Anda di halaman 1dari 51

Makalah Obat Tradisional : Jamu, Herbal Terstandar, Fitofarmaka

Januari 27, 2018

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah Tanaman & Obat tentang “Obat Tradisional : Jamu, Herbal Terstandar,
Fitofarmaka”.

Dalam penulisan makalah ini banyak sekali hambatan-hambatan yang disebabkan karena kurangnya
referensi atau buku-buku penunjang yang dapat saya pakai sebagai pedoman dalam penulisan makalah
ini. Namun, berkat kerja sama dan dukungan dari teman-teman yang lain maka makalah ini akhirnya
dapat diselesaikan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah karena dengan tugas yang
diberikannya maka saya dapat lebih banyak mengetahui tentang Obat Tradisional. Dan juga saya ucapkan
terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah memberikan dukungan sehingga
terselesaikannya makalah ini.

Saya sadar bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan
saran yang membangun dari dosen dan teman-teman sangat berguna untuk memperbaiki penulisan
makalah yang selanjutnya.

Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan terutama bagi saya sendiri.

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan dikembangkan untuk
menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan
penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik jenis
maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional,
mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industry obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat
tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan
formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah pengembangan fito farmaka
(Ditjen POM, 1999).

Meningkatkan produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional, di sisi lain dicemari oleh
beredarnya obat tradisional yang tidak terdaftar, obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat
atau mengandung bahan-bahan berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan mutu. Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain sangat membahayakan
kesehatan/jiwa konsumen juga merusak citra obat tradisional secara keseluruhan.

Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional yang tidak terdaftar atau tidak
memenuhi syarat , ditempuh berbagai langkah strategis, antara lain penyebaran informasi yang cukup
kepada masyarakat dan pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan perundangan-undangan
yang berlaku di bidang obat tradisional (Ditjen POM, 1999).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi tentang obat tradisional

2. Untuk mengetahui tanaman yang bisa digunakan untuk obat tradisional

3. Untuk memahami tentang bentuk sediaan obat tradisional

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional (Undang-Undang RI No.
23 Tahun 1992 tentang kesehatan) adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan
pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI.No. 179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang


Produksi dan Distribusi Obat Tradisionil adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan
tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut
yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman
bahan alam dan bedasarkan pengalaman.

Obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI.No.246/Men.Kes/Per/V/1990 Tentang Izin


Usaha IOT dan Pendaftaran O.T Dan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Adalah
bahan atau ramuan bahan, yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.

Sejarah obat tradisional :

· Tradisi : merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh berkembang, terpeliharah pada


sekelompok/golongan masyarakat, yang pada akhirnya melahirkan satu budaya

· Kebiasaan lahir dari pengalaman, pengalaman diperoleh dari berbagai cara, antara lain : mencoba-
coba, signature, petunjuk dari yang kuasa

Tahun 1976, merupakan awal pengembangan O.T di Indonensia dengan dibentuknya direktorat
pengawasan obat tradisional, pada direktorat pengawan obat dan makanan, departemen kesehatan.
Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang dikenal dengan paket deregulasi, yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan R.I :

1. No. 179/Men.Kes/Per/VII/76, Produksi dan Distribusi Obat Tradisional

2. No. 180/Men.Kes/Per/VII/76, Wajib Daftar Obat Tradisional

3. No. 181/Men.Kes/Per/VII/76, Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional

B. Izin Edar

Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar yang diberikan oleh Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar dilaksanakan melalui mekanisme registrasi
sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan dan berlaku selama 5 (lima) tahun. Dikecualikan dari
ketentuan kewajiban memiliki izin edar di berlakukan terhadap :

1. Obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong
2. Simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan
pengobatan tradisional

3. Obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran
dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu

2. Dibuat dengan menerapkan CPOTB

3. Memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui

4. Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah, penandaan
berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.

Kewajiban Pemegang Nomor Izin Edar

Pemegang nomor izin edar wajib melakukan pemantauan terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan
mutu produk yang beredar. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan
mutu produk, pemegang nomor izin edar wajib melakukan penarikan produk dari peredaran dan
melaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 181/Menkes/Per/VII/1976 tentang Pembungkusan dan


Penandaan Obat Tradisional

2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar Simplisia Impor

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang yang mengatur pendaftaran obat tradisional
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 661/Menkes/Per/VII/1994 tentang Persyaratan Obat


Tradisional

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran Obat


Tradisional Impor.

Obat tradisional dilarang mengandung :

1. Etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan
pengenceran

2. Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat
3. Narkotika atau psikotropika dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan
dan/atau berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan.

Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan :

1. Intravaginal

2. Tetes mata

3. Parenteral

Registrasi Obat Tradisional

1. Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Registrasi Obat Tradisional Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak dengan
melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional yang seluruh atau
sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat tradisional atau usaha kecil obat
tradisional berdasarkan kontrak.

3. Registrasi Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil
Obat Tradisional penerima lisensi yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh industri
obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.

4. Registrasi Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil
Obat Tradisional, atau importir obat tradisional yang mendapat penunjukan keagenan dan hak untuk
melakukan registrasi dari industri di negara asal. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang
seluruh proses pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer
dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.

5. Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat
Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian
(galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan
untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek
masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah
didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan
penyakit (Ditjen POM, 1994).

Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan
dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat
tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional
tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang
digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat
tradisional (Dirjen POM, 1994).

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian
atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum
kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).

C. Kelebihan dan kekurangan obat tradisional

1. Keuntungan obat tradisonal

Kelebihan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO memiliki beberapa
kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda
memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih
sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.

a. Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat

OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara
penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.

b. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/komponen
bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki
efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi
ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih
jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat
dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok dalam tujuan
pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan
efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih
dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.
c. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi

Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa
menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih
dari satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada herba timi dan
daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada
akar kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang
disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti
hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran produksi cairan empedu),
hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan).

d. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Sebagaimana
diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari penyakit
infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah
tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini seiring dengan laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban
manusia yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai penemuan
baru yang bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan kesejahteraan umat manusia.Pada periode
sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan secara
cepat dengan mengunakan antibiotika (obat modern). Pada saat itu jika hanya mengunakan OT atau
Jamu yang efeknya lambat, tentu kurang bermakna dan pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya pada
periode berikutnya hinga sekarang sudah cukup banyak ditemukan turunan antibiotika baru yang
potensinnya lebih tinggi sehingga mampu membasmi berbagai penyebab penyakit infeksi. Akan tetapi
timbul penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik, melainkan oleh gangguan metabolisme
tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan
dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit metabolik dan degeneratif. Yang
termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes (kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi),
asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya : rematik (radang
persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of
memory).

2. Kelemahan obat tradisonal

Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga
merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima
pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek
farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines,
belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini
maka pada upaya pengembangan OT ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu,
sehingga ditemukan bentuk OT yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan
secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan
tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi,
toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut.

Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif dalam bahan obat alam
serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan
dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa
yang berguna dan membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari.

D. Cara Produksi Obat Tradisional Yang Baik

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut
pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia
yang menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan
dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat
bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.

Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri
obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah
dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak
hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi
industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
BAB III

PEMBAHASAN

Kategori obat tradisional antara lain jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengelompokan tersebut
berdasar atas cara pembuatan, klaim pengguna dan tingkat pembuktian khasiat (Testimoni).

A. Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan
atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan
secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam bahkan
lebih.

Logo jamu yaitu:


Penjelasan pada logo jamu yaitu :

Bentuk lingkaran pada logo jamu melambangkan sebuah proses dan menyatakan bahwa produk tersebut
termasuk dalam kategori aman. Warna hijau merupakan perwujudan kekayaan sumber daya alam
Indonesia, kemudian jari-jari daun melambangkan serangkaian proses yang sederhana yang merupakan
visualisasi proses pembuatan jamu.

B. Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam
yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini,
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak.

Selain proses produksi dengan teknologi maju, obat herbal terstandar pada umumnya telah ditunjang
dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan
berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang
higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

Logo obat herbal terstandar yaitu:

Penjelasan mengenai logo obat herbal terstandar :

Logo obat herbal terstandar berupa jari-jari daun sebanyak 3 pasang yang terletak di dalam lingkaran
yang dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras
dengan warna logo dan ditempatkan di bagian kiri atas. Tulisan Obat Herbal Terstandar harus jelas dan
mudah dibaca, di cetak dengan warna hitam di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras
dengan tulisan “Obat Herbal Terstandar”.

C. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena
proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada
manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang
kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.

Logo fitofarmaka yaitu:


Penjelasan logo fitofarmaka yaitu :

Bentuk lingkaran melambangkan sebuah proses dan tanda aman. Warna hijau dan kuning merupakan
perwujudan kekayaan sumber daya alam. Stilisasi jari-jari daun yang membentuk bintang melambangkan
serangkaian proses yang cukup kompleks dalam pembuatan fitofarmaka.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

2. Bahan yang digunakan dalam obat tradisional adalah simplisia.

3. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.

4. Simplisia yang digunakan berasal dari tumbuhan, hewan, pelikan (mineral) dan bisa bersumber dari
tumbuhan liar atau tumbuhan budidaya yang harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan
pengobatan tradisional.

5. Bagian tanaman obat yang digunakan untuk obat tradisional adalah kulit, buah, daun,kulit batang,
biji, akar , dll.

6. Obat tradisional dapat berupa serbuk, larutan, pil, kapsul, dsb.

7. Tanaman yang masuk dalam kategori simplisia antara lain adalah coriandri fructus, myristicae
semen, curcuma rhizoma, dsb.

B. Saran
Seharusnya kita dapat lebih bijak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang ada di sekitar kita dengan
sebaik mungkin. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup disekitar kita agar tercipta lingkungan
hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2002. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : UGM press.

Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia jilid IV. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV. Jakarta : Depkes RI.

Ditjen POM. 1986. Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional. Jakarta : Depkes RI.

Widyastuti, Sri wahyuni, dkk. 2004. Bercocok Tanam. Yogyakarta : kanius

New!!!!!

Walaupun keduanya memiliki manfaat menyembuhkan penyakit, tetapi jamu dan obat herbal itu
berbeda.

Perbedaannya terletak pada pengujian senyawa aktifnya.

Pada prinsip jamu, semua tanaman herbal yang diolah dan semua manfaatnya bisa didapatkan.
Sedangkan obat herbal, harus melewati beberapa langkah uji yang panjang dan proses yang disebut
TCEBS (Tandem Chemistry Expression Bioassay System) untuk menemukan satu manfaat obat yang
merupakan senyawa paling aktif (fraksi bioaktif).

Sebelum membahas lebih lanjut hebal Indonesia, inilah konsep dasarnya, berdasarkan SK Kepala Badan
POM RI No. HK. 00.05.4.2411, kriteria bahan alam obat-obat tradisional dibagi menjadi tiga golongan
besar, yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka.
1. JAMU (Empirical Based Herbal Medicine)

Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, dalam kata lain, belum
mengalami uji klinik maupun uji praklinik, namun khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan
pengalaman empiric. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang digunakan pun belum mengalami
standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian tanaman. Jamu disajikan secara tradisional
dalam bentuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya, obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris.

Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut:

-Aman

-Klaim khasiat dibuktikan secara empiris

-Memenuhi persyaratan mutu.

Logo jamu berupa ranting daun terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan “JAMU”
seperti gambar di samping.

Contoh obat-obatan golongan jamu adalah pilkita, laxing, keji beling, curcuma tablet.

2. OBAT HERBAL TERSTANDAR (Standarized Based Herbal Medicine)

Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki
grade setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun bahan bakunya telah
distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas produknya. Uji praklinik dengan hewan uji, meliputi uji
khasiat dan uji manfaat, dan bahan bakunya telah distandarisasi.

Logo Herbal Terstandar berupa jari-jari daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran dan harus
mencantumkan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” seperti gambar di atas.

Ada lima macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro, uji eksperimental in vivo, uji toksisitas akut,
uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus.

Kriteria Obat Herbal Terstandar antara lain:

-Aman

-Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra-linik

-Bahan baku yang digunakan telah mengalami standarisasi

-Memenuhi persyaratan mutu.

Di Indonesia telah terdapat kurang lebih 17 macam OHT, Contoh obat golongan herbal terstandar antara
lain Lelap, Diapet, tolak angin, antangin JRG, dll.

3. FITOFARMAKA

Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu
syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal
(fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan manfaat klinik.

Syarat fitofarmaka yang lain adalah:

-Klaim khasiat dibuktikan secara klinik


-Menggunakan bahan baku terstandar

-Memenuhi persyaratan mutu.

Logo Fitofarmaka berupa jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran
dan harus mencantumkan tulisan “FITOFARMAKA” seperti gambar di atas.

Di Indonesia baru ada 5 jenis fitofarmaka yang beredar, antara lain Stimuno, Nodiar, X-gra, Tensigard, dan
Rheumaneer.

Itulah tiga kriteria produk bahsn alam dan tahapan yang harus dilalui oleh produsen bahan alam. Semua
uji tersebut ditempuh sebagai upaya menjamin keamanan dan keselamatan konsumen.

Untuk katagori Fitofarmaka, dewasa ini lebih banyak dikembangkan di Cina, karena bangsa Cina sudah
lebih dahulu mengenal dan mempelajari pengobatan herbal lebih dari 5000 tahun yang lalu, yaitu pada
masa Dinasti Kekaisaran. Dan yang penting diketahui bahwa, pada masa itu bahan uji dicobakan pada
“manusia” karena pada masa itu belum mengenal Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga sangat terjamin
keamanannya untuk dikonsumsi manusia. Tidak seperti masa modern sekarang yang bahan ujinya
dicobakan lebih banyak kepada “hewan”.

Sedangkan di Indonesia, pada saat ini, menurut Prof. dr Tjandra Yoga Aditama Sp P (K), MARS, DTM&H,
DTCE, Dalam peta jalan (roadmap) pengembangan jamu (RPJ) 2011-2025 telah ditetapkan visi , misi dan
tujuan Jamu Indonesia.

Visi Jamu Indonesia yaitu menjamin Kualitas Hidup Dunia.

Misi

1. Meningkatkan keamanan, khasiat-manfaat dan mutu jamu.

2. Meningkatkan kemandirian bahan baku jamu.

3. Mengembangkan industri jamu berkelas dunia.

4. Memantapkan pasar lokal dan mendorong pasar global.

5. Meningkatkan pemanfaatan jamu dalam pelayanan kesehatan.

6. Jamu sebagai brand image bangsa Indonesia.

Tujuan Pengembangan jamu Indonesia bertujuan untuk mewujudkan jamu Indonesia yang aman,
berkhasiat dan bermutu dengan dukungan industri yang mandiri dan berdaya saing pada pasar global
dan terlaksananya integrasi jamu dalam pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat.
Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengharapkan industri jamu dan pengobatan herbal
Indonesia bisa lebih mendunia, seperti yang telah dijalankan oleh negeri Tiongkok dan India dengan
pengobatan herbal yang dimilikinya.

