Anda di halaman 1dari 16

Empat Proses Dasar Pencernaan di Setiap Segmen/Bagian

Saluran Pencernaan Tubuh Manusia


Oleh; Amira Fathidzkia Asmas, 1206218871

Sistem pencernaan merupakan salah satu sistem organ yang ada dalam tubuh manusia.
Sistem pencernaan memiliki fungsi utama,yaitu memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari
makanan yang kita makan ke dalam sel-sel tubuh (Sherwood, 2009). Makanan yang kita makan
akan diubah menjadi sumber energi dan bahan bakar tubuh berupa ATP, serta sebagai sumber
bahan baku untuk menambah jaringan tubuh. Namun, ATP maupun nutrisi lainnya tidak secara
langsung kita dapatkan dari makanan. Makanan tersebut perlu melewati proses pencernaan
menjadi molekul kecil yang pada akhirnya dapat dipergunakan oleh tubuh. Rangkaian dalam
mendapatkan nutrien tersebut adalah ingesti, pencernaan, penyerapan, distribusi, dan pemakaian
(Sherwood, 2009). Secara umum, sistem pencernaan di dalam tubuh manusia melakukan empat
proses pencernaan dasar. Keempat proses tersebut ialah motilitas, sekresi, pencernaan, dan
penyerapan (Sherwood, 2009). Sebelum membahas keempat proses fisiologi tersebut, kami perlu
mengetahui apa saja anatomi dan regulasi pendukungnya.

A. Anatomi dan Regulasi Pendukung


1. Struktur Lapisan

Dinding saluran pencernaan memiliki struktur umum yang sama di seluruh panjangnya dari
esofagus sampai anus, dengan beberapa variasi lokal khas untuk masing-masing bagian. Namun
secara umum dinding lapian saluran cerna terdiri dari mukosa, submukosa, muskularis eksterna,
dan serosa (Sherwood, 2009).

Gambar 1. Lapisan dinding saluran cerna (sumber:


Porth dan Matfin, 2009)
 Mukosa memiliki tiga lapisan. Lapisan pertama adalah membran mukosa, yaitu suatu
lapisan epitel yang berfungsi sebagai permukaan protektif. Membran mukosa juga
mengandung sel kelenjar endokrin untuk sekresi hormon pencernaan serta sel epitel untuk
menyerap nutrien. Lapisan kedua dari mukosa adalah lamina proparia, yaitu lapisan tengah
tipis jaringan ikat tempat epitel berada. Lapisan ini mengandung gut-associated lymphoid
tissue (GALT) yang penting dalam pertahanan terhadap bakteri usus penyebab penyakit.
Kemudian lapisan terakhir adalah muskularis mukosa, lapisan otot polos yang jarang yang
letaknya terluar dari lapisan mukosa dan bersebelahan dengan lapisan submukosa.
 Submukosa adalah lapisan tebal jaringan ikat yang menentukan daya regang dan elastisitas
saluran cerna. Bagian ini mengandung pembuluh darah besar dan pembuluh limfe yang
bercabang ke dalam (lapisan mukosa) dan ke luar (lapisan otot). Di dalam submukosa juga
terdapat anyaman saraf yang dikenal sebagai pleksus submukosa.
 Muskularis eksterna merupakan selubung otot polos utama yang mengelilingi submukosa.
Muskularis eksterna terdiri dari dua lapisan; lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal
luar. Jika serat-serat otot berkontraksi maka akan mengurangi diameter lumen, sementara
kontraksi serat di lapisan luar dapat memperpendek saluran. Bersama-sama akitivitas
kontraktil kedua otot polos ini menghasilkan gerakan mendorong dan mencampur.
 Serosa jaringan ikat paling luar dan mengeluarkan cairan encer licin (cairan serosa) yang
melumasi serta mencegah gesekan antara organ dan lapisan visera di sekitarnya. Serosa
bersambungan dengan mesentrium yang menggantung organ pencernaan dari dinding
dalam abdomen. Perlekatan ini menghasilkan fiksasi relatif, yaitu menopang organ
pencernaan di posisi yang benar, sementara tetap memberi organ pencernaan kebebasan
untuk melakukan gerakan mencampur dan mendorong.

2. Regulasi Fungsi Pencernaan

Motilitas dan sekresi pencernaan diatur oleh tubuh untuk memaksimalkan pencernaan dan
penyerapan makanan. Empat faktor yang berperan dalam mengatur fungsi sistem pencernaan
yaitu:

 Fungsi otonom otot polos


Sebagian sel-sel otot polos dapat memacu variasi ritmik spontan potensial membran. Sel-
sel mirip sel otot tetapi tidak berkontraksi yang dikenal sebagai sel interstisium cajal adalah sel
pemacu yang memicu aktivitas gelombang lambat siklik. Sel-sel pemacu ini terletak di batas antara
lapisan otot polos longitudinal dan sirkular. Jenis aktivitas listrik spontan di otot polos pencernaan
adalah potensial gelombang lambat, yang disebut juga basic electrical rhythm (BER, irama listrik
dasar) saluran cerna. Jika gelombang ini mencapai ambang puncak depolarisasi, maka dapat
menimbulkan potensial aksi yang berujung kepada kontraksi-kontraksi otot yang berirama.

