Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
Ni Kadek Ari Puji Astiti (1202006005)
Petrus Grasius Agung (1202006053)

Pembimbing:
dr. Ida Bagus Made Sukadana, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD KABUPATEN KLUNGKUNG
MARET 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena berkat rahmat-Nya tinjauan pustaka yang berjudul ”KETUBAN PECAH
DINI” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka
menjalani jejaring kepaniteraan klinik madya di Bagian/SMF Ilmu Obstetri Ginekologi
RSUD Kabupaten Klungkung/ FK UNUD.

Dalam penyusunan tinjauan pustaka ini, berbagai bantuan, petunjuk serta saran dan
masukan penulis dapatkan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Ida Bagus Made Sukadana, Sp.OG yang telah membimbing dan memberikan
pengarahan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
2. dr. I Gede Sudiarta, Sp.OG atas bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada kami.
3. dr. Ayu Novi Martha, Sp.OG atas bimbingan dan pengajaranya kepada kami.
4. Ibu-ibu bidan senior yang telah memberi kesempatan waktu untuk membantu penyelesaian
tinjauan pustaka ini.
5. Semua pihak yang turut mendukung baik secara moral maupun material, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan
dan kesehatan.

Denpasar, Maret 2016

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................2
2.1 Definisi............................................................................................2
2.1.1. Struktur selaput ketuban .........................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................4
2.3 Etiologi............................................................................................4
2.4 Patogenesis......................................................................................6
2.5 Diagnosis.........................................................................................8
2.6 Komplikasi......................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan ..............................................................................9
BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................11
3.1 Identitas...........................................................................................11
3.2 Anamnesa........................................................................................12
3.3 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................12
3.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................14
3.5 Diagnosa .........................................................................................14
3.6 Penatalaksanaan ..............................................................................14
3.7 Perjalanan Penyakit.........................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................19
4.1 Masalah Diagnosis ..........................................................................19
4.2 Masalah Penatalaksanaan................................................................20
4.3 Masalah Prognosis ..........................................................................21
BAB V RINGKASAN........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan, dan
diikuti satu jam kemudian belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu seperti
kontraksi uterus teratur dan nyeri yang menyebabkan terjadinya effacement atau
dilatasi serviks. KPD bisa terjadi pada kehamilan aterm maupun preterm.1,2
Ketuban pecah dini terjadi pada 5-10 % kehamilan, pada kehamilan aterm 8-
10% wanita hamil mengalami ketuban pecah dini dan 30-40% KPD terjadi pada
kehamilan preterm. KPD aterm , sebanyak 70% memulai persalinan dalam 24 jam,
95% dalam 72 jam. Sedangkan KPD preterm, periode laten sejak pecahnya ketuban
hingga persalinan berbanding terbalik dengan bertambahnya usia kehamilan.
Misalnya KPD pada umur kehamilan 20-26 minggu, rerata periode laten 12 hari,
sedangkan pada 32-34 minggu hanya 4 hari. 1
Ketuban pecah dini ini merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi pada
kehamilan preterm dan dapat mengancam terjadinya persalinan prematur. Hal ini
meningkatkan kemungkinan untuk memiliki resiko infeksi intrauteri bila interval
pecah ketuban dengan persalinan terlalu lama. Etiologi KPD masih belum jelas,
namun berdasarkan penelitian didapatkan beberapa faktor yang berperan dalam
terjadinya KPD salah satunya adalah melemahnya selaput ketuban. Kondisi patologis
ini menyebabkan KPD preterm. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh KPD
adalah asfiksia neonatorum. Keadaan ini disebabkan oleh hipoksia yang terjadi
karena gangguan pertukaran transport oksigen dari ibu ke janin. Sehingga terjadi
gangguan ketersediaan oksigen dan gangguan dalam mengeluarkan karbondioksida.
KPD diduga bisa berulang pada kehamilan berikutnya dan dikaitkan dengann
meningkatnya morbiditas pada ibu dan janin.1
Mengingat cukup tingginya angka kejadian KPD maka perlu adanya
pemahaman anatomi dan struktur membrane amnion, pathogenesis, cara
mendiagnosis serta tatalaksana ketuban pecah dini guna menurunkan kejadian
persalinan premature dan infeksi..1,5

