Paper BS Hal 8 DST
Paper BS Hal 8 DST
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
Aneurisma sakular (berry) ditemukan pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Arteri
ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat
kerusakan struktural (biasanya kongenital) maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di
fisura sylvii (20%),dinding lateral arteri karotis interna (pada tempatnya berasal nya arteri
oftalmika atau arteri komunikans posterior (30%)) dan basillar tip (10%). Aneurisma pada
lokasi lain, seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteri serebri posterior, atau
segmen perikalosal arteri serebri anterior, jarang ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan
defisit neurologis dengan menekan struktur di sekitarnya bahkan sebelum ruptur. Misalnya
9
2. Aneurisma fusiformis
basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalan aneurisma fusiformis dapat
mempercepat pembentukan bekuan intra- aneurismal, terutama pada sisi-sisinya dengan akibat
stroke embolik atau tersumbatnya pembuluh darah perforans olehperluasan trombus secara
langsung. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf, karena
merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur
patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah
serebral.
3. Aneurisma mikotik.
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam
ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak
atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar
10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama. Hampir
85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior.
Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh
arteri communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang
paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamik pada
dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk
arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung
faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian
dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun
John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya
aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atherosclerosis, bentuk saluran pada
lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda
nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk
aneurisma sakular.
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia
12
mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma
perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang
menembus ruang itu, yang biasanya sama pada perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah
penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan dengan pecahnya saraf
serebral atau kerusakan arterivenous.
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa, terutama
pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture tidak dipahami.
Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat
dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil.
Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi
bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen
berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari
dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab atas
stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture menjadi rendah. Meskipun masih
terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi
13
ukuran minimal pada saat ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih
besar daripada aneurisma yang tidak rupture.
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan. Hanya
20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasien berusia antara 15 dan 45 tahun. Tidak ada
faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan kejadian ini, mulai dari tidur, kegiatan rutin
sehari-hari, dan aktivitas berat. Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika
dianamnesis pasti memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu
sebelum perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap
ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture
dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi
terkait perdarahan kedua hampir 70%.
2.5.1. Onset
Onset PSA mendadak, biasanya ketika pasien sedang melakukan aktivitas seperti
mengejan, mengangkat benda berat dan batuk yang paroksismal
Gangguan kesadaran pada PSA mulai dari letargi, somnolen, sopor, hingga koma.
2.5.6. Kejang
Secara klinis terdapat penggolongan PSA menurut Hunt and Hess sebagai berikut:
Ringan
2.6.3. Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. Meningitis ditandai dengan
adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
16
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :
- Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, sering digambarkan oleh pasien sebagai
kasus-kasus parah.
- Gejala neurologis akut fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan
memori atau perubahan kemampuan konsentrasi,
- Fotofobia,
- Meningismus,
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi,
sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh perhatian
sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat
muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang
hebat. Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang
dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%),
dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”.
Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan
gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri
orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan
penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri
karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus
didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat
menimbbulkan sindrom sinus kavernosus.
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan
fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis
okulomotorius.
18
Pemeriksaan fisik cermat pada kasus-kasus nyeri kepala sangat penting untuk
menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis
temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70% kasus.
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi perdarahan.
Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi dengan hematom subdural,
intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda klinis dapat bervariasi mulai dari
meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defisit neurologis berat dan koma. Sementara itu,
reflek Babinski positif bilateral.
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi pada PSA.
Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian. Disfasia tidak muncul pada
PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya hematom intraserebral.
Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus
frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior.
Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi langsung oleh
aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c)
meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Aneurisma di daerah
persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan
paresis N. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral.
Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan paresis N. VI. Pemeriksaan
funduskopi dapat memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena
peningkatan tekanan intrakranial. Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat
adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk PSA. Namun adanya
fenomena embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas atau besar, atau
berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme. Perdarahan dapat
19
meluas kearah parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat menekan secara ekstra-aksial.
Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada penderita PSA. Sekitar 5 hari
pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah
akan mengalami vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi.
1. CT SCAN
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam ventrikel atau
dalam ruang subarachnoid.
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
20
3. Lumbal Pungsi
Bila tidak dapat dilakukan CT Scan atau MRI dapan dilakukan lumbal pungsi untuk
membuktikan adanya perdarahan dalam rongga subaraknoid. Bila dilakukan pungsi lumbal
maka akan dijumpai cairan LCS yang mengandung darah, kadar protein meningkat sekitar 10-
20 mg%. Jumlah darah yang dijumpai pada LCS mempunyai nilai prognostik. Prognosis
biasanya buruk bila kadar hematokrit cairan spinal tinggi misalnya 3-5 %, hal ini sebagai
indikator besarnya perdarahan yang terjadi.
4. Angiografi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta
sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah
harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto radiologik yang
negatif harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan
aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vaskular di
otak maupun batang otak.
Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau pemeriksaan
neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang memiliki CT scan dan bedah saraf.
Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.
2.8.2 Perawatan departemen emergensi
Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen emergensi
dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas.
Penggunaan sedasi dengan bijaksana.
Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi dan pantau status
neurologis pasien.
Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis berubah),
perawatan departemen emergensi lebih luas.
o Menilai prosedur ABC
o Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang disebabkan oleh refleks
proteksi saluran nafas yang tertekan.
o Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:
23
Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA selama intubasi.
Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek sitoprotektif barbiturat. Thiopental
harusnya hanya digunakan pada pasien hipertensi karena kecenderungannya
menurunkan tekanan darah sistolik, yang merupakan penyebab cedera otak sekunder.
Pada pasien hipotensi dan normotensi, gunakanlah etomidate.
Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada prosesnya, untuk
mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah sedasi, defasikulasi, blok
neuromuskular kerja-singkat, dan agen lain dengan kemampuan mengurangi-TIK
(seperti lidokain intravena).
o Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak mencukupi. Target
pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK. Hiperventilasi
berlebihan mungkin membahayakan daerah yang mengalami vasospasme.
o Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan neurologis serial menjadi
lebih sulit dan telah dilaporkan meningkatkan TIK secara langsung.
o Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO2 tidal- akhir, ketika
diaplikasikan. Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi memungkinkan
klinisi menghindari hiperventilasi berlebihan atau tidak mencukupi. Target pCO 2 adalah
30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.
o Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang labil (sering
pada PSA tingkat tinggi). Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk
tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Jaga
tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum pengobatan aneurisma,
kemudian biarkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah sistolik < 200
mmHg.
o Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.
1. Agen Osmotik.
Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar 50% dalam 30
menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4 jam.
2. Obat hemostatik
Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik keadaan yang
dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih kontroversial; dihimbau untuk
berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya.
3. Antihipertensi
Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi. Penurunan
tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan ulangan, namun dilain
pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan
penurunan tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan hingga , 130
mmHg namun penurunan tekanan darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak
boleh turun lebih dari 84 mmHg.
4. Diuretik
Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa meningkatkan serum
osmolalitas.
5. Vasopressor
25
6. Antiemetik
Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.
7. Antikonvulsan
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera mencegah kejang
setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan pada pasien yang memang kejang atau jika praktek
lokal menginginkan penggunaan rutin. Mulailah dengan anti konvulsan yang tidak merubah
tingkat kesadaran (misal, awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin hanya untuk
menghentikan kejang aktif)
2.8.4. Pembedahan
- Menghilangkan kumpulan besar darah atau mengurangi tekanan pada otak jika perdarahan
tersebut karena cedera. Perbaikan aneurisma jika perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
aneurisma. Jika pasien kritis, pembedahan mungkin harus menunggu sampai orang yang lebih
stabil. Pembedahan termasuk:
- Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam sistem
ventrikular oleh gumpalan darah.
- Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama.
Puncak insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan
aneurisma.
- Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.
- Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.
- Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat
menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.
- Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.
- Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.
- Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan
PSA dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik
abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus simpatetik
miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.
Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap memiliki hasil
akhir yang baik.
Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.
Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai berikut:
o Beratnya perdarahan
o Lokasi perdarahan
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa
sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%.
Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada
intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50%
dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan pertama.
Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis pasien juga dapat dilihat pada tabel
Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini.
28
Skor Keteranga
n
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher > 2
1 Ukurn aneurisma > 10 mm
1 Usia pasien > 50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥ 25mm)
Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5
mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik.
29
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Broderick JP, Brott T, Tomsick T. The risk of subarachnoid and intracerebral hemorrhages in
blacks as compared with whites. N Engl J Med. Mar 12 1992;326(11):733-6.
2. Perry JJ, Stiell IG, Sivilotti ML, Bullard MJ, Lee JS, Eisenhauer M, et al. High risk clinical
characteristics for subarachnoid haemorrhage in patients with acute headache: prospective
cohort study. BMJ. Oct 28 2010;341:c5204.
3. Rami C Zebian, MD, Fellow, Department of Pulmonary, Critical Care and Sleep Medicine,
University of Texas Health Science Center, Houston
6. Sitorus, Sari Mega. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian Anatomi, Fakultas
Kedokteran, 2005 Universitas Sumatera Utara. Medan.