Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

VENTILATOR

1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner dan
Suddarth, 1996).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000)
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat
bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. Ventilator mekanik
merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. ( Corwin, Elizabeth J,
2001)
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan
atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan
ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan
memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2006)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative
yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan
pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara
optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki hipoksemia,
dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan, 2010).

2. Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan
yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan
mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
e. Penyakit akut paru.
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

3. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
b. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas
vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat, dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke
gagal nafas akut.

4. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan berdasarkan
cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah ventilator tekanan-
negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan-
positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi metoda fase inspirasi akhir
(tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara untuk
mengalir ke dalam paru-paru, sehingga memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis
ventilasi terbaru ini serupa dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan
terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan miasteniagravis.
Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya
membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling sering untuk
pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit neuromuskular. Akibatnya,
ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa
jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan negatif yang
digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah digunakan secara luas selama epidemik polio
pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang selamat dari penyakit
polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua alat
portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk menciptakan bilik
tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena masalah-masalah dengan
ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis ventilator ini hanya digunakan dengan
hati-hati pada pasien tertentu.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi
secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan meningkat
penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis
ventilator tekanan positif, yaitu:
1) Ventilator Tekanan-Bersiklus. (Pressure Cycle Ventilator)
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator
hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan
ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah
suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa,
ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek
di ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin
IPPB.
2) Ventilator Waktu-Bersiklus (Time Cycle Ventilator)
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan
inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar ventilator mempunyai
frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus
murni jarang digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus
dan bayi.
3) Ventilator Volume-Bersiklus (Volume Cycle Ventilator)
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang paling
banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara yang akan
dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif.
Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator
secara relatif konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat
meski tekanan jalan nafas beragam.
4) Ventilator Aliran-Bersiklus (Flow Cycle Ventilator)
Ventilator volume bersiklus adalah ventilator tekanan-positif yang memberikan
napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang sudah disetting
terlebih dahulu.

5. Indikasi
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2), peningkatan kadar
karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH), maka ventilasi
mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi di bawah ini
diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.

a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun hipoksemia yang
tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator mekanik.
Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebelum
terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan
ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada
pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa
udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler:
b) Guillian Bare syndrom
c) Tetanus
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.

b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran
darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja
napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga
berkurang

c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk
menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator
mekanik.
e. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
f. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik
2) Penyakit paru-gangguan difusi
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

6. Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, Pasien dengan ventilator
mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan keperawatan berulangtapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat
meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang
kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan
nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua tangan,
karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah
komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation dengan manset masih
mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi intubasi
meliputi:
1. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
2. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan
laju mortalitas.
3. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
b. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga
harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden
stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang
lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi
dapat terjadi.

c. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator
diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh
kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme
berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis
menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan
efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai
GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
d. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan
tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan
dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan
tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat
tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit. Tekanan ventilator
menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm
tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada.
Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling
menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum,
intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber tekanan positif
dan memberi ventilasi dengan resusitator manual, memberikan pasien pernafasan
cepat.
e. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat
meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri
dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki
hipovolemia.
f. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosteron renin-
angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang
memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi
edema sakral dan fasial.

7. Tanda dan Gejala


a. Tanda
1) Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
 Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
2) Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
 Ada retraksi dada
b. Gejala
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada. Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses
penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
d. EKG. Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan. Disritmia.

9. Gambaran dan Pengesetan Volume Ventilator


Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator mekanis.
Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan ”dalam harmoni” dengan mesin.
Perubahan yang minimal dari dinamik kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume
ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan
ada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting :
a. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15 ml/kg).
b. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur tinggi
dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas darah arteri.
c. Catat tekanan inspiratori puncak.
d. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan frekuwensi sesuai
dengan program medik dokter.
e. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya sehingga pasien
dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal (biasanya 2 mmHg dorongan
inspirasi negatif).
f. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan PO2,
setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
g. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan gas
darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
h. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator karena
alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan manual pada
oksigen 100% dengan bag resusitasi.

