PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
dari suatu budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar diseluruh kepulauan
Indonesia merupakan suatu kekayaan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan
belajar dari kekayaan budaya masa lalu yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan
Rakyat Indonesia pastinya tidak akan pernah lupa sejarah penjajahan Belanda di
Indonesia, karena mereka telah menjajah Negara ini selama kurang lebih 3,5 abad.
Tentunya merupakan waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Pada masa-masa itu, bangsa
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. (Viva, 2014, Sejarah penjajahan Belanda di
penjajahan-belanda-di-indonesia).
Fanny, veronica, dan Ivan (dalam Soekiman, 2014), kebudayaan Belanda yang telah
memperkaya kebudayaan Indonesia dalam tujuh unsur budaya universal, yaitu : (1) bahasa
(lisan maupun tulisan); (2) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah,
senjata, alat transportasi, alat produksi dan sebagainya); (3) mata pencaharian hidup dan
sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi dan sebagainya); (4) sistem
1
perkawinan dan sebagainya); (5) kesenian (seni rupa, seni sastera, seni suara, seni gerak,
Terkadang dalam berbagai kejadian pada masa lalu, bangunan menjadi saksi bisu baik
keindahan, konstruksi, teknologi dan lain-lain), dan juga nilai sejarah. Makin lama
bangunan itu berdiri semakin membuktikan tingginya nilai sejarah dan budayanya. Yuri
Fanny, veronica, dan Ivan (dalam Sumalyo, 1995a), kebudayaan Belanda tidak hanya
saja mempengaruhi kehidupan masyarakat indonesia saja, tetapi juga, cara berpikir para
unik (percampuran antara budaya penjajah dan budaya Indonesia), dan tidak terdapat dilain
tempat, termasuk Negara-negara bekas koloni lainnya (dalam Sumalyo, 1995b). Keunikkan
Kolonial Belanda, yang menurut hasil identifikasi dan analisis Fanny, Veronica dan Ivan
Belanda yang telah menjajah Indonesia begitu lamanya, selama kurang lebih 3,5 abad
Kolonial Belanda yang ada di Indonesia mempunyai makna yang penting dalam sejarah
kebudayaan bangsa Indonesia. Bukan hanya sebagai bangunan yang memiliki fungsi pada
masa itu namun juga sebagai saksi bisu dari peristiwa kekejaman penjajahan Kolonial
Belanda yang telah taerjadi pada masa itu. Meskipun banyak bangunan-bangunan
peninggalan Kolonial Belanda yang sudah berbeda fungsinya, namun bangunan tersebut
masih ada dan memiliki sejarah yang panjang untuk Bangsa Indonesia itu Sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, kelompok kami tertarik untuk menulis makalah mengenai
2
1.2 Rumusan Masalah
5. Apa Fungsi dari Bangunan Peninggalan Masa Kolonial Belanda Ketika Pada Masa itu
1.3 Tujuan
5. Untuk Mengetahui Fungsi dari Bangunan Peninggalan Masa Kolonial Belanda Ketika
3
BAB II
ISI
Sebagaimana namanya, Gedung Sate memiliki cirri khas berupa ornament tusuk
sate pada atapnya. Gedung indah yang telah lama menjadi salah satu cirri khas kota
Bandung tersebut berada di Jalan Diponegoro No. 22, Bandung, Jawa Barat.
Pembangunan gedung ini dimulai pada masa Hindia Belanda di tahun 1920.
Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek Ir. J. Gerber dan kelompoknya
dengan masukan dari maestro arsitek Belanda Dr. Hendrik Petrus. Pelaksanaan
pembangunannya melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat atau ahli
bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan China dari Konghu
atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen dari penduduk sekitar. Empat
diselesaikan. Gedung ini berdiri diatas lahan dengan luas sekitar 30.000 m2 dan luas
Belanda untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia atau Jakarta sekarang ke
Kota Bandung. Akibat terjadinya resesi ekonomi (malaise) di tahun 1930-an, akhirnya
dari Batavia ke Bandung tidak dilanjutkan. Saat ini, Gedung Sate berfungsi sebagai
4
Gedung Sate merupakan bangunan yang memiliki nilai arsitektur tinggi.
