TINJAUAN PUSTAKA
beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas, yaitu bentuk kimia dari zat
gizi; komposisi zat gizi dalam makanan atau suplemen; interaksi antar zat gizi;
dan faktor dari dalam individu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor
fisiologis, dan patologis (Krebs 2001).
Solomon et al. (2001) menambahkan, faktor fisiologis yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitas adalah kondisi pencernaan, umur, fungsi ginjal,
jenis kelamin, aktivitas fisik, komposisi tubuh, status gizi, status kesehatan, pola
dan komposisi makan, suplemen makanan, alkohol, suku bangsa, dan tambahan
dari faktor lingkungan seperti polusi, stres, dan penggunaan obat.
Menurut Anderson (2004), berdasarkan bioavailabilitasnya zat gizi dalam
makanan dibagi menjadi tiga kelompok: zat gizi dengan bioavailabilitas rendah
(besi, kromium, mangan); zat gizi dengan bioavailabilitas sedang (kalsium dan
magnesium); dan zat gizi dengan bioavailabilitas tinggi (natrium, kalium, klorida,
iodida, dan flourida).
usus halus dan atau transpor vitamin E plasma terganggu jika terjadi kekurangan
seng.
Seng (Zn) dan Vitamin A
Kekurangan seng dapat mengganggu metabolisme vitamin A. Pada kondisi
ini, sintesis alat angkut vitamin A yaitu protein pengikat retinol (retinol-binding-
protein/RBP) terganggu dan terjadi penurunan aktivitas retina reduktase.
Menurunnya aktivitas enzim ini menyebabkan terganggunya adaptasi terhadap
gelap (Lonnerdal 1988).
Vitamin A dan Zat Besi (Fe)
Dalam Lonnerdal (1988) disebutkan, kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan terganggunya hematopoiesis. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa rendahnya retinol plasma dihubungkan dengan rendahnya hemoglobin,
besi serum, dan nilai kejenuhan transferin. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan terganggunya transportasi besi dari hati dan atau penggabungan
besi ke dalam eritrosit.
Folat dan Seng (Zn)
Suplementasi folat diketahui dapat mengganggu absorpsi seng. Meskipun
pengaruh suplemen folat terhadap absorpsi seng secara langsung masih belum
pasti, jalur metabolisme yang menghubungkan antara folat dan seng telah
diketahui. Pasien yang menderita anemia megaloblastik (kekurangan folat)
memiliki kadar seng dalam eritrosit yang rendah. Terganggunya absorpsi folat
pada keadaan kekurangan seng juga dapat terjadi karena folate conjugase
(pteroilpoligammaglutamil hidrolase) yang merupakan brush border membran
enzim yang dibutuhkan untuk memecah bagian poligammaglutamat dari folat
adalah zinc-dependent enzyme (Chandler et al. 1986).
Interaksi Antar Vitamin
Vitamin dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui beragam cara. Satu
jenis vitamin dapat dibutuhkan untuk: (a) absorpsi atau metabolisme vitamin
lainnya; (b) melindungi vitamin lainnya dari kerusakan oksidatif; atau (c) menjaga
vitamin lainnya dari katabolisme atau ekskresi yang berlebihan. Akibat interaksi
ini, kekurangan salah satu jenis vitamin, bahkan kekurangan yang kecil dapat
memperburuk kekurangan atau meningkatkan kebutuhan vitamin lainnya.