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal
persalinan. Ketuban pecah dini umumnya terjadi pada usia kehamilan 37 minggu
sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu. Dalam keadaan normal, selaput ketuban
pecah saat proses persalinan. Apabila pecahnya ketuban melebihi 24 jam dan belum
terdapat tanda-tanda persalinan maka dikatakan bahwa KPD memanjang. Warna air
ketuban umumnya jernih, namun terkadang ketika persalinan warna air ketuban ini
menjadi menjadi kehijau-hijauan karena tercampur mekonium (kotoran pertama yang
dikeluarkan bayi dan yang mengandung empedu). Berat jenis likuor menurun dengan
tuanya kehamilan (1,0251,010).
Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion.
Lapisan ini mengandung berbagai tipe sel termasuk sel epitel, sel mesenim, dan sel
trofoblas, tertanam dalam matriks kolagen. Didalam ruang yang diliputi oleh selaput
janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat likuor amnii (= air
ketuban). Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml; warna putih,
agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini dengan
berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam anorganik serta
bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo (= rambut halus berasal
dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (= lemak yang meliputi kulit bayi).
Protein ditemukan rata-rata 2,6% g per liter, sebagian besar sebagai albumin. air
ketuban mempunyai fungsi melindungi janin terhadap trauma dari luar,
memungkinkan janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin,
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka; dan
mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami
infeksi.2,3,4

2
2.1.1. Struktur selaput ketuban
Selaput ketuban terdiri atas lima lapisan yang tidak mengandung
pembuluh darah, saraf. Sehingga nutrisi yang dibutuhkan dipenuhi oleh cairan
amnion. Lapisan yang terdekat dengan janin adalah epitel amnion. Sel ini
mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen (laminin,
lidonektin, dan fibronektin) yang membentuk membrane basal, lapisan
selanjutnya dari amnion. Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan
membran basal membentuk kerangka fibrosa utama amnion. Sel mesenkim
mensekresikan kolagen pada lapisan padat tersebut. Kolagen interstitial tipe I
dan III predominan dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan
integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung
filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane epitel. Lapisan fibroblas,
lapisan ini paling tebal dan mengandung sel-sel mesenkim dan makrofag.
Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar. Lapisan intermediate
berada antara amnion dan korion. Lapisan ini menyerap tekanan fisik dengan
menyebabkan amnion bergeser di korion yang melekat kuat pada desidua
maternal.7,8

Gambar 2.1. Struktur selaput ketuban aterm7

3
2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada 5-10 % kehamilan, dan 3% terjadi pada
kehamilan preterm serta 8-10% pada kehamilan aterm.1

2.3 Etiologi
Ketuban pecah dini bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti infeksi, faktor selaput
ketuban, hormon, faktor umur dan paritas, kehamilan kembar,faktor tingkat sosio-
ekonomi (pendapatan), dan faktor-faktor lain. 2,3,4
1 Infeksi
Data epidemiologi menunjukan adanya hubungan antara kolonosasi bakteri
pada traktus genitalia oleh sterptokokus group B, clamidia trachomatis,
neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme yang menyebabkan vaginal
vaginosis (vaginal anaerob, gardnerella vaginalis, mobiluncus species, dan
micoplasma genetalia) dengan meningkatnya kejadian KPD. Demikian juga
pada banyak penelitian menyatakan pengobatan infeksi pada wanita dengan
antibiotika dapat menurunkan kejadian KPD

Peranan infeksi dalam menimbulkan KPD dapat melalui beberapa


mekanisme:

1. Flora vagina, termasuk streptokokus group B, staphylokokus aureus,


trichomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang menyebabkan bakterial
vaginosis, mensekresi protease yang menyebabkan degradasi kolagen
dan melemahkan selaput ketuban.
2. Respon inflamasi tubuh terhadap infeksi traktus genetalia berupa
pelepasan PNM dan macrophage yang dibawa ketempat infeksi dan
memproduksi cytokin, matrik metaloproteinase, dan prostaglandin.
Inflamasi cytokin, meliputi IL-1 dan TNF , merupakan produk dari
monocyt, cytokin ini meningkatkan MMP-1 dan MMP-3 pada tingkat
transkripsi dan post-transkipsi pada sel korion.
3. Infeksi bakteri dan respon inflamasi tubuh menyebabkan terjadinya
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen selaput amnion. Strain tertentu
dari bakteri menghasilkan phospolipase A2, yang dapat merangsang
pelepasan prekursor prostaglandin yaitu asam aracidonat kedalam cairan

4
amnion. Respon immun terhadap infeksi berupa pembentukan cytokin
yang meningkatkan pembentukan prostaglandin E2 oleh sel amnion.
Prostaglandin E2 merangsang cyclooxygenase II, yang dapat mengubah
asam aracidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin E2 mengurangi
sintesis kolagen dan meningkatkan ekspresi MMP-1 dan MMP-3.
4. Infeksi memicu pembentukan glukokortikoid yang akan merangsang
pembentukan prostaglandin. Demikian juga dexametason menekan
sintesis fibronektin dan kolagen tipe III pada kultur membran amnion.
Penemuan ini menunjukan bahwa pembentukan glukokortikoid dalam
respon terhadap infeksi menyebabkan ruptur membran amnion.
2 Faktor selaput ketuban
Sindroma Ehlers-Danlos merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan
pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan
gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput
ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Hiperelastisitas ini
menyebabkan peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan
tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion sehingga terjadi KPD, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri.
3 Hormon

Progesteron dan estradiol menekan remodeling matrik ekstraseluler pada


jaringan reproduksi. Hormon tersebut menekan konsentrasi MMP-1 dan
MMP-3 sehingga konsentrasi metaloproteinase tissue inhibitor pada fibroblas
serviks meningkat. Tingginya konsentrasi progesteron menekan produksi
kolagenase pada jaringan fibroblas serviks.

4 Faktor umur dan paritas


Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5 Kehamilan kembar

Pada kehamilan kembar terjadi distensi uterus yang berlebihan sehingga


menimbulkan rahim menjadi tegang. Isi rahim yang lebih besar dan selaput

5
ketuban yang relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban pecah.

6 Faktor tingkat sosio-ekonomi (pendapatan)


Pendapatan merupakan salah satu faktor penentu kualitas dan kuantitas
kesehatan suatu keluarga. Pendapatan yang rendah, status gizi yang kurang
akan meningkatkan insiden ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan
jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.
7 Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka adalah kelainan pada otot-
otot leher rahim yang terlalu lunak dan lemah. Sehingga ketika mendapatkan
desakan janin yang semakin besar lama-kelamaan serviks akan membuka dan
menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan
yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan
risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak langsung
dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur.
Keadaan ini berhubungan dengan kandungan kadmium dalam tembakau yang
meningkatkan pemecahan tembaga, sehingga meningkatkan insiden kejadian
ketuban pecah dini.

2.4 Patogenesis
Ketika persalinan ketubah pecah akibat melemahnya selaput ketuban karena
kontraksi uterus dan peregangan yang berulang yang dipengaruhi oleh
keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada
selaput ketuban. Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta
peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan
oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang
dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler seperti kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikan. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP diklasifikasikan berdasarkan substratnya, MMP-1 dan MMP-8 berperan pada
pembelahan kolagen tipe I, II,III. MMP-2 dan MMP-9 termasuk gelatinase yang juga