Tampilan gedung berwarna putih ini tampak kokoh namun anggun. Dengan gaya
arsitektur tradisional Nusantara. Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan yang
memuji keindahan bangunan ini. keindahan Gedung Sate dilengkapi dengan taman
disekelilingnya yang terpelihara dengan baik. Tidak heran bila taman ini diminati oleh
masyarakat kota Bandung dan para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Sesuai dengan namanya, istana ini terletak di kota Bogor, Jawa Barat. Meski
sehari-harinya tidak lagi digunakan untuk kegiatan kepresidenan, namun sesekali Istana
Istana Bogor dibangun pada tahun 1745. Bangunan tersebut berupa pesanggrahan
yang diberi nama Buitenzorg yang artinya bebas masalah/kesulitan Bangunan ini sempat
mengalami beberapa kali kerusakan dan perbaikan yang disertai penambahan dan
perubahan bentuk bangunan. Bangunan istana baru terwujud secara utuh pada masa
Pada masa pendudukkan Jepang, bangunan ini dikuasai oleh Jepang. Ketika
Jepang menyerah kepada tentara Sekutu pada masa akhir perang dunia II, Barisan
bendera merah putih. Istana Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan
Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah republik ini pada akhir tahun 1949. Setelah
masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia
5
Saat ini, Istana Bogor bisa dikunjungi oleh khalayak umum dengan sebelumnya
meminta izin ke Sekretaris Negara, c.q. Kepala Rumah Tangga Kepresidenan. Pada hari-
hari libur, area sekitar halaman Istana Bogor biasanya ramai dikunjungi warga yang
berjalan-jalan menikmati suasana sambil memberi makan rusa-rusa dari Nepal yang
dipelihara dan dibiarkan berkeliaran bebas di halaman Istana. (Nunung Marzuki, 2009 :
36)
Istana Cipanas terletak di kaki Gunung Gede, Jawa Barat. Tepatnya, terletak di
Desa Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, lebih kurang 103 Km dari Jakarta
Nama Cipanas berasal dari bahasa Sunda, yaitu ci atau cai yang berarti air dan
panas yang berarti panas. Daerah ini dinamakan Cipanas karena disini terdapat sumber
air panas yang mengandung belerang. Luas areal komplek Istana ini sekitar 26 hektar,
namun hanya sekitar 7.760 m2 yang digunakan untuk bangunan. Selebihnya digunakan
sebagai area hijau dengan ditumbuhi beragam tanaman yang tertata rapi.
Awalnya bangunan induk Istana ini adalah milik pribadi seorang tuan tanah
Belanda yang dibangun pada tahun 1740. Sejak masa pemerintahan Gustaaf Willem
Baron Van Imhoff, bangunan ini dijadikan tempat peristirahatan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda.
tempat ini sempat beralih fungsi menjadi gedung pengobatan bagi anggota militer
Kompeni yang perlu mendapat perawatan. Hal ini karena suasana tempat yang sejuk dan
asri serta kekuatan sumber air panas yang mengandung belerang itu.
6
Setelah kemerdekaan Indonesia, secara resmi gedung tersebut ditetapkan
fungsinya tetap digunakan sebagai tempat peristirahatan Presiden atau Wakil Presiden RI
Benteng Fort de Kock terdapat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Benteng tersebut
berada diatas Bukit Jirek. Lokasinya yang diatas Bukit ini sesuai dengan tujuan
Benteng ini dibangun sekitar tahun 1925 oleh Kapten Bever. Nama Fort de Kock
diambil dari nama seorang jenderal yang terkenal dengan strategi benteng stelsel, yang
Fort de Kock sempat menjadi nama daerah dimana benteng itu didirikan sebelum
Pada masa kepemimpinan Jenderal Riesz, benteng ini juga berfungsi sebagai pusat
tentara Belanda yang sudah berkarat. Dari menara pengawas yang merupakan bagian
tertinggi di benteng ini, dapat disaksikan pemandangan indah kota Bukit Tinggi serta
kawasan sekitarnya dengan panorama pegununganya. Saat ini, sebagai obyek wisata,
benteng ini dibuat satu komplek dengan kebun binatang dan museum zoologi. (Nunung
Marzuki, 2009 : 47 )
7
2.1.5 Benteng Van der Wijck
merupakan saksi bisu perjuangan Pangeran Diponegoro pada awal abad ke-19.
