PENDAHULUAN
Sifat Fisik :
FaseWarna : padat
1. Tidak larut dalam pelarut apa pun pada suhu kamar tetapi mengendap oleh
hidrokarbon dan karbon tetraklorida.
2. Tahan terhadap asam dan basa.
3. Dapat dirusak oleh asam sulfat pekat.
4. Tidak tahan terhadap cahaya dan oksigen.
5. Bila dipanasi secara kuat akan membentuk sambung silang yang dikuti dengan
pembelahan ikatan secara acak pada suhu lebih tinggi, tetapi dipolimerisasi tidak
terjadi.
6. Larutan dari suspensi polietilena dengari karbon tetraklorida pada suhu sekitar
60°C dapat direaksikan dengan Cl membentuk produk lunak dan kenyal.
Pemasukan atom C1 secara acak ke dalam rantai dapat menghancurkan kekristalan
polietilena.
7. Polietilena thermoplastic dapat diubah menjadi elastomer tervulkanisir yang
mengandung sekitar 30% Cl dan 1,5% belerang melalui pengklorosulfonan.
Vulkanisir pada umumnya dilakukan melalui pemanasan dengan oksida logam
tertentu. Hasil akhir yang berupa hipalon, tahan terhadap bahan kimia dan cuaca.
Pada umumnya, semua polimer dibentuk dari proses polimerisasi. Begitu pula
dengan Polietilena, Polietilena dibentuk dari proses polimerisasi etena. Berikut adalah
proses pembentukan Polietilena.
Reaksi polimer adisi adalah reaksi yang sering dilakukan dalam pembentukan
Polietilena. Reaksi ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi.
1. Inisiasi
Untuk tahap pertama ini dimulai dari penguraian inisiator dan adisi molekul
monomer pada salah satu radikal bebas yang terbentuk. Bila kita nyatakan radikal
bebas yang terbentuk dari inisiator sebagai R*, dan molekul monomer dinyatakan
dengan CH2 = CH2, maka tahap inisiasi dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Propagasi
Dalam tahap ini terjadi reaksi adisi molekul monomer pada radikal monomer yang
terbentuk dalam tahap inisiasi.
Bila proses dilanjutkan, akan terbentuk molekul polimer yang besar, dimana ikatan
rangkap C= C dalam monomer etilena akan berubah menjadi ikatan tunggal C–C
pada polimer polietilena.
3. Terminasi
Terminasi dapat terjadi melalui reaksi antara radikal polimer yang sedang
tumbuh tumbuh dengan radikal mula-mula yang terbentuk dari inisiator
atau antara radikal polimer yang sedang tumbuh dengan radikal polimer lainnya,
sehingga akan membentuk polimer dengan berat molekul tinggi
Teknologi ini merupakan teknologi yang paling tua dalam pembuatan polyethylene.
Philips Petroleum Company telah mengembangkan proses slurry yang efisien untuk
memproduksi LLDPE. Reaktor dibangun menyerupai “large folder loop” yang
mengandung serangkaian pipa dengan diameter 0.5 sampai 1 meter.
Reaktor berbentuk double loop diisi dengan suatu pelarut ringan (biasanya
isobutene), dan mengelilingi loop dengan kecepatan tinggi secara kontinyu [Kirk
Othmer, et al. 1998]. Reaktor double loop bekerja pada tekanan 3,5 MN/m2,
temperatur 85 sampai 100°C, dan waktu tinggal rata-rata adalah 1,5 jam. Katalis
chromium/titanium dipakai dalam teknologi ini [Alagoke, Olabisi: 1997 ].
Katalis disuspensikan oleh pelarut dan diumpankan ke dalam reaktor [Ulman’s
encyclopedia, 1992]. Aliran campuran mengandung ethylene dan comonomer
(1-butene, 1-hexene, 1-oktene, atau 4-methyl-1-pentene), dikombinasikan
dengan diluent hasil recycle dan suspensi katalis, diumpankan ke dalam reaktor.
Dalam reaktor tersebut kopolimer etilen membentuk partikel-partikel yang
tumbuh berlainan disekitar partikel katalis [Kirk Othmer, et al. 1998].
Temperatur merupakan variabel operasi yang paling kritis dan harus selalu dikontrol
untuk menghindari terjadinya swelling (pengembangan) dari polimer. Setelah
melewati waktu tinggal antara 1.5 sampai 3 jam, resin mengendap secara singkat
dalam tahap pengendapan di tepi bawah loop dan dilepaskan menuju ke flash tank.
Akhirnya pelarut dan monomer yang terpisah masuk ke dalam sistem recovery
pelarut untuk pemurnian dan recycling [Kirk Othmer, et al. 1998]
3. Diagram proses polietilen (proses Ziegler)
Contoh struktur katalis Ziegler Natta dengan kombinasi Titanium (IV) Chloride
(TiCl4) dan co-catalyst TEAL (Triethylalumunium) dapat dilihat pada gambar
pada pabrik. Selain itu polietilena berdensitas tinggi dapat dibuat menjadi tandon-tandon
untuk menyimpan bahan kimia. Tandon-tandon polietilena memiliki beberapa kelebihan
misalnya, tahan sinar UV, tahan cuaca ekstrim, dan installasi yang mudah.
2.7 Karakterisasi Polimer PE
a) Spektroskopi Infra Red
Infra red spektroskopi adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi ikatan-
ikatan kimia dan gugus-gugus fungsi lainnya. Yaitu dengan mengukur eksitasi
vibrasi dari atom-atom di sekeliling ikatan yang menghubungkan atom-atom
tersebut. Posisi dari garis-garis absorbsi Infra Red tergantung pada tipe gugus
fungsi yang diperiksa, dan spektra Infra Red secara keseluruhan merupakan sidik
jari yang unik dari suatu molekul tertentu.
Absorpsi cahaya Infra Red menyebabkan vibrasi molekul. Perbedaan
Spektroskopi Infra Red dengan 2 spektroskopi lainnya yaitu NMR dan UV.
• NMR (Nuclear Magnetic Resonance) menggunakan gelombang radio yang
merubah nuclear spin searah dengan medan magnet (ΔE sekitar 10-6 kcal
mol-1).
• UV (Ultra Violet) menggunakan energi cahaya yang lebih tinggi yang
mengakibatkan elektronic transisi (ΔE sekitar 40 - 300 kcal mol-1).
• Pada energi cahaya yang sedikit lebih rendah dari radiasi sinar tampak akan
menyebabkan eksitasi vibrasi dari ikatan-ikatan dari suatu molekul.
Spektrum elektromagnetik ini disebut range infra red. Range medium dari
infra red adalah yang paling bermanfaat dalam kimia organik. Absorbsi infra
red dinyatakan dengan panjang gelombang (wavelength) yaitu 2.5 – 16.7
micron meter, atau kebalikannya : bilangan gelombang (wavenumber) yaitu
600 – 4000 cm-1(E sekitar 1 - 10 kcal mol-1).
b). Differential Scanning Calorymetry
Differensial Scanning Calorimetri adalah suatu teknik untuk mempelajari
perubahan yang terjadi pada polimer ketika dipanaskan. DSC dipergunakan
dalam penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal polimer. Sampel
polimer dan sebuah benda referensi dipanaskan dalam atmosfer nitrogen, dan
selanjutnya transisi-transisi termal yang terjadi yang terjadi pada sampel polimer
tersebut dideteksi dan diukur. Sampel polimer diletakkan dalam wadah
aluminium yang sangat kecil (crucible).
Suatu termogram DSC, dengan titik A adalah suhu transisi gelas, ada penurunan
baseline, yang berarti sampel membutuhkan lebih banyak panas. Ini terjadi karena
polimer yang telah melewati titik transisi glass akan memiliki kapasitas panas
yang lebih besar. Setelah melewati transisi glass, maka mobilitas rantai polimer
semakin besar, dengan menaikkan temperatur (memberi panas) polimer memiliki
energi yang cukup untuk bergerak dan menata belitan rantai menjadi lebih teratur,
ini dinamakan kritalisasi. Ketika sampel polimer telah terkristalisasi, maka
sampel akan mengeluarkan panas, B adalah titik tengah dari peak kristalisasi
tersebut dan dinamakan titik temperatur kristalisasi. Karena pada area peak ini
polimer mengeluarkan panas, maka kristalisasi disebut transisi eksotermik.
c). Kekuatan Mekanik
Uji tarik yang sederhana, dapat memberikan sifat-sifat mekanik yang penting dari
suatu polimer. Kemiringan kurva pada grafik Stress vs Strain memberikan Sifat
Mekanik Modulus Young atau kekakuan dari polimer. Jika uji tarik dilakukan
pada Polietilen bercabang, maka polietilen tersebut akan meluluh/yield dan
necking (membentuk leher). Berbeda dengan polistiren (polimer yang bersifat
rapuh) akan langsung putus pada elongasi rendah.
Pada polietilen, dimana terbentuk necking saat uji tarik, maka segment kristal
akan tersusun kembali dan rantai-rantai molekul bergeser satu dengan yang lain
sesuai dengan arah tarikan (terorientasi).