 Pleksus saraf intrinsik

Pleksus saraf intrinsik adalah dua anyaman utama serat saraf, pleksus submukosa dan
pleksus menterikus, yang seluruhnya berada di dalam dinding saluran cerna dan berada di
sepanjang saluran cerna (Sherwood, 2009). Kedua pleksus ini sering disebut sistem saraf enterik.
Pleksus intrinsik mengandung berbagai jenis neuron, yang menyarafi sel otot polos aupun kelenjar
eksokrin dan endokrin. Neuron pleksus menterikus mengontrol motilitas gastrointestinal,
sementara pleksus submukosa mengontrol sekresi getah pencernaan dan peredaran darah (Guyton,
& Hall, 2006). Anyaman saraf intrinsik dapat mengoordinasikan aktivitas lokal di dalam saluran
cerna. Misalnya, jika sepotong makanan terganjal di esofagus, maka pleksus-pleksus intrinsik
mengoordinasikan respon lokal untuk mendorong maju makanan.

 Saraf ekstrinsik

Saraf ekstrinsik adalah serat-serat saraf dari kedua cabang saraf otonom yang berasal dari
luar saluran cerna dan menyarafi berbagai organ pencernaan (Sherwood, 2009). Saraf otonom
mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran cerna dengan memodifikasi aktivitas yang sedang
berlangsung di pleksus intrinsik, mengubah tingkat hormon pencernaan, atau bekerja langsung
pada beberapa otot polos dan kelenjar. Sistem simpatis cenderung memperlambat kontraksi dan
sekresi saluran cerna. Sebaliknya, sistem parasimpatis mendominasi dan mendorong pencernaan
optimal. Serat saraf simpatis dapat meningkatkan motilitas otot polos dan mendorong sekresi
enzim maupun hormone pencernaan. Salah satu tujuan utama pengaktifan saraf ekstrinsik adalah
untuk memadukan aktivitas berbagai saluran cerna. Contohnya, mengunyah makanan secara
refleks tidak hanya dapat meningkatkan sekresi liur, tetapi juga sekresi lambung, pankreas, dan
hati.
Susunan anatomis dari saraf enterik dan saraf ekstrinsik dapat mendukung tiga tipe refleks
gastrointestinal. Refleks tersebut diantaranya (Guyton & Hall, 2006):

a. Refleks yang terintegrasi sepenuhnya dalam dinding usus sistem saraf enterik. Hal ini
termasuk refleks yang mengontrol sekresi gastrointestinal, peristaltik, kontraksi
pencampuran, efek penghambatan lokal, dan sebagainya.
b. Refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian kembali ke saluran
pencernaan. Refleks ini mengirimkan sinyal jarak jauh ke area lain dari saluran pencernaan,
seperti sinyal dari perut menyebabkan evakuasi dari usus besar (refleks gastrokolik), sinyal
dari usus besar dan usus kecil untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung
(refleks enterogastric), dan refleks dari usus besar untuk menghambat pengosongan isi
ileum ke dalam usus besar (refleks colonoileal).
c. Refleks dari usus ke sumsum tulang belakang atau batang otak dan kemudian kembali ke
saluran pencernaan. Refleks ini termasuk; (1) refleks dari lambung dan duodenum ke
batang otak dan kembali ke perut, oleh saraf vagus, untuk mengendalikan motorik lambung
dan aktivitas sekretori; (2) refleks nyeri yang menyebabkan penghambatan umum seluruh
saluran gastointestinal; dan (3) refleks buang air besar dari kolon dan rektum ke sumsum
tulang belakang dan kembali lagi untuk menghasilkan kekuatan kolon, dubur, dan
kontraksi perut yang diperlukan untuk buang air besar (refleks defekasi).

 Hormon pencernaan

Terdapat sel-sel kelenjar endokrin pada mukosa bagian-bagian tertentu. Kebanyakan dari
hormone yang dihasilkan dapat mempengaruhi motilitas di beberapa bagian. Hormon-hormon
selanjutnya akan dibahas pada bagian sekresi setelah ini.