perlawanan pasukan Diponegoro, Belanda lalu menerapkan taktik benteng stelsel, yaitu
Begitu juga yang dilakukan Belanda di daerah Kedu Selatan. Sekitar tahun 1820,
sebagai bagian dari taktik benteng stelsel, Gubernur Jenderal Van den Bosch
memprakarsai pembangunan benteng Van der Wijck. Tujuanya jelas sebagai tempat
Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m ini diberi nama Fort
Cochius (Benteng Cochius). Sedangkan nama Van der Wijck, yang tercantum pada
bagian depan pintu masuk, merupakan salah seorang perwira militer Belanda yang pernah
Saat ini benteng kuno tersebut telah mengalami renovasi dan dipelihara dengan
baik sebagai obyek wisata. Bangunannya dicat dengan dominasi warna merah. Ruangan-
ruangan bekas barak militer, asrama, dan pos jaga, tampak bersih dan terawatt. Komplek
bangunan seluas 3.606,62 m2 ini juga telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk
8
2.2 Deskripsi Bangunan Peninggalan Masa Kolonial Belanda
Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas 27.990,895 m2, luar bangunan 10.877,734 m2,
terdiri dari basement seluas 3.039,264 m2, lantai 1 seluas 4.062,553 m2 dengan teras seluas
212,976 m2, lantai 2 seluas 3.023,796 m2 dengan teras seluas 212,976 m2, menara seluas 121
m2 dengan teras menara seluas 205,169 m2. Kuat dan utuhnya gedung sate tidak terlepas dari
bahan dan teknis konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu
ukuran besar (1x1x2m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung Timur sekitar
Arsitek Gedung Sate Ir. J.Gerber memadukan beberapa aliran arsitektur kedalam
rancangannya. Untuk jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk
bangunannya adalah Rennaisance italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran
Asia, yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat “tusuk sate”
dengan 6 buah ornamen sate yang melambangkan 6 juta gulden yaitu jumlah yang digunakan
untuk membangun Gedung Sate. Tampak depan dari Gedung Sate juga ternyata sangat
diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan, Gedung Sate justru sengaja
Di halaman depan Gedung Sate terdapat sebuah tugu dari batu untuk mengenang tujuh
pemuda yang meninggal karena mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha.
Di lantai 2 terdapat ruang kerja Gubernur, Wakil Gubernur, Sekertaris Daerah, Para Asisten,
dan Biro. Di bagian timur dan barat terdapat dua ruangan besar yang terlihat seperti ballroom
pada bangunan bernuansa Eropa. Ruangan ini disebut aula barat dan aula timur. Terdapat pula
6 tangga dengan masing-masing 10 anak tangga untuk akses ke menara gedung. Saat ini
Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung
Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir. Sudibyo pada tahun 1977 yang
9
difungsikan sebagai Lembaga Legislatif Daerah. (www.jabar.go.id /situs pemerintah jawa
barat)
Istana Bogor mempunyai bangunan induk dengan sayap kiri dan sayap kanan.
Keseluruhan komplek Istana mencapai luas 1,5 hektar. Bangunan induk Istana Bogor terdiri
dari Bangunan induk Istana, Sayap kiri bangunan yang memiliki 6 kamar tidur, Sayap kanan
memiliki 4 kamar tidur. Pada tahun 1964 dibangunan bangunan khusus yang dikenal dengan
nama Dyah Bayurini sebagai ruang peristirahatan presiden dan keluarganya. Bangunan ini
termasuk lima paviliun terpisah. Di bangunan ini juga terdapat kantor pribadi Kepala Negara,
perpustakaan, ruang makan, ruang sidan menteri, ruang pemutaran film, ruang Garuda, ruang
Teratai, dan kaca seribu. Di ruang kantor pribadi Kepala Negara terdapat lukisan abad ke-19
Istana Cipanas dengan luas area komplek 26 hektar dan luas bangunan 7.760 m2
merupakan bangunan yang digagas oleh Gustaaf Willem Baron Van Imhoff dengan gaya dasar
arsitektur rumah musim panas Eropa, tetapi dengan penguatan arsitektur tropis dengan
menampilkan nuansa Jawa Barat. Hampir seluruh konstruksi bangunan Istana Cipanas dari
lantai hingga atap dibangun dari bahan kayu jati. Elemen besi cor juga digunakan sebagai
penguat dan ragam hias bangunan. Dalam perkembangannya, beberapa lantai dan dinding
direnovasi dengan bahan batu dan batako. Renovasi tersebut menghilangkan desain asli
Bangunan induk Istana Cipanas mempunyai beberapa ruang tidur, ruang kerja, ruang
tamu, ruang makan, serambi depan, dan serambi belakang. Serambi depan yang ditutup dengan
jendela-jendela kaca yang lebar pada kiri dan kanannya untuk menahan tiupan angin. Lantai
serambi ditinggikan sekitar dua meter dari permukaan tanah untuk membuat kesan lebih