Pada saat ini pengobatan asal Tiongkok dan India sudah bisa disejajarkan dengan pengobatan modern
kenapa Indonesia tidak?

Negara lain yang juga memiliki pengobatan tradisional seperti Tiongkok dan India. Pengobatan herbal
mereka sekarang sudah sangat maju dan terkenal, bahkan bisa disandingkan dengan pengobatan
modern.

Pengobatan tradisional Indonesia harus bisa diterima secara baik oleh masyarakat tanah air, bahkan bisa
terkenal hingga seluruh penjuru dunia. Untuk meraihnya perlu adanya dukungan penuh dari pemerintah
dalam mendorong industri jamu dan obat-obatan tradisional yang dimiliki bangsa.

Pengembangan industri jamu dan pengobatan herbal harus dimulai karena akan mengundang pihak
asing untuk memanfaatkan pengembangan industri tersebut di Tanah Air.

Jangan sampai apa yang menjadi kelebihan kita ini tidak berkembang, dan justru masyarakat barat yang
mengembangkannya. Jangan sampai mereka mematenkan yang sudah kita miliki. Klinik herbal di luar
sana berkembang dengan baik. Jangan sampai kita meninggalkannya.*AR.

New!!!

pengertian Obat Tradisional berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan
bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Adapun beberapa jenis Obat Tradisional adalah sebagai berikut :

1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut.
Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya, obat tradisional ini
dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah
secara uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Selain adanya klaim khasiat yang dibuktikan secara
empiris, jamu juga harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu.

2. Obat Herbal Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman
obat, hewan, maupun mineral. Dalam proses pembuatannya, dibutuhkan peralatan yang tidak
sederhana dan lebih mahal dari jamu. Obat herbal terstandar umumnya ditunjang oleh pembuktian
ilmiah berupa penelitian praklinis. Penelitian ini meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat
dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas akut maupun
kronis.

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya telah
terstandar ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Karena itu, dalam pembuatannya
diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.

Secara ringkas kesimpulan dari penjelasan di atas beserta logonya (logo biasanya terletak di
pembungkus, wadah, etiket, atau brosur Obat Tradisional tersebut) masing-masing tabel di bawah ini
adalah sebagai berikut :

New!!!

Obat Konvensional adalah obat atau bahan obat yang bias diresepkan oleh dokter kepada pasien untuk
mengobati penyakitnya. Bentuknya bermacam-macam, bisa tablet, kapsul, puyer, sirup, emulsi dan
sebagainya. Obat konvensional ada yang bermerek paten dan ada pula yang generik, dimana keduanya
memiliki kandungan zat aktif obat yang diketahui struktur kimianya sedangkan Obat Tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (PMK No. 003
Tahun 2010). Penggolongan Obat Konvensional sudah saya bahas ditulisan saya sebelumnya. Sekarang
saya akan lebih fokus membahas tentang penggolongan Obat Tradisional.

Oke....langsung saja...Saat ini Obat Tradisional digolongkan menjadi 3 yaitu Jamu, Obat Herbal
Tersandar dan Fitofarmaka. Apa perbedaan dari ketiganya??????Baiklah,,,saya akan bahas satu persatu.

1. JAMU (Empirical based herbal medicine)

Siapa yang tak mengenal jamu???(hayoo tunjuk jari,,,hehehe). Pasti kalian sudah familiar dengan kata
Jamu kan yaaa??? Jika mendengar kata Jamu, apa yang terlintas di pemikiran kalian??? pasti yang
terlintas adalah Jamu asalnya dari bahan alami, merupakan tradisi rakyat Indonesia, khasiat tumbuhan
yang digunakan diketahui secara turun temurun. Selain itu, Ada lagi????yap,,Biasanya dijual sama mbok
jamu yang digendong dipunggungnya, harganya murah dan kebanyakan rasanya pahit.. iya gak???
hehehehe...

Okelah,,,kembali ke topik,,,, menurut literatur yang saya baca pengertian Jamu itu sendiri adalah
merupakan obat tradisional yang diracik dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan belum
dibuktikan secara ilmiah (belum melewati uji pre klinik dan uji klinik) serta memenuhi persyaratan mutu.
Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk, seduhan, pil, maupun cairan. Contoh Jamu yaitu
Jamu Temulawak yang secara turun temurun bisa digunakan untuk meningkatkan nafsu makan, Jahe
yang digunakan untuk mengatasi masuk angin, minyak kayu putih yang dioleskan di perut bisa
menghangatkan atau mengurangi kembung dan sebagainya.

Logo dari sediaan jamu berupa lingkaran dengan garis berwarna hijau di tengah terdapat gambar
ranting pohon beserta daunnya yang berwarna hijau dan terdapat tulisan jamu seperti gambar dibawah
ini :

Contoh Jamu yang terdapat di pasaran adalah Minyak Kayu Putih Cap Lang, Tolak Angin, Woods Herbal,
Kuku Bima gingseng.

2. OBAT HERBAL TERSTANDAR ( Standarized based Herbal Medicine)

Obat Herbal Standar ini bisa dibilang kakaknya Jamu di keluarga Obat Tradisional karena Obat ini
sudah melalui pembuktian ilmiah berupa uji praklinis. Sehingga khasiat obatnya tidak hanya didasarkan
pada kata nenek moyang, tapi sudah benar benar dibuktikan secara ilmiah sebatas uji praklinis.

Menurut literatur Obat Herbal Terstandar merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstaksi
penyarian bahan alam, baik dari tanaman, binatang maupun mineral. Dalam proses pembuatanya
membutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari jamu serta telah dilakukan
pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis yang meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat
dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higenis, serta uji toksisitas akut maupun
kronis.

Apa itu Uji Preklinis dan Uji Klinis????,,,ada yang tau???

Nah.......Uji Preklinis adalah Uji yang dilakukan pada hewan percobaan, sedangkan Uji Klinis merupakan
uji percobaan yang telah dilakukan pada manusia.

Logo dari OHT pun berbeda dengan logo Jamu, dimana logo OHT berupa lingkaran dengan garis tepi
berwarna hijau dengan simbol tiga bintang (*) berwarna hijaudisertai tulisan Obat Herbal Terstandar
seperti gambar dibawah ini:

contoh dari OHT adalah Kiranti, Diapet, Mastin, Stopdiar, Lelap


3. FITOFARMAKA (Clinical Based Herbal Medicine)

Fitofarmaka bisa dikatakan obat tradisional yang paling modern karena telah melewati pembuktian
ilmiah baik itu uji praklinis maupun uji klinis. Fitofarmaka ini merupakan obat tradisional yang paling
modern karena dalam proses pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern dan biayanya
pun lebih mahal dari Jamu dan OHT. Karena obat ini telah melewati uji pre kinis dan klinis maka bisa
disejajarkan dengan obat konvensional.

Logo dari Fitofarmaka berupa lingkaran dengan garis tepi berwarna hijau dengan simbol ranting
tanpa daun yang bercabang berwarna hijau dengan tulisan Fitofarmaka seperti gambar dibawah ini:
contoh dari Fitofarmaka adalah Stimuno, Tensigard, Rheumeneer, X-gra

PENGGOLONGAN OBAT TRADISIONAL (OT) INDONESIA


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (DepKesRI).

Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu jamu, obat
herbal terstandar, dan fitofarmaka.

1.Jamu (Empirical based herbal medicine)

Logo Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang disiapkan dan disediakan secara tradisional. Berisi seluruh bahan
Tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara
tradisional berdasarkan pengalaman. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-
puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur atau pengalaman leluhur. Sifat jamu umumnya belum terbukti secara ilmiah
(empirik) namun telah banyak dipakai oleh masyarakat luas. Belum ada pembuktian ilmiah sampai
dengan klinis, tetapi digunakan dengan bukti empiris berdasarkan pengalaman turun temurun. Perlu
diperhatikan, JAMU itu bisa diartikan denga kata lain OBAT ASLI INDONESIA, jadi jika meyebutkan jangan
“JAMU INDONESIA” tapi cukup dengan “JAMU”. Jamu adalah obat-obatan yang ramuannya masih khas
dan sederhana, dapat dijumpai di masyarakat sudah digunakan secara turun temurun dan terbukti
secara di masyarakat nyata memiliki efek

ketentuan umum jamu ada pada pasal 2:

“Pasal 2

1. Jamu harus memenuhi kriteria:

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris

c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu
tingkat pembuktian umum dan medium

3. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: ” Secara tradisional digunakan untuk …”, atau
sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.”

Ketentuan umum logo Jamu ada pada pasal 5


Baca juga disini, BKO pada obat herbal

2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)

Logo Obat Herbal terstandar (OHT)

Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan
alam (dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral). Untuk melaksanakan proses ini
membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi
dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian
pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan
ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan telah dilakukan uji
toksisitas akut maupun kronis. Intinya OHT sudah terstandardisasi komposisinya, dan sudah diujikan dan
terbukti berkhasiat lewat penelitian pada hewan

ketentuan umum OHT ada pada pasal 3:

“Pasal 3

1. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria:

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi Memenuhi
persyaratan mutu yang berlaku

2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan
medium.”

Ketentuan umum logo OHT ada pada pasal 7

3.Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)

Logo Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena
:
• Proses pembuatannya yang telah terstandar,

• Ditunjang bukti ilmiah s/d uji klinik pada manusia dengan criteria- memenuhi syarat ilmiah,

• Protokol uji yang telah disetujui,

• Dilakukan oleh pelaksana yang kompeten,

• Memenuhi prinsip etika,

• Tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.

Dengan dilakukannya uji klinik, maka akan meyakinkan para praktisi medis ilmiah untuk menggunakan
obat herbal ke dalam sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan
obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah. Pada intinya, fitofarmaka itu
obat dari bahan alam yang secara penelitian dan khasiat sudah bisa disetarakan dengan obat-obatan
sintesis/modern. Penelitiannya sudah melalui uji klinis (pada manusia)

Ketentuan umum Fitofarmaka ada pada pasal 4:

“Pasal 4

1. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.”

Ketentuan umum logo Fitofarmaka ada pada pasal 8

New!!!

Obat Tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep
nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat
bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik
harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut
beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.

Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut.

Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia
dan tablet.

Obat Bahan Alam Indonesia menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia tanggal 2 Maret 2005 adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia.

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan
Alam Indonesia dikelompokkan menjadi :

a. Jamu

b. Obat Herbal Terstandar

c. Fitofarmaka

Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat yang
berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional. Obat tradisional Indonesia semula hanya
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan
semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu
proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk
ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan
penelitian sampai dengan uji klinik.

Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical based herbal medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan,
pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta
digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan
leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10
macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi
cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh
tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung
untuk tujuan kesehatan tertentu.

Jamu harus memenuhi kriteria :


a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris;

c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat
pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata – kata : “Secara
tradisional digunakan untuk …”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.

Logo Jamu :

Logo “Ranting daun terletak dalam lingkaran”, ditempatkan dibagian atas kiri dari wadah /
pembungkus/brosur, dicetak warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok
kontras dengan warna logo. Tulisan “Jamu” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam
di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “Jamu”.

2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)

Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang
lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju,
jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-
klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik;

c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.

Logo Obat Herbal Terstandar :

Logo Obat Herbal Terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “Obat Herbal Terstandar” . Logo
berupa “Jari-jari Daun (3 Pasang) Terletak dalam lingkaran”, dan ditempatkan dibagian atas kiri
wadah/pembungkus/brosur; dicetak warna hijau diatas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo; tulisan “Obat Herbal Terstandar” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok .

3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)


Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji
klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat
herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi. Fitofarmaka harus
mencantumkan logo dan tulisan “Fitofarmaka”

Logo Fitofarmaka:

Logo berupa “Jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang)”, dan ditempatkan pada bagian atas
kiri dari wadah/pembungkus/brosur; dicetak warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo; tulisan “Fitofarmaka” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“Fitofarmaka”.

New!!

Pengobatan tradisional dengan pengobatan modern telah bersanding selama berpuluh-puluh tahun.
Ada yang lebih percaya ilmu kedokteran modern dan ada yang percaya ilmu pengobatan tradisional.
Namun tidak jarang, seorang dokter memadukan kedua ilmu ini untuk bisa mengobati pasiennya lebih
maksimal. Menurut WHO, saat ini 80% penduduk di negara berkembang dan 65% penduduk di negara
maju telah menggunakan obat herbal. Faktor penyebabnya adalah usia harpan hidup lebih panjang pada
saat prevalensi penyakit kronis meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit
tertentu (seperti kanker), serta meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Dan
data dari sekretariat Convention on Biological Diversity (CBD) menunjukkan angka penjualan global obat
herbal dapat menyentuh angka 60 miliar dollar AS setiap tahunnya.

Di Indonesia sendiri, obat herbal telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu. Hal ini dapat dibuktikan
dari penemuan naskah lama pada daun lontar husodo (Jawa), Usada (Bali), lontarak pabbura (Sulawesi
Selatan), dokumen serat primbon Jampi, serat racikan Boreh Wulang Ndalem, dan relief candi Borobudur
yang menggambarkan seseorang yang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan
bakunya.

Ilmu kedokteran modern berkembang di akhir abad ke -18 jelang awal abad ke-19 di Negara Inggris,
Jerman dan Perancis. Ilmu ini bertujuan untuk memberikan cara kerja efektik dengan metode ilmiah
serta ilmu sains modern. Ilmu kesehatan moden mempelajari bagaimana cara mempertahankan
kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan waktu minim namun hasil
maksimal. Para dokter mempelajari system tubuh manusia, penyakit, pengobatan serta penerapan nya.

Lalu seiring dengan berkembangnya tehnologi dan ilmu pengetahuan, pengobatan tradisional
berkembang melalui berbagai tingkatan uji klinis. Sehingga obat tradisional digolongkan menjadi 3 jenis;
jamu (empirical based herbal medicine), obat ekstrak alam (obat herbal terstandar/scientific based
herbal medicine), dan fitofarmaka (clinical based herbal medicine). Jamu adalah jenis herbal yang belum
melalui proses uji kelayakan, hanya berdasarkan pengalaman masyarakat, sedangkan obat tradisional
telah diuji khasiat dan toksisitasnya (kandungan racun), namun belum diujicobakan penggunaannya pada
pasien. Perkembangan ilmu pengobatan tradisional di Indonesia sendiri juga bagus. Sejak tahun 2012,
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) membuka jurusan Fakultas Kedokteran Herbal
(komplementer). Karena ilmu tradisional dengan modern seharusanya bisa saling bersanding dan saling
melengkapi. Karena baik pengobatan tradisional ataupun pengobatan modern, masing-masing
mempunyai efek samping dan perlu diperhatikan cara penggunannya. Jika tidak tepat, maka akibatnya
buruk bagi kesehatan Healthy People. Sebagai contoh, para pasien kanker yang berobat ke Guangzhou,
Cina mereka mendapat obat modern yang telah lulus uji klinis juga dibekali herlab cina sebagai
suplemen.