B. Empat Proses Dasar Pencernaan


1. Motilitas

Motilitas mengacu pada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran
cerna (Sherwood, 2009). Proses motilitas berada di bawah pengaturan saraf dan hormon. Pada
dasarnya aktivitas motilitas saluran cerna dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu gerakan
mendorong atau propulsif, dan gerakan mencampur atau haustra (Guyton & Hall, 2006).
Pergerakan bahan melalui sebagaian besar saluran cerna terjadi karena kontraksi otot polos di
dinding-dinding organ pencernaan. Pengecualiannya adalah di ujung-ujung saluran, seperti
pangkal mulut, awal esofagus, dan akhir sfingter ani. Karena pada bagian tersebut motilitas lebih
melibatkan otot rangka daripada aktivitas otot polos. Hal ini dapat dilihat dalam tindakan
mengunyah, menelan, maupun defekasi yang terjadi secara volunteer atau berada pada kontrol
sadar.

a. Motilitas di mulut dan esofagus

Motilitas di mulut dan esofagus dapat


ditandai dengan peristiwa mengunyah dan
menelan. Mengunyah merupakan proses
pencernaan yang dimulai dengan merobek
makanan menjadi partikel ukuran yang bisa
tertelan, melumasi dan mencampurnya
dengan air liur
Mengunyah dikontrol oleh saraf
somatik kepada otot skeletal mulut dan
rahang (Vander et al, 2001). Meskipun
mengunyah biasanya dinyatakan sebagai
tindakan volunter, namun bisa juga berubah
menjadi involunter bagi seseorang yang
kehilangan fungsi korteks serebral (Heymann
& Porth, 2004). Begitu juga dengan menelan,
meskipun pada awalnya merupakan tindakan
volunter, namun hal tersebut menjadi Gambar 2. Motilitas mulut (sumber: Carrol, 2007).
involunter ketika makanan sudah mencapai faring. Rangsangan impuls bermula pada resptor taktil
di faring dan esofagus yang terintegrasi dengan komponen motorik dari medulla dan pons, yang
dikenal sebagai swallowing center.
Mengunyah terdiri dari 3 fase, yaitu fase oral/volunter, fase faringeal, dan fase esophageal.
Selama fase oral, bolus dikumpulkan di bagian belakang mulut, sehingga lidah dapat
mendorongnya sampai menyentuh dinding posterior faring. Pada titik ini, fase kedua, fase
faringeal terinisiasi. Langit-langit lunak ditarik ke atas, lipatan palatofaringeal ditarik bersama-
sama sehingga makanan tidak masuk ke nasofaring. Pita suara ditarik dan epiglottis bergerak
sehingga menutup laring. Respirasi terhambat, dan bolus akan masuk ke kerongkongan/esofagus
oleh gerakan konstraksi faring. Fase ketiga ialah fase esofageal. Ketika bolus masuk ke esofagus
dan melebarkan dindingnya, sistem saraf refleks lokal dan sentral yang menginisiasi peristaltik
dipicu. Terdapat dua tipe peristaltik, yaitu primer dan sekunder. Peristaltik primer dikontrol oleh
pusat menelan (swallowing center) di batang otak dan dimulai ketika bolus masuk esofagus.
Sementara peristaltik sekunder, sebagian dibantu oleh jaringan otot halus di esofagus dan terjadi
ketika peristaltik primer tidak sanggup untuk menggerakan bolus melewati esofagus. Sebelum
gelombang peristaltik mencapai perut, sfingter bawa esofagus berelaksasi untuk memberikan jalan
bolus masuk ke perut. Tekanan sfingter bawah esophageal secara normal lebih besar dibandingkan
yang ada di perut, hal tersebut adalah faktor penting untuk mencegah terjadinya refluks isi lambung
(Heymann & Porth, 2004).

b. Motilitas di lambung

Makanan yang belum tercampur disimpan di fundus sekitar 1 jam (Carol, 2007). Selama
periode ini, terdapat pemisahan makanan menurut kepadatan, dengan cara lemak naik ke
permukaan isi lambung. Cairan dapat mengalir dan menumpuk di bagian bawah. Pemisahan ini
menyebabkan urutan pengosongan lambung ke duodenum, yaitu pertama cairan, padatan, dan
akhirnya lemak. Terdapat dua tipe motilitas yang terjadi di perut, yaitu peristaltik dan segmentasi
(pencampuran). Peristaltik dimulai dari gelombang pada sfingter bawah esophageal dan terus
bergerak menuju sfingter pilorik menyebabkan kontraksi dan terjadi setiap 20 detik. Sementara
itu, setelah sfingter pilorik tertutup dan antrum berkontraksi, terjadi gerakan mencampur.
Ketika seseorang menelan makanan, otot halus di fundus berelaksasi sebelum kedatangan
makanan. Hal ini disebut receptive relaxation dan dimediasi oleh saraf parasimpatis ke saraf
pleksus enterik lambung, dengan koordinasi oleh pusat menelan di otak (Vander et al, 2001).
Ketika makanan di esofagus, lambung memproduksi gelombang peristaltik untuk merespon
kedatangan makanan. Setiap gelombang hanya menghasilkan riakan dan diteruskan ke antrum.
Antrum berkontraksi, dan menyebabkan pencampuran isi lambung dan menutup sfingter pilorik
(yang menghubungkan antrum dengan duodenum). Akibat dari tertutupnya sfingter, hanya sedikit
kime yang keluar menuju duodenum, dan isi lambung mundur menyebabkan aktivitas
pencampuran di antrum. Makanan yang telah bercampur dengan sekresi lambung disebut kime.
Peningkatan motilitas lambung, meningkatkan pengosongan lambung.

c. Motilitas di usus halus

Gerakan peristaltik regular dimulai di


duodenum. Gerakan peristaltik (kurang lebih 12 kali
per menit di jejunum) menjadi lebih lambat lama
kelamaan, sampai kira-kira 9 kali per menit di ileum
(Heymann & Porth, 2004). Kontras dari gerakan
peristaltik di lambung, gerakan di usus halus selama
pencernaan makanan adalah kontraksi stasioner
dengan sedikit-sedikit bergerak ke usus besar. Setiap
segmen kontraksi hanya berjarak beberapa sentimeter
dan terjadi beberapa detik. Kontraksi dan relaksasi
ritmis di usus halus dikenal dengan sebutan
segmentasi (segmentation).

d. Motilitas di usus besar Gambar 3. Motilitas usus halus (sumber: Vander et al, 2001)

Fungsi utama dari usus besar adalah (1) penyerapan air dan elektrolit dari kime untuk
membentuk feses padat, dan (2) peyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan. Dinding-dinding
kolon tidak memerlukan gerakan yang kuat untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut, sehingga
pergerakan usus besar secara normal berlangsung lambat. Pergerakan usus besar memiliki
karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus, dan dapat dibagi menjadi dua gerakan;
gerakan mencampur (haustra) dan gerakan mendorong (Guyton dan Hall, 2006).

 Gerakan mencampur – haustra


Mula-mula usus besar akan mengalami konstriksi. Sekitar 2,5 cm otot sirkular berkontraksi
untuk menyempitkan lumen bahkan sampai hampir terjadi oklusi/tersumbat. Pada saat
yang bersamaan otot longitudinal berkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang disebut
taenia coli kemudian berkontraksi. Ketika gabungan kedua otot tersebut berkontraksi maka
akan menyebabkan bagian lain yang tidak berkontraksi menjadi menonjol keluar
membentuk seperti kantung yang disebut haustra. Seperti rok panjang yang diikat dibagian
pinggang yang menyempit (Sherwood, 2010). Haustra tidak sekedar kumpulan permanen
yang pasif tetapi secara aktif berganti. Kontraksi haustra ini dipicu oleh ritmisitas otonom
sel-sel otot polos kolon. Setiap haustra biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu
sekitar 30 detik dan kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya (Guyton dan Hall,
2006). Waktu diantara dua kontraksi haustra dapat mencapai 30 menit, sementara kontraksi
segmentasi di usus halus berlangsung dengan frekuensi 9 sampai 12 kali per menit
(Sherwood, 2010). Bahan feses diaduk dan diputar secara lambat di dalam usus besar
sehingga semua bahan feses dapat bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar.
Oleh karena itu cairan dapat diabsorpsi hingga hanya terdapat 80-200 ml feses yang
dikeluarkan setiap hari (Guyton dan Hall, 2006).
 Gerakan mendorong – pergerakan massa
Tiga sampai empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan mencolok
motilitas, saat segmen-segmen besar kolon asendens dan transversum berkontraksi secara
stimultan mendorong tinja sepertiga sampai tiga perempat panjang kolon dalam beberapa
detik (Sherwood, 2010). Kontraksi massif ini dinamakan gerakan massa, gerakan
mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat bahan disimpan sampai terjadi
defekasi. Ketika makanan masuk ke lambung, maka akan terjadi refleks gastrokolon.
Refleks ini dieperantarai oleh gastrin dan saraf otonom ekstrinsik dari lambung ke kolon.
Akhirnya refleks memicu gerakan massa di kolon. Karena itu ketika makanan masuk ke
saluran cerna, terjadi refleks yang memicu perpindahan isi yang sudah ada ke bagian distal
agar makanan yang baru masuk dapat memiliki tempat. Selain gastrokolon terdapat pula
refleks gastroileum. Refleks gastroileum memindahkan isis usus halus ke usus besar,
sementara refleks gastrokolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, dan memicu
keinginan defekasi.

