BAB I
PENDAHULUAN
a. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah
campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
b. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak
serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat
ditambahkan gliserin atau alcohol.
c. Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum
yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri
adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-
klor carbanilyda, irgassan Dp 300 dan sulfur.
d. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan
sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan
komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui
pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk
batangan.
a. Cationic Sabun
Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic detergents. Sebagai
tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat
antikuman yang membuat mereka banyak digunakan pada rumah sakit.
Kebanyakan sabun jenis ini adalah turunan dari ammonia.
b. Anionic Sabun
Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif.
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam
lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam
stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan
ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang
digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai
yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat
iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon
membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar
bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi
bila terkena udara.
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih
rendah daripada asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga
sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada
temperatur tinggi.
2.3.1 Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi
produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan
lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan
sabun di antaranya :
a. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer
(temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi,
dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam
pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam
pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak
terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer
pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal
dengan nama grease.
b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga
dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah, daripada minyak kelapa.
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam
lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam
lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi
parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun
transparan.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow
karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki
kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah
larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari tallow akan
memperkeras struktur sabun.
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk
digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
b. Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida
yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak.
Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam
saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
c. Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau lemak,
semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam
pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk
mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang
bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non
polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut
dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan
kotoran non polar)
Polar : COONa + (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran
polar)
2.6.1 Proses penghilangan kotoran
Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan
sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain.
Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan
molekul sabun membentuk suatu emulsi.
Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik
molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau
KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam
ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam,
gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses
penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan
gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-
kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan
campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan
mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu
sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti
pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan
diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk,
sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan
melarutkan udara di dalamnya).
b. Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak
hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti
sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung
reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung
yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan
dengan alkali untuk menjadi sabun.
NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/
MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave,
yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur
campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke
separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali
yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci
dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang
digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa-sisa larutan alkali
dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum
spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83 % TFM) yang
siap untuk diproses menjadi produk akhir.
2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang
umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun
dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau
lempengan. Jenis-jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi
sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun.
Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni
melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir
pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan
pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh
di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer
dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan
lebih efisien daripadadryer sistem tunggal.
3. Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun
berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam
lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralisasi 1 gram asam lemak
Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih
dihulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut
mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian
pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi
kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh
suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian
dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang
siap untuk diolah menjadi sabun batangan.
4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalamm ixer(analgamator). Campuran
sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur
menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke
tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun
tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses
penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang
diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan
merupakan tahap akhir.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
2. Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut
dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak.
3. Metode-metode proses pembuatan sabun ini ada dua macam yaitu metode batch
dan metode kontinu.
4. Selain bahan baku sabun minyak/lemak dan alkali (basa), pada sabun juga
ditambahkan pewarna dan parfum agar sabun lebih bersifat ekonomis.
5. Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral,
pengeringan, netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun.