Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

“REAKSI ANTI INFLAMASI”

OLEH :

NAMA : ENDING SULISTYO SUMIRTO

NIM : 01A1 17 090

KELAS : B

DOSEN : FERY INDRADEWY ARMANDANY, S.Si., M.Si., Apt

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

KENDARI ,17 JUNI 2015

PENYUSUN
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Inflamasi
B. Mekanisme Inflamasi
C. Pengertian Anti Inflamasi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-
zat mikrobiologi. Inflamasi dapat juga diartikan sebagai usaha tubuh untuk
menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang
kaya akan protein dan sel. Pada dasarnya inflamasi sangat dibutuhkan dalam
proses penyembuhan luka, tanpa inflamasi infeksi dapat terus berlangsung
tanpa terkendali dan luka sukar sembuh. Reaksi inflamasi yang terus-menerus
terjadi pun berpotensi membahayakan yang mengakibatkan rusaknya jaringan.
Berbagai obat antiinflamasi telah dikembangkan untuk meningkatkan
efektifitas inflamasi sebagai bagian dari proses penyembuhan luka, serta untuk
mencegah terjadinya inflamasi lebih lanjut. Obat antiinflamasi diklasifikasikan
menjadi golongan steroid dan non-steroid. Antiinflamasi Non Steroid (AINS)
merupakan sediaan yang paling luas peresepannya terutama pada kasus-kasus
nyeri inflamasi karena efeknya dalam mengatasi nyeri inflamasi ringan sampai
sedang. Penggunaan AINS dalam jangka panjang dapat menyebabkan
gangguan saluran cerna jika digunakan dalam dosis tinggi dan dapat
menyebabkan gangguan ginjal yang berat terutama asam mefenamat yang
banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Obat antiinflamasi golongan
kortikosteroid juga berguna sebagai antiinflamasi, tetapi penggunaannya
terbatas hanya untuk keadaan yang sangat spesifik dan selektif dalam
kedokteran gigi karena efek sampingnya. 5 Kortikosteroid sistemik dapat
menyebabkan hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi jika pada
pertimbangan dosis dan jangka waktu pemberiannya tidak tepat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan inflamasi ?
2. Bagaimana mekanisme inflamasi ?
3. Apa yang dimaksud dengan anti inflamasi?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan inflamasi.
2. Mengetahui apa yang mekanisme terjadi inflamasi.
3. Mengetahui yang dimaksud dengan anti inflamasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-
zat mikrobiologi. Inflamasi dapat juga diartikan sebagai usaha tubuh untuk
menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang
kaya akan protein dan sel. Pada dasarnya inflamasi sangat dibutuhkan dalam
proses penyembuhan luka, tanpa inflamasi infeksi dapat terus berlangsung
tanpa terkendali dan luka sukar sembuh. Reaksi inflamasi yang terus-menerus
terjadi pun berpotensi membahayakan yang mengakibatkan rusaknya jaringan.
Di bidang kedokteran gigi, inflamasi merupakan komplikasi kedua tertinggi
setelah infeksi, diikuti dengan perdarahan, trismus dan parastesi pada kasus
pasca odontektom.
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-
zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau
merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur
derajat perbaikan jaringan Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi
vaskular. Cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih, dan mediator kimia
berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi
merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha
menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera
dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Inflamasi menimbulkan tanda-tanda klinis antara lain kemerahan
(rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), sakit (dolor), dan penurunan
fungsi (function laesa). Reaksi kompleks yang terjadi pada pembuluh darah
merupakan respon terhadap adanya cedera, diikuti oleh akumulasi cairan dan
leukosit di jaringan ekstravaskuler. Respon vaskuler dan seluler diperantarai
oleh mediator kimiawi yang berasal dari plasma atau sel akibat adanya
rangsang inflamasi.
B. Mekanisme inflamasi

Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam tiga fase yaitu inflamasi


akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon
awal terhadap cedera jaringan. Hal tersebut terjadi melalui media pelepasan
autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun.
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang
terlepas selama respons terhadap inflamasi akut serta kronis. Inflamasi kronis
melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon
akut. Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama
inflamasi adalah kemerahan, panas, pembengkakan (edema), nyeri, dan
hilangnya fungsi jaringan.
Kerusakan sel Pembebasan bahan mediator Eksudasi Gangguan
sirkulasi lokal Perangsangan reseptor nyeri migrasi leukosit Proliferasi sel
Kemerahan Panas Pembengkakan Gangguan fungsi Nyeri Noksius 8
Peradangan diawali dengan bereaksinya jaringan ikat pembuluh terhadap
pengaruh-pengaruh yang merusak (noksi) dari berbagai jenis dengan cara
yang sama pada tempat kerusakan dengan menyebabkan suatu radang. Noksi
dapat berupa noksi kimia, noksi fisika, infeksi dengan mikroorganisme atau
parasit.
Gejala reaksi meradang di antaranya adalah merah, bengkak, panas
meningkat, nyeri, dan gangguan fungsi jaringan. Gejala-gejala tersebut
merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan
jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma
darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketelapan
kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan oleh
pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin, dan
kinin). Secara in-vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan
prostasilin (PGI2) dalam jumlah nanogram menimbulkan eritema,
vasodilatasi, dan peningkatan aliran darah lokal. Histamin dan bradikinin
dapat meningkatkan permeabilitas vaskular, tetapi efek vasodilatasinya tidak
besar.
Dengan penambahan sedikit prostaglandin, efek eksudasi histamin
plasma dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan
radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. Prostaglandin
sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk lain dari asam arakidonat
yakni leukotrien B4 merupakan zat kemotaktik yang sangat poten.
Prostaglandin mempunyai banyak efek, termasuk diantaranya adalah
vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatnya 9 permeabilitas kapiler, dan
sensitisasI sel saraf terhadap nyeri. Prostaglandin maupun leukotrien
bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan.
Siklooksigenase (COX) terdiri dari dua isoenzim, yaitu COX-1 dan COX-2.
Enzim COX-1 merupakan enzim yang bersifat konstitutif, yang
artinya keberadaannya selalu tetap dan tidak dipengaruhi oleh adanya
stimulus. Enzim ini mengkatalisis sintesis prostaglandin yang dibutuhkan
oleh tubuh dalam kondisi normal, termasuk untuk proteksi mukosa lambung.
Sedangkan enzim COX-2 bersifat indusibel, yang berarti keberadaannya
tergantung adanya induksi dari stimulus, seperti pada kondisi inflamasi dan
kanker. Dalam keadaan normal COX-2 tidak terdapat di jaringan, tetapi
dibentuk oleh sel-sel radang selama proses peradangan.
C. Anti inflamasi
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat
yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang
atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup
lukaluka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi. Berdasarkan
mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan,
yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non
steroid.
Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-
steroid terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan
yang mengalami cedera. Namun kedua golongan obat tersebut memiliki
banyak efek samping. Antiinflamasi steroid dapat menyebabkan tukak
peptik, penurunan imunitas terhadap infeksi, osteoporosis, atropi otot dan
jaringan lemak, meningkatkan tekanan intra okular, serta bersifat diabetik,
sedangkan antiinflamasi nonsteroid dapat menyebabkan tukak lambung
hingga pendarahan, gangguan ginjal, dan anemia.
1. Anti inflamasi non steroid (NSAID/OAINS)
OAINS merupakan obat anti-inflamasi yang memiliki struktur
molekular yang berbeda dari steroid. Secara kimiawi, OAINS
merupakan senyawa turunan dari asam asetat, asam propionat, pirazol,
dan zat kimia lainnya. OAINS bekerja dengan menghambat kerja dari
enzim siklooksigenase. Enzim ini berperan penting dalam jalur
metabolisme asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk mengkatalis
perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan
tromboksan.Terdapat dua isoform enzim siklooksigenase yaitu
siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2. Kedua enzim ini memiliki
struktur yang serupa, namun pada bagian substrate binding channel
enzim siklooogsinegase-2 memiliki sisi samping yang berbeda dengan
enzim siklooksigenase-1.
Hal ini lah yang mendasari selektivitas inhibisi enzim ini oleh
OAINS.4 Enzim siklooksigenase-1 terdapat di platelet, endotelium
vaskular, epitelium gastrointestinal, otak, tulang belakang, dan ginjal.
