Dosen pembimbing:
Dr. Safrida, S.Pd, M.Si
Disusun oleh:
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah memberikan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Cinta dan Neurotranmiter”.
Makalah ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia. Makalah mengenai hubungan
cinta dan neurotrasmiter ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tulisan ini.
Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki karya tulis ini. Akhir kata kami berharap semoga tulisan ini
memberikan manfaat dan wawasan baru kepada pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
BAB IV PENUTUP............................................................................................................7
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................7
3.2 Saran.....................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Bagaimana hubungan antara cinta dan neutrotransmitter?
3. Apa saja yang mempengaruhi kerja saraf terhadap rasa cinta?
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah hutan pantai ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian saraf, neurotransmitter dan rasa cinta.
2. Mengetahui hubungan antara cinta dan neutrotransmitter.
3. Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi kerja saraf terhadap rasa cinta.
4.
2
BAB II
Kasus tentang hubungan cinta terjadi mulai dari kekerasan hingga kasus
pembunuhan. Kebanyakan kekerasan terjadi karena adanya keinginan untuk selalu
ingin tau tentang pasangannya dan membatasi setiap ruang gerak pasangan karena
rasa takut kehilangan atau rasa memiliki yang terlalu tinggi, biasanya orang akan
menyebutnya sebagai pasangan yang posesif (mania). Sedangkan orang yang
menjadi korban adalah orang yang mempunyai prinsip rela melakukan apapun demi
pasangnnya atau dalam teori gaya cinta lebih dikenal sebagai Altruistik (agape).
Kondisi ini akan terus berlangsung karena korban merasa harus berkorban demi
kebahagiaan pasangan yang dicintai, dan tidak akan melaporkan kekerasan yang
diterimanya. Kedua tipe cinta tersebut sangat menguras emosi, bahkan cenderung
penuh tekanan (Ariyati dan Nuqul, 2016).
Cinta yang seharusnya berlandaskan dengan kasih sayang, kepedulian, dan
kebahagiaan ternyata memiliki beberapa gaya yang sangat menguras emosi dan
bahkan cenderung penuh tekanan yaitu dari beberapa kasus yang dikemukakan
ditemukan adanya beberapa gaya cinta yaitu gaya cinta altruistik (agape) dan posesif.
Masih ada empat gaya cinta lain yang akan ditunjukkan pada setiap individu, yaitu
gaya cinta kawan baik (stonge), main-main (ludos), pragmatic (pragma) dan
romantik (eros). Dalam keenam gaya cinta tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan, biasanya individu cenderung memiliki dua sampai tiga jenis dari gaya
cinta tersebut dalam sebuah relasi yang dijalin mereka. Selain itu gaya cinta yang
positif adalah gaya cinta yang menyenangkan dan terjalin dalam suasana yang
hangat, biasanya ada dalam bentuk gaya cinta kawan baik (stronge), juga altruistik
(agape) yang merupakan kombinasi dari eros dan storge. Sementara untuk keempat
gaya cinta tersebut lebih menguras tenaga dan bisa membawa dampak negative.
Gaya cinta ludos (cinta main-main) merupakan gaya cinta yang lucu, genit dan riang,
dimana pecinta ludos tidak peduli dengan komitmen dan hanya memikirkan tentang
kesenangan yang sesaat. Tidak ada hubungan yang berlangsung lama dan biasanya
berakhir setalah muncul kejenuhan, biasanya orang yang memiliki gaya ini disebut
play boy (untuk laki-laki) dan play girls (untuk perempuan) (Wongso, 2014).
Pada tahap perkembangan dewasa awal, individu akan mengalami perubahan
signifikan dalam hubungan personal dengan orang lain, terutama yang berkaitan
dengan menjalin dan membangun ikatan berdasarkan pertemanan, cinta dan
seksualitas. Individu pada tahap perkembangan ini akan berusaha mencari dan
menemukan pasangan hidup yang tepat, sebagaimana berkenaan dengan tugas
perkembangannya yang sangat penting, yaitu membina hubungan intim.
