Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................1


DAFTAR ISI .......................................................................................................................2

TUGAS PAPER : “Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dalam Konsep Otonomi
Daerah”
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4-5
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................................5
D. Kegunaan ........................................................................................................................5
BAB II : Pembahasan
A. Konsep Otonomi Daerah Di Indonesia ....................................................................... 6-7
B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah ................................................................... 7-8
C. Hambatan Dalam Penerapan Otonomi Daerah ........................................................... 8-9
D. Langkah-langkah Untuk Mensukseskan Hubungan Pusat dan Daerah .................... 9-10
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan ...................................................................................................................11
B. Saran ..............................................................................................................................11
Referensi ............................................................................................................................12

TUGAS REVIEW: “Decentralization And Good Governance: The Case Of Indonesia"


Re-Telling
A. Identitas Paper .............................................................................................................14
B. Ide Pokok Paper ..................................................................................................... 14-15
C. Kekurangan/Kelebihan Paper ......................................................................................15
Tanggapan .................................................................................................................... 16-17
Lesson Learned..................................................................................................................18
Referensi ............................................................................................................................19
TUGAS
PAPER

“HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN


PEMERINTAH DAERAH
DALAM KONSEP
OTONOMI DAERAH”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pemerintahan daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
mengalami beberapa perubahan pada sistem pemerintahan yang dari awalnya bersifat sentralistik
menjadi desentalisasi dengan adanya pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 18 (1) Undang-Undang
Dasar 1945 berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas Daerah Provinsi yang
dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap daerah provinsi kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang’’.
Menurut World Bank1, desentralisasi adalah transfer wewenang dan tanggung jawab
untuk fungsi publik dari pemerintah pusat ke pemerintah menengah dan lokal atau organisasi
pemerintah yang independen kuasi dan/atau sektor swasta. Mengenai otonomi daerah, Undang-
undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mendefiniskan otonomi daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Widjaja2 mendefinisikan otonomi daerah adalah salah satu bentuk dari
desentralisasi pemerintahan yang dasarnya ditujukan guna memenuhi kepentingan bangsa secara
menyeluruh, merupakan suatu upaya yang lebih mendekatkan berbagai tujuan penyelenggaraan
pemerintahan sehingga dapat mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.
Desentralisasi dan Otonomi Daerah sebagai sebuah sistem pemerintahan daerah memiliki
urgensi tersendiri bagi keberlangsungan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Urgensi pemerintahan daerah terlihat sejak Indonesia
merdeka pada tahun 1945 dimana para pendiri negeri ini, setelah menyusun Undang – Undang
Dasar Negara yang kemudian disebut UUD 1945, maka undang-undang yang pertama dibuat

1 Lihat http://www1.worldbank.org/publicsector/decentralization/what.htm (posted 2001)


2 Lihat http://www.markijar.com/2016/06/12-pengertian-otonomi-daerah-menurut.html (posted 27062016)
adalah undang-undang nomor 1 tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah. Disinilah letak esensi
negara kesatuan bagi para pendiri negeri ini, yaitu dengan menempatkan pemerintahan daerah
sebagai satu kesatuan dari konsep sistem pemerintahan Negara (Sadu & Mansyur, 2010; 2).
Kebijakan otonomi sendiri diambil dengan tujuan politik serta ekonomi didalamnya,
yaitu menciptakan kestabilan politik yang dapat membangun perekonomian dan membangun
kehidupan politik. Akan tetapi, dalam kenyataanya sampai sekarang hubungan pusat dan daerah
masih mengalam banyak masalah. Banyak kendala-kendala yang menghambat penerepan
otonomi yang ada didaerah seperti, korupsi, pendanaan berat sebelah dan penyelewengan
kekuasaan oleh pekabat daerah. Oleh karna itu penulis mengangkat topik mengenai “Hubungan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dalam Konsep Otonomi Daerah”, mengingat betapa
pentingnya desentralisasi dan otonomi itu sendiri serta banyaknya permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menjalin hubungan dengan pemerintah pusat.