10
Vitamin A
Vitamin A berinteraksi dengan vitamin larut lemak lainnya (D, E, K) dan
berinteraksi pula dengan vitamin C. Interaksi antar vitamin-vitamin ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Interaksi yang melibatkan vitamin A
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin C Pada manusia, hipervitaminosis A Bauernfeind (1980)
menyebabkan menurunnya kadar
vitamin C dalam jaringan, dan
meningkatnya jumlah vitamin C
yang keluar melalui urin
Vitamin D Pada hewan, vitamin A dosis tinggi Morgan et al. (1937);
dapat melindungi dari beberapa gejala Taylor et al. (1968);
toksisitas vitamin D Metz et al. (1984)
Vitamin E Pada anak ayam, kadar vitamin A Sklan and Donoghue
yang tinggi meningkatkan kebutuhan (1982); Frigg and
vitamin E Broz (1984)
Vitamin K Pada manusia, hipervitaminosis A Bauernfeind (1980)
dapat menyebabkan hipoprotrom- Suttie (1984)
binemia yang dapat diobati dengan
suplementasi vitamin K
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin E
Intik vitamin E yang tinggi dapat menyebabkan kekurangan vitamin larut
lemak lainnya bila vitamin-vitamin ini terdapat dalam jumlah yang terbatas dalam
makanan. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi untuk absorpsi pada sel
mukosa usus halus. Interaksi yang terjadi antara vitamin E dengan vitamin lainnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Interaksi yang melibatkan vitamin E
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin A Vitamin E dibutuhkan untuk metabo- Mc Laren (1959);
lisme normal vitamin A, pengganti Ames (1969); Bennett
vitamin A, dan melindungi dari bebe- et al. (1965); Arnrich
rapa gejala toksisitas vitamin A and Arthur (1980)
Vitamin B12 Vitamin E dibutuhkan untuk meng- Barness (1967);
ubah vitamin B12 menjadi bentuk Pappu et al. (1978)
koenzimnya. Pemberian vitamin E
dapat menghentikan ekskresi asam
metilmalonat, yang merupakan salah
satu indikator kekurangan vitamin B12
dari urin
Vitamin K Pada manusia, dosis tinggi vitamin E Corrigan and Marcus
(1200 IU/hari) dapat meningkatkan (1974); Helson (1984)
kebutuhan vitamin K sebagai anti-
koagulan
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
11
Vitamin C
Vitamin C berinteraksi dengan vitamin A, B6, B12, dan vitamin E. Interaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Interaksi yang melibatkan vitamin C
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin A Pada tikus, asam askorbat kurang dari Mayfield and Roehm
250 mg/kg BB dapat meningkatkan (1956)
perubahan vitamin β-karoten menjadi
vitamin A. Pada jumlah yang lebih
banyak tidak menunjukkan adanya
pengaruh atau dapat menurunkan
pemanfaatannya
Vitamin B6 Pada manusia yang mengalami keku- Shultz and Leklem;
rangan vitamin C dilaporkan terjadi (1982); Baker et al.
peningkatan ekskresi piridoksin (1971)
Vitamin B12 Kelebihan vitamin C baik dalam makanan Herbert and Jacob
atau dalam aliran darah dapat merusak (1974); Marcus et al.
vitamin B12 pada kondisi fisiologis tertentu (1980); Hogenkamp
(1980)
Vitamin E Vitamin C dan vitamin E bekerjasama Leung et al. (1981);
sebagai antioksidan. Vitamin C dapat Lambelet et al. (1985)
mengganti vitamin E dengan mengha- Chen (1981)
silkan kembali tokoferol dari radikal
tokoferoksil. Terdapat beberapa bukti
pula yang menunjukkan bahwa vitamin
E dapat menggantikan vitamin C
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin B
Vitamin B memiliki interaksi yang kuat antara satu dengan lainnya. Vitamin
B dalam jumlah yang cukup dibutuhkan untuk fungsi yang optimal. Kekurangan
salah satu vitamin B dapat menyebabkan ketidaknormalan metabolisme vitamin B
lainnya. Beberapa interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Interaksi yang melibatkan vitamin B
Vitamin yang Vitamin yang Interaksi Referensi
mempengaruhi terpengaruh
Vitamin B6 Vitamin C Kekurangan vit. B6 menurun- Baker et al.
kan kadar vit. C dalam plasma (1964)
Vitamin B6 Vitamin B12 Pada tikus, vit. B6 dibutuhkan Sauberlich
untuk absorpsi vit. B12 (1980)
Asam folat Vitamin B12 Pada manusia, kelebihan asam Herbert (1963)
folat dapat menutupi kekurang- Brody et al.
an vit. B12 dengan mengobati (1984)
gejala hematologi, tetapi tidak
dapat mengobati gejala neuro-
logi. Hal ini telah diamati pada
dosis 5 mg/hari
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
12
Vitamin B6
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi karena biasanya kekurangan vitamin
B6 terjadi secara bersamaan dengan kekurangan vitamin B kompleks lainnya.
