Anda di halaman 1dari 16

Sindroma Cushing pada Pasien dengan Penggunaan Kortikosteroid Jangka

Panjang

Kelvin thenedy 102016023 Muhamad fikri 102016166 Francisca angelia 102013436 Novita
anggraeni 102015105 Magdalena enna lauretha 102016075 Verani agusthiyanti 102016139
Chrysilla dita 102016202
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Nama sindrom Cushing diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini ditandai dengan obesitas badan
(truncal obesity), hipertensi, mudah lelah, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu,
edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Gejala klinis yang timbul pada
pasien disertai dengan hasil pemeriksaan fisik serta penunjang dapat mengarah ke suatu
kesimpulan diagnosis penyakit. Hal ini harus didasarkan pada etiologi serta mekanisme
patofisiologi penyakit tersebut, sehingga selanjutnya dapat ditentukan penatalaksanaan yang
paling tepat untuk pasien dalam kasus.

Kata kunci : sindrom cushing, hipertensi, edema

Abstact

The name Cushing’s syndrome is taken from Harvey Cushing, a surgeon who first identified this
disease in 1912. Th disease is characterized by body obesity (truncal obesity), hypertension,
fatigue, amenorrhea, hirsutism, purple abdominal strie, edema, glucosuria, osteoporosis, and
pituitary basophilic tumors. Clinical symptoms that arise in patients accompanied by the results
of physical examination and support can lead to a conculusion diagnosis of the disease. This
must be based on the etiology and phathophysiology mechanism of the disease, so that further
management can be most appropriate for patients in the case.

Key words : Cushing’s syndrome, hypertension, edema.

1
Pendahuluan

Kelenjar adrenal adalah kelenjar yang penting untuk kelangsungan hidup. Tanpa
adanya hormon kortisol dan aldosteron yang dihasilkan korteks adrenal, proses metabolik tubuh
tidak bisa memberi respons yang adekuat terhadap stresor fisik atau emosional walaupun yang
minimal, misalnya perubahan suhu tubuh, gerakan tubuh, dan peningkatan emosional ringan.
Stresor yang lebih berat bisa mengakibatkan syok dan kematian, misalnya infeksi berat,
pembedahan, dan kecemasan berat. Medula adrenal mengeluarkan hormon yang juga
dikeluarkan oleh sistem saraf simpatis, yaitu katekolamin. Kadar glukokortikoid yang terlalu
banyak akan mengakibatkan sekumpulan tanda dan gejala yang disebut sindrom Cushing.
Sindrom Cushing belum dikenal banyak orang. Sindrom ini dapat diderita baik pria
maupun wanita, umumnya pada usia dewasa.Sindrom Cushing merupakan kumpulan gejala -
gejala yang disebabkan oleh hiperfungsi dari kelenjar anak ginjal dalam tubuh kita. Kelenjar
anak ginjal terletak di atas ginjal manusia dan berfungsi mengolah bahan dasar kolesterol
menjadi berbagai hormon dalam tubuh, seperti aldosteron, kortisol dan testosterone. Hormon-
hormon ini mempunyai fungsi untuk mengatur kadar ion tubuh seperti natrium dan kalium;
tekanan darah; pembentukan dan pemecahan protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat dalam
tubuh; mengurangi peradangan; mengurangi stress psikis; meregulasi ciri seksual sekunder pada
pria dan menyebabkan peningkatan kadar testosterone pada wanita.Produksi hormon ini diatur
secara simultan oleh kelenjar hipofisis yang terletak di otak manusia, sehingga jumlah produksi
hormone disesuaikan dengan kebutuhan tiap individu.1

Anamnesis
Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa auto anamnesis karena
pasien yang dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita.
Perlu ditanyakan mengenai:
1. Identitas pasien
Menanyakan kepada pasien:
Nama lengkap, umur,tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, pekerjaan,suku
bangsa.
2. Keluhan utama

2
Keluhan utama pasien yaitu sejak 2 bulan yang lalu sering lemas dan pada malam hari sering
terbangun untuk buang air kecil.
3. Riwayat penyakit sekarang:
- Menanyakan adakah gejala penyerta
4. Riwayat penyakit keluarga:
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang
dialami oleh pasien?
- Apakah di keluarga ada yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe 2? Ada riwayat
keluarga pasien diabetes mellitus tipe 2.
5. Riwayat penyakit dahulu:
- Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya? Cari tahu
riwayat penyakit dahulu dari kondisi medis apapun yang signifikan.
- Menanyakan pernahkah mengalami masalah penyakit asma? Dikatakan memiliki riwayat
asma sejak kecil.
6. Riwayat sosial:
- Menanyakan kepada pasien apakah penyakitnya mengganggu/sangat mengganggu/tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
- Menanyakan riwayat alkohol dan merokok pada pasien.
7. Riwayat pengobatan/obat:
- Menanyakan apakah ada riwayat penggunaan kortikosteroid berkepanjangan? Pasien
menggunakan obat prednison.1

Pemeriksaan Fisik

Pada kasus, inspeksi dapat dilihat bahwa pasien mempunyai fisik yang gemuk dan
pendek dengan wajah berbentuk moon face. Keadaan umum pasien baik dan kesadarannya juga
baik.

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan memeriksa tanda-tanda vital.
Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan darah. Pada kasus, tekanan darah

3
tersebut adalah 140/80 mmHg dengan suhu tubuh 36.5oC , frekuensi nadi 80x/menit dan
frekuensi pernapasan 20x/menit

Selain tanda vital, pemeriksaan antropometri juga dapat menjadi salah satu acuan dalam
menegakkan diagnosis. Tinggi badan pasien adalah 150 cm dan berat badan pasien adalah 80 kg
maka indeks massa tubuh pasien adalah 35,55 yang berada di atas batas ideal. Lingkar perut
pasien yaitu 110 cm lebih besar daripada lingkar pinggangnya yaitu 85 cm, waist hip ratio >1.1
maka pasien mempunyai obesitas central.

Pemeriksaan gula darah. Kadar gula darah normal berada pada angka antara 70-110
mg/dl setelah berpuasa selama 8 jam dan 2 jam setelah makan, kadar gula darah seharusnya di
bawah 200 mg/dl. Pada kasus, gula darah puasa pasien adalah 130 mg/.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Darah lengkap. Pada pemeriksaan darah lengkap, biasanya didapati hiperglikemia, kurva
GTT menyerupai DM, hipokalemia, hipernatremia, hipofosfatemia, hiperkloremik asidosis dan
jumlah eosinofil dan limfosit menurun.2

Urin. Pada pemeriksaan urin, didapati glukosuria, kadar 17-OH kortikosteroid meningkat,
dan kadar 17 ketosteroid meningkat.2

Tes Skrining Kadar Kortisol

Pada kasus sulit (misal pada pasien obes), digunakan tes skrining dengan pengukuran
kortisol bebas urin 24 jam. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari 275 nmol/dl
(100µg/dl) adalah sugestif sindrom Cushing.2

Tes Supresi Deksametason Tengah Malam

Pemeriksaan 1-mg overnight dexamethasone suppression test (1-mg DST) dapat


membedakan pasien sindrom Cushing atau bukan. Pemberian dexamethasone 1 mg antara pukul
23.00 dan 24.00, lalu diikuti pemeriksaan kortisol puasa antara pukul 08.00 sampai pukul 09.00
di hari berikutnya. Jika sudah cukup bukti adanya sindrom Cushing dari klinis dan laboratorium,
maka langkah selanjutnya adalah mencari penyebab kelebihan hormone kortisol tersebut.10

4
CT Scan

Untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi komputer (CT Scan) abdomen. CT
Scan bernilai untuk menentukan lokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia
bilateral. CT scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah
dengan penurunan atau peningkatan densitas yang konsisten dengan mikroadenoma pada sekitar
30% dari penderita-penderita ini. CT scan kelenjar adrenal biasanya menunjukkan pembesaran
adrenal pada pasien dengan sindrom Cushing dependen ACTH dan massa adrenal pada pasien
dengan adenoma atau karsinoma adrenal.2

