Soeripto. (2007). Gastro-intestinal cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention. Diunduh dari (http://www.apocp.org/
cancer_download/Soeripto.pdf
Syamsuhidajat, R, Jong, W. D, (eds). 2004. Buku ajar Ilmu Bedah (2nd ed). Jakarta.
EGC
United Ostomy Association of America. (2011). Colostomy Guide. Diunduh dari
http://www.ostomy.org/uploaded/files/ostomy_info/ColostomyGuide.pdf?
direct=
WOCN Society. (2008). Basic ostomy skin care.diunduh dari http://www.
ostomy.org/ostomy_info/wocn/wocn_basic_ostomy_skin_care.pdf.
World Health Organization (WHO). (2012). Worldwide cancer incidence statistics.
Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/.

Anda mungkin juga menyukai