10. Setting Ventilator


Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu
menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR
diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit,
maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga
cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien
setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari
compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu
mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan
5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang
kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time
cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan
oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada
awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi
kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut
maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi

Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume
tidal atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi
yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan
pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai
sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara
2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O.
Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien
untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak
diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan
adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.

11. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis
berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara
masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan
memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan
menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga
thorax paling positif.

12. Efek Ventilasi mekanik


Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung
terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi
penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa
mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang,
akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan
oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan
tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun
menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga
thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :
b) Pengumpulan Data
Identitas:
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator.
Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing,
circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas
merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat.
Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan
akibat penurunan kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
 Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap kejadian
yang dialaminya
 Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
 Paintfull (P) : berespon terhadap rangsangan nyeri
 Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
 Observasi kondisi klien saat datang
 Tanyakan nama klien
 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
 Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
c) Airway (Jalan Napas)
 Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
 Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan
teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
 Suctioning bila perlu
d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan
nafas atau tidak
e) Circulation (Pendarahan)
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tan da-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time,
nadi, sianosis, pulsus arteri distal
2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan
mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai
kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah
memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara
cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan.
Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban
lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat ditemukan, Tingkat
kesadaran, Sikap umum, keluhan, Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
 Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain
 Ekspresi muka : tampak sesak, gelisah, kesakitan
 Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi, untuk memeriksa
nervus V, VII.
b. Bibir
 Biru ( sianosis )
 Pucat ( anemia )
c. Mata
 Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan bawah kulit/
selaput lendir) pada endokarditis bacterial
 Skela: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung kanan, penyakit hati,
dan lain-lain
 Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-abu di tepi
kornea ) berhubungan dengan peningkatan kolesterol/ penyakit
jantung koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis

d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak,
denyut nadi, warna luka

Pengkajian Peralatan:
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan
tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-
benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau
pengukuran parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi
pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus
mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada trakea
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan utama.

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
b.d ketidakseimbangan  Respiratory status: gas Airway management
ventilasi perfusi exchange (1-5)  Posisikan pasien untuk
 Respiratory status: memaksimalkan Ventilasi
ventilation (1-5)  Pasang mayo bila perlu
 Vital sign status (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
Kriteria Hasil: perlu
 Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret dengan batuk
peningkatan ventilasi dan atauSuction
oksigenasi yang adekuat  Auskultasi suara nafas, catat
 Memelihara kebersihan paru adanyasuara tambahan
paru dan bebas dari tanda-  Berikan bronkodilator ;
tanda distress pernafasan  Berikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan batuk  Atur intake untuk cairan
efektif dan suara nafas  mengoptimalkankeseimbangan.
yang bersih, tidak ada  Monitor respirasi dan status O2
sianosis dan dyspneu  Catat pergerakan dada,amati
(mampu mengeluarkan kesimetrisan, penggunaan otot
sputum, mampu bernafas tambahan,retraksi otot
dengan mudah, tidak ada supraclavicular dan Intercostals
pursed lips) Respiratory monitoring
 Tanda tanda vital dalam  Monitor suara nafas, seperti
rentang normal dengkur
 AGD dalam batas normal  Monitor pola nafas : bradipena,
 Status neurologis dalam batas takipenia,kussmaul,
normal hiperventilasi, cheyne stokes,biot
 Auskultasi suara nafas, catat
areapenurunan / tidak adanya
ventilasi dansuara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus Mental
 Observasi sianosis khususnya
membrane Mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluargatentang persiapan
tindakan dan tujuanpenggunaan
alat tambahan (O2,
Suction,Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
iramadan denyut jantung
2. Pola nafas tidak efektif b.d NOC: NIC:
depresi pusat pernafasan  Respiratory status: Airway management:
Ventilation (1-5)  Posisikan pasien untuk
 Respiratory status :Airway memaksimalkan ventilasi
patency (1-5)  Pasang mayo bila perlu
 Vital sign Status (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
 Kriteria hasil: perlu
Mendemonstrasikan batuk  Keluarkan sekret dengan batuk
efektif dan suara nafas atau suction
yang bersih, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu adanya suara tambahan
(mampu mengeluarkan  Berikan bronkodilator
sputum, mampu bernafas  Berikan pelembab udara Kassa
dengan mudah, tidak ada basah NaCl Lembab
pursed lips)  Atur intake untuk cairan
 Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan.
yang paten (klien tidak Oxygen therapy:
merasa tercekik, irama  Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi pernafasan  Bersihkan mulut, hidung dan
dalam rentang normal, secret Trakea
tidakada suara nafas  Pertahankan jalan nafas yang
abnormal) paten
 Tanda Tanda vital dalam  Observasi adanya tanda
rentang normal (tekanan tandaHipoventilasi
darah, nadi, pernafasan)  Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan padapasien dan
keluarga entang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkanbagaimana batuk efekti
 Monitor pola nafas
3. Tidak efektif bersihan jalan NOC NIC:
napas b.d benda asing pada Respiratory status:  Pastikankebutuhan oral / tracheal
Ventilation (1-5) suctioning.
trakea  Respiratory status : Airway  Berikan O2, l/mnt,
patency (1-5)  Anjurkan pasien untuk istirahat
 Aspiration Control (1-5) dan napas dalam
Kriteria hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasikan batuk untukmemaksimalkanventilasi
efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi dada jika
yang bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu  Keluarkan sekretdengan batuk
(mampu mengeluarkan atau suction
sputum, bernafas dengan  Auskultasi suaranafas, catat
mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
lips)  Berikanbronkodilator :
 Menunjukkan jalan nafas  Monitor status hemodinamik
yang paten (klien tidak  Berikan pelembab
merasa tercekik, irama udara Kassa basah NaClLembab
nafas, frekuensi pernafasan  Berikan antibiotik :
dalam rentang normal,  Atur intake untuk cairan
tidak ada suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal)  Monitor respirasi dan status O2
 Mampu  Pertahankanhidrasi yang adekuat
mengidentifikasikan dan untukmengencerkan secret
mencegah faktor yang  Jelaskan pada pasien dan keluarga
penyebab. tentangpenggunaanperalatan : O2,
 Saturasi O2 dalam batas Suction, inhalasi
normal
 Foto thorak dalam batas
normal

4. Kerusakan komunikasi NOC NIC


verbal b.d kelemahan  Anxiety self control (1-5) Comunication enhancement :
neuromuskuler  Coping (1-5) speech deficit:
 Sensory function :  Gunakan penerjemah:jika
hearing & vision (1-5) diperlukan
 Fear self control (1-5)  Beri kalimat simple setiap kali
Kriteria hasil : bertemu, jika diperlukan
 Komunikasi: penerimaan,  Konsultasikan dengan dokter
interpretasi, dan ekspresi kebutuhan terapi wicara
pesan lisan tulisan, dan non  Dorong pasien untuk komunikasi
verbal meningkat secara perlahan dan untuk
 Komunikasi ekspresif mengulangi permintaan
(kesulitan berbicara):  Dengarkan dengan penuh
ekspresi pesan verbal atau perhatian
atau non verbal yang  Berdiri didepan pasien ketika
bermakna berbicara
 Komunikasi resertif  Ajarkan pasien bicara esophagus
(kesulitan mendengar): jika diberlukan
penerimaan komunikasi  Beri anjuran kepada pasien dan
verbal dan non verbal yang keluarga tentang menggunakan
bermakna alat bantu bicara
 Perolehan informasi: klien  Berikan pujian prositive, jika
mampu memperoleh diperlukan
informasi dan mengatur  Anjurkan pada pertemuan
serta menggunakan kelompok
informasi  Anjurkan kunjungan keluarga
 Mampu mengontrol respon secara teratur untuk memberi
ketakutan dan kecemasan stimulus komunikasi
terhadap ketidakmampuan  Anjurkan ekspresi diri dengan
berbicara cara lain dalam menyampaikan
 Mampu memanajemen informasi
kemampuan fisik yang
dimiliki
 Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial
5. Ansietas b.d ancaman NOC : NIC
kematian  Kontrol kecemasan (1-5) Anxiety Reduction (penurunan
 Koping (1-5) kecemasan)
kriteria hasil:  Gunakan pendekatan yang
 Klien mampu menenangkan
mengidentifikasi dan  Nyatakan dengan jelas harapan
mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa
 Mengidentifikasi, yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan dan  Temani pasien untuk memberikan
menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
mengontrol cemas  Berikan informasi faktual
 Vital sign dalam batas mengenai diagnosis, tindakan
normal prognosis
 Postur tubuh,  Libatkan keluarga untuk
ekspresiwajah, bahasa mendampingi klien
tubuh dan tingkat aktivitas  Instruksikan pada pasien untuk
menunjukkan menggunakan tehnik relaksasi
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti
cemas.
6. Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC:
kurang dari kebutuhan  Nutrional status (1-5) Nutrition Management
tubuh b.d peningkatan  Nutrional status: food  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan metabolic and fluid intake (1-5)  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Nutrional status: menentukan jumlah kalori dan
nutrient intake (1-5) nutrisi yang dibutuhkan
 Weight control (1-5)  Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil: meningkatkan intake Fe
 Adanya peningkatan berat  Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan vitamin
 Berat badan ideal sesuai C
dengan tinggi badan  Berikan substansi gula
 Mampu mengidentifikasi  Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi dimakanmengandung tinggi
 Tidak ada tanda-tanda serat untukmencegah konstipasi
malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
 Tidak terjadi penurunan (sudah dikonsulkandengan ahli
berat badan gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan mutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe danjumlah aktivitas
yang biasa digunakan
 Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwal pengobatan
dan tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, dan Hb
 Monitor makanankesukaan
 Monitor kalori danintake nutrisi
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
7. Resiko tinggi infeksi b.d NOC NIC
tidak adekuatan pertahanan  Immune Status (1-5) Infection control (kontrol infeksi)
utama  Knowledge : Infection  Pertahankan teknik aseptif
control (1-5)  Batasi pengunjung bila perlu
 Risk control (1-5)  Cuci tangan setiap sebelum dan
Kriteria hasil: sesudahtindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda dan  Gunakan baju, sarung tangan
gejala infeksi sebagaialat pelindung
 Menunjukkan kemampuan  Ganti letak IV perifer dan
untuk mencegah timbulnya dressing sesuaidengan petunjuk
infeksi umum
 Jumlah leukosit dalam  Gunakan kateter intermiten
batas normal untukmenurunkan infeksi
 Menunjukkan perilaku kandung kencing
hidup sehat  Tingkatkan intake nutrisi
 Status imun,  Berikan terapiantibiotik:
gastrointestinal,  Monitor tanda dan gejala infeksi
genitourinaria dalam batas sistemikdan local
normal  Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran
mukosaterhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dangejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropeniase tiap 4 jam

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam
memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara
independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independent yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Tindakan dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau
dengan perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependent ialah tindakan
keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi,
radiologi,fisioterapi dan lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan ialah
penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, Kerusakan pertukaran gas,
Resiko tinggi kekurangan volume cairan, Ansietas/ketakutan, dan Kurangnya pengetahuan
mengenai kondisi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan
sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna
untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam
mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan
rencana atau perubahan dalam membantu asuhan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal, dan
tanda-tanda vital adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah
sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi
lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik. Diakses
http://JurnalKeperawatan.com/2017/14/asuhan-keperawatan-pasien-dengan. html
(14 September 2019, 22.00)

Basuki, Chairul. 2012. Triase dalam KGD. Diakses http://health and news darul muttaqin
.com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 September 2019. 22.20)

Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. EGC: Jakarta

Priangga, D. Satria. 2011. Ventilator Mekanis. Diakses http://satri adwi


priangga.com/2017/14/ventilator-mekanis.html (14 September 2019, 23.07)

Zahar, Nuraini. 2012. Konsep dasar ventilasi mekanik. diakses


http://nurainiperawatpjnhk.com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 September
2019, 23.12)

Anda mungkin juga menyukai