MRI

Untuk semua pasien yang mengalami hipersekresi ACTH hipofisis, menggunakan


kontras gadolinium. Bisa ditemukan mikroadenoma kecil.2

Hormon Adrenokortikal

Kelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Setiap kelenjar terdiri dari dua
bagian yang berbeda, yaitu korteks dan medula, dengan korteks sebagai bagian terbesar. Medula
adrenal mensekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin yang berkaitan dengan sistem saraf
simpatis, sedangkan korteks adrenal mensekresikan hormon kortikosteroid. Korteks adrenal
mempunyai 3 zona:4

1. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh


konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.
2. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol,
kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh
sumbu hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).
3. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh
ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi oleh
hipofisis.

5
Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua jenis
yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol sebagai
glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (mineral) cairan
ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid meningkatkan glukosa darah,
serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat.4

Hormon Glukokortikoid

Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari
sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas
glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.4

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1) perangsangan


glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari
jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan
menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3) peningkatan kadar glukosa
darah dan “Diabetes Adrenal” dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.4

Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan


protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan kadar
asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan
peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek
kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk
memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan
enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.4

Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam
lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga
menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan karena
penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah
“moon face”, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai
pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada
mobilisasi dan oksidasinya.4

6
Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi stres
dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar tinggi,
dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak, menekan sistem
imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam terutama karena kortisol
mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol juga dapat mengurangi dan
mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi
jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan produksi eritrosit, walaupun
mekanismenya yang belum jelas.4

Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1) hormon


masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam
sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna urutan DNA pengatur
spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan
transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak
gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai pengaruh
fisiologis.4

Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis. ACTH
ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH
(Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini mengaktifkan sel
adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat
(cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH
dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan hipotalamus agar sekresi CRF,
ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal.4

Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan retensi
Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Hal ini
disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli; selain itu kortisol juga
dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal.4

Working Diagnosis

7
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan kortisol plasma berlebihan
dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis
hipotalamus-hipofisisadrenal (spontan). Nama sindrom Cushing diambil dari Harvey Cushing,
seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912.
Penyakit ini ditandai dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah lelah, amenorea,
hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik
hipofisis.2
Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20 hingga 50 tahun.
Orang yang menderita obesitas dan DM-tipe 2, disertai dengan hipertensi dan gula darah yang
tidak terkontrol, akan meningkatkan risiko terserang penyakit ini.2

Pada skenario ini didapati seorang laki – laki berusia 40 tahun yang mengeluh sering
lemas dan pada malam hari terbagun 3 – 4 kali untuk BAK. Pasien memiliki bentuk badan
endomorf dan pada pemeriksaan digolongkan pada obesitas tipe II, terdapat adanya moon face,
tekanan darah yang tinggi dan adanya peningkatan gula darah puasa dengan kadar natrium yang
normal. Pasien juga memiliki riwayat asma dan mengonsumsi prednison per tablet untuk terapi
lanjutan. Dari pemeriksaan awal inilah, pasien didiagnosis memiliki faktor resiko tinggi terkena
Sindrom Cushing.

Untuk diagnosis yang lebih pasti, dapat dilakukan dengan mengukur kadar kortisol di dalam
darah dan urin. Normalnya, kadar kortisol di dalam darah tinggi pada pagi hari dan rendah pada
malam hari. Sedangkan pada penderita sindrom Cushing memiliki kadar kortisol yang tinggi
sepanjang hari. Jika kadar kortisol tinggi, dapat dilakukan tes penekanan dengan deksametason.
Deksametason akan menekan kelenjar hipofise (pituitary) sehingga menyebabkan penekanan
pada kelenjar adrenal dalam memproduksi kortisol. Jika sindroma Cushing disebabkan oleh
rangsangan kelenjar hipofise yang berlebihan, maka akan terjadi penurunan kadar kortisol.
Untuk memastikan adanya perangsangan yang berlebihan dari kelenjar hipofise, dapat dilakukan
pengukuran kadar ACTH (adrenocorticotropic hormone). Tetapi jika sindroma Cushing
disebabkan oleh penyakit lain, kadar kortisol akan tetap tinggi pada tes penekanan dengan

8
deksametason. Pemeriksaan radiologi seperti CT scan atau MRI, dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya abnormalitas pada kelenjar hipofise atau kelenjar adrenal, misalnya tumor.

