Disusun Oleh:
Transisi epidemiologi gizi adalah perubahan distribusi dan faktor-faktor penyebab yang
terkait dengan masalah epidemiologi yang baru. Keadaan transisi epidemiologi ditandai
dengan perubahan pola frekuensi masalah gizi. Transisi epidemiologi bermula dari suatu
perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit yang terjadi seiring
dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi, dan meningkatnya umur harapan hidup
(Utami, Ni Wayan Arya, 2016).
Secara umum, bayi BBLR berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan
(prematur). Disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil daripada masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Hasil Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) berkurang dari 11,1% persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi
antar provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi
di Sulawesi Tengah (16,9%). Menurut kelompok umur, persentase BBLR tidak menunjukkan
pola kecenderungan yang jelas. Persentase BBLR pada perempuan (11,2%) lebih tinggi
daripada laki-laki (9,2%), namun persentase berat lahir ≥4000 gram pada laki-laki (5,6%)
lebih tinggi dibandingkan perempuan (3,9%). Menurut pendidikan dan kuintil indeks
kepemilikan terlihat adanya kecenderungan semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks
kepemilikan, semakin rendah prevalensi BBLR. Menurut jenis pekerjaan, persentase BBLR
tertinggi pada anak balita dengan kepala rumah tangga yang tidak bekerja (11,6%),
sedangkan persentase terendah pada kelompok pekerjaan pegawai (8,3%). Persentase BBLR
di perdesaan (11,2%) lebih tinggi daripada di perkotaan (9,4%).
Berikut adalah presentase bayi dan BBLR Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013-2017.
Grafik presentase bayi dan BBLR Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013-2017
menunjukkan bahwa persentase kasus BBLR sejak tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Barat
mengalami peningkatan. Persentase kasus BBLR tertinggi terjadi pada tahun 2017 sebesar
3,62%. Pada tahun 2013, kasus BBLR di Provinsi Kalimantan Barat memiliki persentase
sebesar 2,37%, tahun 2014 sebesar 2,60% dengan peningkatan sebesar 0,02% menjadi 2,62%
pada tahun 2015. Sedangkan, pada tahun 2016, kasus BBLR meningkat sebesar 0,58%.