2. Sekresi
Setiap hari, rata-rata 7000 ml cairan
disekresikan ke saluran pencernaan (Tabel
38-1). Sekitar 50 – 200 ml dari cairan
tersebut dikeluarkan tubuh, dan sisanya
direabsorpsi di usus halus dan besar. Sekresi
ini kebanyakan air dan memiliki konsentrasi
sodium dan potassium mirip dengan yang ada di cairan ekstraseluler. Fungsi sekresi dipengaruhi
oleh lokal, humoral, dan neural. Kontrol neural dari aktivitas sekresi gastrointestinal dimediasi
oleh ANS. Aktivitas sekresi ditingkatkan oleh stimulasi parasimpatis dan dihambat oleh aktivitas
simpatis. Pengaruh lokal seperti pH, osmolalitas, kime, secara konsisten bertindak sebagai
stimulus neural dan mekanisme humoral (Heymann & Porth, 2004).

a. Sekresi di mulut

Air liur/saliva disekresikan oleh kelenjar air liur. Terdapat tiga kelenjar ludah utama yang
berkontribusi dalam produksi saliva, yaitu parotid, submandibular, dan sublingual. Namun,
terdapat pula beberapa kelenjar buccal kecil yang ikut berkontribusi pada sekresi keseluruhan.
Saliva memiliki tiga fungsi (Heymann & Porth, 2004). Pertama, adalah fungsi proteksi dan
pelumasan. Saliva kaya akan mucus, yang melindungi mukosa oral dan menyelimuti makanan
ketika melewati mulut, faring, dan esofagus. Kelenjar sublingual dan buccal hanya memproduksi
sekresi tipe mukus. Fungsi kedua dari saliva adalah tindakan pelindung antimikrobanya. Saliva
membersihkan mulut dan mengandung enzim lisozim, yang memiliki aksi antibakteri. Ketiga,
saliva mengandung ptyalin dan amylase, yang menginisiasi pencernaan pati.

b. Sekresi di lambung

Selain terdapat sel pensekresi mukus yang berada pada seluruh permukaan lambung,
mukosa lambung memiliki dua tipe kelenja, yaitu kelenjar oxyntic (atau gatric) dan kelenjar
pilorik. Kelenjar oxyntic yang berlokasi di 80% proksimal lambung (pada body dan fundus),
mensekresi hydrochloric acid (HCl), pepsinogen, faktor intrinsik, dan mukus. Sementara itu,
kelenjar pilorik berada pada 20% distal, atau antrum. Hasil sekresi kelenjar pilorik adalah
kebanyakan mukus, beberapa pepsinogen, dan hormon gastrin. Sel di fundus juga mensekresi
lipase, sebuah enzim yang menghancurkan lemak menjadi asam lemak dan digliserida. Karena
lipase yang diproduksi oleh pankreas jumlahnya banyak, maka hilangnya lipase dari lambung tidak
mengubah pencernaan lemak. Namun tetap saja kontribusi lipase gaster dapat menjadi signifikan
pada bayi baru lahir dan seseorang dengan defisiensi dan inaktivasi lipase pankreas.

c. Sekresi usus halus

Usus halus mensekresi cairan pencernaan dan menerima sekresi dari hati dan pankreas.
Enzim pencernaan dari pankreas seperti amylase, lipase, protease, berkontribusi pada pencernaan
karbohidrat, lemak, dan protein. Garam empedu dari hati memiliki fungsi penting pada absorpsi
hasil lipolitic seperti asam lemak, lysophospholipids, cholesterol, dan vitamin larutan dalam lemak
dari usus. Kelenjar Brunner, yang memproduksi mukus, berkonsentrasi pada tempat dimana isi
perut dan sekresi dari hati dan pankreas memasuki duodenum. Kelenjar tersebut mensekresi
alkaline mukus dalam jumlah besar yang dapat melindungi duodenum dari kandungan asam dari
kime gaster dan dari enzim pencernaan. Selain itu, mukosa usus juga memproduksi dua sekresi
lainnya. Pertama ialah cairan serous (pH 6.5 sampai 7.5) yang disekresi oleh sel spesial (seperti
crypts of Lieberkühn) yang terdapat pada lapisan mukosa usus. Cairan ini, yang diproduksi sekitar
2000 ml/hari, bertindak sebagai kendaraan absorpsi. Tipe kedua sekresi adalah enzim permukaan
yang membantu absorpsi. Enzim tersebut ialah peptidase, atau enzim yang memisahkan asam
amino dan disakarida, atau enzim yang memisahkan gula (Heymann & Porth, 2004).

d. Sekresi usus besar

Usus besar biasanya hanya mensekresi mukus. Meskipun usus biasanya tidak mensekresi
air atau elektrolit, namun zat ini bisa hilang dalam jumlah besar ketika usus sedang iritasi.

3. Pencernaan

Pencernaan adalah proses dimana molekul besar dipecah menjadi lebih kecil. Sementara
itu menuruh Sherwood (2009), pencernaan merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur
kompleks makanan menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh enzim-enzim
yang diproduksi di dalam sistem pencernaan. Molekul-molekul besar seperti karbohidrat, protein,
dan lemak tidak bisa melewati membran plasma. Oleh karena itu, perlu adanya pencernaan
molekul sehingga bagian-bagian kecil dapat diserap oleh sel.
Setelah molekul-molekul tadi dicerna, maka tahap selanjutnya adalah dilakukan
penyerapan. Melalui proses penyerapan, unit-unit kecil makanan bersama dengan air, vitamin, dan
elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe (Sherwood, 2009).
a. Pencernaan karbohidrat di mulut dan lambung

Ketika makanan dikunyah, maka makanan tersebut akan bercampur dengan saliva. Saliva
mengandung enzim pencernaan ptyalin (α-amilase) yang disekresi paling utama oleh kelenjar
parotid. Enzim ini menghidrolis pati menjadi disakarida maltose, atau lactose, maupun sukrosa.
Meskipun begitu makanan tidak berada lama di mulut, sehingga kemungkinan hanya 5% dari pati
yang terhidrolisis sampai makanan ditelan. Setelah itu, pencernaan pati dilanjutkan kembali di
fundus atau badan lambung. Keadaan ini terjadi sampai kira-kira 30 – 40% pati terhidrolisis
menjadi maltose. Kemudian, satu jam setelahnya makanan sudah tercampur dengan sekresi
lambung. Akibatnya aktivitas amylase saliva diblokir oleh asam lambung, karena amylase tidak
aktif ketika pH jatuh dibawah 4

b. Pencernaan karbohidrat di usus halus

Pencernaan di usus halus dilakukan oleh dua enzim. Pertama enzim yang dihasilkan oleh
pankreas, yaitu amylase. Sekresi pankreas, seperti saliva, mengandung α-amilase dalam jumlah
banyak dan fungsinya hampir serupa dengan α-amilase pada saliva, tetapi efeknya lebih kuat. Oleh
karena itu, dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah pengosongan kime dari perut ke duodenum
dan tercampur dengan enzim pankreas, semua karbohidrat telah tercerna (Guyton & Hall, 2006).
Kedua, hidrolisis disakarida dan polimer glukosa kecil menjadi monosakarida oleh enzim
epitel usus. Vili dari usus halus terdiri dari empat enzim, yaitu lactase, sukrase, maltase, dan α-
dextrinase (Guyton & Hall, 2006). Sukrosa dipecah oleh enzim sukrase menjadi glukosa dan
fruktosa, laktosa dikonversi oleh enzim laktase menjadi glukosa dan galaktosa, serta maltose
maupun polimer glukosa kecil dikonversi oleh enzim maltase menjadi dua molekul glukosa
(Haymann & Porth, 2004).

Gambar 4. Pencernaan Karbohidrat (sumber: Guyton & Hall, 2006)


c. Pencernaan protein di lambung

Pespin adalah enzim yang dikeluarkan oleh lambung. Pepsin aktif pada pH 2.0 sampai 3.0
dan inaktif pada pH diatas 5.0 (Guyton & Hall, 2006). Akibatnya, supaya enzim tersebut dapat
bekerja mencerna protein, cairan lambung harus bersifat asam. Untuk mencapai hal tersebut,
kelenjar gaster mensekresi asam hidroklorik (HCl) dalam jumlah besar. HCl ini disekresi oleh sel
parietal (oxyntic) dengan nilai pH 0.8. Tetapi seiring waktu HCl bercampur dengan isi perut serta
sekresi dari kelenjar sel nonoxyntic, pH kemudian menjadi sekitar 2.0 sampai 3.0.
Salah satu fungsi penting pepsin adalah kemampuan untuk mencerna protein collagen,
sebuah protein tipe albumin yang kurang dapat dicerna oleh enzim lainnya. Kolagen adalah
pembentuk utama jaringan ikat selular pada daging. Oleh karena itu, ketika enzim pencernaan
ingin mencerna daging dan protein daging lainnya, maka hal pertama yang harus dicerna adalah
serat kolagen. Akibatnya bagi orang yang kekurangan pepsin di dalam cairan lambung, daging
yang dikonsumsi kurang dapat dicerna oleh enzim lainnya, dan kemungkinan rendah tercerna.
Pepsin dapat mengkonversi protein menjadi proteose, peptone, dan sedikit polipeptida. Pemisahan
protein terjadi dari hasil hidrolisis pada ikatan peptide diantara asam amino.

d. Pencernaan protein pada usus halus

Pencernaan protein terjadi pada bagian atas usus halus, yaitu pada duodenum dan jejunum,
dibawah pengaruh dua enzim. Enzim pertama adalah enzim proteolitik dari sekresi pankreas, dan
yang kedua enzim peptidase dari enterosit yang melapisi vili usus halus.
Ketika makanan masuk ke usus halus dari perut, produk pemecahan protein sebagian,
dipecah oleh enzim proteolitik pankreas, seperti tripsin, kimotripsin, karboksipolipeptidase, dan
proelatase. Tripsin dan kimotripsin keduanya memecah protein molekul menjadi polipeptida kecil,
karboksipolipeptidase kemudian memecah asam amino dari ujung rantai polipeptida. Proelastase
pada gilirannya terkonversi menjadi elastase, yang kemudian mencerna serat elastin. Hanya
sebagian kecil presentase protein yang tercerna menjadi asam amino oleh cairan pankreas.
Kebanyakan tetap sebagai dipeptide dan tripeptida.
Tahap terakhir pencernaan protein pada lumen usus halus oleh enterosit yang melapisi vili
usus halus, terutama di duodenum dan jejunum. Sel-sel enterosit tersebut memiliki lapisan terluar
seperti sikat, yang dibentuk oleh ratusan microvilli. Pada membrane setiap microvilli terdapat
beberapa peptidase yang menonjol mencapai membrane eksterior dan berkontak langsung dengan
cairan usus. Dua tipe enzim peptidase adalah aminopolipeptidase dan beberapa dipeptidase.
Keduanya memecah polipeptida panjang menjadi tripeptida dan dipeptide dan beberapa asam
amino. Asam amino, dipeptide, maupun tripeptida secara mudah bertransportasi melewati
membrane microvilli ke interior enterosit. Dalam beberapa menit, semua tripeptida dan dipeptide
tercerna menjadi bentuk final yaitu asam amino seutuhnya. Kemudian berjalan ke sisi sebelah
enterosit kemudian ke darah.
Lebih dari 99% dari produk akhir pencernaan protein yang diabsorpsi adalah asam amino,
dengan hanya sedikit peptide, dan sangat sangat sedikit absorpsi molekul protein utuh.

Gambar 4. Pencernaan Protein (sumber: Guyton & Hall, 2006)

e. Pencernaan lemak di lambung

Lemak atau disebut juga sebagai trigliserida dalam jumlah sedikit dicerna di perut oleh
lipase yang disekresikan oleh kelenjar lingual di mulut dan tertelan bersama saliva. Jumlah
pencernaan ini adalah kurang dari 10% dan biasanya kurang penting/berpengaruh. Secara esensial
pencernaan lemak berlangsung di usus halus.

f. Pencernaan lemak di usus halus

Tahap pertama dalam pencernaan lemak adalah memecah tetesan lemak menjadi ukuran
yang sangat kecil sehingga enzim pencernaan yang larut dalam air dapat bekerja. Proses ini disebut
sebagai emulsifikasi lemak dan itu dimulai dengan agitasi di lambung untuk mencampur lemak
dengan hasil pencernaan lemak.
Emulsifikasi kebanyakan terjadi pada duodenum dibawah pengaruh empedu, sekresi dari
hati yang tidak mengandung enzim pencernaan. Meskipun begitu, empedu berisi garam empedu
dalam jumlah besar sama seperi lecithin fosfolipid. Keduanya, terutama lecithin, berperan sangat
penting untuk mengemulsi lemak. Bagian polar (titik dimana ionisasi terjadi dalam air) dari garam-
garam empedu dan molekul lesithin sangat larut dalam air, sedangkan sebagian besar bagian sisa
molekul mereka sangat larut dalam lemak. Bagian yang larut dalam lemak menghilang pada
permukaan tetesan/globula lemak dengan bagian polar terproyeksi. Ketika bagian polar
terproyeksi, pada gilirannya akan larut dalam lingkungan berair. Hal ini mengurangi tegangan
antar permukaan lemak dan membuatnya larut juga. Ketika tegangan antar permukaan lemak
rendah, maka lemak dapat lebih mudah dipecah menjadi beberapa partikel. Untuk itu, fungsi utama
dari garam empedu dan lecithin adalah untuk membuat lemak siap terfragmentasi oleh air di usus
halus.
Lipase enzim adalah komponen larut air dan hanya mampu menyerang lemak pada bagian
permukaan saja. Oleh karena itu, dapat dimengerti mengapa garam empedu dan lecithin sangat
berperan penting untuk mencerna lemak. Sejauh ini, enzim yang berperan penting untuk mencerna
trigleserida adalah lipase pankreas. Hadir dalam jumlah yang sangat besar pada getah pankreas,
cukup untuk mencerna semua trigleserida yang terjangkau dalam satu menit (Guyton & Hall,
2006). Tambahan, enterosit pada usus halus mengandung lipase, dikenal sebagai lipase enteric,
namun biasanya lipase ini tidak dibutuhkan.
Lipase pankreas memecah trigleserida menjadi asam lemak bebas dan 2-monogliserida).