Differential Diagnosis
1. Diabetes Mellitus tipe II
Diabetes mellitus adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ
pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari
kedua hal tersebut.5

Diabetes mellitus dibagi menjadi dua , yaitu:5

1. Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya
produksi insulin oleh pankreas.

2. Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan
insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif.

Gejala klasik diabetes antara lain poliuria (sering berkemih), polidipsia (sering haus),
polifagia (sering lapar), dan berat badan turun. Gejala lain yang biasanya ditemukan pada saat
diagnosis antara lain: adanya riwayat penglihatan kabur, gatal-gatal, neuropati perifer, infeksi
vagina berulang, dan kelelahan. Meskipun demikian, banyak orang tidak mengalami gejala
apapun pada beberapa tahun pertama dan baru terdiagnosis pada pemeriksaan rutin.Pasien
dengan diabetes melitus tipe 2 jarang datang dalam keadaan koma hiperosmolar nonketotik
(yaitu kondisi kadar glukosa darah sangat tinggi yang berhubungan dengan menurunnya
kesadaran dan tekanan darah rendah).5

Pada penderita diabetes melitus tipe 2, kelelahan yang luar biasa merupakan gejala yang
paling awal dirasakan. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun tidak melakukan
aktifitas yang tidak terlalu berat. Penurunan berat badan secara drastis. Kelebihan lemak dalam
tubuh akan menyebabkan resistensi tubuh terhadap insulin meningkat. Pada orang yang telah
menderita diabetes, walaupun ia makan makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi
gemuk dan malah mengurus hal ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup energi
untuk tumbuh. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan menarik cairan dalam sel keluar, hal ini

9
akan menyebabkan sel menjadi keriput. Keadaan ini juga terjadi pada lensa mata, sehingga lensa
menjadi rusak dan penderita akan mengalami gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan ini
akan membaik bila diabetes melitus berhasil ditangani dengan baik. Bila tidak tertangani,
gangguan penglihatan ini akan dapat memburuk dan menyebabkan kebutaan.5

Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh. Keadaan ini bisa terjadi karena kuman
tumbuh subur akibat dari tingginya kadar gula dalam darah. Selain itu, jamur juga sangat
menikmati tumbuh pada darah yang tinggi kadar glukosanya.5

2. Cushing’s Disease

Penyakit Cushing adalah kondisi dimana hipofisis mensekresi ACTH terlalu banyak.
Penyakit ini merupakan salah satu penyebab Sindrom Cushing. Penyakit Cushing disebabkan
oleh tumor atau hiperplasia dari hipofisis. Keadaan terlalu banyaknya ACTH bisa mengakibatkan
meningkatnya produksi dan pengeluaran kortisol, suatu hormon stress. Biasanya kortisol
dikeluarkan pada saat seseorang mengalami keadaan yang stress, hormon ini mengatur
penggunaan karbohidrat, lemak, dan protein tubuh serta menolong penurunan imun sehingga
reaksi radang tidak terlalu parah.6

Gejala yang diberikan adalah obesitas badan, dengan tangan dan kaki yang kurus, muka
bulan, dan terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Perubahan kulit ditandai dengan jerawat
dan infeksi kulit, striae ungu, dan kulit yang tipis dan mudah robek. Kelemahan dan penipisan
tulang juga bisa terjadi. Pada pria ini juga berdampak pada penurunan libido dan impotensi.6

