Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

CINTA DAN NEUROTRANSMITER


“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia”

Dosen pembimbing:
Dr. Safrida, S.Pd, M.Si

Disusun oleh:

Jummaita Janra Santriana 1606103010009


Ihsanil Rizki 1606103010026
Meyrita 1606103010055
Muhammad Dean 1606103010061
Aulia Maisyaroh 1606103010067

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Cinta dan Neurotranmiter”.

Makalah ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia. Makalah mengenai hubungan
cinta dan neurotrasmiter ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tulisan ini.
Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki karya tulis ini. Akhir kata kami berharap semoga tulisan ini
memberikan manfaat dan wawasan baru kepada pembaca.

Banda Aceh, 17 September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................2

BAB II TEORI TENTANG TOPIK................................................................................3

BAB III PENELITIAN YANG BERKAITAN DENGAN TOPIK............................5


3.1 Cinta Romantik.......................................................................................................5
3.2 Riset Menggunakan Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)...................5

BAB IV PENUTUP............................................................................................................7
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................7
3.2 Saran.....................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di
antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan
bertepatan dengan datangnya potensial aksi. Jika kita berbicara tentang
neutransmitter maka kita berbicara tentang sel syaraf dalam tubuh manusia. Ada
jutaan bahkan milyaran sel syaraf yang terdapat dalam tubuh manusia. Secara
sederhana, saraf berfungsi sebagai wadah penghantar impuls (rangsangan) yang
dihantarkan dari satu saraf ke saraf lain. Saraf yang menjulang dari otak menuju
tangan kanan itu tidaklah ‘satu’ namun ada ratusan bahkan ribuan yang tersusun
pendek-pendek hingga sampai kepada tangan kanan. Tidak sampai disitu saja,
ternyata antara satu saraf dengan saraf yang lain terdapat celah, impuls bisa melewati
celah yang membatasi dua saraf dengan menunggangi sebuah zat penghantar yang
menghantarkan impuls menyeberangi ujung saraf menuju badan saraf selanjutnya.
Zat penghantar ini disebut dengan Neurotransmitter. Sejauh ini, para peneliti telah
mengidentifikasi lebih dari 50 neurotransmitter dan tiap-tiapnya memiliki fungsi dan
komposisi unik yang berbeda-beda.
Ada beberapa neurotransmitter yang memiliki dampak besar pada perilaku
dan psikologis manusia yaitu asetilkolin, norepinefrin, dopamin, serotonin dan
oksitosin. Asetilkolin, biasanya merangsang penembakan neuron (sel syaraf) dan
terlibat dalam aksi-aksi otot, belajar, dan ingatan. Norepinefrin yaitu menghambat
penembakan neuron dalam sistem syaraf pusat, tetapi membangkitkan otot jantung,
usus, dan alat urogenitalia. Stres merangsang pelepasan norepinefrin. Dopamin yaitu
membantu mengendalikan pergerakan volunter dan mempengaruhi tidur, suasana
hati, perhatian, dan belajar. Serotonin yaitu terlibat dalam pengaturan tidur, suasana
hati, perhatian, dan belajar. Dalam mengatur tidur dan bangun, serotonin
bekerjasama dengan asetilkolin dan norepinefin. Yang terakhir ada Oksitosin yang
merupakan neurotransmitter jenis hormon yang memainkan peran penting dalam
peran Cinta dan ikatan antar manusia. Ia juga merupakan faktor bagi orang tua untuk
merasakan “jatuh cinta pada pandangan pertama” kepada bayi mereka. Dan juga,
oksitosin dilepaskan sebagai bagian dari orgasme seksual, dan dianggap memainkan
peranan penting untuk membentuk ikatan emosional manusia dengan pasangannya.
Cinta adalah sebuah perasaan yang ada di setiap manusia dan ternyata cinta berkaitan
dengan emosional seseorang. Cinta dipengaruhi oleh hormon yang dikeluarkan oleh
sistem saraf dan perasaan cinta seseorang juga berkaitan dengan sistem saraf.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan
beberapa masalah, yaitu:
1. Apa pengertian saraf, neurotransmitter dan rasa cinta?

1
2. Bagaimana hubungan antara cinta dan neutrotransmitter?
3. Apa saja yang mempengaruhi kerja saraf terhadap rasa cinta?

1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah hutan pantai ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian saraf, neurotransmitter dan rasa cinta.
2. Mengetahui hubungan antara cinta dan neutrotransmitter.
3. Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi kerja saraf terhadap rasa cinta.
4.

2
BAB II

TEORI TENTANG TOPIK

Kasus tentang hubungan cinta terjadi mulai dari kekerasan hingga kasus
pembunuhan. Kebanyakan kekerasan terjadi karena adanya keinginan untuk selalu
ingin tau tentang pasangannya dan membatasi setiap ruang gerak pasangan karena
rasa takut kehilangan atau rasa memiliki yang terlalu tinggi, biasanya orang akan
menyebutnya sebagai pasangan yang posesif (mania). Sedangkan orang yang
menjadi korban adalah orang yang mempunyai prinsip rela melakukan apapun demi
pasangnnya atau dalam teori gaya cinta lebih dikenal sebagai Altruistik (agape).
Kondisi ini akan terus berlangsung karena korban merasa harus berkorban demi
kebahagiaan pasangan yang dicintai, dan tidak akan melaporkan kekerasan yang
diterimanya. Kedua tipe cinta tersebut sangat menguras emosi, bahkan cenderung
penuh tekanan (Ariyati dan Nuqul, 2016).
Cinta yang seharusnya berlandaskan dengan kasih sayang, kepedulian, dan
kebahagiaan ternyata memiliki beberapa gaya yang sangat menguras emosi dan
bahkan cenderung penuh tekanan yaitu dari beberapa kasus yang dikemukakan
ditemukan adanya beberapa gaya cinta yaitu gaya cinta altruistik (agape) dan posesif.
Masih ada empat gaya cinta lain yang akan ditunjukkan pada setiap individu, yaitu
gaya cinta kawan baik (stonge), main-main (ludos), pragmatic (pragma) dan
romantik (eros). Dalam keenam gaya cinta tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan, biasanya individu cenderung memiliki dua sampai tiga jenis dari gaya
cinta tersebut dalam sebuah relasi yang dijalin mereka. Selain itu gaya cinta yang
positif adalah gaya cinta yang menyenangkan dan terjalin dalam suasana yang
hangat, biasanya ada dalam bentuk gaya cinta kawan baik (stronge), juga altruistik
(agape) yang merupakan kombinasi dari eros dan storge. Sementara untuk keempat
gaya cinta tersebut lebih menguras tenaga dan bisa membawa dampak negative.
Gaya cinta ludos (cinta main-main) merupakan gaya cinta yang lucu, genit dan riang,
dimana pecinta ludos tidak peduli dengan komitmen dan hanya memikirkan tentang
kesenangan yang sesaat. Tidak ada hubungan yang berlangsung lama dan biasanya
berakhir setalah muncul kejenuhan, biasanya orang yang memiliki gaya ini disebut
play boy (untuk laki-laki) dan play girls (untuk perempuan) (Wongso, 2014).
Pada tahap perkembangan dewasa awal, individu akan mengalami perubahan
signifikan dalam hubungan personal dengan orang lain, terutama yang berkaitan
dengan menjalin dan membangun ikatan berdasarkan pertemanan, cinta dan
seksualitas. Individu pada tahap perkembangan ini akan berusaha mencari dan
menemukan pasangan hidup yang tepat, sebagaimana berkenaan dengan tugas
perkembangannya yang sangat penting, yaitu membina hubungan intim.
Perkembangan psikososial dewasa awal termasuk kedalam tahap intimacy versus
isolation. Jika dewasa awal tidak dapat melakukan komitmen pribadi secara
mendalam dengan orang lain, mereka akan terisolasi dan cenderung memisahkan
diri. Virtue dari tahapan dewasa awal adalah “love”, yaitu kesetiaan antara pasangan

3
yang telah memilih untuk berbagi kehidupan bersama. Hal ini menujukkan bahwa
tugas perkembangan dewasa awal itu sendiri adalah pemilihan pasangan dan
berkomitmen untuk masa depan. Gaya cinta ludos (cinta main-main) pada laki-laki
lebih tinggi dari pada perempuan, sehingga dapat dikatakan laki-laki akan lebih
cenderung mengalami isolasi atau memisahkan diri daripada perempuan atas dasar
gaya cinta ludos yang memiliki nilai prosentase laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. Sementara gaya cinta agape (cinta tanpa pamrih) juga memiliki
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. gaya cinta ini adalah orang yang
mempunyai prinsip rela melakukan apapun demi pasangnnya, individu yang
memiliki kesetiaan yang tinggi pada pasangannya dan tanpa pamrih untuk hubungan
cinta, bisa dikatakan gaya cinta ini adalah salah satu tipe gaya cinta yang menguras
emosi, bahkan cenderung penuh tekanan apabila pasangannya tidak mmberikan
timbal balik akan gaya ini. Laki-laki memiliki gaya cinta agape (cinta tanpa pamrih)
yang lebih tinggi dari pada perempuan (Irmawati dan Saragih, 2009).
Prinsip pengukuran aktivitas selama cinta berlangsung adalah mengukur
aktivitas otak. Semakin aktif otak akan semakin banyak darah yang mengalir dan
semakin banyak oskigen ke daerah tersebut. Neurotransmisi berperan dalam suasana
perasaan. Neurotransmisi adalah proses yang bergantung pada kecukupan 'bahan'
untuk mensintesis neurotransmitter. Neurotransmitter atau neurohormon membantu
manusia dalam berperilaku. Kekurangan dalam neurotransmiter seperti serotonin,
dopamin, noradrenalin, dan γaminobutyric acid (GABA) sering dikaitkan dengan
Depresi . Seperti dilaporkan dalam beberapa penelitian, asam amino triptofan,
tirosin, fenilalanin, dan metionin sering membantu dalam mengobati gangguan
mood, termasuk depresi. Begitu juga yang dikatakan oleh ahli lain, bahwa bila
dikonsumsi sendiri pada waktu perut kosong, triptofan, prekursor serotonin, biasanya
dikonversi ke serotonin. Oleh karena itu, triptofan dapat menginduksi tidur dan
ketenangan (Kiranadi, 2010).

4
BAB III

PENELITIAN YANG BERKAITAN DENGAN TOPIK

3.1 Cinta Romantik


Banyak peneliti yang telah mempelajari lebih lanjut pola aktivitas otak yang
sedang jatuh cinta menggunakan neuroimanging. Ulasan dari studi ini termasuk
bahwa cinta disertai dengan peningkatan aktivasi yang signifikan di daerah otak
seperti daerah ventral tegmental (VTA), insula medial, anterior cingulate cortex
(ACC), hippocampus, nucleus accumbens (NAC), caudate nucleus, dan
hypothalamus. Pada saat yang sama, penonaktifan dapat ditemukan di amigdala,
korteks prefrontal (PFC), pemoles temporal, dan persimpangan temporo-parietal.
Wilayah otak romantis yang berhubungan dengan cinta dapat dibagi menjadi
jaringan otak subkortikal dan kortikal di mana otak memediasi hadiah, motivasi, dan
regulasi emosi, dan yang terakhir mendukung kognisi sosial, perhatian, memori,
asosiasi mental, dan perwakilan diri (Diamond, 2012).
ACC, caudate nucleus, amygdala, NAC, dan insula adalah komponen inti dari
sistem otak yang memainkan peran penting dalam pemrosesan informasi sensorik
dan emosional, penghargaan, dan proses motivasi. Dalam penelitian yang telah
dilakukan, ditemukan peningkatan signifikan antara ACC, caudate nucleus,
amygdala, NAC, dan insula. Ini mungkin menyiratkan bahwa cinta romantis dapat
mengubah fungsi jaringan otak reward, motivasi, dan pengaturan emosi (Song,
2015).
Hasil kami menunjukkan peningkatan FC antara daerah subkortikal (antara
nukleus kaudat, NAC, amigdala, dan insula), daerah yang terkait erat dengan sistem
dopaminergik mesolimbik. Sistem dopaminergik mesolimbik sebagai mekanisme
dimana manusia dan mamalia lain melakukan perilaku mempertahankan dan
melindungi ikatan pasangan mereka. Dopamin juga telah terbukti memainkan peran
penting dalam cinta romantis manusia (Song, 2015).
VTA ditempatkan secara terpusat di jaringan motivasi/penghargaan yang
lebih luas terkait dengan perilaku yang diperlukan untuk bertahan hidup. Ini
dianggap sebagai platform sentral untuk perasaan yang menyenangkan dan ikatan
pasangan. NAC telah terlibat dalam interaksi antara neurotransmitter dopamin dan
neuropeptide oksitosi. Baik oksitosin dan vasopresin telah terbukti sangat terlibat
dalam cinta dan ikatan romantis. Oksitosin dilepaskan selama aktivitas seksual dan
perkawinan, dan merupakan mekanisme neurokimiawi untuk efek ansiolitik
perkawinan. Peningkatan FC yang diamati antara daerah subkortikal dapat
mencerminkan interaksi neurofisiologis antara oksitosin, dopamin, dan vasopresin
saat dalam keadaan cinta (Song, 2015).

3.2 Riset Menggunakan Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)


Sistem saraf berperan dalam pemilihan pasangan, seperti saraf sensorik untuk
persepi, kemudian ada juga yang berperan dalam segi kognitif dan emosi. Proses

5
neurobiologi ini dapat dilihat menggunakan neuroimanging yang memungkinkan
untuk melihat perubahan pada otak ketika proses cinta berlangsung. Berdasarkan
data neuroimanging, beberapa aspek reproduksi pada mammalia dan avian dapat
dimonitor, seperti dorongan sexual, menarik lawan jenis, dan ikatan pasangan untuk
tetap bersama (Kiranadi, 2010).
Meningkatnya penggunaan neuroimaging fungsional (fMRI paling sering,
atau pencitraan resonansi magnetik fungsional, PET, atau positron emission
tomography, dan kurang sering EEG, atau electroencephalography) untuk inve-
stigate arsitektur neurobiologis dasar cinta dan hasrat seksual. PET dan fMRI
menggunakan teknik mengukur perubahan aliran darah dan oksigenasi dalam
menanggapi presentasi visual, pendengaran, atau rangsangan taktil, dengan asumsi
bahwa perubahan ini sesuai dengan aktivitas saraf regional. Tanggapan terhadap
rangsangan eksperimental dikontraskan dengan tanggapan untuk mengontrol
rangsangan untuk mengidentifikasi pola stimulus-spesifik aktivitas otak (Diamond,
2012).

6
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di
antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan
bertepatan dengan datangnya potensial aksi. Prinsip pengukuran aktivitas selama
cinta berlangsung adalah mengukur aktivitas otak. Semakin aktif otak akan semakin
banyak darah yang mengalir dan semakin banyak oskigen ke daerah tersebut.
Neurotransmisi berperan dalam suasana perasaan. Neurotransmisi adalah proses yang
bergantung pada kecukupan 'bahan' untuk mensintesis neurotransmitter.
Temuan sesuai dengan hasil dari studi fMRI tergantung tugas,
dan melengkapi dengan baik temuan fungsional studi fMRI
tergantung tugas. Hasil ini menjelaskan mekanisme neurofisiologis
yang mendasari cinta romantis dengan menyelidiki aktivitas otak
intrinsik, dan menunjukkan kemungkinan menerapkan pendekatan
keadaan istirahat untuk menyelidiki cinta romantis.

3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan selanjutnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ariyati RA dan Nuqul FL. (2016). Gaya Cinta (Love Style) Mahasiswa. Jurnal
Psikoislamika, 13:2, 29-38.

Diamond., & Janna A. Dickenson. (2012). The Neuroimaging of Love and Desire:
Review and Future Directions. Clinical Neuropsychiatry. 9:1, 39-46.

Irmawati dan Saragih J.I. (2009). Fenomena jatuh cinta pada mahasiswa. Jurnal
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1:1, 48-55.

Kiranadi, B. (2010). Cinta dan Neurotransmitter. Indonesian Journal of Veterinary


Science & Medicine. 1:2, 45-54.

Song, Hongwen., dkk. (2015). Love-related changes in the brain: a resting-state


functional magnetic resonance imaging study. Front Hum Neurosci. 9:71.

Wongso, F. (2014). Peran Pacar bagi Emerging Adulthood Laki-laki. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 3:1, 1-14.

Anda mungkin juga menyukai