.B. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana Konsep Otonomi Daerah di Indonesia ?
2. Bagaimana hubungan Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah dalam Penerapan
Otonomi daerah ?
3. Apa saja hambatan dalam penerapan Otonomi Daerah ?

C. Tujuan
Berkaitan dengan masalah diatas, tujuan penulis untuk menyusun makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep Otonomi Daerah di Indonesia
2. Untuk mengetahui hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
3. Untuk mengetahui apa saja kendala yang menghambat penerapan Otonomi Daerah

D. Kegunaan
Dari penulisan makalah ini diharapakan dapat memberi pemahaman mengenai penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Selain itu, pemaparan dalam makalah ini juga
diharapkan dapat memberi wawasan tentang hubungan pemerintah pusat dan daerah serta
hambatan-hambatan yang ada didalamnya. Namun yang terpenting adalah untuk mendorong
pembaca –secara umum- dan penulis –secara khusus- untuk lebih peduli dan melakukan
perbaikan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dalam rangka pembangunan Nasional yang lebih
baik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Otonomi Daerah Di Indonesia
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang sangat berperan dalam
pembangunan daerah. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah. Otonomi daerah itu sendiri berarti hak, wewenang dan kewajiban
suatu pemerintahan daerah kepada untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Fungsi mengatur diberikan aparat legislatif, yaitu DPRD. Itulah sebabnya DPRD masing-masing
daerah dapat membuat Peraturan Daerah (Perda) masing-masing ketentuan yang berlaku.
Sedangkan fungsi mengurus diserahkan kepada eksekutif daerah yaitu kepala daerah dan dinas-
dinas otonomnya.
Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun pada tahun 2004, Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan dan tuntunan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga digantikan dengan
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Inu Kencana,
2011; 54-55). Selanjutnya, tentang Pemerintah Daerah hingga saat ini telah mengalami beberapa
kali perubahan, terakhi kali dengan Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
sebagai hasil revisi dari undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-undang No.32/2004 tentang
Pemerintah Daerah. Tujuan3 dari diterapkannya otonomi daerah di Indonesia adalah:
1. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik
2. Pengembangan kehidupan demokrasi
3. Keadilan Nasional
4. Pemerataan wilayah daerah
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI

3 Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah#cite_ref-2
6. Mendorong pemberdayaan masyarakat
7. Menumbuhkan prakarsa dan kretivitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat daerah.
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan
otonomi daerah adalah : penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Pelaksanaan otonomi daerah
didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Pelaksanaan otonomi daerah yang
luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah
otonomi yang terbatas. Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada Pemerintah Daerah untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan berdasarkan aspirasi masyarakat. Mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan pengevaluasian kebijakan-kebijakan
otonomi daerah yang telah diimplementasikan. Dalam Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah merupakan landasan pengembangan otonomi daerah dengan
memperhatikan prinsip-prinsip otonomi daerah dan pemerintahan (Saddam, 2015).