10
anggun. Sedangkan serambi belakang yang lebih luas dari serambi depan menyajikan
pemandangan lereng Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang asri. Ruang makan juga
Paviliun-paviliun itu dinamakan Arjuna, Yudhistira, dan Bima. Bagian belakang bagunan
induk juga diperpanjang untuk mementaskan berbagai kesenian. Tahun 1954, Bung Karno
memerintahkan pembangunan sebuah studio terpencil di salah satu puncak bukit dalam
lingkungan Istana Cipanas untuk tempat Ia merenung. Puncak bukit itu dipilih karena orang
dapat melihat pemandangan Gunung Gede di pagi hari dengan jelas sebelum kabut menutupi
puncaknya. Dua orang arsitek- R.M.Soedarsono dan F. Silaban yang menggarap desain studio
itu. Bangunan sederhana dari bahan dasar batu kali dan menonjolkannya sebagai ragam hias
Di dalam Gedung Bentol ini terdapat satu set meja dan kursi kerja, sebuah lemari,
sebuah dipan kecil,dan sebuah meja rendah. Selain itu, di komplek Istana Cipanas kini tersedia
lapangan tenis, lapangan bermain anak-anak, kolam pemancingan ikan, kolam renang, dan
kolam berendam air panas. Tahun 1983, Pemerintah menambahkan dua bangunan baru yakni
Paviliun Nakula dan Sadewa. Di paviliun tersebut digunakan untuk areal perkantoran, mesjid,
Benteng Fort de Kock dibangun diatas bukit di ketinggian 985 mdpl. Secara fisik
bangunan benteng di lokasi ini sudah tidak ada. Bangunan yang tersisa hanya berupa bangunan
bak air dengan denah persegi empat. Areal bekas benteng dibatasi oleh parit melingkar sedalam
1 meter dan lebar sekitar 3 meter. Salah satu peninggalan yang masih berhubungan dengan
benteng adalah delapan buah meriam besi yang dipasang di sekeliling areal bekas benteng
11
dengan panjang antara 116-280 sentimeter. Salah satu meriam tersebut terdapat inskripsi yang
menunjukkan angka tahun 1813. Fungsi awal benteng sebagai tempat pertahanan.
Sejak di renovasi pada tahun 2002 lalu oleh Pemerintah Daerah, benteng Fort de Kock
kini berubah menjadi Taman Kota Bukittinggi dan Taman Burung Tropis. Kawasan sekitar
benteng sudah dipugar oleh Pemerintah Daerah menjadi sebuah taman dengan banyak
Benteng Van Der Wijck terletak di 4 kilometer utara Gombong, 35 kilometer sebelah
barat dari Ibukota kabupaten Kebumen- Jawa Tengah, dan 18 kilometer dari Kota
Karanganyar. Benteng ini merupakan benteng persegi delapan satu-satunya di Indonesia. Pada
ketinggian 135 Mdpl, benteng ini memiliki benteng atas dan benteng bawah seluas 3.606,625
m2, tinggi benteng 9,67 meter dengan cerobong asap 3,33 meter, dindingnya memiliki
Struktur ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama memiliki empat pintu masuk dan 16
kamar besar masing-masing berukuran 18 meter x 6,5 meter, ada pula 27 kamar dengan
berbagai ukuran, 72 jendela, 8 tangga menuju ke lantai dua dan 2 tangga darurat. Di lantai dua
x 6,5 meter, 25 kamar kecil dan 4 tangga menuju ke atap tetapi 2 dari 4 tangga tersebut tidak
Dengan kondisi masih asli, benteng ini memiliki atap piramida yang terbuat dari bata
merah, dalam bentuk bukit-bukit kecil dengan 2 lubang ventilasi di atas. Atapnya berukuran 3
x 3 x 1,5 meter. Di bangunan ini ada dua jenis pintu, yaitu pintu utama dan pintu yang mengarah
ke kamar. Pintu utama terdiri dari 4 buah masing-masing berukuran 3,25 x 3 meter. Sedangkan
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam hal ini kami kelompok 3 menyimpulkan dengan adanya beberapa peninggalan
Kolonial di Indonesia. Kita dapat beberapa hal terdahulu dan itu juga merupakan bukti nyata
dari peninggalan Kolonial tersebut.
Jadi, bangunan bersejarah menyimpan banyak cerita penting dari masa lalu cerita
tersebut adalah sebuah jejak sejarah kehidupan bangsa Indonesia yang harus dijaga untuk
diteruskan kegenerasi berikutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Fanny, Veronica dan Ivan R.B Kaunang. Gaya Bangunan Arsitektur Kolonial pada
Bangunan Umum Bersejarah Dikota Manado.2015. Jurnal Penelitian Universitas Sam
Ratulangi Manado.
http://www.viva.co.id/blog/sejarah/562782-sejarah-penjajahan-belanda-di-indonesia, diakses
tanggal 22 Oktober 2017.
Jurnal Penelitian Universitas Kristen Maranatha.
Marzuki, Nunung. Mengenal Lebih Dekat Bangunan Bersejarah Indonesia.2009. Jakarta:
Pacu Minat Baca.
Waspodo, Yuri Arief.Gedung Bouwpleog yang Ditinjau dari Segi Arkeologi Sejarah dan
juga Arsitektur.2009. Jurnal Penelitian Universitas Indonesia.
www.jabar.go.id /situs pemerintah Jawa Barat, diakses tanggal 22 Oktober 2017
15