Enzim ini berfungsi untuk meregulasi fungsi trombosit, proteksi
mukosa gastrointestinal, dan proteksi terhadap fungsi ginjal jika
mengalami gangguan perfusi. Enzim siklooksigenase-2 diaktivasi oleh
beberapa sitokin dan menginduksi kaskade inflamasi. Enzim ini banyak
ditemukan di plak aterosklerotik, makula densa, dan interstisial medula
ginjal. Enzim ini berperan dalam persepsi nyeri serta metabolisme air
dan garam. Spektrum kerja OAINS terbagi menjadi dua yaitu OAINS
konvensional yang menghambat kerja kedua isoform enzim
siklooksigenase dan OAINS selektif yang hanya bekerja pada
siklooksigenase-2.
Hasil akhir metabolisme asam arakhidonat yang dikatalis oleh
enzim siklooksigenase adalah prostaglandin I2 dan tromboksan.
Prostasiklin (prostaglandin I2) memiliki efek anti-trombotik dan
dihasilkan dari sel endotel dengan bantuan enzim siklooksigenase-2,
sedangkan tromboksan dihasilkan oleh platelet dengan bantuan dari
enzim siklooksigenase-1 serta memiliki efek pro-trombotik.
2. Anti Inflamasi Steroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat, karena obat-
obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk
asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin
juga tidak akan terbentuk. Senyawa steroid adalah senyawa golongan
lipid yang memiliki struktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin
sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang
dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan
nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan
menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.
Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa
(kortisol atau hidrokortisol) Mineralokortikosteroid memiliki retensi
garam (aldosteron) Telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik,
yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas
digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit inflasi.
Contohnya antara lain adalah deksametason, prednison, metil
prednisolon, triamsinolon dan betametason.Kortikosteroid bekerja
dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul hormon
memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di
jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang
spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-
steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini
menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein spesifik.
Mekanisme kerja obat dari golongan steroid adalah menghambat
enzim fospolifase sehingga menghambat pembentukan prostaglandin
maupun leukotriene. Berdasarkan masa kerjanya golongan
kortikosteroid dibagi menjadi : 1. Kortikosteroid kerja singkat dengan
masa paruh < 12 jam, yang termasuk golongan ini adalah
kortisol/hidrokortison, kortison, kortikosteron, fludrokortison 2.
Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam, yaitu
metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon. 3.
Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh > 36 jam, adalah
parametason, betametason dan deksametason. Deksametason
(dexamethasone) adalah obat steroid jenis glukokortikoid sintetis yang
digunakan sebagai agen anti alergi, imunosupresan, anti inflamasi dan
anti shock yang sangat kuat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat
mikrobiologi. Inflamasi dapat juga diartikan sebagai usaha tubuh untuk
menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan
zat iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan
eksudat yang kaya akan protein dan sel.
2. Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam tiga fase yaitu inflamasi akut,
respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal
terhadap cedera jaringan. Hal tersebut terjadi melalui media pelepasan
autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun.
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan
kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi
antigenik yang terlepas selama respons terhadap inflamasi akut serta
kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang
tidak menonjol dalam respon akut. Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal
sebagai tanda-tanda utama inflamasi adalah kemerahan, panas,
pembengkakan (edema), nyeri, dan hilangnya fungsi jaringan.
3. Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang
memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau
inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup
lukaluka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi. Berdasarkan
mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan,
yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non
steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-
steroid terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan
yang mengalami cedera.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/292368705/Mekanisme-Kerja-Anti-Inflamasi

https://www.scribd.com/doc/75680445/Mekanisme-Kerja-Antiinflamasi-Steroid

https://www.slideshare.net/rula25/anti-inflamasi-steroid

https://www.scribd.com/doc/99481120/ANTIINFLAMASI-makalah

Anda mungkin juga menyukai