Baik pengobatan tradisional maupun modern, semuanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Sekarang semuanya kembali lagi kepada Healhty People. Bijaklah dalam memilih dan memilah
pengobatan mana yang dirasa paling cocok untuk diri Healthy People. Salam sehat Combiphar!

New!!

Arti Simbol dalam Kemasan Obat


Kita sering melihat dalam kemasan botol ataupun pembungkus obat berbentuk logo lingkaran. Nah inilah
arti logo simbol obat dimaksud : Simbol Logo Obat Jamu Jamu adalah obat tradisional yang disediakan
secara tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis
(bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama
berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu
pada resep peninggalan leluhur. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun. Penandaan pada produk Jamu Tulisan “JAMU”
harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU” catatan : pada produk jamu dilarang mencampurkan atau
terkandung bahan kimia obat apapun. jamu adalah tingkat terendah dari strata obat herbal lainnya
tingkatan selanjutnya adalah Herbal Terstandar Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara
tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas
cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama
berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu
pada resep peninggalan leluhur. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun. Penandaan pada produk Jamu Tulisan “JAMU”
harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU” catatan : pada produk jamu dilarang mencampurkan atau
terkandung bahan kimia obat apapun. jamu adalah tingkat terendah dari strata obat herbal lainnya
tingkatan selanjutnya adalah Herbal Terstandar. Simbol Logo Obat Herbal Terstandar

Logo OHT Obat Herbal Terstandar (OHT) Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Pada melaksanakan
proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga
kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses
produksi dengan teknologi tinggi, jenis herbal ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian
ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart
pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas
akut maupun kronis. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Pada
melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah
dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan tehnologi tinggi, jenis herbal ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat,
standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji
toksisitas akut maupun kronis. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan
tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” Contoh OHT (Diapet, Hi-Stimono, Irex-Max, Kiranti Pegel Linu,
Kiranti Sehat Datang Bulan) OHT adalah strata ke-dua setelah Jamu Simbol Logo Obat Fitofarmaka
Logo Fitofarmaka Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan
obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai
dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui,
pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan
uji klinik akanlebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di saranapelayanan
kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas
dengan pembuktian secara ilimiah. Adapun masyarakat menggunakan bahan alam yang ada di sekitar
lingkungan tempat tinggalnya menggunkan sebagai obat tradisional maka dari itu isi makalah ini
membahas tentang resep obat tradisional dan bukti penggunaannya di masyarakat. Produk Fitofarmaka
yang sudah disetujui BPOM nodiar/tablet : untuk pengobatan diare nonspesifik rheumaneer/kapsul :
untuk pengobatan nyeri sendi ringan sampai sedang stimuno : sebagai immunomodulator dan sebagai
terapi ajuvan dalam pengobatan tuberkulosa x-gra/kapsul : untuk disfungsi ereksi dengan atau tanpa
ejakulasi dini tensigard agromed/kapsul : untuk menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik pada
hipertensi ringan hingga sedang Fitofarmaka dapat dikatakan sebagai obat herbal tertinggi dari Jamu dan
Herbal Terstandar karena proses pembuatannya sudah mengadopsi CPOB dan sampai uji klinik pada
manusia.

New!!

Obat Tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep
nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat
bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik
harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut
beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.

Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut.

Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia
dan tablet.

Obat Bahan Alam Indonesia menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia tanggal 2 Maret 2005 adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia.

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan
Alam Indonesia dikelompokkan menjadi :
a. Jamu

b. Obat Herbal Terstandar

c. Fitofarmaka

Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat yang
berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional. Obat tradisional Indonesia semula hanya
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan
semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu
proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk
ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan
penelitian sampai dengan uji klinik.

Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical based herbal medicine)

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan,
pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta
digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan
leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10
macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi
cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh
tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung
untuk tujuan kesehatan tertentu.

Jamu harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris;

c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat
pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata – kata : “Secara
tradisional digunakan untuk …”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.

Logo Jamu :

Logo “Ranting daun terletak dalam lingkaran”, ditempatkan dibagian atas kiri dari wadah /
pembungkus/brosur, dicetak warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok
kontras dengan warna logo. Tulisan “Jamu” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam
di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “Jamu”.

2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)


Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang
lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju,
jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-
klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik;

c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.

Logo Obat Herbal Terstandar :

Logo Obat Herbal Terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “Obat Herbal Terstandar” . Logo
berupa “Jari-jari Daun (3 Pasang) Terletak dalam lingkaran”, dan ditempatkan dibagian atas kiri
wadah/pembungkus/brosur; dicetak warna hijau diatas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo; tulisan “Obat Herbal Terstandar” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok .

3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)

Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern
karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji
klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat
herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi. Fitofarmaka harus
mencantumkan logo dan tulisan “Fitofarmaka”
Logo Fitofarmaka:

Logo berupa “Jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang)”, dan ditempatkan pada bagian atas
kiri dari wadah/pembungkus/brosur; dicetak warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo; tulisan “Fitofarmaka” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“Fitofarmaka”.

New!!

DAFTAR NAMA-NAMA OBAT FITOFARMAKA, HERBAL TERSTANDAR DAN JAMU (OBAT TRADISIONAL).

1. Obat Fitofarmaka

Obat Fitofarmaka adalah Obat herbal yang sudah melalui studi praklinis dan klinis dimana formula
mengandung obat yang berefek kuratif atau menyembuhkan dan telah melalui uji toksikologi
(pembuktian syarat keamanan obat secara formal), uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan
penyakit atau gejala penyakit, dan uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat). Obat
fitofarmaka dapat disejajarkan dengan obat-obatan modern karena memiliki tahap pengembangan dan
pengujian sebagai berikut:

Tahap seleksi.

Tahap Biological Screening

Tahap Penelitian Farmakodinamik

Tahap Pengujian Toksisitas Lanjut

Tahap Pengembangan Sediaan (Formulasi)

Tahap Uji Klinik Pada Manusia

Daftar Nama Obat Fitofarmaka

Diabmeneer Nyonya Meneer – Fitofarmaka Diabetes (Kencing Manis) mengandung ekstrak


momordica fructis yang membantu mengurangi konsentrasi gula darah.

2. Stimuno Dexa Medica – Fitofarmaka Modulator Imun (Imunomodulator); ekstrak Phylanthus niruri
atau meniran di dalamnya berkhasiat merangsang tubuh lebih banyak memproduksi lebih banyak
antibodi dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar bekerja optimal.
Tensigard Phapros – Fitofarmaka Hipertensi (Darah Tinggi); ekstrak apii herba dan ekstrak
orthosiphonis berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.

4. Rheumaneer Nyonya Meneer – Fitofarmaka Rematik; mengandung ekstrak Curcumae Rhizoma


yang berkhasiat melancarkan peredaran darah, menghilangkan nyeri dan kaku sendi, menghangatkan,
dan menyegarkan badan.