Secara umum, langkah pertama dalam menentukan diagnosis adalah memastikan keadaan
kortisol yang berlebihan dalam darah (sindrom Cushing). Hal ini dilakukan dengan tes hormon.
Setelah diagnosis didirikan, diperlukan pemeriksaan MRI untuk menetukan apakah terdapat
tumor hipofisis. Pada penyakit Cushing, biasanya ditemukan tumor yang sangat kecil
(microadenoma). Jika tidak terdapat tumor, maka nilai inferior petrosal sinus sampling (IPSS)
akan rendah. Dalam beberapa kasus, MRI gagal untuk mengidentifikasi kelainan dengan
demikian dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan IPSS. IPSS harus dilakukan oleh
neuroradiologist yang berpengalaman karena memiliki resiko, dan jika dilakukan tidak tepat,
dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Jika tingkat ACTH pada IPSS sama dengan vena di
10
bawah jantung, maka dapat menunjukan adanya tumor di bagian tubuh yang lain (tumor ektopik)
yang memproduksi ACTH. Pada penyakit Cushing, tingkat ACTH dalam IPSS jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan vena di bawah jantung.6

Untuk penatalaksanaan, yang perlu dilakukan adalah operasi untuk menghilangkan tumor
hipofisis bila memungkinkan. Setelah operasi, hipofisis akan perlahan-lahan kembali ke arah
normal. Selama proses ini mungkin diperlukan penambahan kortisol sementara. Selain
pembedahan, radiasi hipofisis juga mungkin digunakan. Bila kedua cara diatas gagal, maka
pemberian obat yang membuat tubuh berhenti mengeluarkan kortisol juga bisa diberikan. Bila
gagal juga, adrenelektomi adalah jalan lain untuk mengurangi sekresi kortisol. Prognosis bila
tidak diobati adalah buruk, operasi bisa mengobati, tetapi tumor mungkin saja tumbuh kembali.6

Etiologi

Sindrom Cushing disebabkan karena kortikosteroid yang berlebih dan penyebab paling
sering dari sindrom ini adalah pengobatan jangka lama dengan dosis kortikosteroid oral yang
relative besar. Sebagian besar analog sintesis kortison menimbulkan efek samping serupa namun
lebih tidak meningkatkan retensi natrium. Penyebab lain dari kelainan ini adalah hyperplasia
basofil atau adenoma kelenjar hipofisis dengan produksi kortikotropin yang berlebih (60%) yang
menyebabkan hyperplasia adrenal bilateral, tumor primer adrenal baik adenoma (20%) maupun
karsinoma (10%), sekunder akibat kanker pada tempat lain umumnya berupa kanker paru oat cell
yang menyebabkan sindrom ACTH ektopik.3

Epidemiologi
Sindrom Cushing relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20 tahun hingga 50
tahun. Orang yang menderita obesitas dan DM tipe 2, disertai dengan hipertensi dan gula darah
yang tidak terkontrol, akan meningkatkan resiko terserang sindrom ini. Sebagian besar kasus
sindrom Cushing disebabkan iatrogenik pemberian glukokortikoid eksogen, sedangkan kejadian
tahunan sindrom Cushing endogen telah diperkirakan sebesar 13 kasus per juta individu. Dari
kasus – kasus lain, sekitar 70% disebabkan hiperplasia adrenal bilateral oleh hipersekresi ACTH
hipofisis atau produksi ACTH oleh tumor non endokrin (pituitary ACTH-producing tumor), 15%
karena ACTH ektopik, dan 15% karena tumor adrenal primer. Insiden hiperplasia hipofisis
adrenal tiga kali lebih besar pada wanita dari pada laki – laki, kebanyakan muncul pada usia

11
dekade ketiga atau keempat. Insiden puncak dari sindrom Cushing, baik yang disebabkan oleh
adenoma adrenal maupun hipofisis terjadi sekitar 25 – 40 tahun. Pada ACTH ektopik, insiden
lebih sering pada laki – laki dibanding wanita.2

Gejala Klinis

Gejala Sindrom Cushing adalah depresi, mudah lelah, berat badan naik, nyeri pada
punggung, perubahan nafsu makan, penurunan konsentrasi, penurunan libido, penurunan daya
ingat terutama jangka pendek, insomnia, pertumbuhan yang terhambat dengan tanda-tanda
seperti mudah memar, kelemahan otot proksimal, striae, wajah tampak bulat atau disebut dengan
moon face, obesitas, kulit tipis, tubuh pendek, dan gangguan penyembuhan luka. Gejala penyerta
Sindrom Cushing adalah hipertensi, osteoporosis vertebral, diabetes tipe 2, hipokalemia, batu
ginjal, dan massa pada adrenal.7

Patofisiologi

Sindrom Cushing mengacu terhadap kelebihan kortisol berdasarkan etiologi apapun, baik
kelebihan kadar pemberian glukokortikoid eksogen ataupun overproduksi kortisol endogen.
Overproduksi glukokortikoid endogen atau hiperkortisolisme yang independen ACTH biasanya
disebabkan oleh neoplasma yang mensekresi kortisol dalam korteks kelenjar adrenal (neoplasma
adrenocortical primer). Biasanya merupakan sebuah adenoma dan jarang karsinoma.8

Adenoma ini menyebabkan kadar kortisol dalam darah sangat tinggi, terjadinya umpan
balik negatif terhadap hipofisis dari tingkat kortisol yang tinggi akan menyebabkan tingkat
ACTH sangat rendah.8

Pada kasus lain dengan dependen ACTH, sindrom Cushing hanya merujuk kepada
hiperkortisolisme sekunder akibat produksi berlebihan ACTH dari corticotrophic pituitary
adenoma. Hal ini menyebabkan kadar ACTH dalam darah meningkat bersamaan dengan kortisol
dari kelenjar adrenal. Kadar ACTH tetap tinggi karena tumor menyebabkan hipofisis menjadi
tidak responsif terhadap umpan balik negatif dari kadar kortisol yang tinggi. ACTH juga dapat
disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan neoplasma yang memiliki kapasitas untuk
menyintesis dan melepaskan peptida mirip ACTH baik secara kimia maupun fisiologik. ACTH
berlebihan yang dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan rangsangan yang berlebihan

12
terhadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH
hipofisis. Jadi, kadar ACTH yang tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma dan bukan
dari kelenjar hipofisisnya.8

Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma –


neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan – jaringan yang berasal dari lapisan
neuroektodermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel oat paru, karsinoid bronkus,
timoma dan tumor sel – sel pulau di pankreas, merupakan contoh – contoh yang paling sering
ditemukan. Beberapa tumor ini mampu menyekresi CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH
ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis, yang menyebabkan terjadinya sekresi kortisol
secara berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis sindrom Cushing yang disebabkan oleh sekresi
ACTH yang berlebihan atau ektopik seringkali disertai hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini
disebabkan oleh sekresi peptida yang berhubungan dengan ACTH dan kerusakan bagian –
bagian ACTH yang memiliki aktifitas melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit dan selaput
lendir.8

Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa bergantung pada kontrol ACTH seperti
pada tumor atau hiperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya untuk
menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang
akhirnya menjadi sindrom Cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma
korteks adrenal dapat menyebabkan sindrom Cushing berat, namun biasanya berkembang secara
lambat, dan gejala dapat timbul bertahun – tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Sebaliknya,
karsinoma adenokortikal berkembang secara cepat dan menyebabkan metastasis serta kematian.8

Komplikasi
Sindrom Cushing apabila tidak mendapatkan tata laksana yang baik akan memberikan
komplikasi serius, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pasien mungkin menderita dari salah
satu komplikasi hipertensi atau diabetes. Kerentanan terhadap infeksi meningkat. Kompresi
patah tulang belakang, osteoporosis dan nekrosis aseptik kepala femoral dapat menyebabkan
kecacatan. Setelah adrenalektomi bilateral, seorang dengan adenoma hipofisis dapat
memperbesar progresifitas, menyebabkan kerusakan lokal (misalnya, penurunan bidang visual)
dan hiperpigmentasi, komplikasi ini dikenal sebagai sindrom Nelson. Salah satu komplikasi dari

13
Sindrom Cushing adalah menurunnya beberapa aspek kemampuan kognitif seperti daya ingat,
atensi, dan kemampuan verbal yang disebut dengan steroid dementia syndrome. Komplikasi ini
akibat gangguan fisiologi dan struktural otak, yaitu penurunan volume kortikal dan
hippocampus.6

Penatalaksanaan

Setelah diketahui penyebab persisnya maka pengelolaan disesuaikan degan penyakit


dasarnya dan lokasi organ yang terlibat. Pilihan terapi diantaranya adalah operasi, radioterapi,
atau medikamentosa. Pilihan tertentu bisa saja efektif untuk pasien tertentu tetapi bisa jadi sangat
terbatas untuk pasien lain karena efek sampingnya. Untuk penyakit Cushing pilihan pertama
adalah operasi transfenoid, lalu dilanjutkan dengan radioterapi dan medikamentosa jika
diperlukan. Untuk adrenal Cushing pilihan terapi adalah operasi, sesuai dengan lesi yang
ditemukan dan selalu didahului dengan pemberian anti steroidogenesis (ketokonazol,
mifepristone, mitotan, metirapon). Untuk adrenalektomi bilateral maka biasanya diperlukan
substitusi hormonal glukokortikoid dan mineralokortikoid terus – menerus pasca operasi. Saat ini
sedang berkembang adrenalektoi per laparoskopi dengan teknik minimal invasive.10

Setelah sindrom Cushing terdiagnosis, sambil menunggu konfirmasi penyakit dasarnya,


maka sebaiknya diberikan anti steroidogenesis (ketokonazol, mifepristone, mitotan, metirapone)
terlebih dahulu. Hal lain yang sering dilupakan adalah karena pasien dengan sindrom Cushing
sangat rentan dengan bangkitnya kuman komensal penumocistic carinii di paru, maka sebaiknay
diberikan profilaksis dengan kotrimoxazole.10

Sindrom Cushing yang disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid


Perlahan-lahan mengurangi dosis obat (jika memungkinkan) di bawah pengawasan medis.
Jika tidak bisa berhenti minum obat karena penyakit, tekanan darah, kadar gula darah, kadar
kolesterol, dan kepadatan tulang harus dimonitor. Pemberian obat tersebut harus diupayakan
untuk dikurangi atau dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat
untuk mengobati proses penyakit yang ada dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta
alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi yang

14
dilakukan setiap dua hari sekali akan menurunkan gejala Sindrom Cushing dan
memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.9

Prognosis
Apabila diagnosis DM terjadi lebih dini dan pengobatan dari penyebab DM dapat segera
dilakukan maka prognosis akan jauh lebih baik dibandingkan dengan diagnosis dan
penatalaksanaan yang lambat diberikan

Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di ketahui


bahwa pasien ini menderita penyakit diabetes mellitus tipe lain yang disebabkan karena cushing
syndrome.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-1. Jakarta: Erlangga; 2007

2. Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed.V.
Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006

3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Penyakit endokrin dalam lecture notes: kedokteran


klinis. Ed.VI. Jakarta: Erlangga; 2005.

4. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Diabetes mellitus. Dalam :


Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi Ke-5. Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

6. Prihartanto D. Steroid dementia syndrome sebagai salah satu komplikasi Cushing


Syndrome. CDK.

15
7. The Endocrine Society. The diagnosis of cushing syndrome: An endocrine society clinical
practice guideline. J Clin Endocrinol Metabolism.2008.

8. Schteingart DE. Gangguan hipersekresi adrenal dalam patofisiologi konsep klinis proses –
proses penyakit. Vol 2. Ed.VI. Jakarta : EGC; 2005. h. 1240-42.
9. Stephen J, McPhess, Maxine A. Current medical diagnosis and treatment. Chapter 26-Cushing
Syndrome. New York: McGraw-Hill; 2010

10. Tarigan THE. Sindrom cushing dan penyakit cushing. Dalam : Buku Ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke – 6. Jilid 2. Jakarta : Interna Publishin; 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai