Defisiensi yodium merupakan salah satu masalah gizi kurang yang masih dihadapi oleh
Penerintah Indonesia. Defisiensi gizi ini dapat diderita orang pada setiap tahap kehidupan, mulai
dari masa prenatal hingga lansia. Defisiensi yodium sebelumnya dikenal dengan istilah gondok
(pembesaran kelenjar tiroid) yang merupakan salah satu gejala yang timbul akibat kekurangan
gizi tersebut. Akibat kekurangan zat gizi ini diketahui tidak hanya pembesaran kelenjar tiroid,
tetapi jauh lebih luas.1
Spektrum akibat defisiensi sangat luas, mulai dari keguguran, lahir mati, cacat bawaan,
kretin dan hipotirois. Kretin merupakan akibat yang paling berbahaya karena tidak hanya fisik
saja yang terkena, tetapi yang paling penting adalah gangguan pada perkembangan otak. Karena
luasanya akibat dari defisiensi ini, defisiensi yodium dikenal dengan istilah gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY). Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan
masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius. Data WHO tahun
2005, tercatat ada 130 negara di dunia mengalami masalah GAKY, sebanyak 48 % tinggal di
Afrika dan 41 % di Asia Tenggara dan sisanya di Eropa dan Pasifik Barat.
Pada makalah Problem Based Learning ini saya membahas kasus skenario 9 yang
berhubungan dengan masalah GAKY, dimana “Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa
oleh ibunya ke Rumah Sakit. Ibunya merasa pertumbuhan anaknya tersebut lamabat. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan wajah tampak seperti orang tua, kulit kasar, perut membuncit.
Anak tersebut sulit untuk diajak berkomunikasi oleh dokter”.