Perkembangan psikososial dewasa awal termasuk kedalam tahap intimacy versus
isolation. Jika dewasa awal tidak dapat melakukan komitmen pribadi secara
mendalam dengan orang lain, mereka akan terisolasi dan cenderung memisahkan
diri. Virtue dari tahapan dewasa awal adalah “love”, yaitu kesetiaan antara pasangan
3
yang telah memilih untuk berbagi kehidupan bersama. Hal ini menujukkan bahwa
tugas perkembangan dewasa awal itu sendiri adalah pemilihan pasangan dan
berkomitmen untuk masa depan. Gaya cinta ludos (cinta main-main) pada laki-laki
lebih tinggi dari pada perempuan, sehingga dapat dikatakan laki-laki akan lebih
cenderung mengalami isolasi atau memisahkan diri daripada perempuan atas dasar
gaya cinta ludos yang memiliki nilai prosentase laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. Sementara gaya cinta agape (cinta tanpa pamrih) juga memiliki
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. gaya cinta ini adalah orang yang
mempunyai prinsip rela melakukan apapun demi pasangnnya, individu yang
memiliki kesetiaan yang tinggi pada pasangannya dan tanpa pamrih untuk hubungan
cinta, bisa dikatakan gaya cinta ini adalah salah satu tipe gaya cinta yang menguras
emosi, bahkan cenderung penuh tekanan apabila pasangannya tidak mmberikan
timbal balik akan gaya ini. Laki-laki memiliki gaya cinta agape (cinta tanpa pamrih)
yang lebih tinggi dari pada perempuan (Irmawati dan Saragih, 2009).
Prinsip pengukuran aktivitas selama cinta berlangsung adalah mengukur
aktivitas otak. Semakin aktif otak akan semakin banyak darah yang mengalir dan
semakin banyak oskigen ke daerah tersebut. Neurotransmisi berperan dalam suasana
perasaan. Neurotransmisi adalah proses yang bergantung pada kecukupan 'bahan'
untuk mensintesis neurotransmitter. Neurotransmitter atau neurohormon membantu
manusia dalam berperilaku. Kekurangan dalam neurotransmiter seperti serotonin,
dopamin, noradrenalin, dan γaminobutyric acid (GABA) sering dikaitkan dengan
Depresi . Seperti dilaporkan dalam beberapa penelitian, asam amino triptofan,
tirosin, fenilalanin, dan metionin sering membantu dalam mengobati gangguan
mood, termasuk depresi. Begitu juga yang dikatakan oleh ahli lain, bahwa bila
dikonsumsi sendiri pada waktu perut kosong, triptofan, prekursor serotonin, biasanya
dikonversi ke serotonin. Oleh karena itu, triptofan dapat menginduksi tidur dan
ketenangan (Kiranadi, 2010).
4
BAB III
5
neurobiologi ini dapat dilihat menggunakan neuroimanging yang memungkinkan
untuk melihat perubahan pada otak ketika proses cinta berlangsung. Berdasarkan
data neuroimanging, beberapa aspek reproduksi pada mammalia dan avian dapat
dimonitor, seperti dorongan sexual, menarik lawan jenis, dan ikatan pasangan untuk
tetap bersama (Kiranadi, 2010).
Meningkatnya penggunaan neuroimaging fungsional (fMRI paling sering,
atau pencitraan resonansi magnetik fungsional, PET, atau positron emission
tomography, dan kurang sering EEG, atau electroencephalography) untuk inve-
stigate arsitektur neurobiologis dasar cinta dan hasrat seksual. PET dan fMRI
menggunakan teknik mengukur perubahan aliran darah dan oksigenasi dalam
menanggapi presentasi visual, pendengaran, atau rangsangan taktil, dengan asumsi
bahwa perubahan ini sesuai dengan aktivitas saraf regional. Tanggapan terhadap
rangsangan eksperimental dikontraskan dengan tanggapan untuk mengontrol
rangsangan untuk mengidentifikasi pola stimulus-spesifik aktivitas otak (Diamond,
2012).
6
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di
antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan
bertepatan dengan datangnya potensial aksi. Prinsip pengukuran aktivitas selama
cinta berlangsung adalah mengukur aktivitas otak. Semakin aktif otak akan semakin
banyak darah yang mengalir dan semakin banyak oskigen ke daerah tersebut.
Neurotransmisi berperan dalam suasana perasaan. Neurotransmisi adalah proses yang
bergantung pada kecukupan 'bahan' untuk mensintesis neurotransmitter.
Temuan sesuai dengan hasil dari studi fMRI tergantung tugas,
dan melengkapi dengan baik temuan fungsional studi fMRI
tergantung tugas. Hasil ini menjelaskan mekanisme neurofisiologis
yang mendasari cinta romantis dengan menyelidiki aktivitas otak
intrinsik, dan menunjukkan kemungkinan menerapkan pendekatan
keadaan istirahat untuk menyelidiki cinta romantis.
3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan selanjutnya.
7
DAFTAR PUSTAKA
Ariyati RA dan Nuqul FL. (2016). Gaya Cinta (Love Style) Mahasiswa. Jurnal
Psikoislamika, 13:2, 29-38.
Diamond., & Janna A. Dickenson. (2012). The Neuroimaging of Love and Desire:
Review and Future Directions. Clinical Neuropsychiatry. 9:1, 39-46.
Irmawati dan Saragih J.I. (2009). Fenomena jatuh cinta pada mahasiswa. Jurnal
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1:1, 48-55.
Wongso, F. (2014). Peran Pacar bagi Emerging Adulthood Laki-laki. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 3:1, 1-14.