1. PENGERTIAN
Gastritis adalah suatu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan. ( J.
Reves, 1999 )
2.EPIDEMIOLOGI
Adapun besaran situasi keadaan penyakit gastritis yang terdapat di Puskesmas Ciputat
pada tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut : tahun 2007 sebesar 2687 dan peningkatan
terjadi pada tahun 2008 hingga mencapai 2776 penderita.
Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5 – 6 tahun ini dan menyerang laki-laki lebih
banyak dari pada wanita. Laki-laki lebih banyak mengalami gastritis karena kebiasaan
mengkonsumsi alkohol dan merokok.
3. ETIOLOGI
Infeksi bakteri.
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian
dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan
tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak - kanak
dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini
sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab
tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung
dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan
dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-
racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara
sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker
lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak
mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa
ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan
yang lain tidak
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen
dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin
yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya
sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat
dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
Penggunaan kokain.
Stress fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat
menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
Kelainan autoimmune.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel
sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara
bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu
tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan
pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi
seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang
tua.
Crohn's disease
. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran
cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding
lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn's disease (yaitu
sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala
gastritis.
Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh.
Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian
saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter
yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke
dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
3. Minum alkohol
4. Kondisi stress
5. PATOFISIOLOGI
Untuk lebih detailnya akan dijelaskan patofisiologi gastritis (Akut dan Kronis),
sebagai berikut :
Obat-obatan, alkohol, garam empedu atau enzim-enzim pankreas dapat merusak mukosa
lambung (gastritis erosif), mengganggu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan
difusi kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan
peradangan. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah
dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang
dengan sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi
perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan
peradangan dan nekrosis pada dinding lambung (gastritis korosif). Nekrosis dapat
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan
peritonitis.
Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan
mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan (gastitis
atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi
lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan
pendahuluan untuk karsinoma lambung.
6. Pathways
1. Gastritis akut
Gastritis akut :
• Ulserasi superficial yang menimbulkan hemorragie
• Ketidaknyamanan abdomen (mual, anoreksia)
• Muntah serta cegukan
• Dapat terjadi kolik dan diare.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A sering juga disebut
gastritis autoimun yang diakibatkan oleh perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan
infiltrasi selular. Sedangkan tipe B sering disebut gastritis H. pilori, yang mempengaruhi
antrum dan pilorus.
Gastritis kronis :
Tipe A :
• Asimtomatis
Tipe B :
• Mengeluh anoreksia
• Sakit ulu hati setelah makan
• Bersendawa
• Rasa pahit dalam mulut
• Mual dan muntah
8.GEJALA KLINIS
Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda – tanda
penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain :
Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik
atau lebih buruk ketika makan
Mual
Muntah
Anoreksia
Kembung
Gastritis yang terjadi tiba – tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada perut
bagian atas, sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau
kehilangan selera. Bagi sebagian orang, gastritis kronis tidak menyebabkan apapun.
Kadang, gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi
parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok pada lambung. Pendarahan pada
lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan
perawatan segera.
9. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang
mengalami perdarahan hebat hingga menimbulkan gangguan hemodinamik yang nyata
seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardi sampai gangguan kesadaran
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik:
2.Histopatologi.
3.Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadang dilakukan tapi tidak begitu
memberikan hasil yang memuaskan.
11. PROGNOSIS
Penyakit gastritis dapat disembuhkan melalui proses pertahapan. Hal ini sesuai
dengan konsensus Asia-Pasifik atau konsensus nasional tentang tata laksana penyakit
gastritis. Tahap pertama pengobatan penyakit gastritis adalah konservatif empiris terapy atau
terapi percobaan selama 4 sampai 6 minggu yang bisa dilakukan oleh siapa saja baik itu
dokter umum maupun Puskesmas. Pasca terapi, maka harus dilihat perkembangannya, jika
membaik maka pengobatan dihentikan, tapi jika belum ada perbaikan yang signifikan, maka
lanjut ke tahap selanjutnya, yakni menjalani pemeriksaan endoskopi yang dilakukan oleh
dokter spesialis untuk bisa diketahui jenis penyakit gastritis yang diderita, mulai dari gastritis,
tukak lambung, polip sampai tumor. Dari sini diketahui jenis obat mana yang cocok untuk
dikonsumsi.
12. TERAPI
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan
perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus yang jarang, pembedahan untuk
mengobatinya.
Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan menyebabkan sakit
dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi sebagian besar tipe gastritis,
terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi atau menetralkan asam lambung seperti :
Anatsida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung
dengan cepat.
Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit
tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin,
ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang
diproduksi.
Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung
adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam.
Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari
“pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole,
lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga
menghambat kerja H. pylori.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori
sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga
obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang
lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan
efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah
terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis
pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori.
Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan
lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
Pencegahan
Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran untuk dapat
mengurangi resiko terkena gastritis :
Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis
makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah
dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa
dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS, obat-obat
golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang
mengandung acetaminophen.
13. PENATALAKSANAAN
Gastritis akut diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk menghindari alcohol dan
makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap cairan perlu diberikan secara
parenteral. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau
alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Misalnya
untuk menetralisasi asam lambung digunakan antasida umum( mis, aluminium
hidroksida), untuk menetralisasi alkali digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic, dan sedative, antasida serta cairan
intravena. Eudoskopi fiberoptik mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungkin
diperlukan untuk mengangkat gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostami atau
reaksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi distruksi pylorus.
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan masukan
nutrient yang tidak adekuat.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang tidak cukup dan
kehilangan cairan berlebihan karena muntah dan perdarahan
d. Kurang pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan diet, kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan masukan nutrient
yang tidak adekuat
1. Berikan klien makan porsi kecil tapi sering, rasionalnya dengan asupan nutrisi yang
adekuat diharapkan rasa mual, muntah dapat hilang serta mencegah kerusakan mukosa
lambung yang lebih berat
2.Hilangkan distraksi (misalnya pembicaraan, menonton televisi) selama waktu makan,
rasionalnya meghindari pengurangan minat untuk makan.
3.Bila makanan tidak dimakan, lakukan pemberian makan melalui selang, NGT sesuai
pesanan dalam keadaan seperti ini jangan berikan penawaran pada klien, rasionalnya agar
asupan nutrisi klien terpenuhi.
4.Lakukan metode pemberian makan pengganti setiap kali klien menolak untuk makan,
rasionalnya dengan memberikan klien memilih makanan yang disukainya akan memudahkan
intake nutrisi.
Evaluasi
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang tidak cukup dan
kehilangan cairan berlebihan karena perdarahan dan atau muntah
1. Pantau masukan dan haluan, pengisian kapiler, status membran mukosa,turgor kulit simpan
catatan di kantor perawat, dan observasi dengan sesederhana mungkin, rasional indikator
keadekuatan volume sikulasi.
2. Pantau jumlah dan tipe masukan cairan. Ukur haluaran urine dengan akurat, rasionalnya
klien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan
untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.
7. Tambahan kalium, oral atau IV sesuai indikasi (kolaborasi), rasionalnya dapat diperlukan
untuk mencegah disritmia jantung.
Evaluasi:
1. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10), rasionalnya
membandingkan dengan gejala nyeri klien sebelumnya dimana dapat membantu
mendiagnosa etiologi gastritis dan terjadinya komplikasi.
2. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, rasionalnya membantu
dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3. Catat petunjuk nyeri non verbal, contoh gelisah, menolak bergerak, berhati-hati dengan
abdomen, takikardi, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan non
verbal. Rasionalnya petunjuk non verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan dapat
digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya
masalah.
4. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien, rasionalnya makanan
mempunyai efek penetralisir asam. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.
5. Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan. Rasionalnya
makanan khusus yang menyebabkan distres bermacam-macam antar individu. Penelitian
menunjukkan kopi (termasuk dekafein) dapat menimbulkan dispepsia.
6. Bantu latihan rentang gerak aktif /pasif, rasionalnya menurunkan kekakuan sendi,
meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.
7. Gunakan susu biasa daripada susu skim, bila susu dimungkinkan, rasionalnya lemak pada
susu biasa dapat menurunkan sekresi gaster, namun kalsium dan kandungan protein
(khususnya susu skim) meningkatkannya.
Evaluasi :
Kurang pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan diet, kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
1. Tentukan tingkat pengetahuan nutrisi dan apakah keyakinan klien adalah kebutuhan paling
penting. Rasionalnya perlu diketahui apakah informasi tambahan yang perlu diberikan.
Kapan pandangan klien didengarkan, kepercayaan ditingkatkan.
5. Berikan dorongan kunjungan perawatan tindak lanjut dengan dokter dan konselor.
Evaluasi:
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana
asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.