X-Gra Phapros – Fitofarmaka Lemah Syahwat (Impoten Aphrodisiaka); terbuat dari ekstrak ginseng,
royal jelly, ekstrak ganoderma, dan lainnya. Obat ini berkhasiat meningkatkan stamina pria dan
membantu mengatasi disfungsi ereksi serta ejakulasi dini.

6. Nodiar Kimia Farma – Fitofarmaka Diare (Mencret); yang terbuat dari ekstrak apel dan rimpang
kurkuma. Kandungan attapulgite dan pectin di dalamnya diklaim dapat mengabsorpsi virus, bakteri, gas,
dan toksin yang terdapat dalam usus.

2. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional dari penyarian atau ekstrak bahan alam yang
berupa mineral, binatang, maupun tanaman obat yang diproduksi dengan teknologi maju serta
pembuktian ilmiah berupa uji toksisitas akut maupun kronis, standar pembuatan obat tradisional yang
higienis, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, dan standar kandungan bahan berkhasiat.

11. Hi Stimuno

12. Prisidii

13. Irex Max

14. Lelap

15. Kiranti Pegal Linu

16. Kuat Segar

17. Kiranti Sehat Datang Bulan

Daftar Obat Herbal Terstandar

1. Diabmeneer

2. Virugon
3. Diapet

4. Stop Diar Plus

5. Fitogaster

6. Sanggolangit

7. Fitolac

8. Sehat Tubuh

9. Glucogarp

10. Reumakeur

11. Jamu (Obat Tradisional)

Jamu merupakan salah satu obat herbal yang merupakan bahan atau ramuan bahan yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

1. Jamu tradisional Asam Urat Cap Madu Klanceng cairan obat

2. Jamu Jawa Dwipa Cap Tawon Klanceng cairan obat dalam

3. Ekstrak kapsul sumber syariat cap kuda liar

4. Jamu tradisional Jaya Prima Gemuk Sehat A1

5. Obat kuat tahan lama pusaka madu ekstra strong

Daftar obat tradisional

Air Mancur,

2. Sido Muncul,

Nyonya Meneer.

4. Buah Naga merah kapsul

Sari Pinang serbuk

6. Akar ginseng serbuk


Jamu tradisional Wali Songo kapsul

8. Jamu Amat Kwat cairan obat dalam

9. Jamu Gali-gali cairan obat dalam

10. Asam urat jamur mas cairan obat dalam

11. Pegal linu Mahkota Dewa cairan obat dalam

New!!

Khasiat obat fitofarmaka lebih efektif dan terpercaya karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas dan
harus memenuhi kriteria seperti memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, telah dilakukan standarisasi
terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji
klinik, aman, dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Beberapa tahapan yang harus diuji untuk obat-obatan fitofarmaka antara lain:

1. Tahap Seleksi

Untuk memilih bahan alami yang berkhasiat mengobati penyakit utama berdasar pengalaman
pemakaian empiris sebelumnya serta diperkirakan dapat menjadi alternatif pengobatan untuk penyakit
yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.

2. Tahap Biological Screening

Tujuannya untuk menyaring ada atau tidaknya efek farmakologi yang mengarah ke khasiat terapetik dan
ada tidaknya efek keracunan akut atau spektrum toksisitas dan sistem organ mana yang paling peka
terhadap efek keracunan tersebut.

3. Tahap Penelitian Farmakodinamik

Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh dan
mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari fitofarmaka.

4. Tahap Pengujian Toksisitas

Terdiri atas toksisitas khas/khusus, toksisitas akut, dan toksisitas subkronis.

5. Tahap Pengembangan Sediaan (Formulasi)


Bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan
estetika untuk pemakaian pada manusia dengan tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
yaitu teknologi farmasi tahap awal, pembakuan (standarisasi), dan parameter standar mutu.

6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia

Tahap yang terpenting yang dilakukan pada empat fase yaitu fase 1 pada sukarelawan sehat, fase 2 pada
kelompok pasien terbatas, fase 3 pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2. Untuk dapat
disebut fitofarmaka, obat ini harus lulus uji klinik fase 1 (20-50 orang), fase 2 (200-300 orang), fase 3
(300-3000 orang), dan fase 4 yaitu post marketing surveillance untuk mengevaluasi semua fase tersebut.

Beberapa contoh obat fitofarmaka yang sudah beredar dan sudah mengantongi ijin BPOM antara lain:

1. Diabmeneer Nyonya Meneer – Fitofarmaka Diabetes (Kencing Manis) mengandung ekstrak


momordica fructis yang membantu mengurangi konsentrasi gula darah.

2. Stimuno Dexa Medica – Fitofarmaka Modulator Imun (Imunomodulator); ekstrak Phylanthus niruri
atau meniran di dalamnya berkhasiat merangsang tubuh lebih banyak memproduksi lebih banyak
antibodi dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar bekerja optimal.

3. Tensigard Phapros – Fitofarmaka Hipertensi (Darah Tinggi); ekstrak apii herba dan ekstrak
orthosiphonis berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.

4. Rheumaneer Nyonya Meneer – Fitofarmaka Rematik; mengandung ekstrak Curcumae Rhizoma yang
berkhasiat melancarkan peredaran darah, menghilangkan nyeri dan kaku sendi, menghangatkan, dan
menyegarkan badan.

5. X-Gra Phapros – Fitofarmaka Lemah Syahwat (Impoten Aphrodisiaka); terbuat dari ekstrak ginseng,
royal jelly, ekstrak ganoderma, dan lainnya. Obat ini berkhasiat meningkatkan stamina pria dan
membantu mengatasi disfungsi ereksi serta ejakulasi dini.

6. Nodiar Kimia Farma – Fitofarmaka Diare (Mencret); yang terbuat dari ekstrak apel dan rimpang
kurkuma. Kandungan attapulgite dan pectin di dalamnya diklaim dapat mengabsorpsi virus, bakteri, gas,
dan toksin yang terdapat dalam usus.

Semoga dengan perkembangan obat-obat fitormaka di Indonesia akan menjadikan pengobatan kita
menjadi yang terbaik di dunia karena minimnya efek samping (hampir tidak ada) yang terjadi.
New!!

. Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang berdasarkan dari pengalaman empiris secara turun temurun, yang
telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya dari generasi ke generasi. bentuk obat umumnya disediakan dalam
berbagai bentuk serbuk, minuman, pil, cairan dari berbagai tanaman.

Jamu umumnya terdiri dari 5-10 macam tumbuhan bahkan lebih, bentuk jamu tidak perlu pembuktian
ilmiah maupun klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja.

Contoh : jamu buyung upik, jamu nyonya menier

2. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang telah teruji berkhasiat secara pra-klinis (terhadap
hewan percobaan), lolos uji toksisitas akut maupun kronis, terdiri dari bahan yang terstandar (Seperti
ekstrak yang memenuhi parameter mutu), serta dibuat dengan cara higienis.

Contoh : Tolak angin

3. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji pra-klinis (pada hewan
percobaan) dan uji klinis (pada manusia), serta terbukti aman melalui uji toksisitas, bahan baku
terstandar, serta diproduksi secara higienis, bermutu, sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Contoh : Cursil

Perbedaan Jamu OHT dan Fitofarmaka :


Jamu --> Obat tradisional terbukti berkhasiat dan aman berdasarkan bukti empiris turun temurun.