Hipovitaminosis B6 sering bersamaan dengan kekurangan riboflavin karena
riboflavin dibutuhkan untuk membentuk koenzim PLP. Ketidakcukupan vitamin
B6 juga dapat menyebabkan menurunnya metabolisme glutamat di otak sehingga
terjadi ketidakberfungsian sistem saraf. Selain itu, kekurangan vitamin B 6 juga
menyebabkan kerusakan sistem imun (FAO/WHO 2001). Dalam Almatsier
(2003) disebutkan, kekurangan dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti
isoniazida dan penisillamin, kecanduan alkohol, kelainan kongenital, penyakit
kronik tertentu, dan gangguan absorpsi.
Kelebihan vitamin B6 umumnya juga jarang terjadi. Vitamin B6 bersifat
toksik pada dosis 1000 kali RDA (Brody 1999). Jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebihan selama berbulan-bulan maka akan terjadi kerusakan saraf yang tidak
dapat diperbaiki, dimulai dengan kesemutan pada kaki, kemudian mati rasa pada
tangan dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja (Brody 1999; Almatsier 2003).
Vitamin B12
Vitamin B12 berfungsi pada dua bentuk koenzim, yaitu adenosilkobalamin
dengan metilkalonil-CoA mutase yang berperan penting dalam metabolisme
propionat, adenosilkobalamin dengan leusin mutase yang berperan dalam
metabolisme asam amino, dan metilkobalamin dengan dengan metionin sintetase
yang berperan dalam metabolisme karbon tunggal. Kekurangan vitamin B 12 dapat
menyebabkan kerusakan pembelahan sel, khususnya sumsum tulang dan mukosa
usus halus (Gallagher 2004). Dalam Almatsier (2003) ditambahkan, kekurangan
vitamin B12 jarang terjadi karena kekurangan dalam makanan, namun sebagian
besar disebabkan oleh penyakit saluran cerna atau gangguan absorpsi dan
transportasi. Karena dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya,
salah satu gejala kekurangan vitamin B12 adalah anemia karena kekurangan folat.
Tidak diketahui adanya gangguan karena kelebihan vitamin B12. Dosis1000
μg dilaporkan tidak menimbulkan efek samping, namun tidak pula menunjukkan
kegunaan jika tidak terjadi malabsorpsi (Institute of Medicine 1998). Oleh karena
itu, suplementasi dengan dosis tinggi sebaiknya dihindari.
15
Vitamin C
Kekurangan vitamin C akut dapat menyebabkan skorbut. Namun, skorbut
berat saat ini jarang terjadi karena telah diketahui cara pencegahan dan
pengobatannya. Kelebihan vitamin C dari makanan jarang terjadi, dan akan terjadi
jika mengkonsumsi suplemen secara berlebihan, dimana dapat menimbulkan
hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier 2003).
Dalam Gallagher (2004) ditambahkan, efek merugikan yang dapat timbul oleh
dosis tinggi vitamin C adalah mengganggu saluran pencernaan dan diare. Pada
penelitian yang dilakukan Johnston dan Cox (2001) dengan dosis vitamin C 75-
2000 mg/hari selama 70 hari dilaporkan terdapat sampel yang mengalami diare
(Hathcock 2005).
Asam Folat
Kekurangan folat dapat menyebabkan gangguan metabolisme DNA dan
RNA sehingga merubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat
membelah. Sel-sel ini diantaranya sel darah merah, sel darah putih, sel epitel
lambung, usus, vagina, dan serviks rahim. Di dalam darah, keadaan ini dicirikan
dengan terjadinya anemia megaloblastik dan makrositik dengan eritrosit yang
membesar, tidak matang, dan berlebihnya jumlah hemoglobin. Kekurangan folat
pada wanita hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang disebut neural tube
defect (NTD). Sementara itu, dilaporkan bahwa belum ditemukan adanya
pengaruh merugikan dari pemberian folat dosis tinggi pada hewan poercobaan
(Gallagher 2004).
