Anda di halaman 1dari 11

ILMU DAN ORANG BERILMU DALAM AL-QUR’AN:

MAKNA ETIMOLOGIS, KLASIFIKASI, DAN TAFSIRNYA

Surahman Amin*
surahman.amin74@gmail.com
DAN
Ferry Muhammadsyah Siregar**
ferryms@ugm.ac.id

Abstract
This paper aims at discussing about knowledge (‘al-‘ilm) and scholar (al-‘ālim) in the Qur’an with a focus on
their etymological meanings, classification and interpretation (tafsīr). In addition, it examines the words of
verses related to al-‘ilm and al-ālim, being analyzed by the theory of Qur’anic exegesis, especially tafsīr mauḍū’ī.
It faund that the al-‘ilm is a real knowledge on an object in accordance with its conditions and characters. Al-
’ilm can be divided into two types, i.e. kasbī (gained knowledge) and ladunnī or mawhibah (gifted knowledge).
Keywords: Knowledge, Tafsīr, ‘Ulamā’

Pendahuluan Pengetahuan yang diperoleh tersebut tidak


Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan hanya merupakan pengetahuan normatif
beberapa nama, seperti al-kitāb1 (kitab, buku); yang berfungsi mengatur kehidupan manusia
hudan2 (petunjuk); al-furqān3 (pembeda antara dan harus diikuti oleh manusia, tetapi juga
yang baik dengan yang buruk, antara yang merupakan pengetahuan eksplanatif yang
nyata dengan yang khayal, antara yang mutlak berfungsi menjelaskan kekuasaan Allah
dengan yang nisbi, antara yang ḥāq dengan Swt.8 Dengan jalan ini, manusia akan mampu
yang bāṭil); al-raḥmah4 (rahmat, kebaikan); al- memperoleh pengetahuan dari al-Qur’an dan,
shifā’5 (obat penawar, khususnya untuk hati akhirnya, akan mencapai nilai-nilai aplikatif dari
dan jiwa yang resah dan gelisah); al-maw’iḍah6 al-Qur’an dalam kehidupannya sehari-hari.
(nasihat, petuah); al-dhikr7 (peringatan); serta Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan,
beberapa nama lainnya. Nama-nama tersebut, ayat-ayatnya senantiasa memerintahkan
secara eksplisit, memberi indikasi bahwa al- umat manusia untuk menuntut ilmu. Karena
Qur’an adalah kitab Suci yang membicarakan itu pula, bukan secara kebetulan kalau ayat
banyak persoalan. pertama dari al-Qur’an yang diturunkan
Dalam upaya memahami kandungan al- adalah iqra’ (perintah membaca).9 Meskipun
Qur’an yang menjadi petunjuk bagi manusia, tafsir secara eksplisit al-Qur’an tidak menyebutkan
adalah salah satu jalannya. Tafsir sebagai metode apa yang harus dibaca, namun secara implisit
pengetahuan akan menghasilkan pengetahuan dapat dipahami bahwa al-Qur’an menghendaki
yang bersumber dari al-Qur’an. Pengetahuan umat manusia agar senantiasa membaca.
ini dapat disebut sebagai pengetahuan qur’āniah. Bacaan itu bisa apa saja selama atas bismi rabbik,
yakni selama bermanfaat bagi manusia dan
*
Dosen STAIN Porong; untuk kemanusiaan. Di samping perintah ber-
**
Alumni Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana
UGM
iqra’, Allah Swt. juga menjanjikan kedudukan
1
QS. al-Baqarah [2]: 2. lebih tinggi kepada orang yang memiliki ilmu
2
QS. al-Baqarah [2]: 2 dan 185. pengetahuan.10 Penghargaan yang Allah Swt.
3
QS. ‘Alī Imrān [3]: 4.
4
QS. al-Isrā’[17]: 82 dan QS. al-Qaṣaṣ [28]: 86. 8
Abd. Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-
5
QS. al-Isrā’[17]: 82. Qur’an, (Ujungpandang: LSKI, 1991), hlm. 18
6
QS. Yūnus [10]: 11. 9
QS. al-‘Alaq [96]: 1-5.
7
QS. Al-Ḥijr [15]: 6. 10
QS. al-Mujādalah [58]: 11.

Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, Ilmu dan Orang Berilmu 131
berikan kepada orang-orang yang senantiasa Ilmu dalam pengertian yang kedua,
menuntut ilmu ini sangat luar biasa. merujuk pada QS. al-Mumtahana [60]: 10,
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yakni:
dapat dirumuskan bahwa kajian tentang ilmu Áå ¼ò §
æ Cò Éå ¼ú »A Å
ì Çå ÌåÄZ
ê Nä ¿æ Bä¯ P
ë AäjUê BäÈ¿å P
å BäÄ¿ê Ûô Àå »ô A Áå ·å Õä BäU AägGê
dalam al-Qur’an sangat menarik untuk dicermati.
Lebih menarik lagi, bilamana kajian tentang ilmu Óä»êG ìÅåÇÌå¨êUæjäM òÝä¯ ëPBäÄê¿æÛå¿ ìÅåÇÌåÀåNæÀê¼ä§ æÆêHä¯ ìÅêÈêÃBäÀÍêHêI
tersebut berdasarkan pendekatan tafsīr mauḍū’ī. êiBì°å¸ô»A
…apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-
Ilmu Menurut al-Qur’an perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu
Kata ilmu (Á¼§) yang terdiri dari huruf uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
‘ayn, lam dan mīm diartikan sebagai segala tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah
sesuatu yang menunjukkan kepada bekas mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman
atau yang memiliki keistimewaan. 11 Kata maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada
ilmu yang berasal dari bahasa Arab terdiri (suami-suami mereka) orang-orang kafir.15
atas beberapa arti dasar, yakni mengetahui, Pengertian ilmu dalam ayat yang pertama
mengenal memberi tanda dan petunjuk. Ia dikutip di atas, berkaitan langsung dengan
merupakan bentuk maṣdar dari kata ‘alima- zat yang akan diketahui, yaitu musuh-musuh
ya’lamu-‘ilman, yang berantonim dari makna yang tidak atau belum diketahui itu, bukan
nāqid al-jahl (tidak tahu). 12 sifat atau ciri-ciri mereka. Sebab, sifat dan
Sedangkan pengertian ilmu secara ciri-ciri mereka telah diketahui, yaitu munafik
istilah menurut al-Rāghib al-Aṣfahānī adalah (mereka juga melakukan sembahnyang, puasa,
sebagaimana rumusannya dalam Mufradāt Alfāẓ dan mengucapkan kalimah syahadat).
al-Qur’ān, yakni: Pengertian ilmu dalam ayat selanjutnya
:BÀÇfYA ,ÆBIjy ¹»gË ÉN´Î´ZI ØÎr»A ºAieG :Á¼¨»A mengandung pesan agar melakukan pengujian
terhadap perempuan-perempuan yang
eÌUÌI ØÎr»A Ó¼§ Á¸Z»A :ÓÃBR»AË ØÎr»A PAg ºAieG
berhijrah dari Makkah karena meninggalkan
13
Éħ Ï°Ä¿ ÌÇ ØÎq Ï°Ã ËA ,É» eÌUÌ¿ ÌÇ ØÎq suaminya yang musyrik. Pengujian ini
Ilmu adalah mengetahui esensi dari sesuatu yang dilakukan dengan cara mencari tanda-tanda,
dari segi obyeknya terdiri atas dua, yakni pertama, atau indikasi-indikasi menunjukkan bahwa
mengetahui zat sesuatu; kedua, menetapkan sesuatu mereka benar-benar perempuan beriman. Jadi,
berdasarkan ada atau tidak adanya sesuatu yang lain. ilmu dalam ayat ini tidak berkaitan langsung
Ilmu dalam pengertian yang pertama dengan dzat-nya, tetapi berkaitan dengan
sebagaimana definisi di atas, merujuk pada QS. suatu sifat atau keadaan 16yang menyertai
al-Anfāl [8]: 60, yakni: (melekat) pada dzat tersebut.
Jika pengertian ilmu ditelusuri lebih lanjut
æÁåÈåÀò¼æ¨äÍ åÉú¼»A åÁåÈäÃÌåÀò¼æ¨äM òÜ æÁêÈêÃËåe æÅê¿ äÅÍêjäaAäÕäË æÁå·ìËåfä§äË melalui ayat-ayat al-Qur’an, di sana disebutkan
… dan musuh-musuhmu serta orang-orang selain term ilmu atau al-‘ilm sebanyak 105 kali.
mereka yang kamu tidak mengetahuinya sedang Bahkan, dalam Mu’jam al-Mufahrath li Alfāẓ al-
Allah mengetahuinya.14 Qur’ān al-Karīm, angka sebanyak ini semakin
bertambah jumlahnya menjadi 744 kali bila
11
Lihat Abū Ḥusayn Aḥmad bin Fāris bin Zakariah, Mu’jām derivasinya juga disertakan.17 Term-term
Maqāyis al-Lughah, Juz IV, Cet. II, (Mesir: Muṣṭafā al-Bāb al-
Halabi wa Aūlāduh, 1971), hlm. 109. 15
Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.
12
Louis Ma’lūf, Al-Munjid fi al-Lughah, (Bairūt: Dār al- 924
Masyriq, 1977), hlm. 526 16
Disadur dari Ensiklopedi AlQur’an, (Jakarta: Yayasan
13
al-Rāghib al-Aṣfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an, Cet I, Bimantara, 1997), hlm. 150
(Damsyiq: Dār al-Qalam, 1992), hlm. 580. 17
Menurut Quraish Shihab, kata ilmu dengan berbagai
14
Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: bentuknya terulang 854 kali. Selanjutnya dalam Ensiklopedi
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1992), hlm. 271 al-Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya dikemukakan

132 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 131-141


ilmu dan derivasinya dalam al-Qur’an dapat … dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
dirinci sebagai berikut: term ‘alima disebut 35 keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu,
kali; term ya’lamu disebut 215 kali; term i’lām sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
disebut 31 kali; term yu’lamu disebut 1 kali; golongan orang-orang yang zalim.
term ilm disebut 105 kali; term ‘ālim disebut 18 3. Pengetahuan yang disandarkan kepada
kali; term ma’lūm disebut 13 kali; term ālamin malaikat yang diberikan Allah swt, yang
disebut 73 kali; term ‘ālam disebut 3 kali; term hakekatnya hanya Allah sendiri yang tahu.
a’lām disebut 49 kali; term ‘alim atau ulamā Hal ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah
disebut 163 kali; term ‘allama disebut 4 kali; [2]: 32:
term a’lama disebut 12 kali; term yu’limu disebut
Áå Îê¼¨ä »ô A O
ä Ãæ Cò ¹
ä Ãì Gê BäÄNä Àæ ¼ú §
ä Bä¿ Ü
ú Gê BäÄ»ò Áä ¼ô §
ê Ü
ò ¹
ä Ãä BäZJæ må AÌó»Bä³
16 kali; term ‘ulima disebut 3 kali; term mu’lam
disebut 1 kali; dan term ta’allama disebut 2 kali. åÁÎê¸äZô»A
Sedangkan terminologi ilmu dalam al- Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada
Qur’an setidaknya mengandung empat yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
pengertian,18 yakni: ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah
1. Pengetahuan yang dinisbatkan kepada Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Allah Swt. Jenis ini hanya dapat diketahui 4. Pengetahuan yang dimiliki manusia seperti
oleh Allah Swt. sendiri.Keberadaan yang terkandung dalam Q.S. al-Qaṣaṣ [28]:
pengetahuan ini disebut dalam QS. Hud 78:
[11]: 14:
...ÐêfæÄê§ ëÁô¼ê§ Óò¼ä§ åÉåNÎêMËóC BäÀìÃêG ä¾Bä³
Ææ Cò Ëä Éê ¼ú »A Áê ¼ô ¨ê Iê ¾ä lê Ãæ Có BäÀÃì Cò AÌåÀ¼ò §
æ Bä¯ Áæ ¸
å »ò AÌåJÎêVNä n
æ Íä Áæ »ò Ææ Hê ¯ä
Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi
ÆæÌåÀê¼ænå¿ æÁåNæÃòC æ½äÈä¯ äÌåÇ ìÜêG äÉò»êG òÜ harta itu, karena ilmu yang ada padaku.”
Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima Pengertian-pengertian ilmu yang
seruanmu (ajakanmu) itu maka (katakanlah terinterpretasi dari ayat-ayat di atas,
olehmu): ‘Ketahuilah, sesungguhnya al-Qur›an itu
memberikan indikasi bahwa ilmu atau
diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwasanya
pengetahuan dalam jiwa manusia tidaklah
tidak ada Allah swt selain Dia, maka maukah kamu
berserah diri (kepada Allah)?’
bersamaan dengan keberadaan manusia itu
sendiri. Manusia dilahirkan tanpa mempunyai
2. Pengetahuan yang diwahyukan Allah pengetahuan sedikit pun dan pada tahap
kepada para Nabi dan utusan-Nya. selanjutnya manusia memperoleh pengetahuan
Pengetahuan seperti ini bersifat khusus melalui ta’līm dari Allah Swt. Dengan demikian,
dan dalam eksistensinya tertuang ke tidaklah berarti bahwa pengajaran Allah Swt.
dalam kitab suci dan ajaran para rasul-Nya. tentang ilmu kepada manusia terjadai secara
Misalnya QS. Al-Baqarah [2]: 145: otomatis. al-Qur’an justru mengisyaratkan
êÁô¼ê¨ô»A äÅê¿ äºäÕBäU Bä¿ äfæ¨äI æÅê¿ æÁåÇäÕAäÌæÇòC äOæ¨äJìMA êÅê×ò»äË... beberapa cara bagaimana manusia menemukan
ilmu atau pengetahuan tersebut. Jadi, dapat
äÅÎêÀê»Bú¤»A äÅêÀä» AçgêG ä¹ìÃêG
disimpulkan bahwa ilmu dalam al-Qur’an
lazimnya dipergunakan dalam dua batasan
pula bahwa di dalam al-Qur’an kata ’ilm dan turunannya (tidak pengertian: ilmu yang dinisbatkan kepada
masuk a’lam, al-alamin dan alamat), disebut sebanyak 778 kali. Allah Swt. dan ilmu yang nisbatkan kepada
Lihat Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas manusia.
Pelbagai Persoalan Umat,Cet.III, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 434.
Untuk lebih jelasnya lihat dan periksa ulang Muḥammad Fū’ad
Selanjutnya, terminologi ilmu dalam artian
‘Abd. al-Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahrath li Alfāẓ al-Qur’ān al-Karīm, pengetahuan identik dengan al-ma’rifah dan
(Bairut: Dār al-Fikr, 1992), hlm. 596-610. hal ini ditegaskan dalam QS. Yūsuf [12]: 58:
Pengertian ilmu dalam empat batasan tersebut, merujuk
Æä Ëåj¸
ê Äæ ¿å Éå »ò Áæ Çå Ëä Áæ Èå ¯ä jä ¨ä ¯ä Éê Îæ ¼ò §
ä AÌó¼aä f
ä ¯ä ±
ä m
å ÌåÍ Ñå Ìä aæ Gø Õä BäUËä
18

pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Salim, Beberapa


Aspek Metodologi., hlm.18-19.

Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, Ilmu dan Orang Berilmu 133
Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada
lalu mereka masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah
kepadanya. Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Term ma’rifah dalam ayat di atas berkonotasi Dalam ayat di atas nampak kata ilmu dalam
“persepsi yang dimiliki seseorang”.19 Senada tiga bentuk, yakni ‘ilm (pengetahuan), ‘allama
dengan hal ini, al-Aṣfahānī menyatakan bahwa (mengajarkan) dan alīm (Maha Mengetahui),
ma’rifah adalah pengetahuan terhadap sesuatu kemudian diakhiri dengan kata al-ḥakīm yang
dengan cara berfikir dan merenung.20 akar katanya adalah al-ḥikmah. Ṭanṭāwi Jauharī
Pengertian kata fa’ārafūhum dalam ayat di atas menginterpretasikan bahwa dua kata yang
adalah bahwa nabi Yusuf as. mengenal saudara- terakhir, yakni al-‘alīm dan al-ḥakīm, disebut
saudaranya di mana mereka pernah membuang sebagai asmā al-ḥusnā yang pada hakekatnya
dirinya (Yusuf). Tetapi, sedikit pun nabi Yusuf mengandung satu pengertian.23 Sejalan
as. tidak ada dendam terhadap mereka.21 Dari pengertian ini, kata al-ḥikmah yang berarti
penjelasan ini, maka dapat dipahami bahwa pengetahuan ditemukan pula dalam QS. al-
ma’rifah bukan saja dalam pengertian persepsi Baqarah [2]: 269:
dan bukan pula ilmu yang diperoleh melalui äÏêMËóC æfä´ä¯ äÒäÀæ¸êZô»A äPæÛåÍ æÅä¿äË åÕBäräÍ æÅä¿ äÒäÀæ¸êZô»A ÏêMæÛåÍ
kegiatan berfikir dan merenung. Ma’rifah adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera êLBäJô»òDô»A Ìå»ËóC úÜêG åjì·ìhäÍ Bä¿äË AçjÎêRä· AçjæÎäa
berupa penglihatan. Dikatakan demikian, karena Allah menganugrahkan al-hikmah (kefahaman
nabi Yusuf as. dalam ayat tersebut mengetahui yang dalam tentang al- Qur›an dan al-Sunnah)
dan atau mengenal saudara-saudaranya setelah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa
ia melihat mereka secara langsung. yang dianugrahi al-hikmah itu, ia benar-benar
Disamping term ma’rifah, al-Qur’an juga telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan
menyebutkan term al-ḥikmah yang pengertiannya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
identik dengan ilmu. Hal ini berdasar pada Q.S. mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Luqmān [31]: 12, ... Òä Àä ¸
æ Z
ê »æ A Æä BäÀ´æ »å BäÄÎæ Mä AäÕ f
æ ´ä »ò Ëä . Ibn Kaṡīr, Masih terkait dengan pengertian ilmu dan
menjelaskan bahwa term al-ḥikmah dalam ayat kaitannya dengan ayat-ayat yang telah dikutip
ini berarti al-fahmu wa al-‘ilmu (pemahaman dan di atas, Dawam Rahardjo dalam Ensiklopedi al-
pengetahuan).22 Secara subtansial, pengertian Qur’an, menyatakan bahwa:
al-‘ilmu memang tercakup dalam term al-ḥikmah Dalam tradisi Islam, tidak saja dikenal apa yang
yang dalam bahasa sehari-hari sering diartikan disebut “ilmu” (al-‘ilm), yang tidak hanya bersifat
pelajaran. Orang yang bisa mengambil hikmah positivis, tetapi juga dikenal dengan dengan al-
adalah orang orang yang bisa mengambil ḥikmah, pengetahuan yang tinggi, pengetahuan
pelajaran dari pengalamannya. tentang kearifan (wisdom), dan al-ma’rifah,
Sumber lain yang menegaskan bahwa pengalaman tentang realitas sejati.24
pengertian ilmu sama dengan al-ḥikmah adalah Dapatlah dirumuskan bahwa terminologi
firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah [2]: 32: ilmu dalam al-Qur’an dapat disinonimkan
Áå Îê¼¨ä »ô A O
ä Ãæ Cò ¹
ä Ãì Gê BäÄNä Àæ ¼ú §
ä Bä¿ Ü
ì Gê BäÄ»ò Áä ¼ô §
ê Ü
ò ¹
ä Ãä BäZJæ må AÌó»Bä³ dengan ma’rifah dan al-ḥikmah, namun
dalam hal-hal tertentu dapat saja dibedakan
åÁÎê¸äZô»A pengertiannya, jika dikembalikan kepada
makna aslinya. Dalam hal ini, pengertian
19
Abd. Muin Salim, al-Qur’an sebagai Sumber Ilmu ilmu secara umum adalah “pengetahuan”,
Pengetahuan dalam “Jurnal Mitra Volume I No. 1/2004”
(Makassar: Kopertais Wil. VIII, 2004), hlm. 14. 23
Lihat Ṭanṭawi Jauharī, al-Jawāhir fī Tafsīr al-Qur’an, Jilid I,
20
al-Aṣfahānī, Mufradāt., hlm. 560. (Mesir: Muṣṭafā Al-Bāb Al-Halabī wa Aulāduh, 1350 H), hlm. 53
21
Abū al-Fidā Ismāil bin Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Juz 24
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an, (Jakarta:
II, (Indonesia: Toha Putra, t.th), hlm. 483 Paramadina, 1996), hlm. 57
22
Ibn Kaṡīr, Tafsīr al-Qur’ān, hlm. 444

