Kelompok 3
Ilham Maulidandi Rahmandika B04160065 ……….
Intan Pradika Putri B04160069 ……….
Nurannisa Wijayanti KD B04160070 ……….
Umi Hasanah B04160072 ……….
Ariqoh Amjady Anis B04160073 ……….
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip kerja dari obat
stimulansia SSP dan gejala klinis yang menyertainya.
Tinjauan Pustaka
Stimulansia adalah obat-obatan yang bekerja dengan cara merangsang saraf.
Saat saraf pusat dirangsang, akan terjadi peningkatan aktivitas, peningkatan suhu
tubuh, pupil melebar, tekanan darah naik dan aktivitas pencernaan menurun.
Pemberian stimulansia secara berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic,
sakit kepala, kejang perut dan paranoid.
Caffein adalah stimulansia yang bersifat psikoaktif. Caffeine dapat menembus
sawar otak dan mempengaruhi otak sehingga tidak tidur, melepaskan adrenalin ke
tubuh dan membuatnya selalu terjaga. Obat ini juga membuat perasaan tenang dengan
cara melepaskan dopamine di otak. Overdosis caffeine dapat menyebabkan
rhabdomyolisis atau kerusakan jaringan otot (Spruil dan Wade 2005).
Amfetamin merupakan stimulant SSP yang sangat potensial, digunakan sebagai
pengobatan ADHD dan nakrolepsi. Amfetamin merupakan salah satu jenis narkoba
yang dibuat secara sintetis. Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang
mengakibatkan jumlah neurotransmitter monoamine meningkat. Amfetamin juga
dapat meningkatkan aktivitas, konsentrasi, menekan nafsu makan, dan menurunkan
keinginan untuk tidur (Kasper 2005).
Cardiazole dapat menstimulasi bagian pusat pernafasan dan pusat vasomotor
dalam medulla oblongata. Dosis tinggi dari cardiazole dapat menyebabkan spasmus
otot. Tingkat kematian 50% dari caridazole dapat ditemukan pada pemberian
cardiazole 1% dengan dosis 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB. Dosis rendah hanya
akan menunjukkan konvulsi.
Striknin merupakan stimulant medulla spinalis. Striknin didapatkan dari
tanaman Nux vomica, yang menyebabkan keracunan. Striknin menyebabkan konvulsi
dengan gejala yang khas. Hewan akan mengalami konvulsi berupa ekstensif tonik
dari badan dan semua anggota gerak. Terdapat pula kontraksi ekstensor yang simetris
yang diperkuat oleh rangsangan sensorik. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi
yang terkoordinasi dan akhirnya terjadi konvulsi tetani (Ganiswara 1995).
20 0,8 0ᵒ - + - 28 20 +
Caffein adalah suatu obat stimulasi yang bersifat psikoaktif dari golongan
xanthine-alkaloid yang berwarna putih. Caffeine dimetabolisme di hati oleh sitokrom
P450 oksidase menjadi tiga metabolit, yaitu paraxanthine, theobrominedan
theophyline. Obat ini dapat menembus sawar otak dan mempengaruhi pembuluh
darah di otak, sehingga badan dan otak “tidak bisa tidur”, menyebabkan pelepasan
adrenalin ke tubuh dan membuat sel-sel selalu aktif dan terjaga. Obat ini juga
memanipulasi pelepasan dopamine di otak dan membuat perasaan menjadi tenang
dan melayang. Terlalu banyak kafein dapat menyebabkan intoksikasi kafein (yaitu
mabuk akibat kafein). Gejala-gejala ini bisa terjadi jika penggunaan dosis berlebih
menimbulkan gejala seperti kejangan otot (muscle twitching), kekusutan pikiran dan
perkataan, aritmia kardium (gangguan pada denyutan jantung) dan bergejolaknya
psikomotor (psychomotor agitation) bisa terjadi. Selain itu dapat juga terjadi
keresahan, kerap kencing serta masalah gastrointestinal. Intoksikasi kafein juga bisa
mengakibatkan kepanikan dan penyakit kerisauan (Spruil dan Wade 2005).
Caffein yang disuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui
saccuslimphaticus femoralis dengan dosis bertingkat setiap 5 menit sekali, bekerja
dengan menstimulasi pada daerah cortex cerebri. Dari hasil praktikum maka dapat
dilihat bahwa pemberian kafein mulai memberikan pengaruh yaitu pada dosis 0,4 ml.
hal ini ditandai dengan menunduknya posisi katak, tonus otot yang meningkat, serta
frekuensi jantung dan nafas yang mengalami kenaikan dan unanpenu, seharusnya
pernafasan mengalami peningkatan, hal ini dapat terjadi karena kesalahan praktikan
yang tidak teliti dalam penghitungan. Katak mengalami konvulsi dengan ciri-ciri kaki
katak mengalami kekejangan secara simetris pada dosis 0,8 mL. Konvulsi yang
terjadi pada pemberian kafein bersifat aspontan, asimetris dan klonik. Setelah kejang,
maka dimulailah pengrusakan otak katak pada bagian cerebrum dan didapatkan
hasil bahwa kaki katak tidak mengalami kekejangan lagi dan hal ini membuktikan
bahwa caffein bekerja dengan menstimulasi bagian cortex cerebri katak yang
menyebabkan konvulsi. Bila konvulsi diteruskan tanpa penanggulangan, maka katak
tersebut akan mengalami sesak nafas yang mengakibatkan kifosis pada punggung
katak.
Amphetamin adalah senyawa yang termasuk psikostimulansia, yang dapat
menghilangkan rasa, serta meningkatkan daya konsentrasi dan kapasitas yang
bersangkutan. Senyawa ini tidak memiliki khasiat antipsikotik. Amfetamin
merupakan obat stimulan sintetik yang sangat kuat karena dapat meningkatkan
aktivitas tubuh dan otak melalui peningkatan frekuensi denyut jantung dan frekuensi
nafas secara abnormal (Carter 2017). Pemberian amphetamine akan menimbulkan
efek samping yaitu stimulansia berlebihan SSP, kegelisahan, pusing, insomnia,
meningkatnya tekanan darah, aritmia, anoreksia, apisode psikotik. Dengan
mekanisme kerja tersebut maka obat ini digolongkan sebagai obat stimulansia cortex
cerebri yang menimbulkan konvulsi yang bersifat aspontan, simetris dan klonis. Yang
dimaksud dengan aspontan adalah konvulsi terjadi jika ada rangsangan terlebih
dahulu. Simetris ditandai dengan tremor yang terjadi baik tubuh bagian kanan
maupun kiri. Sedangkan klonik terjadi jika ada fase istirahatnya.
Defeka
si
25 1,6 - - + - - - +
15 0,4 45ᵒ ++ + ++ 92 60 -
20 0,8 - + + + 60 40 +
10 0,2 15ᵒ - - - 12 48 +
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Carter A. 2017. Uses and risks of amphetamine. [artikel]. Brighton (UK): Medical
News Today, Healthline Media.
Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta.
Kasper, D.L. 2005. Harrison’s Manual of Medicine. Mc Graw Hill Medical
Publishing Division, New York
Spruil, W.J. and Wade,W.E. 2005. Pharmacotherapy:A Pathophysiologic Approach,
6th Edition. Mc Graw Hill Medical Publishing Division, New York
Sunardi. 2006. Obat-obatan yang Berkaitan dengan Stimulassi Sistem Syaraf Pusat.
[terhubung berkala]. (22 maret 2013).