Zat Besi (Fe)
Fungsi zat besi berhubungan dengan kemampuannya dalam reaksi oksidasi
dan reduksi. Secara kimia, zat besi merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga
mampu berinteraksi dengan oksigen. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan
dua elektron sehingga memiliki dua sisa muatan positif (Fe2+/fero). Sedangkan
dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga elektron sehingga memiliki tiga
sisa muatan positif (Fe3+/feri). Karena dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi
berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang
terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
16
mineral, tumbuhan obat atau tumbuh-tumbuhan lainnya, dan asam amino; bahan
makanan yang digunakan untuk menambahkan makanan dengan meningkatkan
jumlah intik makanan; konsentrat, metabolit, dan ekstrak; atau kombinasi dari satu
atau lebih bahan-bahan ini (US Food and Drug Administration 2001). Pada Tabel
5 dapat dilihat beberapa contoh kategori suplemen multivitamin mineral yang
digunakan dalam beberapa survey (Yetley 2007).
Multivitamin
Multivitamin, gabungan Tidak didefinisikan NHANES I, II, III;
beberapa vitamin NHIS 1987, 1992,
2000; CSFII
≥ 2 vitamin NHANES 1999-2000
Tanpa mineral, NHIS 1986
dengan vit. A, D, E, C,
B6, B12, B1, B2, asam
folat, dan niasin
Multivitamin dengan vit. C Harus mengandung NHANES III
vit. C, B1, B2, niasin,
vit. A, dan vit. D
Multimineral
Multimineral Tidak didefinisikan NHANES III,
NHANES 2001-2002
≥ 2 mineral tanpa NHANES 1999-2000
vitamin
Tidak mengandung NHIS 1986
vitamin dan Ca, P, I,
Fe, dan Mg
Kombinasi mineral Tidak mengandung NHIS 1986
vitamin, Ca, P, I, Fe, Mg,
mengandung ≥ 2 mineral
Sumber: Yetley (2007) dari beragam sumber
Ket.: CSFII, Continuing Survey of Food Intakes by Individuals; NHANES, National Health and
Nutrition Examination Survey; NHIS, National Health Interview Survey
21
Tabel 6 Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM vitamin dan mineral
yang digunakan dalam suplemen penelitian
Zat gizi Satuan AKG* RDA* UL* Batas maks.
19-29 th 30-49 th 19-30 th 31-50 th 19-30 th 31-50 th BPOM*
Vitamin
C mg 75 75 75 75 2000 2000 1000
E mg 15 15 15 15 1000 1000 400 UI
A g RE 500 500 700 700 3000 3000 1500
B6 mg - - 1,3 1,3 100 100 100
Asam folat g 400 400 400 400 1000 1000 800
B12 g 2,4 2,4 2,4 2,4 ND ND 200
D g 5 5 5+ 5+ 50 50 400 UI
Mineral
Zn mg 9,3 9,8 8 8 40 40 30
Se g 30 30 55 55 400 400 200
Cu g - - 900 900 10000 10000 3000
Fe mg 26 26 18 18 45 45 30
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004); Institute of Medicine (1997, 1998, 2000,
2001); Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2004)
Ket.: *AKG: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, RDA: Recommended Dietary Allowance,
UL: Tolerable Upper Intake Levels, BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan, ND: not
determined
+
AI: Adequate Intake
Dalam Hathcock et al. (2005), menurut Food and Nutrition Board (2000)
safety (aman) didefinisikan sebagai tidak adanya resiko kesakitan atau kepastian
tidak adanya bahaya. Batas aman intik tidak sama pada semua kelompok umur.
Zat gizi yang pada batas tertentu masih aman dikonsumsi oleh suatu kelompok
umur belum tentu aman bagi kelompok lainnya. Selain itu, adanya kemungkinan
bahaya dari mengkonsumsi suplemen multivitamin-mineral yang telah sesuai
dengan AKG bergantung pada keseluruhan konsumsi makanan (Mulholland &
Benford 2007).