OHT --> Obat Tradisional terbukti berkhasiat melalui uji pra-klinis dan teruji aman melalui uji toksisitas,
bahan terstandar dan diproduksi secara higienis.

Fitofarmaka --> Obat tradisional terbuksi berkhasiat melalui uji pra-klinis dan uji klinis, teruji aman
melalui uji toksisitas, bahan terstandar, dan diproduksi secara higienis dan bermutu.

New!!!

FITOFARMAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya termasuk
tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional) merupakan potensi
pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah
dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada
daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon
Jampi.

Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180 tanaman yang digunakan
sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang bagi profesi kefarmasian untuk meningkatkan
peran sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan
obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan
tantangan bagi farmasis agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan fitofarmaka?

Apa dasar pengembangan fitofarmaka?

Bagaimana proses standarisasi fitofarmaka?

Apa saja jenis uji fitofarmaka?

Apa saja bentuk sediaan fitofarmaka?

Apa saja obat tradisional yang dikembangkan menjadi fitofarmaka?

Apa saja produk fitofarmaka?

1.3 Tujuan

Mengetahui pengertian dari fitofarmaka.

Mengetahui dasar pengembangan fitofarmaka.

Mengetahui proses standarisasi fitofarmaka.

Mengetahui jenis uji fitofarmaka.

Mengetahui bentuk sediaan fitofarmaka.


Mengetahui macam obat tradisional yang dikembangkan menjadi fitofarmaka.

Mengetahui produk fitofarmaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir
(Badan POM. RI., 2004 ).

Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di
sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

2.2 Dasar pengembangan fitofarmaka

2.2.1 Pedoman pengembangan Fitofarmaka

• Kep. Menkes RI No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka

• SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan dan Penerapan


Pengobatan Tradisional

• Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional

• Kep. Kepala Badan POM RI no : HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg Pedoman CPOTB

2.2.2 Dasar Pemikiran pengembangan Obat Tradisional menjadi Fitofarmaka

Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha
pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan atau dokter umumnya masih enggan untuk
meresepkan ataupun menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan
atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional
pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga
perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah
dikembangkan Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.

2.3 proses standarisasi fitofarmaka


2.3.1 Kriteria Fitofarmaka

a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

2.3.2Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI)

1. Tahap seleksi

Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:

· Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama

· Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman pemakaian empiris
sebelumnya

·Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum
ada atau masih belum jelas pengobatannya.

2. Tahap biological screening, untuk menyaring:

·Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in
vivo)

·Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang
mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)

3. Tahap penelitian farmakodinamik

·Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh

·Pra klinik, in vivo dan in vitro,

·Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang
lebih rinci dari calon fitofarmaka.

4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses)

· Toksisitas Subkronis

· Toksisitas akut

· Toksisitas khas/ khusus


5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi)

· Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk
pemakaian pada manusia.

Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik

- Teknologi farmasi tahap awal

- Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA

- Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA

6. Tahap uji klinik pada manusia

Ada 4 fase yaitu:

Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat

Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas

Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2

Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat
uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.

Yang terlibat dalam pengujian

• Komisi Ahli Uji Fitofarmaka : menyusun & mengusulkan protokol uji fitofarmaka

• Sentra Uji Fitofarmaka : Instalasi pelayanan, spt Rumah Sakit, Laboratorium Pengujian atau
lembaga penelitian kesehatan

• Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim multidisipliner yg tdd dokter,apoteker dan tenaga ahli lainnya yg
mempunyai fasilitas, bersedia serta mampu melaksanakan uji fitofarmaka

2.3.3 Keuntungan Strandarisasi Fitofarmaka :

• Menghasilkan efek terapetik yang konsisten, reproducible & derajat keamanannya tinggi (dosis
terkontrol).

• Semakin banyak obat tradisional dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik maupun klinik.

• Kebanyakan uji klinik telah menggunakan ekstrak terstandar.


2.4 Jenis Uji Fitofarmaka

Uji toksisitas

Uji toksisitas dibedakan menjadi tiga :

-Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal
yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis
tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya oral dan intravena). hasil uji LD50 dan
dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang
menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut)

- Uji Toksisitas Sub Akut

Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat
tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang
berbeda. toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat badan serta perubahan lainnya dari hewan
percobaan.

- Uji Toksisitas Kronik

Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan
selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan
apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Uji farmakodinamik/efek farmakologik

Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas penqaruh farmakologik pada berbagai
system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan coba yang sesuai, baik secara invitro
atau invivo.

Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan dipandang belum bias atau
belum mungkin untuk dikerjakan pengujian farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya tidak merupakan
penghambat
untuk lebih lanjut. Tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada sarana dan
prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.

Uji klinik

Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek
farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit atau pengobatan segala penyakit.

Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:

- Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam pencegahan atau
pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.

- Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan manfaatnya.

2.5 bentuk sediaan fitofarmaka

Sediaan oral adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu obat
beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.

· Kapsul adalah Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul, keras atau
lunak.

Macam- macam kapsul

1) Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul tetrasiklin, kapsul
kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami

2) Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul minyak ikan dan kapsul
vitamin

Komponen kapsul

1. Zat aktif obat

2. Cangkang kapsul

3. Zat tambahan

ü Bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung mencair diberi bahan
pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida atau silikon dioksida.

ü Bahan pelicin (magnesium stearat)


· Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)

Penggolongan :

1. Serbuk Terbagi (Pulveres) Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam bentuk
bungkusan dalam kertas perkamen.

2. Serbuk Tak Terbagi (Pulvis) Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam peresepannya.

3. Serbuk Tabur

Serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang.
Syarat : melewati ayakan mesh 100.

· Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

· Pil dalam Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat mengandung satu atau
lebih bahan obat. Dalam buku ilmu meracik obat : Pil adalah suatu sedian yang berbentuk bulat seperti
kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.

Macam-macam sedian pil

a. Bolus : beratnya lebih dari 300 mg

b. Pil : beratnya sekitar 60 – 300 mg

c. Granul : beratnya 1/3 – 1 grain (1 grain = 64,8 mg)

d. Parvul : beratnya kurang dari 1/3 grain

· Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau tanpa penambahan
bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung bahan pemberi rasa tapi tidak mengandung zat-zat
obat dinamakan pembawa bukan obat atau pembawa yang wangi atau harum (sirup). Beberapa sirup
bukan obat yang sebelumnya resmi antara lain: sirup aktasia, sirup cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup
ini dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang ditambahkan
kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula standart untuk
sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan obat.
Sediaan topikal adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan untuk memperoleh efek
pada kulit atau di dalam kulit

· Salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit

Fungsi salep adalah :

1. Pembawa obat untuk pengobatan kulit

2. Pelumas pada kulit

3. Pelindung terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen

· Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air

· Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti amilum dan ZnO. Bersifat
pengering. Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah: vaselin, lanolin, adeps lanae, Ungt. Simplex,
minyak lemak dan parafin liq. yang sudah atau belum bercampur dengan sabun. Kelompok pertama
dibuat dari gel fase tunggal mengandung air misalnya Na-karboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain
adalah pasta berlemak misalnya pasta Zn-oksida, merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada
suhu tubuh, berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Pasta gigi digunakan untuk
pelekatan pada selaput lendir agar memperoleh efek lokal (misal, pasta gigi triamsinolon asetonida).

2.6 obat tradisional yang dikembangkan menjadi fitofarmaka

Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka Sesuai lampiran Permenkes
RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 berikut ini adalah daftar obat tradisional
yang harus dikembangkan menjadi Fitofarmaka yaitu :

1.Antelmintik

2.Anti ansietas (anti cemas)

3.Anti asma

4.Anti diabetes (hipoglikemik)

5. Anti diare

6. Anti hepatitis kronik

7. Anti herpes genitalis

8. Anti hiperlipidemia
9. Anti hipertensi

10. Anti hipertiroidisma

11. Anti histamin

12.Anti inflamasi (anti Rematik)

13.Anti kanker

14.Anti malaria

15.Anti TBC

16.Antitusif / ekspektoransia

17.Disentri

18.Dispepsia (gastritis)

19.Diuretik

2.7 Produk Fitofarmaka

Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang sudah beredar
adalah:

1.Nodiar (anti diare) PT Kimia Farma (POM FF 031 500 361)

Komposisi:

Attapulgite 300 mg

Psidii Folium ekstrak 50 mg

Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg

2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)

Komposisi:

Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg

Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg

Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg


Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg

Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg

3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300 411, POM FF 041 600 421)

Komposisi:

Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg

4. Tensigard Agromed (Anti hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041)

Komposisi:

Apii Herba ekstrak 95 mg

5. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021)

Komposisi:

Ganoderma lucidum 150 mg

Eurycomae Radix 50 mg

Panacis ginseng Radix 30 mg

Retrofracti Fructus 2,5 mg

Royal jelly 5 mg.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir
(Badan POM. RI., 2004 ).

2. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat
tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih
kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan Obat
Tradisional menjadi fitofarmaka.
3. Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :

a. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

4. produk- produk fitofarmaka

a. Nodiar

b. X-Gra

c. Stimuno

d. Tensigard Agromed

e. Rheumaneer

New!!!

FITOFARMAKA, klasifikasi tertinggi dalam produk herbal harus sudah melalui uji klinis. Jadi, fitofarmaka
terdiri dari satu atau dua herbal yang tidak boleh lebih dari lima, yang telah melalui syarat keamanan.
Yaitu melaui uji toksisitas, uji klinis dan terstandarisasi serta terjamin mutunya sesuai aturan yang
berlaku. Pengembangan fitofarmaka terus dilakukan, karena fitofarmaka potensial untuk pengobatan,
juga dapat dieksport sebagai obat yang berasal dari Indonesia.

Lama uji klinis tergantung dari penyakitnya. Untuk produk immunomodulator, diuji untuk penyakit TBC.
Yaitu bagaimana penambahan immunomodulator pada standar terapi itu mengurangi angka keparahan
pasien atau mengurangi kemungkinan pasien menularkankuman TB ke orang yang sehat.

Produksi Fitofarmaka harus mengikuti kaidah Good Agricultural Practice (GAP) . Artinya, cara-cara
produksi mulai dari penanaman, pemeliharaan panen tanaman, proses setelah panen, semuanya harus
mengikuti standar internasional. Cara pembuatan produk obat herbal tradisional ini pun harus mengikuti
kaidah Good Manufacturing Practice (GMP) .

Sebagai contoh , adalah produk keluaran PT. Dexa Medica yang telah menerima sertifikat fitofarmaka
dari BPOM untuk produk imunomodulator yaitu STIMUNO. Produk ini merupakan jenis fitofarmaka
imunomodulator berbahan ekstrak Phyllanhus niruri atau meniran. Imunomodulator diperlukan ketika
seseorang sedang dalam kondisi kelelahan, kurang istirahat, stres, bepergianjauh, kontak dengan
penderita atau berada di tempat yang sedang terserang wabah.

Jika ada beberapa ekstraksi Phyllanthus yang ditanam di tempat berbeda dan proses penanamannya juga
berbeda, belum tentu klaim imunomodulator-nya sama. Itulah sebabnya, fitofarmaka harus bersumber
pada tanaman yang proses penanamannya baik , ditanam di tempat yang sudah terstandarisasi dan
diproses secara GAP dan GMP, sehingga hasilnya pun baik bagi pengobatan penyakit.

Pemerintah sedang mengusahakan agar fitofarmaka bisa diresepkan dokter. Sehingga saat ini sedang
berlangsung sosialisasi pada dokter-dokter dan masyarakat tentang fitofarmaka. Yang perlu diketahui
masyarakat adalah jika produk herbal sudah terstandarisasi dan keamanan serta mutunya terjamin dan
sudah diuji klini maka obat herbal ini disebut fitofarmaka.

Kelebihan dan Kekurangan Obat Tradisional

Kelebihan Obat Tradisional

Efek sampingnya relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat.

Ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung.

Pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit
metabolik dan degeneratif.

Kelemahan Produk Obat Alam / Obat Tradisional

Efek farmakologisnya yang lemah.

Pada obat tradisional tertentu bahan bakunya belum terstandar.

Belum dilakukan uji klinik (pada jamu dan obat herbal terstandar).

Untuk bahan yang belum distandardisasi mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
New!!!

Jamu

Jamu merupakan bahan obat alam yang sediannya masih berupa simplisia sederhana, seperti irisan
rimpang, daun atau akar kering. Sedang khasiatnya dan keamanannya baru terbukti setelah secara
empiris berdasarkan pengalaman turun-temurun. Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan
masyarakat melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan
disebut jamu jika bertahan

minimal 180 tahun. Sebagai contoh, masyarakat telah menggunakan rimpang temulawak untuk
mengatasi hepatitis selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman,
selama belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa temulawak sebagai antihepatitis. Jadi
Curcuma xanthorriza itu tetaplah jamu. Artinya ketika dikemas dan dipasarkan, prosuden dilarang
mengklaim temulawak sebagai obat. Selain tertulis "jamu", dikemasan produk tertera logo berupa
ranting daun berwarna hijau dalam lingkaran. Di pasaran banyak beredar produksi kamu seperti Tolak
Angin (PT. Sido Muncul), Pil Binari (PT. Tenaga Tani Farma), Curmaxan dan Diacinn (Lansida Herbal), dll.

Obat Herbal Terstandar (OHT)

Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan syarat bentuk sediaannya berupa
ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi. Disamping itu herbal terstandar
harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik
(kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro.
Riset in vivo dilakukan
terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain. Sedangkan in vitro
dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau mikroba. Riset in vitro bersifat parsial,
artinya baru diuji pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim
sebuah obat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar.
Meski telah teruji secara praklinis, herbal terstandar tersebut belum dapat diklaim sebagai obat. Namun
konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat. Hingga saat ini, di
Indonesia baru 17 produk herbal terstandar yang beredar di pasaran. Sebagai contoh Diapet (PT. Soho
Indonesia), Kiranti (PT. Ultra Prima Abadi), Psidii (PJ. Tradimun), Diabmeneer (PT. Nyonya Meneer), dll.
Kemasan produk Herbal Terstandar berlogo jari-jari daun dalam lingkaran.

Obat Fitofarmaka

Pengertian Fitofarmaka merupakan status tertinggi dari bahan alami sebagai "obat ".Sebuah herbal
terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia. Dosis
dari hewan coba dikonversi ke dosis aman bagi manusia. Dari uji itulah dapat diketahui kesamaan efek
pada hewan coba dan manusia. Bisa jadi terbukti ampuh ketika diuji pada hewan coba, belum tentu
ampuh juga ketika dicobakan pada

manusia. Uji klinis terdiri atas single center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan multicenter di
berbagai lokasi agar lebih obyektif. Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim produknya
sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya.
Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai anti
kanker dan juga anti diabetes.

Anda mungkin juga menyukai