6
memecah kolagen tipe IV dan V (kolagen denaturasi). MMP-3, MMP-7, dan MMP-
10 mendegradasi proteoglikan, fibronektin, dan komponen stromal lain. Pada selaput
ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor
metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9
dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai
aktivitas yang sama dengan TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Infeksi traktus genitalia dapat mempercepat pecahnya ketuban. Data
epidemiologi menunjukkan adanya hubungan antara kolonisasi traktus genitalia oleh
streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi
protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit
akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1
dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi
oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9

7
dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban. 4,7,8

2.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui beberapa tahap sebagai berikut2,3:
a. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban
di vagina
b. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium,vernik kaseosa,
rambut lanugo, dan kadang-kadang bau kalo ada infeksi
c. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan
servikalis
d. Tes nitrazin/lakmus, kertas lakmus berubah menadi biru (basa) bila
ketuban sudah pecah
e. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu
menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta
serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit
esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm3, menunjukkan
kemungkinan adanya infeksi
2.6 Komplikasi 2,3
1. Infeksi intrauterin
2. Tali pusat menumbung
3. Kelahiran prematur
4. Amniotic Band Syndrome

8
2.7 Penatalaksanaan
Pertimbangan dalam penatalaksanaan KPD adalah usia kehamilan, adanya infeksi
dan komplikasi pada ibu dan janin, adanya tanda-tanda inpartu. Pada pasien
dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan preterm dan
kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah penatalaksanaan KPD
adalah sebagai berikut5 :
A. KPD dengan kehamilan aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7
hari
2) Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis
dilakukan terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecendrungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius. Segera
dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama
12 jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartudilakukan
terminasi
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetrik
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:
aBila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip
b. Bila Ps kurang dari 5, dilakukan pematangan servik

B. KPD dengan kehamilan preterm
1) Penanganan dirawat di RS
2) Diberikan antibiotika: Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk
UK kurang dari 35 minggu) : deksametason 12 mg /hari
4) Observasi di kamar bersalin
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetri

9
b.Dilakukan obsrvasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecendrungan terjadi peningkatan lebih atau sama dengan
37,6 derajat celcius segera dilakukan terminasi
5) Di ruang obstetri
a Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam
b Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju
endap darah (LED) setiap 3 jam
6) Tata cara perawatan konservatif
a Dilakukan sampai janin viable
b Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
c Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan
USG untuk menilai air ketuban
Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion),
dipertiimbangkan untuk terminasi kehamilan
d Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7
dengan saran sebagai berikut:
Tidak boleh koitus
Tidak boleh melakukan manipulasi vagina
Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi

Terminasi kehamilan :
1) Induksi Persalinan dengan drip oksitosin
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan misoprostol 50 mcg oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.

10
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : NKF
Usia : 31 tahun
Alamat : Br. Temukus, Ds Besakih,Kec Rendang
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Petani
Agama : Hindu
Suku : Bali
MRS : 17 Maret 2016
Tanggal Pemeriksaan : 17 Maret 2016

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Keluar air pervaginam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 19.00 wita (17/3/16).
Pasien tidak merasakan adanya rasa sakit pada perutnya, tidak terdapat lendir
bercampur darah, tidak terdapat demam dan gerak anak dirasakan masih baik.
Riwayat Menstruasi
 Menarche umur ± 14 tahun, siklus tidak teratur , lamanya 4 -5 hari tiap
kali mentruasi.
 Hari pertama haid terakhir : 28 Mei 2015
 Taksiran persalinan : 4 Maret 2016

Riwayat Perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami sekarang selama 10 tahun.

11
Riwayat Kehamilan
1. Perempuan/2500 gram/aterm/RS/SC o/k fetal distress/2006
2. Laki-laki/3200 gr/aterm/RS/p.Spont B/2008
3. Hamil ini
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien kontrol sebanyak 5x di bidan selama kehamilan. Pasien tidak
pernah diperiksa USG selama kehamilan
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Penderita tidak memakai KB sebelumnya.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan dan obat.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit asma, jantung, diabetes
mellitus, dan tekanan darah tinggi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa dengan pasien
ataupun memiliki riwayat penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tekanan
darah tinggi.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmhg
Nadi : 88 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Temperatur axila : 36 ºC
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 149 cm

Status General
Mata : anemia -/-, ikt -/-

12
THT : kesan normal
Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Pulmo : ves +/+, Rh -/-, wh -/-
Mammae : hiperpigmentasi areola mammae, mammae tampak tegang
Abdomen : sesuai status obstetric
Extremitas : edema (-)

Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Abdomen :
Inspeksi
 Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan striae
albicantus)
 Tampak bekas luka SC
Palpasi
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah procesus xiphoideus (30 cm)
Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan bagian
kecil di kiri
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul
 His (-)
Auskultasi
 DJJ +, punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kanan,
frekuensi 142x / menit
Pemeriksaan dalam
Inspeksi v/v : perdarahan (-)
Inspekulo : flx (-), fl (-)
Po (-), livide (+), jaringan (-), tampak keluar cairan dari OUE
VT : flx (-), fl (-), po (-),

13
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
WBC : 8,08. 103/µL
NEUT : 4,88. 103/µL
LYMPH : 2.40. 103/µL
MONO : 0,57. 103/µL
EO : 0.21. 103/µL
BASO : 0.02. 103/µL
NEUT% : 60,4%
LYMPH% : 29,7%
MONO% : 7,1%
EO% : 2,6%
BASO% : 0,2%
RBC : 3,65. 106/µL
HGB : 10,5 g/Dl
HCT : 31,8%
PLT : 137. 103/L
BT/CT : 2’00” / 13’00”

3.5 Diagnosa
G3P2002, 41 minggu 6 hari, Tunggal/ Hidup + KPD + LMR

3.6 Penatalaksanaan
Terapi : SC Cito
Cefoperazone Sulbactam 2 gr
Monitoring: Vital sign
DJJ
Temperatur rectal
KIE : Tenangkan pasien dan keluarga, jelaskan tentang diagnosis,
rencana tindakan, serta risiko & komplikasi

14
3.7 Perjalanan Penyakit
Tgl 17 Maret 2016
23.30 Status Present
TD : 110/70
N : 60 x/menit
RR : 18 x/menit
Temperatur rectal: 37 o C

00.00 Status Present


TD : 120/80
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Temperatur rectal: 37,1 o C

01.30 Dilakukan tindakan anestesi


01.35 Operasi dimulai
01.42 Lahir bayi, JK perempuan, BBL 3200 gr, tangis (+), plasenta lengkap
02.05 Operasi selesai, Perdarahan kurang lebih 600 mL
02.25 Pasien dipindahkan dari ruangan OK ke Nifas

Tabel evaluasi 2 jam PP


Pukul TD N RR Kontraksi Perdarahan
02.25 110/80 78 18 + -
02.40 110/80 80 20 + -
02.55 120/80 80 20 + -
03.10 110/80 85 17 + -
03.40 120/80 82 18 + -
04.10 120/70 75 18 + -

15
Follow Up
Tgl 18 Maret 2016
07.00 WITA
S : nyeri luka jahit (+), ASI (+), BAK (+), BAB (-),mobilisasi (-),Flatus (+)
O : Status Present: T : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 X/menit
Temperatur : 36,6 0 C
DC (+) urine 400 cc tertampung
Status Obstetri
Abdomen: tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-)
Assesement : P3003 post SC H0 o/k KPD+LMR
Terapi : - IVFD RL 500 cc + Oxytocin 20IU ~ 30 tpm
- Cefoperazone Sulbactam 2 x 1 gram IV
- Alinamin F 2 x 1 amp IV
- Vitamin C 1 x 1 amp IV
KIE : Mobilisasi dini
ASI Eksklusif

Tgl 19 Maret 2016


07.00 WITA
S : nyeri luka jahit (+), ASI (+), BAK (+), BAB (-), mobilisasi (+) terbatas,
Flatus (+)
O : Status Present: T : 120/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 18 X/menit
Temperatur : 36,5 0 C
DC (+) urine 500 cc tertampung
Status Obstetri
Abdomen: tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-)

16
Assesement : P3003 post SC H1 o/k KPD+LMR
Terapi : -IVFD RL 500 cc ~ 28 tpm
- Cefoperazone Sulbactam 2 x 1 gram IV
- Alinamin F 2 x 1 amp IV
- Vitamin C 1 x 1 amp IV

Tgl 20 Maret 2016


07.00 WITA
S : nyeri luka jahit (+),mobilisasi (+) terbatas, BAK (+), Flatus (+)
O : Status Present: T : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 X/menit
Temperatur : 36,5 0 C
DC (+) urine 500 cc tertampung

Status obstetri:
Abdomen: tinggi fundus uteri 1 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-)
Assesement : P3003 post SC H2 o/k KPD+LMR
Terapi : -IVFD RL 500 cc ~ 28 tpm
- Cefoperazone Sulbactam 2 x 1 gram IV
- Alinamin F 2 x 1 amp IV
- Vitamin C 1 x 1 amp IV

Tgl 21 Maret 2016


07.00 WITA
S : Keluhan (-)
O : Status Present: T : 120/70 mmHg
Nadi : 68 x/menit
RR : 18 X/menit
Temperatur : 35,6 0 C

17
Status obstetri:
Abdomen: tinggi fundus uteri 1 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-)
Assesement : P3003 post SC H3 o/k KPD+LMR
Terapi : KIE pasien personal hygiene, kurangi aktifitas berat, ASI eksklusif
Kontrol 1 minggu lagi
BPL
Amoxicilin 500 mg 3 x 1
Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1
Aff DC
Aff Infus

18
BAB 4
PEMBAHASAN

Masalah yang dibahas pada kasus ini adalah:


1. masalah diagnosis
2. masalah etiologi
3. masalah penatalaksanaan
4. masalah prognosis

4.1. Masalah Diagnosis


Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Gejala klinis ketuban pecah dini yang digunakan sebagai dasar diagnosis,
yaitu
1. Anamnesis
2. Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam: ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban
sudah pecah
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa
b. Mikroskopik, tampak lanugo atau verniks kaseosa
(tidak selalu dikerjakan)

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan


keluar air pervaginam sejak pukul 19.00 WITA. Gerak anak dirasakan masih
baik. Dari anamnesis diketahui ini merupakan kehamilan yang ketiga. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda kehamilan seperti
ditemukannya pembesaran uterus sesuai dengan umur kehamilan (tinggi
fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xyphoideus atau 30 cm), adanya
hiperpigmentasi areola mammae, adanya linea gravidarum pada abdomen dan

19
striae livide. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya bagian-bagian janin
merupakan tanda pasti kehamilan.
HPHT pasien adalah 28 Mei 2015, dan tafsiran persalinannya 4 Maret 2016).
Pasien datang pada tanggal 17 Maret 2014, dengan demikian dapat dihitung
umur kehamilan saat ini adalah 41 minggu 6 hari.
Pada pemeriksaan menggunakan Doppler didapatkan DJJ 142 x/menit.
Pada pemeriksaan dengan kertas lakmus menunjukkan pH cairan bersifat basa
berwarna biru yang merupakan ciri air ketuban.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut maka pasien ini didiagnosis dengan G3P2002, 41 minggu 6 hari
tunggal/hidup, KPD, LMR.

4.2 Masalah Penatalaksanaan


Pada pasien dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan
preterm dan kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah
penatalaksanaan KPD adalah sebagai berikut :
KPD dengan kehamilan aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7
hari
2) Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis
dilakukan terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecendrungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius. Segera
dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama
12 jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu
dilakukan terminasi
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetrik
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:
 Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip

20
 Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik
dengan Misoprostol 50 µg setiap 6 jam oral maksimal 4
kali pemberian

Pada kasus ini dimana usia kehamilan 41 minggu 6 hari, maka dikelola
sesuai dengan KPD aterm yaitu pemberian antibiotik amoxicilin ditujukan
sebagai profilaksis pencegahan infeksi yang dapat terjadi sebagai komplikasi
dari KPD dan juga sebagai terapi apabila telah terjadi infeksi. Pada pasien ini
dilakukan SC cito karena LMR (bekas SC 1x) dengan penyulit KPD.

4.3 Masalah Prognosis


Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai
dengan usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari
komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya.
Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain:
1. Infeksi
2. Persalinan preterm
3. Hipoksia dan atau asfiksia sekunder oleh karena penekanan tali pusat dan
atau disertai solusio plasenta.
4. Oligohidramnion, menyebabkan hipoplasia paru pada neonatus
5. Peningkatan insiden retensio plasenta, dan kejadian perdarahan postpartum
primer ataupun sekunder.
6. Pecahnya vasa previa dapat menyebabkan kematian janin antara 33-100%

Melihat riwayat LMR (bekas SC 1x) dengan penyulit KPD, maka


terminasi dilakukan melalui sectio caesaria cito. Prognosis pasien ini baik
dimana kondisi bayi dan ibu stabil pasca persalinan. Pada kehamilan selanjutnya
kemungkinan terjadinya KPD tetap ada karena sangat erat berhubungan dengan
kebersihan ibu yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Resiko ini dapat
diperkecil dengan menjaga kebersihan dengan lebih baik lagi.

21
BAB 5
RINGKASAN

Pasien NKF, 31 tahun, Br. Temukus, Ds Besakih,Kec Rendang datang


dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4,5 jam sebelum masuk rumah sakit,
tanpa disertai sakit perut. Dari anamnesis didapatkan ini merupakan kehamilan
pertama dengan usia kehamilan 41 minggu 6 hari, keadaan janin baik tunggal
hidup aterm. Dari pemeriksaan lakmus tes (+). Pasien didiagnosis dengan
G3P2002 41 minggu 6 hari, tunggal hidup, KPD, LMR.
Melihat usia kehamilan dan riwayat LMR, pengelolaan dilakukan sectio
caesaria cito karena LMR (bekas SC 1x) dengan penyulit KPD. Pada pukul 01.42
lahir bayi perempuan berat 3200 gram, panjang badan lahir 50 cm dengan apgar
skor 7-8.
Penyebab ketuban pecah dini pada kasus ini masih belum diketahui,
karena dari pemeriksaan yang dilakukan masih belum cukup untuk mengetahui
etiologinya. Dari follow up, keadaan pasien semakin membaik, sehingga pasien
dipulangkan pada hari ketiga post sectio caesaria. Saat pasien pulang diberikan
KIE untuk kontrol poli 7 hari kemudian atau terdapat keluhan lain. Pasien juga
diberikan penjelasan mengenai mobilisasi dini, ASI eksklusif dan KB.

22
DAFTAR PUSTAKA

1 Premature rupture of membranes. ACOG Technical Bulletin. No.


115.April 1988. (Washington, DC: American college of Obstetricians and
Gynecologist.
2 Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H.,
Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
3 Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal:229-232
4 Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal: 218-220
5 Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah
Denpasar.2004.Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
Unud/RS Sanglah Denpasar.Denpasar: RS Sanglah
6 Durfee RB, Pernoll ML, Premature rupture of the membranes In: Current
obsetrics & gyecologic diagnosis & treatment, Pernoll ML, ed, Lange
Medical Publications, New Jersey; 1991; 332-334
7 Cassey ML, MacDonald PC. Interstitial collagen synthesis and processing
human amnion: a property of the mesenchymal cells.Biol Reprod 1996;
55:1253-60
8 Mamede AC, Carvalho MJ, Abrantes AM, Laranjo M, Maia CJ, Motelho,
MF. Amniotic membranes: from structure and functions to clinical
application. Cell Tissie res. 2012 Aug; 349(2): 447-58

Anda mungkin juga menyukai