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
(utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2001). Metode penilaian status gizi
dibedakan menjadi dua pengukuran, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinik,
dan fisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung meliputi survei konsumsi,
statistik vital, dan faktor ekologi (Jelliffe DB & Jelliffe EFP 1989).
23
Status Kesehatan
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang.
Salah satu pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai situasi kesehatan
seseorang adalah dengan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah dibedakan
menjadi dua, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan
besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi
(berdenyut), atau besarnya tekanan tertinggi pembuluh darah pada satu waktu
tertentu. Sedangkan tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada
dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan.
24
Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil dalam pembuluh darah pada
satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002).
Budiman (1999) menyatakan, tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan
oleh dua faktor, yaitu curah jantung dan tekanan resistensi pembuluh darah.
Tingginya tekanan sistolik dihubungkan dengan besarnya curahan jantung,
sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi
perifer. Tekanan darah selalu berubah tergantung waktu dan keadaan seseorang.
Tekanan darah dapat meningkat secara tiba-tiba ketika seseorang berada dalam
keadaan emosi atau sakit, gelisah, temperatur dingin, dan tertekan mental.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara luas didefinisikan dalam dua
kategori, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sejauh ini, hipertensi
primer merupakan jenis hipertensi yang paling umum ditemukan. Hipertensi
primer merupakan kecenderungan genetik yang dicirikan oleh rendahnya
pengaturan tekanan darah, sedangkan hipertensi sekunder merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh adanya penyakit tertentu yang menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sebagai gejala penyakit atau efek samping. Penyebab utama
hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal yang menyebabkan ketidakberfungsian
ginjal dan mengakibatkan rendahnya pengaturan tekanan darah. Faktor lain yang
mempengaruhi hipertensi primer ataupun sekunder adalah merokok, makanan,
tingkah laku yang menetap, dan obesitas (Wildman & Medeiros 2000).
Tabel 7 Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode
24 jama
Zat kimia Plasmab Filtrat (segera Diserap kembali Urin
setelah melalui dari filtratd
kapsul glomerular c
Air 180.000 ml 180.000 ml 178.500 ml 1.500 ml
Protein 7.000-9.000 10-20 10-20 0e
Klorida (Cl-) 630 630 625 5
Sodium (Na+) 540 540 537 3
Bikarbonat 300 300 299,7 0,3
Glukosa 180 180 180 0
Urea 53 53 28 25
Potassium (K+) 28 28 24 4
Asam urat 8,5 8,5 7,7 0,8
Kreatinin 1,5 1,5 0 1,5
Sumber: Tortora dan Anagnostakos (2002)
Ket.: aSemua nilai, kecuali air dinyatakan dalam gram. Zat-zat kimia disusun secara berurutan dari
konsentrasi tertinggi ke konsentrasi terendah dalam plasma
b
Zat-zat ini sebelum difiltrasi terdapat dalam glomerular plasma darah
c
Zat-zat ini meninggalkan plasma darah glomerular melalui membran endotelial capsular
sebelum direabsorpsi
d
Zat-zat ini telah difiltrasi
e
Meskipun protein dalam jumlah sedikit (170-250 g) terdapat di dalam urin, dianggap
semuanya direabsorpsi dari filtrat
Fungsi ginjal dapat terganggu oleh adanya penyakit atau keadaan patologis.
Untuk melihat kenormalan fungsi ginjal, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea merupakan zat
sisa dari katabolisme protein. Di dalam darah, kadar urea bervariasi tergantung
pada beberapa faktor, seperti intik protein dalam diet, katabolisme protein, dan
kemampuan hati mensintesa urea. Sedangkan kreatinin adalah salah satu produk
akhir metabolisme kreatin otot. Kadar kreatinin darah lebih tetap bila
dibandingkan dengan kadar urea karena sedikit sekali dipengaruhi oleh intik
protein dalam diet. Kadar kreatinin hanya dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu
pemecahan kreatin di otot (Suryaatmadja & Sosro 1990).