B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah


Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, dapat kita lihat pada Garis-Garis Haluan
Negara (Tap MPR No. IV/MPR/1978). Pada GBHN ditegaskan prinsip-prinsip pokok
pelaksanaan otonomi daerah. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah beroriantasi kepada
pembangunan. Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan, maka hubungan yang
serasi antara pemerintah pusat dan daerah dikembangkan atas dasar keutuhan nnegara kesatuan
dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab
yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama
dengan dekonsentrasi (Prof. Kansil, 2011: 148-149). Hubungan pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dapat ditinjau dari hubungan penyelenggaraan pemerintah, kebijakan
desentralisasi yang bertujuan untuk memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI.
Menurut Dr. Muhammad Fauzan sebagaimana yang dikutip Febrian Saddam 4 dalam
tulisannya mengatakan bahwa pada dasarnya semua urusan pemerintahan berada pada
pemerintah pusat tetapi pemerintahan tersebut dapat didelegasikan, dilimpahkan atau diserahkan
kepada pemerintah yang lebih rendah melalui pembentukan Undang-undang. Dengan
keterlibatan satuan pemerintahan yang lebih rendah atau pemerintah dalam penyelenggaraan
urusan-urusan pemerintahan dapat dilaksanakan dengan melalui beberapa asas penyelenggaraan
pemerintahan seperti asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan dan asas
kebijakan
Pada BAB IV dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
daerah, pasal 9 bagian kesatu mengatur tentang hubungan pusat dan daerah dalam klasifikasi
urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
konkuren dan uusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan yang
sepenuhnya menjadi kewajiban pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan
pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan Daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Undang-undang pelaksanaan desentralisasi menyiratkan bahwa otoritas tidak secara
langsung diberikan kepada pemerintah pusat dan provinsi demikian disediakan ke pemerintah
provinsi. Pemerintah daerah provinsi telah menetapkan hukum dan peraturan yang mungkin
bertentangan dengan tata kelola yang baik atau keinginan tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
Pemerintah daerah menyadari bahwa kekosongan dalam wewenang merupakan keuntungan bagi
mereka. Hasil dari kekosongan wewenang adalah tidak adanya pemerintah yang memliki
interpretasi yang lengkap, komprehensif dan tidak ambigu dalam hukum yang berkaitan dengan
desentralisasi (Keith Grenn, 2005).
Untuk membangun hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
diperlukan Optimalisasi Kinerja Pemerintah Daerah. Optimalisasi Kinerja Pemerintah Daerah
adalah optimalisasi kinerja Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Sekretaris Daerah, Dinas-
Dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah lainnya. Akan tetapi, untuk melaksanakan optimalisasi
kinerja pemerintah daerah terlebih dahulu kita harus mengetahui dan mensoroti kewenangan
daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Hal ini penting, agar semua pemerintah daerah –baik

4 Lihat Febrian Saddam, Mengkaji Ulang Otonomi Daerah: Hubungan Pusat dan Daerah Serta Permasalahnya. Hlm. 14
provinsi dan kab/kota- mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dalam
menjalin hubungan dengan pemerintah pusat (Soemantri, 2014; 25-26)

C. Hambatan Dalam Penerapan Otonomi Daerah


Ketidak-sinkronan kebijakan antara pusat dan daerah biasanya berhubungan dengan
masalah ekonomi, penanganan masalah pembangunan; pembagian sumber daya dan penanganan
kawasan khusus; sementara enam kewenangan sentralisasi yang telah disepakati dalam UU
Otonomi Daerah sudah jarang mengemuka ke permukaan. Oleh karena itu, tidak jarang kita
mendengar bahwa pejabat daerah sering melakukan konsultasi kepada pusat dalam rangka
pembuatan peraturan daerah. Ini artinya, daerah tetaplah diposisikan berada di bawah
(underbouw). Ketika keinginan itu tidak dikabulkan atau menemui jalan buntu; maka muncullah
protes yang mengatas-namakan desentralisasi dan kepentingan daerah. Bagi pusat, protes
semacam itu adalah lagu lama yang sudah basi terdengar di telinga mereka5.
Saddam Febrian (2016), Titik berat desentalisasi pada daerah kabupaten/kota menyisakan
persoalan antara lain yaitu:
1. Munculnya ketegangan horizontal daerah kaya versus miskin karena masing-masing
daerah mementingkan daerahnya sendiri dan bahkan bersaing satu sama lain dalam
mengumpulkan PAD misalnya;
2. Perbedaan tajam antara kompetensi SDM pusat versus daerah;
3. Banyaknya birokrat daerah yang pasif menunggu instruksi atasan ketimbang berinisiatif
menjalankan pekerjaannya;
4. Beban keuangan daerah dari pajak ekstra tidak memperhatikan lingkungan;
5. Tidak adanya koordinasi di tingkat supra-regional, garis batas tanggung jawab antara
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota sangat kabur;

D. Langkah-langkah Untuk Mensukseskan Hubungan Pusat dan Daerah


Menurut Erdi (2016), jalan yang dapat dilakukan daerah adalah mensinergikan kebijakan,
program dan kegiatan daerah dengan kebijakan, program dan kegiatan pusat agar tercipta
percepatan pencapaian target pembangunan. Hal yang sudah biasa dilakukan daerah adalah
melakukan sebanyak 5 (lima) macam sinergi, yakni:

5 Abidin, Erdi. 2016. Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah. Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Tanjung Pura
1. Sinergi dalam kerangka perencaan kebijakan; yang meliputi sinergi dokumen
perencanaan pembangunan.
2. Sinergi dalam kerangka regulasi; yang dimaksudkan untuk mendorong harmonisasi
peraturan antara pusat dan daerah.
3. Sinergi dalam kerangka anggaran; dimaksudkan sebagai upaya daerah untuk menyusun
dan memanfaatkan dana (DAK, DBH dan DAU) sesuai jumlah alokasi yang telah
ditetapkan pusat.
4. Sinergi dalam kerangka kelembagaan dan aparatur
5. Sinergi dalam kerangka pengembangan wilayah; di satu sisi pusat ingin mengembangkan
kapasitas daerah.
Dengan lima sinergi tersebut, dapat disimpulkan dan sekaligus direkomendasikan agar
daerah selalu ikut pusat meskipun “kepala dilepas, ekor tetap dicekal”. Keikutan daerah dengan
keinginan pusat dimaksud adalah untuk membuat pusat agar lebih berpihak kepada daerah demi
percepatan rakyat di daerah; dan bukan dalam kontek membuat daerah menjadi undorbouw
selamannya kepada pusat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
REFERENSI
A. Buku Bacaan/Literatur
Abidin, Erdi. 2016. Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah. Fakultas Ilmu Sosial Potik,
Universitas Tanjungpura.
Febrian, Saddam. 2015. Mengkaji Ulang Otonomi Daerah: Hubungan Pusat dan Daerah
serta Permasalahannya. Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas
Andalas, pp. 2-3
Green, Keith. 2005. “Desentralisasi dan Good Governance: Kasus Indonesia”.
Soemantri, Sri. 2014. Otonomi Daerah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Syafiie, Inu Kencana. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Wasistiono, Sadu & Mansyur. 2010. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jatinangor: Institut
Pemeritahan Dalam Negeri

B. Internet
World Bank. 2001. Decentralization Topics. 2001. Diakses tanggal 12 Desember 10:20 WIB.
http://www1.worldbank.org/publicsector/decentralization/what.htm#top
Markijar. 2016. 12 Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli. 27 Juni 2016 diakses
tanggal 12 Desember 2016 10:34 WIB.
http://www.markijar.com/2016/06/12-pengertian-otonomi-daerah-menurut.html

Wikipedia. 2016. Otonomi Daerah. 18 April 2016 diakses tanggal 12 Desember 2016 13:13
WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah#cite_ref-2

C. Undang-undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
\

TUGAS
REVIEW
DECENTRALIZATION AND GOOD
GOVERNANCE:
THE CASE OF INDONESIA

By
Keith Green

RE-TELLING
A. Identitas Paper/Artikel
Paper yang ingin direview pada tulisan ini adalah paper/artikel yang disusun oleh Keith
Green dalam penelitiannya yang berjudul “Decentralization and Good Governance: The Case of
Indonesia”. Paper ini diselesaikan oleh penulis (Keith Green) pada tanggal 28 Februari 2005 dan
di publikasikan dalam situs https://ssrn.com/abstract=1493345 pada tanggal 24 Oktober 2009,
yang dimana paper ini terdiri dari 11 halaman. Pada tulisannya kali ini, Keith Green membahas
hubungan desentralisasi dan good governance dengan menjadikan negara Indonesia sebagai
objek penelitian.
Penulis membuka artikelnya dengan abstrak yang menjelaskan sejarah perkembangan
proses desentralisasi di Indonesia, dari struktur pemerintahan terpusat yang sebelumnya sangat
kua.tDesentralisasi dan good governance, dijelaskan oleh penulis dengan memulai perjalanan
sejarah pemerintahan dari masa penjajahan Belanda tahun 1905 hingga sampai masa reformasi
Habibie. Secara implisit, paper ini mengupas bagaimana keadaan desentralisasi yang terjadi di
Indonesia saat ini dan tantangan masa depan yang kemungkinan di hadapi oleh dalam
mengimplementasikan desentralisasi.

B. Ide Pokok Paper


Keith mengambil definisi desentralisasi dari Bank Dunia. Bank Dunia mendefiniskan
desentralisasi sebagai “transfer wewenang dan tanggung jawab untuk fungsi publik dari
pemerintah pusat ke pemerintah menengah dan lokal atau organisasi pemerintah yang
independen kuasi dan/atau sektor swasta”6. Bank Dunia juga mengklasifikasikan desentralisasi
dengan tiga bentuk utama dari desentralisasi politik, administratif dan fiskal.
Menurut Keith (2005), Desentralisasi di Indonesia dirancang untuk membawa ukuran
otonomi ke berbagai daerah yang beragam budaya. Desentralisasi berfungsi untuk
mempromosikan tata pemerintahan yang baik dengan meningkatkan pertisipasi warga dan
menciptakan pemilu. Selain itu, desentralisasi juga dapat meningkatkan stabilitas politik dan
ekonomi di Indonesia sebagai negara terpadat ke -4 di dunia.
Desentralisasi di Indonesia berbeda dari sumber di beberapa daerah penting. Keith
berpendapat, Indonesia telah mengadopsi sistem kepartaian dan memegang prinsip pemilu
demokratis. Selain itu, saat ini –pemerintahan SBY- Indonesia memiliki pers bebas yang
merupakan tanda kemajuan besar dari pemerintahan otokratis di jaman Soeharto. Dalam banyak
hal, Indonesia telah memenuhi kriteria untuk menerapkan sistem desentralisasi yang efektif.
Namun, Presiden beserta lembaga eksekutif lainnya, masih memiliki banyak pekerjaan
penting untuk membangun masa depan desentralisasi. Masalah korupsi yang merajalela,
pembangunan tidak merata, kesenjangan antar daerah “kaya” & daerah “miskin” serta
kriminalitas, merupakan rentetan tembok yang menghalangi perkembangan bangsa Indonesia.
Menurut Keith Green (2005), Otonomi daerah, transparasi dan bantuan keuangan akan menjadi
kunci untuk upaya desentralisasi sukses di Indonesia.
Perbaikan signifikan untuk melaksanakan pemerintahan dan kerjasama antara tingkat
yang berbeda pemerintah serta peran otonomi untuk menerapkan kebijakan hukum dan efisien
sangat penting untuk menyediakan pelayanan publik yang efektif dan efesien bagi masyarakat.

2 http://www1.worldbank.org/publicsector/decentralization/what.htm (posted 2001)


Dengan demikian semuanya tergantung sikap bangsa Indonesia dalam merespon isu-isu dan
masalah ini, yang nantinya akan memberikan dasar bagi stabilitas politik dan ekonomi dari
negara Indonesia.

C. Kekurangan/Kelebihan Paper
Diantara kelebihan dari penelitian Keith G. tentang desentralisasi dan good governance di
Indonesia adalah penjelasan definisi desentralisasi yang jelas dan perkembangan desentralisasi
Indonesia yang dijelaskan secara rinci dan mudah dipahami. Penulis meninjau sejarah
desentralisasi Indonesia sejak 1945 setelah Indonesia meraih kemerdekaanya dari Belanda,
dilanjutkan dengan akhir pemerintahan otoritas Soeharto, hingga sampai masa reformasi yang
dipimpin oleh B.J habibie dan pemilu demokratis di masa pemerintahan SBY. Selain itu, penulis
secara lengkap menjelaskan pengklasifikasian desentralisasi dengan tiga bentuk utama (politik,
administratif dan fiskal).
Kekurangan dari paper penulis sendiri adalah kurang mengupas sisi hubungan pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah. Isi paper lebih menitik beratkan pada permasalahan ekonomi
dengan mengambil tolak ukur pada Bank Dunia. Hubungan pusat dan daerah serta
permasalahnnya dan kondisi desentralisasi di lapangan kurang dijelaskan. Selain itu, referensi
yang penulis ambil semunya berasal dari buku atau karangan ilmiah yang dilakukan oleh peneliti
dari luar Indonesia. Sebaiknya, penulis mengambil beberapa referensi atau karangan ilmiah dari
peneliti yang berasal dari Indonesia sendiri. Mengingat yang lebih memahami kondisi
pemerintahan dan desentralisasi di Indonesia adalah warga negara Indonesia.
TANGGAPAN
Setelah membaca penelitian yang dilakukan oleh Keith Green dalam papernya yang
dipublikasikan pada situs https://ssrn.com/abstract=1493345 tahun 2005 dengan judul
“Decentralization and Good Governance: The Case of Indonesia”yang terdiri dari 11 halaman,
penulis menyimpulkan bahwa desentralisasi demokratis sejati di Indonesia belum terjadi dan
upaya ini telah dikooptasi di era Soeharto. Desentralisasi di Indonesia menitik beratkan pada
desentralisasi politik dan administratif. Menurut penulis, Indonesia masih sulit menerapkan
desentralisasi fiskal karna variasi input yang dinamis dan akuntabilitas yang miskin.
Tanggapan saya sebagai reviewer adalah saya kurang setuju dengan pendapat penulis
yang terlalu menitik beratkan sukses/tidaknya desentralisasi berdasarkan fiskal (ekonomi). Bank
Dunia mengklasifikasikan tiga bentuk desentralisasi, antara lain: desentralisasi politik,
desentralisasi administratif dan desentralisasi fiskal. Namun, untuk mengetahui sukses tidaknya
penerapan desentralisasi di suatu negara tidak hanya berdasarkan 1 (satu) pengklasifikasian saja.
Salah satu faktor yang dapat mendorong suksesnya penerapan desentralisasi di suatu
negara mengefektifkan hubungan pusat dan daerah (otonomi daerah). Di negara Indonesia
sendiri, otonomi daerah telah lama digunakan dan penerapannya dalam asas desentralisasi.
Paradigma “otonomi daerah” menurut semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah
“otonomi Masyarakat”, dalam arti Pemerintah Daerah sebagai perwujudan dari “otonomi
masyarakat dituntut untuk lebih mampu mensejahterahkan masyarakat melalui pelayanan publik
dibanding dengan pemerintah pusat yang jaraknya lebih jauh kepada masyarakat. Pelaksanaan
Otonomi daerah dalam desentralisasi diharapkan akan membawa efektivitas dalam
pemerintahan. (Saddam Febrian, 2015).
Menurut DR. Inu Kencana (2011: 63-64), otonomi daerah itu sendiri berarti hak,
wewenang dan kewajiban suatu pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Fungsi mengatur diberikan kepada DPRD dan fungi mengurus diserahkan
kepada kepala daerah dan dinas-dinas otonomnya. Kesimpulan Inu, bahwa pemberian otonomi
kepada pemerintah daerah haruslah nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Agar otonomi dapat
berperan dalam mengurus rumah tangga dan mensukseskan desentralisasi.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, dapat kita lihat pada Garis-Garis Haluan
Negara (Tap MPR No. IV/MPR/1978). Pada GBHN ditegaskan prinsip-prinsip pokok
pelaksanaan otonomi daerah. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah beroriantasi kepada
pembangunan. Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan, maka hubungan yang
serasi antara pemerintah pusat dan daerah dikembangkan atas dasar keutuhan nnegara kesatuan
dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab
yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama
dengan dekonsentrasi (Prof. Kansil, 2011: 148-149).
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah menuju kemandirian lokal dan
pembangunan negara, dibutuhkan kewenangan luas, nyata dan bertanggung jawab. Pemberian
sumber-sumber pendapatan dan keuangan yang dimaksud Sadu dan Mansyur (2010: 80) dapat
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan daerah
Jika kembali berbicara mengenai desentralisasi fiskal, tak bisa dibohongi kriteria negeara
Indonesia menurut penelitian World Bank masih jauh dari kriteria desentralisasi sukses. Namun,
fiskal bukan satu-satunya faktor penentu sukses tidaknya negara dalam menjalankan
desetralisasi. Menurut para ahli dan pakar yang reviewer sampaikan, salah satu dimensi tolak
ukur untuk mengetahui sukses tidaknya penerapan desentralisasi dan good governance adalah
hubungan pusat dan daerah. Dengan membangun hubugan “harmonis” antara pemerintah pusat
dan daerah serta menyerahkan hak otonomi secara luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
daerah. Dengan demikian, otonomi daerah dapat menjadi salah satu faktor terpenting dalam
mendudukung desentralisasi dan good governance.

LESSON LEARNED
Pelajaran yang dapat saya ambil sebagai reviewer setelah membaca paper yang disusun
oleh Keith Green dengan judul “Decentralization and Good Governance: The Case of
Indonesia”. Pertama, pengembangan pengetahuan tentang pengklasifikasian desentralisasi.
Penulis mengambil referensi dari Bank Dunia bahwa desentralisasi diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu desentralisasi politik, administratif dan fiskal. Kedua, dari sisi desentralisasi politik dan
administratif Indonesia telah memenuhi kriteria desentralisasi sukses. Dari segi politik dan
administratif, menurut penulis Indonesia mengalami kemajuan yang pesat terhitung sejak era
orde baru sampai masuk era reformasi. Sehingga hal tersebut dapat dijadikan
pemerintah/lembaga ekskutif untuk mempertahankan kinerja desentralisasi politik dan
administratif
Ketiga, menurut Keith dari ketiga pengklasifikasian desentralisasi tersebut, Indonesia
masih belum memenuhi kriteria pada sisi desentralisasi fiskal. Pendapat penulis didasari
penilaian World Bank terhadap Indonesia. Diantara penyebab gagalnya Indonesia dalam
mengimplementasikan desentralisasi fiskal adalah budaya korupsi yang dipelihara, akuntabilitas
dan tranparansi yang rendah serta besarnya tingkat kesenjangan antara daerah “kaya” dan daerah
“miskin”.
Dengan paper ini, pemerintah dapat mengambil pelajaran dari fakta-fakta dan isu-isu
yang akan dihadapi oleh desentralisasi Indonesia di masa depan. Hal ini dapat menjadi perbaikan
dan perimbangan kebijakan desentralisasi. Terkhusus dalam masalah desentralisasi fiskal,
hendaknya pemerintah memberi perhatian lebih terhadap bidang fiskal ini. Pemerintah harus
melakukan usaha-usaha pemberantasan korupsi dan usaha untuk menghilangkan kesenjangan
antar daerah. Dengan demikian, Indonesia lebih siap untuk bersaing di kancah negara Asia
tenggara.

REFERENSI

Wasistiono, Sadu & Mansyur. 2010. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jatinangor: Institut
Pemeritahan Dalam Negeri
Syafiie, Inu Kencana. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Kansil, CST & Christine S.T. Kansil. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara
Febrian, Saddam. 2015. Mengkaji Ulang Otonomi Daerah: Hubungan Pusat dan Daerah
serta Permasalahannya. Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas
Andalas, pp. 2-3

Anda mungkin juga menyukai