Gambar 4. Pencernaan Lemak (sumber: Guyton & Hall, 2006)

g. Pencernaan kolesterol dan fosfolipid

Kolesterol esters adalah kombinasi dari kolesterol bebas dan satu molekul asam lemak. Fosfolipid
juga mengandung asam lemak dalam molekulnya. Kolesterol ester dan fosfolipid, keduanya
terhidrolisasi oleh dua lipase lainnya pada sekresi pankreas. Kolesterol ester hydrolase untuk
menghidrolisis kolesterol ester dan fosfolipase A2 untuk menghidrolisis fosfolipid.

4. Penyerapan/Absorpsi
a. Penyerapan di mulut dan lambung

Tidak terjadi penyerapan makanan/nutrien di mulut maupun lambung (Sherwood, 2009). Namun
sebagian obat dapat diserap oleh mukosa oral, lambung, maupun usus. Contoh nitrogliserin, obat
vasodilator, dapat diserap dimulut.

b. Penyerapan di usus halus

Penyerapan di usus halus setiap hari mengandung beberapa ratus gram karbohidrat, 100 atau lebih
gram lemak, 50 sampai 100 gram asam amino, 50 sampai 100 gram ion, 7 sampai 8 liter air
(Guyton & Hall, 2006).

 Penyerapan air (isosmotik). Air pindah melalui membrane usus secara difusi. Ketika
kime sudah cukup encer, air diserap melalui mukosa usus ke darah hampir selalu
dengan prinsip osmosis.
 Penyerapan ion (transport aktif sodium). 30 gram sodium disekresikan setiap hari di
sekresi pencernaan. Sementara itu rata-rata orang mengkonsumsi 5 sampai 8 gram
sodium setiap hari. Untuk mencegah hilangnya sodium ke feces, usus harus menyerap
25 sampai 35 gram sodium setiap hari.
 Penyerapan ion klorida di duodenum dan jejunum secara difusi.
 Penyerapan karbohidrat dengan bentuk monosakarida utama terjadi pada duodenum
dan jejunum. Pasangan Na+ aktif transporter memindahkan glukosa dan galaktosa
melewati sel epital pada permukaan apikal. Frukotsa ditransportasikan oleh Na+ bebas
sebagian.
 Kebanyakan protein setelah tercerna diserap melalui membrane sel epitel dalam
bentuk dipeptide, tripeptida, dan asam amino. Tidak kurang dari 5 tipe transport
protein untuk memindahkan asam amino dan peptida ditemukan di membrane sel
epitel.
 Lemak yang telah dicerna (asam lemak dan gliserol) diserap masuk ke membrane sel
epitel. Setelah itu asam lemak dan monogliserida diambil oleh reticulum endoplasma.
Disana mereka digunakan untuk membenruk trigliserida.

c. Penyerapan di usus besar


Sekitar 1500 mililiter kime secara normal jalan melewati ileus menuju usus besar setiap
hari. Kebanyakan air dan elektrolit pada kime diserap di kolon, dan biasanya menyisakan kurang
dari 100 mililiters cairan untuk dikeluarkan bersama feses. Selain itu, semua ion diserap,
menyisakan hanya 1 sampai 5 miliquivalen sodium dan klorida ion yng dikeluarkan bersama feses.
Penyerapan di usus besar kebanyakan terjadi di 1 ½ kolon proksimal, yang akhirnya menjadikan
kolon ini disebut sebagai kolon penyerapan. Sementara itu, fungsi kolon distal untuk menyimpan
feses sampai akhirnya dikeluarkan, oleh karena itu bagian kolon ini disebut kolon penyimpanan.
Mukosa dari usus besar memiliki kapabilitas tinggi untuk melakukan penyerapan aktif
untuk sodium dan gradient potensial elektrik menyebabkan klorida juga terserap. Sambungan yang
diantara sel epitel usus besar lebih ketat daripada yang ada di usus halus. Hal ini mencegah
terjadinya difusi kembali ion-ion keluar.
Ditambah lagi, mukosa usus besar mensekresi ion bikarbonat yang secara stimultan
menyerap klorida dalam jumlah seimbang. Bikarbonat membantu menetralisir produk asam dari
bakteri di usus besar. Absorpsi sodium dan klorida menyebabkan gradient osmosis melewati
mukosa usus besar, yang pada gilirannya menyerap air.

Referensi:
Carroll, Robert G. (2007). Elsevier’s Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby Elsevier.
Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. (2006). Textbook of Medical Physiology. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
Heymann, Georgianne H., & Carol M. Porth. (2004). Pathophysiology: Concepts of Altered Helath
States. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sherwood, Lauralee. (2009). Human Physiology: From Cells to System 6th Edition (Terj. oleh
dr. Brahm U). Jakarta: EGC.
Porth, Carol Mattson dan Glenn Matfin. (2009). Pathophysiology: Concepts of Altered Health
States 8th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Vender dkk. (2001). Human Physiology: The Mechanism of Body Function, Eighth Edition. New
York: The McGraw−Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai