LP Ventilator
LP Ventilator
VENTILATOR
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner dan
Suddarth, 1996).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000)
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat
bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. Ventilator mekanik
merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. ( Corwin, Elizabeth J,
2001)
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan
atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan
ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan
memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2006)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative
yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan
pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara
optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki hipoksemia,
dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan, 2010).
2. Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan
yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan
mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
e. Penyakit akut paru.
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
3. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
b. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas
vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat, dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan
efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke
gagal nafas akut.
4. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan berdasarkan
cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah ventilator tekanan-
negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan-
positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi metoda fase inspirasi akhir
(tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara untuk
mengalir ke dalam paru-paru, sehingga memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis
ventilasi terbaru ini serupa dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan
terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan miasteniagravis.
Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya
membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling sering untuk
pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit neuromuskular. Akibatnya,
ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa
jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan negatif yang
digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah digunakan secara luas selama epidemik polio
pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang selamat dari penyakit
polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua alat
portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk menciptakan bilik
tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena masalah-masalah dengan
ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis ventilator ini hanya digunakan dengan
hati-hati pada pasien tertentu.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi
secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan meningkat
penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis
ventilator tekanan positif, yaitu:
1) Ventilator Tekanan-Bersiklus. (Pressure Cycle Ventilator)
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator
hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan
ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah
suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa,
ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek
di ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin
IPPB.
2) Ventilator Waktu-Bersiklus (Time Cycle Ventilator)
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan
inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar ventilator mempunyai
frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus
murni jarang digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus
dan bayi.
3) Ventilator Volume-Bersiklus (Volume Cycle Ventilator)
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang paling
banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara yang akan
dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif.
Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator
secara relatif konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat
meski tekanan jalan nafas beragam.
4) Ventilator Aliran-Bersiklus (Flow Cycle Ventilator)
Ventilator volume bersiklus adalah ventilator tekanan-positif yang memberikan
napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang sudah disetting
terlebih dahulu.
5. Indikasi
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2), peningkatan kadar
karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH), maka ventilasi
mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi di bawah ini
diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.
a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun hipoksemia yang
tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator mekanik.
Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebelum
terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan
ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada
pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa
udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler:
b) Guillian Bare syndrom
c) Tetanus
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran
darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja
napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga
berkurang
c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk
menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator
mekanik.
e. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
f. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik
2) Penyakit paru-gangguan difusi
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch
6. Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, Pasien dengan ventilator
mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan asuhan keperawatan berulangtapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat
meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang
kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan
nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua tangan,
karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah
komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation dengan manset masih
mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi intubasi
meliputi:
1. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
2. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan
laju mortalitas.
3. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
b. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga
harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden
stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang
lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi
dapat terjadi.
c. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator
diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh
kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme
berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis
menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan
efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai
GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
d. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan
tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan
dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan
tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat
tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit. Tekanan ventilator
menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm
tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada.
Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling
menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum,
intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber tekanan positif
dan memberi ventilasi dengan resusitator manual, memberikan pasien pernafasan
cepat.
e. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat
meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri
dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki
hipovolemia.
f. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosteron renin-
angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang
memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi
edema sakral dan fasial.
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume
tidal atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi
yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan
pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai
sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara
2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O.
Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien
untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak
diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan
adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak,
denyut nadi, warna luka
Pengkajian Peralatan:
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan
tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-
benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau
pengukuran parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi
pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus
mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing pada trakea
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan pertahanan utama.
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam
memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara
independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independent yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Tindakan dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau
dengan perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependent ialah tindakan
keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi,
radiologi,fisioterapi dan lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan ialah
penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, Kerusakan pertukaran gas,
Resiko tinggi kekurangan volume cairan, Ansietas/ketakutan, dan Kurangnya pengetahuan
mengenai kondisi.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan
sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna
untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam
mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan
rencana atau perubahan dalam membantu asuhan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal, dan
tanda-tanda vital adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah
sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi
lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ventilasi Mekanik. Diakses
http://JurnalKeperawatan.com/2017/14/asuhan-keperawatan-pasien-dengan. html
(14 September 2019, 22.00)
Basuki, Chairul. 2012. Triase dalam KGD. Diakses http://health and news darul muttaqin
.com/2017/14/ventilasi-mekanik.html (14 September 2019. 22.20)
Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. EGC: Jakarta