134 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 131-141


sementara ma’rifah adalah “persepsi” dan al- mutlak yang ditetapkan dalam al-Qur’an.26
ḥikmah adalah “kebijaksanaan” Masalah ilmu-ilmu apa saja yang dianjurkan
Islam telah menjadi persoalan mendasar sejak
Penghargaan al-Qur’an Terhadap Ilmu hari-hari pertama Islam. Apakah ada ilmu-ilmu
Salah satu ciri yang membedakan Islam khusus yang harus dicari? Pertanyaan ini telah
dengan yang lainnya adalah penekanannya dijawab oleh para ulama Islam. Sebagian ulama
terhadap ilmu. Al-Qur’an dan Sunnah mengajak besar Islam, seperti al-Ghazālī, mengatakan
manusia untuk mencari dan mendapatkan bahwa ilmu yang wajib dicari adalah ilmu-ulmu
ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang- yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban
orang yang berpengetahuan pada derajat pelaksanaan syariat Islam. Sedang yang wajib
yang tinggi. Beberapa ayat al-Qur’an yang kifāyah adalah ilmu-ilmu yang berkaitan
diwahyukan pertama kepada Nabi Muhammad dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan. Al-Ghazālī
Saw., menyebutkan pentingnya membaca bagi juga mengklasifikasikan ilmu kepada ilmu
manusia. agama dan ilmu non-agama atau dikenal
dengan ilmu umum. Ilmu agama, adalah
(2) �
ë ¼ò §ä Å
æ ¿ê Å
ä n
ä Ãêâ_ �
ä ¼ò aä (1) �
ä ¼ò aä Ôêh»ú _ ¹
ä Ið iä Áê m
æ BêI Cô jä ³æ _
kelompok ilmu yang diajarkan lewat ajaran-
äÁú¼ä§ (4) êÁò¼ä´ô»BêI äÁú¼ä§ Ôêhú»_ (3) åÂäjæ·òÞ_ ä¹íIäiäË ôCäjæ³_ ajaran Nabi dan wahyu. Sedang ilmu non-agama
(5) æÁò¼æ¨äÍ æÁò»Bä¿ äÅänæÃøâ_ diklasifikasikan kepada ilmu yang terpuji,
dibolehkan dan tercela. Sejarah, misalnya,
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang masuk dalam ilmu yang dibolehkan. Sihir
Menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia
masuk dalam ilmu yang tercela. Adapun ilmu
dari segumpal darah (2); Bacalah, dan Tuhanmulah
yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan
yang Maha pemurah, (3) yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada
dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk
manusia apa yang tidak diketahuinya (5). wajib kifāyah dalam menuntutnya. Contohnya,
ilmu tentang obat-obatan, matematika dan
Dalam Hadis Nabi juga terdapat keterampilan-keterampilan.27
pernyataan-pernyataan yang memuji orang Selanjutnya, Noeng Muhajir menambahkan
yang berilmu dan mewajibkan menuntut ilmu bahwa al-Qur’an dan Hadis menurut telaah
antara lain: ”Mencari ilmu wajib bagi setiap metodologis, bukan hanya menampilkan
Muslim”; ”Carilah ilmu walaupun di negeri ayat (bukti kebenaran), tetapi juga hudan
Cina”; ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga (petunjuk) dan raḥmah (anugerah) Allah Swt.
ke liang lahad”; ”Para ulama itu adalah pewaris Karena itu, Iptek Islam bukan hanya mencari
Nabi”; ”Pada hari Kiamat ditimbanglah tinta kebenaran, melainkan juga mencari kebijakan
ulama dengan darah syuhada, maka tinta dan ridha Allah Swt. Di sinilah Noeng Muhajir
ulama dilebihkan dari darah syuhada”.25 menghendaki agar pendekatan dominan dalam
Ālī Aṣrap dalam bukunya ”New Horizon in Iptek harus sesuai semangat al-Qur’an, yaitu
Muslim Education’ sebagaimana yang dikutip pendekatan yang didasarkan pada aksiologi
oleh Noeng Muhajir, mengatakan bahwa (tujuan/manfaat) bukan sekedar ontologi atau
orientasi Iptek harus diberangkatkan dari epistimologi.28
moral al-Qur’an. Ia juga menganjurkan agar Bila kembali pada pendapat al-Ghazālī
konsep Iptek didasarkan pada ketentuan tentang pengklasifikasian ilmu kepada ilmu
26
Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu Positivisme,Post Positivisme
25
Hadis yang membahas tentang ilmu dapat dilihat dalam dan Post Modernisme, Edisi II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
beberapa kitab hadis. Lihat pula Imān al-Munḍirī, Al-Muntaqā Persada, 2001), hlm. 67.
min Kitāb al-Targhīb wa al-Tarhīb, terj. Ainur Rafiq Shaleh 27
Abū Hāmid Muḥammad al-Ghazālī, Iḥyā ‘Ulūmuddīn, Jilid
Tamhid, dengan judul Seleksi Hadis-Hadis Ṣahīh Tentang Targhīb I, hlm.14.
wa al-Tarhīb, Cet I, (Jakarta: Rabbani Press,1993), hlm. 129-149. 28
Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam al-Ghazālī,
Iḥyā ‘Ulūmuddīn, hlm. 66-67.

Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, Ilmu dan Orang Berilmu 135
yang wājib, wajib kifāyah, mubah dan tercela, Selama beberapa abad ulama Islam merupakan
adalah kurang tepat bila merujuk pada Hadis pembawa obor pengetahuan, bahkan karya-
yang menjelaskan bahwa menuntut ilmu itu karya mereka dijadikan buku teks di Eropa.
wajib bagi setiap Muslim. Ilmu apapun asalkan Para ulama yang terkenal dalam sejarah Islam
dapat memberikan manfaat bagi diri dan sebagai filsuf mengintegrasikan ilmu-ilmu dari
orang lain maka itu adalah wajib; sebaliknya, berbagai budaya, lalu memformulasikannya
ilmu yang tidak bermanfaat adalah haram ke dalam suatu pemikiran utuh. Inilah yang
atau dilarang. Bukankah wahyu ataupun Hadis menjadikan Islam pada saat itu memimpin
sebagai sumber ilmu adalah berasal dari Allah peradaban dunia.
Swt? demikian pula alam ciptaannya juga Memilah-milah ilmu dengan alasan bahwa
berasal dari Allah Swt., sehingga menuntut ilmu agama dan non-agama tidak mempunyai
ilmu-ilmu kealaman (sains) juga termasuk nilai yang sama adalah kurang tepat.
wajib bagi setiap muslim asalkan diarahkan Kenyataannya, ilmu non-agama dewasa ini jauh
untuk kemanfaatan masyarakat. lebih memberikan manfaat yang besar kepada
Klasifikasi ilmu seperti itu bisa kehidupan umat manusia, misalnya teknologi
menimbulkan miskonsepsi bahwa ilmu non- komputerisasi, komunikasi, transfortasi,
agama terpisah dari Islam. Padahal, ilmu yang perbankan dan lain-lain. Sebaliknya, ilmu yang
digolongkan non-agama itu dapat memberikan dikelompokkan sebagai ilmu agama malah
manfaat besar bagi kesejahteraan umat menimbulkan pertentangan dalam masyarakat
manusia. Misalnya, penemuan sains dalam seperti ilmu Kalam/Teologi, ilmu fikih dan lain-
bidang kedokteran, transportasi, komunikasi lain. Dalam Islam, batasan untuk ilmu adalah
dan pertanian dan lain-lain. bahwa orang-orang Islam haruslah menuntut
Murtaḍā Muṭahharī, sebagaimana dikutip ilmu yang berguna dan melarang menuntut
dalam buku Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an, ilmu yang tidak bermanfaat.30
menjelaskan bahwa kesempurnaan Islam Ayat-ayat al-Qur’an yang di dalamnya
sebagai suatu agama menuntut agar setiap terdapat kata ’ilm pada umumnya berbicara
lapangan ilmu yang berguna bagi masyarakat tema sentral ilmu sebagai penyelamat manusia
Islam dianggap sebagai bagian dari kelompok baik di dunia maupun di akhirat. Topik-topik
ilmu agama. Agama yang memandang dirinya yang dibahas meliputi: (1) Proses pencapaian
serba lengkap tidak bisa memisahkan dirinya pengetahuan dan obyeknya (QS. al-Baqarah
dari masalah-masalah yang memainkan [2]: 31-32); (2) Klasifikasi Ilmu (QS. al-Kahfi
peranan vital dalam memberikan kesejahteraan [18]: 65); (3) Fungsi ilmu yang mencakup sikap
dan kemerdekaan bagi masyarakat Islam.29 dan prilaku orang-orang yang berilmu serta
Dalam sebagian besar al-Qur’an dan karakteristik mereka. Iman yang mencakup
Hadis, konsep llmu secara mutlak muncul sikap dan prilaku orang terhadap Allah Swt.
dalam maknanya yang umum. Hadis Nabi dan ajaran-Nya.31
yang memerintahkan untuk menuntut ilmu Keterangan singkat di atas menunjukkan
walaupun ke negeri Cina menunjukkan bahwa betapa al-Qur’an telah memberikan prinsip-
menuntut ilmu itu tidak terbatas pada ilmu prinsip, spirit serta kaidah-kaidah dalam
agama saja karena Cina pada saat itu bukan mengembangkan berbagai macam ilmu
pusat studi-studi teologi, fikih ataupun pengetahuan. Dunia kini dan masa depan
tasawuf, tetapi terkenal karena industrinya. adalah dunia yang dikuasai oleh sains dan
Lagi pula, hukum atau ajaran-ajaran agama teknologi. Mereka yang memiliki keduanya
seperti yang dimaksud oleh al-Ghazālī tidak akan menguasai dunia. Sains dan teknologi
dapat dipelajari dari orang-orang musyrik.
30
Ghulshani, Filsafat., hlm. 44-57.
Mahdi Ghulshani, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an, terj.
29 31
Lihat Ensiklopedi al-Qur’an, jilid I, (Jakarta: Bimantara,
Agus Effendi, Cet. X, (Bandung: Mizan,1998), hlm. 44. 1997), hlm. 150.

136 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 131-141


merupakan infrastruktur; keduanya 6. Allah Swt. memberikan contoh bagaimana
menentukan suprastruktur dunia internasional, orang awam tertarik dengan kemewahan
termasuk kebudayaan, moral, hukum bahkan dunia seperti yang dicontohkan oleh
agama. Apabila ingin memegang peranan dalam Qārūn; hanya orang yang berilmu saja yang
percaturan dunia, maka Islam tidak bisa tidak tahu bahwa kemewahan dunia bukanlah
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. sesuatu yang bernilai (QS. al-Qaṣaṣ [28]:
Persoalannya sekarang adalah, bagaimana 80).32
seharusnya sikap umat Islam dalam merespons Secara umum ilmu pengetahuan terbagi
temuan produk ilmu pengetahuan tersebut. ke dalam empat sumber: (1) al-Qur’an dan
Untuk mengetahui bagaimana hubungan Sunnah; (2) Alam Semesta; (3) Diri manusia
Islam dengan ilmu pengetahuan, maka kita sendiri; (4) Sejarah Umat Manusia. Mengenai
harus merujuk pada al-Qur’an dan Sunnah. arah dan tujuan ilmu pengetahuan, al-
Betapa banyak ayat al-Qur’an dan Sunnah yang Qur’an begitu banyak yang berbicara tentang
berbicara tentang ilmu pengetahuan. Secara tujuan utama ilmu seperti untuk mengenali
ringkas, Jalaluddin Rakhmat dalam Islam tanda-tanda kekuasaan-Nya, menyaksikan
Alternatif menjelaskan: kehadiran-Nya di berbagai fenomena yang
1. Manusia diangkat sebagai khalifah kita amati, mengagungkan Allah Swt. dan
dan dibedakan dengan makhluk lain bersyukur kepada-Nya. Di samping itu, al-
karena ilmunya. Al-Qur’an menceritakan Qur’an juga menyebutkan tiga hal lainnya
bagaimana Adam as. diberi pengetahuan dalam pengembangan ilmu:
tentang konsep seluruhnya (al-asmā 1. Ilmu pengetahuan harus menemukan
kullahā), dan malaikat disuruh bersujud keteraturan (sistem), hubungan sebab-
kepadanya (QS. al-Baqarah [2]: 31-33; akibat dan tujuan di alam semesta (QS. al-
2. Hakikat manusia tidak terpisah dari Mulk [67]: 3.
kemampuannya untuk mengembangkan 2. Ilmu harus dikembangkan untuk
ilmu pengetahuan, maka ilmu yang disertai mengambil manfaat dalam rangka
iman, adalah ukuran derajat manusia. mengabdi kepada Allah Swt., sebab Allah
Manusia yang ideal adalah manusia yang Swt. telah menundukkan segala apa yang
mencapai ketinggian iman dan ilmu (QS. ada di langit dan di bumi untuk kepentingan
al-Mujādilah [58]: 11); manusia (QS. al-Ḥajj [22]: 65.
3. Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu 3. Ilmu harus dikembangkan dengan tidak
Allah (QS. Hūd [11]: 14) dan hanya dapat menimbulkan kerusakan di bumi (QS. al-
direnungkan maknanya oleh orang-orang A’rāf [7]:56.
yang berilmu;
4. Al-Qur’an memberi isyarat bahwa yang Klasifikasi Ilmu menurut al-Qur’an
berhak memimpin umat ialah mereka yang
Dengan merujuk pada term-term al-
memiliki ilmu pengetahuan. Beberapa Nabi
‘ilm beserta derivasinya dalam al-Qur’an,
dipilih menjadi penguasa dan juga beberapa
kelihatannya para mufasir berbeda-beda
orang dikisahkan menjadi penguasa karena
dalam menetapkan klasifikasi ilmu. Ada yang
ilmunya. Mari kita perhatikan bagaimana
berpendapat bahwa ilmu terdiri atas dua:
Ṭālūt diangkat menjadi raja Isrāil (QS. al-
‘ilm naḍarī dan ‘ilm ‘amalī. Jenis ilmu yang
Baqarah [2]: 247), begitu pula Dāud (QS. al-
pertama adalah ilmu yang sudah cukup dengan
Baqarah [2]: 251), Sulaiman (QS. 21: 15, 27, 79),
mengetahui tanpa harus mengamalkannya
demikian pula Lūṭh, Mūsā,Ya’qūb dan Yūsuf;
5. Allah Swt. melarang kita mengikuti sesuatu 32
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Ceramah-Ceramah di
yang tentangnya kita tidak punya ilmu (QS. Kampus, Cet. XII (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 175-177. Lihat
juga Abuddin Nata dkk., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum,
al-Isrā [17]: 36);
Cet. I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 76-81.

Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, Ilmu dan Orang Berilmu 137
seperti tahu ada makhluk hidup di genangan kedua adalah pengetahuan yang diperoleh
air. Jenis kedua adalah ilmu yang tidak cukup berdasarkan usaha-usaha belajar, mendengar
hanya dengan diketahui saja, tapi juga harus keterangan atau membaca dari tulisan-tulisan
diamalkan, seperti ilmu tentang ibadah kepada yanng ada, dan bentuk yang lebih kompleks
Allah Swt. adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
Ada pula yang membagi ilmu ke dalam penelitian.34
“aqlī” dan “sam’ī”. Yang pertama adalah ilmu Paradigma ‘ilm kasbī ini adalah firman
yang didapat melalui penelitian, seperti ilmu Allah Swt. dalam QS. al-‘Alaq [96]: 1-5, yang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara terjemahnya sebagai berikut:
dua hal. Jenis kedua adalah ilmu yang didapat Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
melalui pendengaran tanpa penelitian, seperti menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
tahu bahwa 1+2=3. segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Dalam dunia pendidikan, ada yang disebut Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
dengan “ilmu Islam” dan “ilmu Barat”, “ilmu perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
agama” dan “ilmu umum”. Demikianlah
seterusnya sehingga tidak ada kata sepakat Ayat di atas mengandung pesan ontologis
mengenai pembagian atau klasifikasi ilmu tentang sumber ilmu pengetahuan. Dalam ayat
dalam berbagai perspektif. tersebut Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw.
Dengan merujuk pada terminologi agar membaca dan bacaan itu obyeknya bisa
“ilmu” yang diartikan sebagai “pengetahuan bermacam-macam: ada yang berupa ayat-ayat
yang diperoleh manusia”, Abd. Muin Salim tertulis (al-āyah al-qur’ānīah), dan dapat pula
mengklasifikasikan tiga jenis ilmu: ilmu ayat-ayat yang tidak tertulis (al-āyah al-kaūnīah).
Membaca ayat-ayat qur’ānīah dapat menghasilkan
kasbiyun, ilmu wahabiyun dan ilmu syu’uriyun.33
Menurutnya, kategori ilmu pertama disebut ilmu agama seperti fikih, tauhid, akhlak dan
dengan pengetahuan olahan, kedua disebut semacamnya. Sedangkan membaca ayat-ayat
dengan pengetahuan limpahan, dan ketiga kaūnīah dapat menghasilkan sains seperti fisika,
disebut pengetahuan rasa. biologi, kimia, astronomi dan semacamnya.
Terlepas klasifikasi ilmu di atas, penulis Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
berpendapat bahwa ilmu dalam al-Qur’an pada ‘ilm kasbī bersumber dari ayat-ayat qur’ānīah
dasarnya terklasifikasi ke dalam dua jenis. dan kaūnīah, dan untuk memperolehnya
Pertama, ilmu yang diperoleh melalui proses manusia dituntut selalu membaca.
belajar (‘ilm kasbī); Kedua, ilmu yang merupakan Potensi-potensi pada diri manusia yang harus
anugerah Allah Swt. (tanpa proses belajar) digunakan untuk menuntut ilmu tersebut adalah
al-sam’u (pendengaran),35 al-baṣr (penglihatan)36
yang sering disebut dengan istilah ilm ladunnī.
‘Ilm Kasbī dan al-fu’ād (hati).37 Ketiga potensi ini disebutkan
dalam beberapa ayat secara bersamaan, misalnya
‘Ilm kasbī adalah pengetahuan yang
dalam QS. al-Naḥl [16]: 78,
diperoleh manusia dari luar dirinya melalui
pengalaman hidup ataupun dengan usaha
yang disengaja. Contoh yang pertama adalah ½
ä ¨ä Uä Ëä Bõ×Îæ q
ä Æä ÌåÀ¼ò ¨æ Mä Ü
ò Áæ ¸
å Mê BäÈ¿ì Có Æê ÌóñIå Å
æ ¿ê Áæ ¸
å Uä jä aæ Cò Éå ¼ú »AäË
pengetahuan tentang lingkungan hidup yang äÆËåjå¸æräM æÁå¸ú¼ä¨ò» äÑäfê×æ¯òÞAäË äiBävæIòÞAäË ä©æÀìn»A åÁå¸ò»
merupakan bagian dari kehidupan manusia
seperti matahari yang terbit di Timur dan 34
Salim, al-Qur’an., hlm. 15.
terbenam di Barat. Bentuk yang lebih kompleks 35
Kata al-sam’u dalam al-Qur’an terulang sebanyak 185
adalah pengetahuan atau budaya yang kali. Lihat Muhammad Fu’ād Abd. al-Bāqī, al-Mu’jam., hlm. 278.
diwarisi secara tidak disadari. Contoh yang
36
Kata al-baṣar dalam al-Qur’an terulang sebanyak 148
kali. Lihat al-Bāqī, al-Mu’jam., hlm. 252-253.
33
Salim, Beberapa Aspek., hlm. 24.
37
Kata al-fu’ād dalam al-Qur’an terulang sebanyak 16 kali.
Lihat al-Bāqī, al-Mu’jam., hlm. 145.

138 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 131-141


Ketiga, potensi yang disebut dalam ayat untuk kepentingannya sendiri maupun untuk
di atas merupakan alat potensial untuk kemanusiaan dan juga lingkungannya.38
memperoleh pengetahuan. Karena itu, Penulis tidak menemukan adanya ayat
Allah Swt. telah memberikan pendengaran, secara qaṭ’ī yang menyatakan bahwa ada orang
penglihatan dan hati kepada manusia agar selain Nabi dan rasul yang akan memperoleh
dipergunakan untuk merenung, memikirkan ‘ilm ladunnī. Akan tetapi, penafsiran terhadap
dan memperhatikan apa-apa yang ada di luar firman Allah Swt. dalam QS. Fāṭir [35]: 28: Õå BäÀ¼ò ¨å »ô A
dirinya. Dari hasil lacakan penulis, kata al-sam’u Êê eê BäJ§
ê Å
æ ¿ê Éä ¼ì »A Óärb
æ Íä BäÀÃì Gê dan hadis Nabi Saw. yang
di dalam al-Qur’an selalu digunakan dalam menyatakan bahwa “ulama adalah pewaris nabi”,
bentuk tunggal dan selalu mendahului kata ilmu ladunnī dapat saja diperoleh oleh siapa
al-abṣār dan al-af’idah. Hal ini mengisyaratkan pun selain nabi dengan syarat ia adalah ulama
bahwa potensi pendengaran lebih berfungsi yang dikategorikan “pewaris nabi”. Pada sisi
ketimbang penglihatan dan hati dalam proses lain, penulis berpandangan bahwa potensi “al-
pencarian ilmu. Namun demikian, dalam af’idah” atau “al-fu’ād” yang dinaugerahkan Allah
pandangan penulis, ketika ketiga potensi Swt. kepada manusia, jika senantiasa dipelihara
ini tidak saling menopang maka tidak akan dengan baik melalui kesucian jiwa dan kejernihan
membuahkan ilmu yang sempurna. Alasannya, kalbu, praktis ‘ilm ladunnī tersebut bisa diperoleh.
ketiga potensi tersebut sangat terkait. Jadi, ilmu tidak selamanya diperoleh melaui
Kaitan antara ke tiga potensi tersebut adalah proses belajar-mengajar, tetapi bisa melalui
bahwa tugas pendengaran untuk memelihara ilham yang dinampakkan Allah Swt. ke dalam
ilmu pengetahuan yang telah ditemukan hati orang-orang Dia kehendaki.
oleh orang lain, sementara tugas penglihatan
adalah mengembangkan ilmu pengetahuan Kemuliaan Orang-Orang yang Berilmu
dan menambahkan hasil penelitian melalui Menurut al-Qur’an
pengkajian terhadap ilmu pengetahuan Sederet ayat al-Qur’an menyebutkan bahwa
tersebut. Hati bertugas membersihkan ilmu manusia adalah makhluk paling mulia.39 Faktor
pengetahuan dari segala sifat jelek, lalu kemuliaan manusia disebabkan ia memiliki
mengambil beberapa kesimpulan. ilmu pengetahuan dan karenanya malaikat
‘Ilm Ladunnī atau Mauhibah pun bersujud di hadapan Adam.40 Sehubungan
‘Ilm ladunnī atau mauhibah adalah dengan ini, dapat dipahami bahwa para
pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui malaikat tidak mempunyai pengetahuan dan
proses belajar. Paradigma ilmu ini adalah kemampuan seperti yang dimiliki Nabi Adam as.
firman Allah Swt. dalam QS. al-Kahfi [18]: 65: Artinya, mereka mengakui pula kelebihan yang
dimiliki oleh Adam as., sehingga mereka sujud
Êå BäÄÀæ ¼ú §
ä Ëä BäÃf
ê Äæ §
ê Å
æ ¿ê Òç Àä Yæ iä Êå BäÄÎæ Mä AäÕ BäÃeê BäJ§
ê Å
æ ¿ê AçfJæ §
ä AäfUä Ìä ¯ä kepada Adam sesuai perintah Allah Saw.41 Bagi
BçÀô¼ê§ BìÃåfò» æÅê¿ keturunan Adam yang berilmu itu, Allah Swt.
telah menjanjikan derajat yang lebih tinggi.
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di
antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
Dalam QS. al-Mujādalah [58]: 11, Allah Swt.
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang berfirman berfirman:
telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. äÁô¼ê¨ô»A AÌåMËóC äÅÍêhú»AäË æÁå¸æÄê¿ AÌåÄä¿AäÕ äÅÍêhú»A åÉú¼»A ê©ä¯æjäÍ ...
Menurut penulis, ‘ilm ladunnī ini adalah èjÎêJäa äÆÌó¼äÀæ¨äM BäÀêI åÉú¼»AäË ëPBäUäiäe
pengetahuan limpahan seperti ilham atau yang
serupa dengannya. Dengan demikian, ilmu 38
Salim, al-Qur’an., hlm. 16.
ini dapat dirumuskan sebagai pengetahuan
39
Lihat, misalnya. QS. al-Isrā’ [17]: 70, juga QS. al-Ṭīn [95]: 4.
40
Lihat QS. al-Baqarah [2]: 34.
yang manusia peroleh dari luar dirinya 41
Abd. Muin Salim, Fiqih Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik
sebagai pemberian Tuhan kepadanya baik dalam al-Qur’an, Cet. II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992),
hlm. 103.

Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, Ilmu dan Orang Berilmu 139
…. Allah akan meninggikan orang-orang yang Ankabūt [29]: 43; (4) al-ulamā dalam QS. Fāṭir
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi [35]: 28; (5) ūlū al-bāb dalam QS. al-Ṭalaq [65]:10.
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Semua term ini menunjuk pada pengertian
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. bahwa prasyarat orang berilmu menurut al-
Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut, Qur’an adalah harus beriman. Di samping itu,
dijelaskan dalam sebuah riwayat bahwa suatu ilmu-ilmu yang dikuasainya harus didasari
ketika di hari Jum’at Nabi Saw. tengah berada atas nilai-nilai keimanan kepada Allah Swt. dan
di sebuah majelis ilmu yang sempit; ketika ia disertai dengan niat ikhlas dan dimanfaatkan
sedang menerima tamu dari penduduk Badar di jalan yang benar sesuai tuntunan ajaran
dari kalangan Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba agama. Dengan kata lain, orang yang berilmu
sekelompok orang, termasuk Thābit bin Qays, harus juga mengantarkan dirinya kepada amal
datang dan ingin duduk di jajaran depan majelis dan karya yang bermanfaat.
itu. Mereka berdiri memuliakan Nabi Saw. dan Berdasar pada interpretasi di atas, maka
mengucapkan salam kepadanya. Nabi Saw. dapat dirumuskan bahwa orang yang beriman
menjawab salam yang lainnya. Mereka berdiri tidak diangkat derajatnya bilamana ia tidak
di sampingnya dan menunggu agar diberikan berilmu. Sebaliknya, orang yang berilmu tidak
tempat yang agak luas. Namun, orang yang diangkat derajatnya bila ia tidak beriman.
datang terdahulu tetap tidak memberikan Karena itu, ilmuwan yang diangkat derajatnya
peluang. Kejadian tersebut kemudian membuat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah
Nabi Saw. mengambil inisiatif dan berkata mereka yang memiliki spritualitas keagamaan
kepada sebagian orang yang ada di sekitarnya, yang tinggi.
“berdirilah kalian, berdirilah kalian!”.
Kemudian berdirilah sebagian kelompok Kesimpulan
tersebut berdekatan dengan orang yang al-Qur’an sebagai sumber ilmu
datang terdahulu, sehingga Nabi Saw tampak pengetahuan pada dasarnya tidak pernah
menunjukkan kekecewaannya di hadapan mendikotomikan antara ilmu agama dan
mereka. Dalam keadaan demikian itulah ayat ilmu umum atau non-agama. al-Qur’an telah
tersebut diturunkan.42 memberikan prinsip-prinsip, semangat
Dengan mencermati sebab-sebab turunnya serta kaidah-kaidah dalam mengembangkan
ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa ayat berbagai macam ilmu pengetahuan. Dunia kini
tersebut turun berkenaan dengan “majelis dan masa depan adalah dunia yang dikuasai
ilmu”. Hal ini lebih jelas dari kutipan potongan oleh sains dan teknologi. Mereka yang memiliki
ayat sebelumnya: AÌåZänæ¯Bä¯ êoê»BäVäÀæ»A Ïê¯ AÌåZìnä°äM keduanya akan menguasai dunia. Sains dan
æÁå¸ä» ä½Îê³ AägêG yang artinya, “apabila kamu diminta teknologi merupakan infrastruktur olehnya
berdiri selama berada di majelis Rasulullah, itu keduanya akan menentukan suprastruktur
maka segeralah berdiri.” Masih terkait dengan dunia internasional, termasuk kebudayaan,
sebab turunnya ayat tersebut, dapat dipahami moral, hukum bahkan agama, bila Islam
pula bahwa ayat itu mendorong untuk selalu ingin memegang peranan dalam percaturan
diadakannya kegiatan majelis ilmu, karena dunia tidak bisa tidak, harus menguasai ilmu
orang yang aktif di dalamnya akan diangkat pengetahuan dan teknologi. Persoalannya
derajatnya yang tinggi di sisi Allah Swt. sekarang adalah bagaimana seharusnya sikap
Term ūlū al-‘ilm kelihatannya semakna umat Islam dalam merespons temuan produk
dengan term (1) ūlū al-‘ilm dalam QS. ‘Alī al- ilmu pengetahuan tersebut.
‘Imrān [3]: 18; (2) al-rāsikhūn fī al-‘ilm dalam Ilmu dalam perspektif al-Qur’an adalah
QS. ‘Alī ‘Imrān [3]: 7; (3) al-ālimūn dalam QS. al- “pengetahuan dan/atau pengenalan yang
Lihat Aḥmad Muṣṭafā al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, jilid
42 jelas terhadap suatu obyek sesuai dengan
X, (Bairūt: Dār al-Fikr, t.th), hlm. 16. keadaannya”. Oleh karena itu, dalam pandangan

140 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 131-141


al-Qur’an, seseorang yang menjangkau sesuatu Ibn Zakariyah, Abū Husain Ahmad bin Fāris,
dengan benaknya tetapi jangkauannya itu Mu’jam Maqāyis al-Lugah, juz IV, Cet. II,
masih dibarengi oleh sedikit keraguan, maka Mesir: Mushthafa al-Bab al-Halabi wa
ia tidak bisa dikatakan “mengetahui apa yang Awladuh, 1971.
dijangkaunya itu.” al-Jauharī, Ṭanṭawī, al-Jawāhir fī Tafsīr Al-Qur’an,
Secara umum al-Qur’an membagi ilmu ke jilid I. Mesir: Muṣṭafā Al-Bāb Al-Halabī wa
dalam dua jenis. Pertama, ilmu yang diperoleh Aulāduh, 1350 H.
melalui proses belajar dengan istilah al-‘ilm
kasbī; kedua, ilmu yang merupakan anugerah al-Marāghī, Aḥmad Muṣṭafā, Tafsīr al-Marāghī,
Allah (tanpa proses belajar) yang sering disebut jilid X, Bairut: Dar al-Fikr, t.th
dengan istilah ‘ilm ladunnī atau mauhibah. al- al-Munḍirī, Imām, al-Muntaqā min Kitāb al-
Qur’an memberikan kedudukan lebih tinggi Targhīb wa al-Tarhīb, terj. Aunur Rafiq
kepada orang yang berilmu, berupa derajat Shaleh Tamhid, Lc. dengan judul Seleksi
kemuliaan dan/atau keutamaan, baik di dunia Hadis-Hadis Shahih Tentang Targhib wat-
maupun di akhirat kelak. Orang berilmu yang Tarhib, Cet. I, Jakarta: Rabbani Press, 1993.
dimaksud di sini menurut al-Qur’an adalah ūlū
Nata, Abuddin dkk, Integrasi Ilmu Agama dan
al-‘ilm, al-rāsikhūn fi al-‘ilm, al-ālimūn, al-‘ulamā,
Ilmu Umum, Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo
ūlū al-bāb, yakni orang-orang yang berilmu
Persada, 2005.
sekaligus juga ia beriman.[]
Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu Positivisme,Post
Positivisme dan Post Modernisme, Edisi II,
Cet.I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
DAFTAR PUSTAKA 2001.
Rakhmat, Jalaluddin, Islam Alternatif, Ceramah-
ceramah di Kampus, Cet.XII, Bandung:
Mizan, 2004.
al-Aṣfahānī, Al-Rāghib, Mufradat Alfāẓ Al-Qur’an.
Cet. I, Damsyiq: Dār al-Qalam, 1992. Salim, Abd. Muin, al-Qur’an sebagai Sumber Ilmu
Pengetahuan dalam Jurnal Mitra Volume I
al-Bāqī, Muhammad Fu’ād ‘Abd, al-Mu’jam al- No. 1/2004. Makassar: Kopertais Wil. VIII,
Mufahras li Alfāẓ Al-Qur’an al-Karīm, Bairūt: 2004.
Dār al-Fikr, 1992.
, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur’an,
Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Ujungpandang: LSKI, 1991.
Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Qur’an, 1992. , Fiqih Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam
Al-Qur’an. Cet. II, Jakarta: RajaGrafindo
Ensiklopedi Al-Qur’an, Jakarta: Yayasan Bimantara, Persada, 1992.
1997.
Shihab, Quraisy, Wawasan Al-Qur’an,Tafsir
Ghulsyani, Mahdi, The Holy Qur’an and The Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet.
Sciences of Nature, diterjemahkan oleh Agus III, Bandung: Mizan, 1993.
Effendi dengan judul “Filsafat Sains Menurut
Al-Qur’an, Cet.X; Bandung: Mizan, 1998. Rahardjo, Dawam, Ensiklopedi Al-Qur’an; Tafsir
Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci,
Ibn Kaṡīr, Abū al-Fidā Ismāil, Tafsīr Al-Qur’an al- Jakarta: Paramadina, 1996.
‘Aẓīm, juz II, Indonesia: Toha Putra, t.th.

Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, Ilmu dan Orang Berilmu 141

Anda mungkin juga menyukai