Anda di halaman 1dari 23

Definisi Aritmia

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama
jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga
termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. Aritmia jantung (heart arrhythmia)
menyebabkan detak jantung menjadi terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Aritmia
jantung umumnya tidak berbahaya. Kebanyakan orang sesekali mengalami detak jantung
yang tidak beraturan kadang menjadi cepat, kadang melambat. Namun beberapa jenis
aritmia jantung dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau bahkan sampai mengancam
nyawa. Aritmia dan HR abnormal tidak harus terjadi bersamaan. Aritmia dapat terjadi
dengan HR yang normal, atau dengan HR yang lambat (disebut bradiaritmia - kurang dari 60
per menit). Aritmia bisa juga terjadi dengan HR yang cepat (disebut tachiaritmia - lebih dari
100 per menit) (Hanafi, 2001).

Pada jantung orang normal, setiap denyut berasal dari nodus SA (irama sinus
normal). Jantung berdenyut sekitar 70 kali dalam satu menit pada keadaan istirahat.
Frekuensi melambat (bradikardia) selama tidur dan dipercepat (takikardia) oleh emosi,
olahraga, demam, dan rangsangan lain. Pada orang muda sehat yang bernapas dengan
frekuensi normal, frekuensi jantung bervariasi sesuai fase pernapasan meningkat selama
inspirasi dan menurun selama ekspirasi, terutama bila kedalaman napas meningkat. Aritmia
sinus ini adalah fenomena normal dan terutama disebabkan oleh fluktuasi persarafan
simpatis di jantung (Ganong, 2008).

-Bradiaritmia dan Takiaritmia


Berbagai keadaan dapat menimbulkan kelainan pada sistem listrik jantung. Pada
umumnya gangguan sistem listrik jantung akan menimbulkan perubahan irama jantung
menjadi terlalu lambat (Bradiaritmia, jantung berdenyut kurang dari 60 kali permenit) atau
terlalu cepat (Takiaritmia, jantung berdenyut lebih dari 100 kali permenit). Kedua keadaan
tersebut akan berpengaruh terhadap kerja jantung memompa darah ke seluruh tubuh
(Smeltzer, 2002).
Bila jantung berdenyut terlalu lambat, maka jumlah darah yang mengalir di dalam
sirkulasi menjadi berkurang, sehingga kebutuhan tubuh tidak terpenuhi. Hal ini akan
menimbulkan gejala seperti mudah capek, kelelahan yang kronis, sesak, keleyengan
bahkan sampai pingsan. Yang berbahaya, bila jumlah darah yang menuju otak menjadi
berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau perasaan melayang. Pada
keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke (Smeltzer, 2002).
Sebaliknya, bila jantung berdenyut terlalu cepat maka jantung akan mengalami
kelelahan dan akan menimbulkan gejala-gejala berdebar yang biasanya disertai perasaan
takut karena debaran jantung yang begitu cepat (sampai lebih dari 200 kali permenit). Pada
keadaan yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat cepat dan tidak terkendali,
maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan pertolongan cepat dengan kejut
listrik (DC shock) dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer, 2002)..

Klasifikasi Aritmia
Tipe-tipe Aritmia

o Premature atrial contractions. Ada denyut tambahan di awal yg berasal dari


atrium (ruang jantung bagian atas). Ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan
terapi.
o Premature venticular contractions (PVCs). Ini merupakan aritmia yang paling
umum dan terjadi pd orang dengan atau tanpa penyakit jantung. Ini merupakan
denyut jantung lompatan yang kita semua kadang-kadang mengalami. Pada
beberapa orang, ini bisa berkaitan dengan stres, terlalu banyak kafein atau nikotin,
atau terlalu banyak latihan. Tetapi kadang-kadang, PVCs dapat disebabkan oleh
penyakit jantung atau ketidakseimbangan elektrolit. Orang yang sering mengalami
PVCs dan atau gejala-gejala yang berkaitan denganya sebaiknya dievaluasi oleh
seorang dokter jantung. Namun, pada kebanyakan orang, PVC biasanya tidak
berbahaya dan jarang memerlukan terapi.
o Atrial fibrilasi (AF). Ini merupakan irama jantung tidak teratur yang sering
menyebabkan atrium, ruang atas jantung, berkontraksi secara abnormal.
o Atrial flutter. Ini merupakan aritmia yang disebabkan oleh satu atau lebih sirkuit
yang cepat di atrium. Atrial flutter biasanya lebih terorganisir dan teratur
dibandingkan dengan atrial fibrilasi. Aritmia ini terjadi paling sering pada orang
dengan penyakit jantung, dan selama minggu pertama setelah bedah jantung.
Aritmia ini sering berubah menjadi atrial fibrilasi.
o Paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT). Suatu HR yang cepat,
biasanya dengan irama yang teratur, berasal dari atas ventrikel. PSVT mulai dan
berakhir dengan tiba-tiba. Terdapat dua tipe utama : accessory path tachycardia
dan AV nodal reentrant tachycardia.
o Accessory pathway tachicardia. HR yang cepat disebabkan oleh jalur atau
hubungan extra yang abnormal antara atrium dan ventrikel. Impuls berjalan
melewati jalur ekstra selain juga melewati rute biasa. Ini membuat impuls berjalan
di jantung dg sangat cepat menyebabkan jantung berdenyut dg cepat.
o AV nodal reentrant tachycardia. HR yang cepat disebabkan lebih dari satu jalur
melewati AV node. Ini dapat menyebabkan palpitasi (jantung berdebar), pingsan
atau gagal jantung. Pada banyak kasus, ini dapat disembuhkan dg menggunakan
suatu manuver sederhana yang dilakukan oleh seorang profesional medis yang
terlatih, dg obat-obatan atau dengan suatu pacemaker.
o Ventricular tachycardia (V-tach). HR yang cepat yang berasal dari ruang bawah
jantung (ventrikel). Denyut yang cepat mencegah jantung terisi cukup darah, oleh
karena itu, hanya sedikit darah yang terpompa ke seluruh tubuh. Ini dapat
merupakan aritmia yang serius, khususnya pada orang dengan penyakit jantung
dan mkn berhubungan dengan lebih banyak gejala. Seorang dokter jantung
sebaiknya mengevaluasi aritmia ini.
o Ventricular fibrilasi. Letupan impuls yang tidak teratur dan tidak terorganisir yang
berasal dari ventrikel. Ventrikel gemetar dan tidak mampu berkontraksi atau
memompa darah ke tubuh. Ini merupakan kondisi emergensi yang harus diterapi dg
CPR dan defibrilasi sesegera mungkin.
o Long QT syndrome. Interval QT adalah area pada ECG yang merepresentasikan
waktu yang diperlukan otot jantung untuk berkontraksi dan kemudian relaksasi,
atau yang diperlukan impuls listrik untuk meletupkan impuls dan kemudian
recharge. Jika interval QT memanjang, ini meningkatkan resiko terjadinya “torsade
de pointes”, suatu bentuk ventricular tachicardia yang mengancam hidup. Long QT
syndrome merupakan suatu kondisi yang diturunkan yang dapat menyebabkan
kematian mendadak pada orang muda. Ini dapat diterapi dengan obat-obat
antiaritmia, pacemaker, electrical cardioversion, defibrilasi, defibrilator/cardioverter
implant atau terapi ablasi.
o Bradiaritmia. Ini merupakan irama jantung yang pelan yang dapat muncul dari
kelainan pada sistem konduksi listrik jantung. Contohnya adalah sinus node
dysfunction dan blok jantung.
o Sinus node dysfunction. HR yang lambat yang disebabkan oleh SA node yang
abnormal. Diterapi dengan pacemaker.
o Blok jantung. Suatu penundaan (delay) atau blok total impuls listrik ketika berjalan
dari sinus node ke ventrikel. Blok atau delay dapat terjadi pada AV node atau
sistem HIS purkinje. Jantung berdenyut ireguler dan sering lebih lambat. Jika serius
blok jantung perlu diterapi dengan pacemaker (Hanafi, 2001).

Macam-Macam Aritmia
a. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah : laju
gelombang lebih dari 100 X per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak
disandapan I,II dan aVF.

b. Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrium. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah laju
kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tegak disandapan I,II dan aVF.

c. Komplek atrium prematur


Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks
atrium prematur, timbulnya sebelum denyut sinus berikutnya. Gambaran ECG
menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya
dengan gelombang P berikutnya.

d. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium prematur
sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.

e. Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cepat dan teratur,
dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau aVF seperti gambaran
gigi gergaji.

f. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri multipel.
Aktifitas atrium sangat cepat sindrom sinus sakit.

g. Komplek jungsional prematur


h. Irama jungsional
i. Takikardi ventrikuler(Smeltzer, 2002).

Etiologi Aritmia

Penyebab dari aritmia secara umum menurut AHA, 2010 adalah sebagai berikut :

 Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena infeksi. Adanya


peradangan pada jantung akan berakibat terlepasnya mediatormediator radang dan
hal ini menyebabkan gangguan pada penghantaran impuls.
 Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner, spasme arteri koroner, iskemi
miokard, infark miokard). Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang menyuplai
oksigen untuk sel otot jantung. Jika terjadi gangguan sirkulasi 7 koroner, akan
berakibat pada iskemi bahkan nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan
penghantaran impuls.
 Karena intoksikasi obat misalnya digitalis, obat-obat anti aritmia. Obat-obat anti
aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel otot jantung. Dosis
yang berlebih akan mengubah repolarisasi sel otot jantung sehingga terjadi
gangguan irama jantung.
 Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion kalium menentukan
potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrolit, maka
akan terjadi peningkatan atau perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium.
Akibatnya potensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan
memicu terjadinya gangguan irama jantung.
 Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama
jantung. Dalam hal ini aktivitas nervus vagus yang meningkat dapat memperlambat
atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan cara meninggikan
konduktansi ion kalium.
 Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Peningkatan aktivitas simpatis
dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan depolarisasi spontan.
 Gangguan endokrin (hipertiroidisme dan hipotirodisme). Hormon tiroid
mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh melalui perangsangan sistem
saraf autonom yang juga berpengaruh pada jantung.
 Akibat gagal jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan di mana jantung tidak
dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh. Pada gagal jantung, fokus-
fokus ektopik (pemicu jantung selain nodus SA) dapat muncul dan terangsang
sehingga menimbulkan impuls tersendiri.
 Akibat kardiomiopati. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan disertai dengan
dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang fokus-fokus ektopik dan
menimbulkan gangguan irama jantung.
 Karena penyakit degenerasi misalnya fibrosis sistem konduksi jantung. Sel otot
jantung akan digantikan oleh jaringan parut sehingga konduksi jantung pun
terganggu.

Patofisiologi Aritmia
Aritmia terjadi karena adanya fokus ektopik yang terjadi lebih cepat daripada
pacemaker normal (nodus sinoatrialis=NSA=SAN). Kelainan pembentukan impuls tersebut
disebabkan oleh:
a. Otomatisasi abnormal
Dominasi NSA sebagai pacemaker diambil alih oleh sel otomatik di atria, nodus AV,
sistem his purkinje atau ventrikel bila terjadi depresi NSA, mis. pada bradiaritmia
otomatisasi sel lain yang meningkat, misalnya pada ektopik prematur, takiaritmia
NSA tetap sebagai pacemaker, tetapi pembentukan impulsnya yang abnormal
b. Kelainan konduksi impuls, hantaran terganggu karena:
i. terhambat atau berhenti bradiaritmia
ii. reentrant aritmia (circus movement)
c. Bisa disebabkan oleh kedua-duanya.
Faktor Risiko Aritmia

1. Penyakit Arteri Koroner


Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal, kardiomiopati,
dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk hampir semua jenis aritmia
jantung.
2. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri koroner. Hal
ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku dan tebal, yang dapat
mengubah jalur impuls elektrik di jantung.
3. Penyakit Jantung Bawaan
Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.
4. Masalah pada Tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid terlalu
banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepat dan tidak
teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial fibrillation).Sebaliknya,
metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup melepaskan hormon tiroid,
yang dapat menyebabkan bradikardi (bradycardia).
5. Obat dan Suplemen
Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine dapat
berkontribusi pada terjadinya aritmia.
6. Obesitas
Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas dapat
meningkatkan resiko terkena aritmia jantung.
7. Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan meningkat
akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah rendah (hypoglycemia)
juga dapat memicu terjadinya aritmia.
8. Obstructive Sleep Apnea
Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat tidur. Napas yang
terganggu, misalnya mengalami henti napas saat tidur dapat memicu aritmia jantung
dan fibrilasi atrium.
9. Ketidakseimbangan Elektrolit
Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut elektrolit),
membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung.Tingkat elektrolit yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memengaruhi impuls elektrik pada jantung
dan memberikan kontribusi terhadap terjadinya aritmia jantung.
10. Terlalu Banyak Minum Alkohol
Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di dalam jantung
serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi atrium (atrial
fibrillation).Penyalahgunaan alkohol kronis dapat menyebabkan jantung berdetak
kurang efektif dan dapat menyebabkan cardiomyopathy (kematian otot jantung).
11. Konsumsi Kafein atau Nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat
dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang lebih serius.Obat-
obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi jantung dan
mengakibatkan beberapa jenis aritmia atau kematian mendadak akibat fibrilasi
ventrikel (ventricular fibrillation).

Tanda dan Gejala Aritmia

Ada beberapa tanda dan gejala Aritmia, yaitu:


a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal; hemoptisis.
e. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
f. Palpitasi
g. Pingsan
h. Rasa tidak nyaman di dada
i. Lemah atau keletihan (perasaan
j. Detak jantung cepat (tachycardia)
k. Detak jantung lambat (bradycardia)(Smeltzer, 2002).

Pemeriksaan Diagnostik Aritmia


Elektrokardiografi (EKG)
Pada dasarnya deteksi aritmia cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan alat
perekam irama jantung yang disebut elektrokardiografi (EKG). Bila pasien datang pada saat
ada keluhan-keluhan diatas lalu dilakukan perekaman EKG, maka dapat diketahui ada
tidaknya gangguan gangguan irama/aritmia jantung. EKG dapat menunjukkan pola cedera
iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber aritmia dan efek
ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
Holter Monitoring/Electrophysiology Study (EPS)
Kadangkala, gejala timbul di rumah dan ketika sampai di RS gejalanya sudah hilang
sehingga pada perekaman EKG-pun tidak tertangkap aritmia-nya. Oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan lain yang lebih komprehensif seperti Holter Monitoring atau
pemeriksaan yang canggih yang disebut Electrophysiology Study (EPS). Holter monitoring
adalah perekaman EKG secara kontinue selama 24-48 jam sehingga memperbesar peluang
deteksi aritmia. Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
aritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. Bila aritmianya
hanya terjadi sangat jarang maka diperlukan rekaman yang lebih lama. Kadang dilakukan
pemasangan alat kecil dibawah kulit yang disebut Insertable Loop Recorder (ILR). EPS
adalah suatu pemeriksaan invasive dimana dilakukan perekaman listrik jantung secara
langsung pada sistem listrik jantungnya
Foto dada
Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup.
Skan pencitraan miokardia
Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi
konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
Tes stres latihan
Dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan aritmia.
Elektrolit
Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan
disritmia.
Pemeriksaan obat
Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat
contoh digitalis, quinidin.
Pemeriksaan tiroid
Peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan
disritmia.
Laju sedimentasi
Peninggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai
faktor pencetus aritmia.
GDA/nadi oksimetri
Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

Penatalaksanaan Medis Aritmia

Berdasarkan pedoman ACLS penanganan aritmia adalah bertujuan untuk:


- Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control)
- Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control)
- Mencegah terbentuknya bekuan darah.
- Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :

a.Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker


1. Kelas 1 A
1) Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.

2) Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi.

3) Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang

2. Kelas 1 B

Lignocainuntukaritmiaventrikelakibatiskemiamiokard, ventrikeltakikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

3. Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)


Atenolol, Metoprolol, Propanolol :indikasiaritmijantung, angina
pektorisdanhipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang

d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)


Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

- Terapi mekanis
1) Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2) Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3) Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien
yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4) Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang
ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

Asuhan Keperawatan

- Pengkajian

l. Pengkajian primer :

1. Airway
1) Apakah ada peningkatan sekret ?
2) Adakah suara nafas : krekels ?
2. Breathing
1) Adakah distress pernafasan ?
2) Adakah hipoksemia berat ?
3) Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
4) Apakah ada bunyi whezing ?
3. Circulation
1) Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
2) Apakah ada takikardi ?
3) Apakah ada takipnoe ?
4) Apakah haluaran urin menurun ?
5) Apakah terjadi penurunan TD ?
6) Bagaimana kapilery refill ?
7) Apakah ada sianosis ?
a. Pengkajian sekunder
a) Riwayat penyakit
1) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi.
2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi.
3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.
4) Kondisi psikososial
b. Pengkajian fisik
b) Aktivitas : kelelahan umum.
c) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin
tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung
menurun berat.
d) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
e) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban
kulit.
f) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
g) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.
h) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
i) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
- Diagnosa dan Rencana Keperawatan

1 . Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi


elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
2 . Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan.
3 . Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
4 . Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit serta penanganan yang akan didapatkan.

1 . Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi


elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :

1) Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi


dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
2) Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi Keperawatan

1) Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan
simetris.
2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra,
penurunan nadi.
3) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
4) Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia
ventrikel; blok jantung
5) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
6) Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas
dalam, bimbingan imajinasi
7) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat.
Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
8) Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9) Kolaborasi :
1) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
2) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
3) Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
4) Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
5) Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
6) Masukkan/pertahankan masukan IV
7) Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
8) Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

2 . Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen ke jaringan
Kriteria hasil :

1) Klien mampu melakukan aktivitas secara bertahap dan mandiri.


Intervensi Keperawatan

1) Catat frekuensi jantung, irama, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah
aktivitas.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat
3) Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat
defekasi
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas.
contoh: bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam
setelah makan
5) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6) Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut
7) Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
8) Berikan waktu untuk istirahat dan beraktivitas.
9) Pertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
10) Selama aktivitas, kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta keluhan
subyektif.

3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan


kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :

1) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan


2) Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat
Intervensi Keperawatan

1) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal


2) Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada
pasien/keluarga
3) Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan
mental, vertigo.
4) Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan;
bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
5) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
6) Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
7) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
8) Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
9) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala
yang memerlukan intervensi medis
10) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver
Valsava bila perlu

4 . Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang


penyakit serta penanganan yang akan didapatkan.
Kriteria hasil :

1) Kecemasan berkurang atau hilang


Intervensi Keperawatan

1) Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.


2) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang
dan suasana yang penuh istirahat
3) Temani pasien selama periode kecemasan tinggi, beri kekuatan, dan gunakan suara
tenang
4) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut
5) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya
7) Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab, serta penanganan yang akan
dilakukan.
8) Tanyakan keluhan dan masalah psikologis yang dirasakan klien saat ini.
9) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat, bila mungkin rujuk kepenasihat spiritual

Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan
masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu
pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005:205).

Implementasi untuk masing-masing diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut;

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi


elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia
1) Meraba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo
dan simetris.
2) Mengauskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung
ekstra, penurunan nadi.
3) Memantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
4) Menentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial;
disritmia ventrikel; blok jantung
5) Memberikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase
akut.
6) Mendemonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi
nafas dalam, bimbingan imajinasi
7) Menyelidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut,
menangis, perubahan TD
8) Menyiapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9) Berkolaborasi dalam:
(1) Memantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
(2) Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
(3) Memberikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
(4) Menyiapkan untuk bantu kardioversi elektif
(5) Membantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
(6) Memasukkan/pertahankan masukan IV
(7) Menyiapkan untuk prosedur diagnostik invasive
(8) Menyiapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator
2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
ke jaringan.
1) Mencatat frekuensi jantung, irama, serta perubahan tekanan darah selama dan
sesudah aktivitas.
2) Meningkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak
berat
3) Menganjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat
defekasi
4) Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas.
contoh: bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam
setelah makan
5) Mempertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6) Mempertahankan klien tirah baring sementara sakit akut
7) Mengevaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi
8) Memberikan waktu untuk istirahat dan beraktivitas.
9) Mempertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
10) Selama aktivitas, mengkaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta
keluhan subyektif

3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan


kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
1) Mengkaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
2) Menjelaskan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada
pasien/keluarga
3) Mengidentifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan,
perubahan mental, vertigo.
4) Menganjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan;
bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
5) Mendorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
6) Mengkaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
7) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
8) Menganjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
9) Mengkaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan
gejala yang memerlukan intervensi medis
10) Mengkaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus,
manuver Valsava bila perlu
4. Cemas yang berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit serta penanganan yang akan didapatkan
1) Mengkaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan.
2) Memulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang
tenang dan suasana yang penuh istirahat
3) Menemani pasien selama periode kecemasan tinggi, beri kekuatan, dan gunakan
suara tenang
4) Membantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut
5) Mengorientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
6) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya
7) Memberikan penjelasan tentang penyakit, penyebab, serta penanganan yang akan
dilakukan.
8) Menanyakan keluhan dan masalah psikologis yang dirasakan klien saat ini.
9) Memberikan privasi untuk klien dan orang terdekat, bila mungkin rujuk kepenasihat
spiritual

Evaluasi Keperawatan

Merupakan langkah terakhir dari proses perawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005:216).
. DEFIBRILASI

1. Pengertian Defibrilasi (Kejut Jantung)


Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang
kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada
permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan
mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan
dan oksigenasi.

American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi diberikan


secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non-pulse atau VF, yaitu 3 menit
atau kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau kurang dalam setting
luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan diluar rumah sakit karena sekarang ini sudah
ada defibrillator yang bisa dioperasikan oleh orang awam yang disebut Automatic External
Defibrillation (AED).

AED adalah defibrillator yang menggunakan system computer yang dapat


menganalisa irama jantung, mengisi tingkat energi yang sesuai dan mampu memberikan
petunjuk bagi penolong dengan memberikan petunjuk secara visual untuk peletakan
elektroda.

Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-pulse,


penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi. kardiopulmonari
(RKP) berperan aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada saat mendapati pasien
dengan cardiac arrest, dimana sebagian besar menunjukkan VF dan VT, untuk bertahan
terbukti meningkat.

Dikutip dari AHA dalam ACLS: principle and practice, dalam 4 studi disebutkan
bahwa terdapat hubungan antara interval dari kolaps dengan dimulainya pemberian RKP

2. Prinsip Defibrilasi Kejutan


Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat singkat (beberapa
detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas dinding dada atau melalui
adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada pasien. Arus listrik yang mengalir
sangat singkat ini bukan merupakan loncatan awal bagi jantung untuk berdetak, tetapi
mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat singkat ini akan mendepolarisasi semua
miokard, menyebabkan berhentinya aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole.
Beberapa saat setelah berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel pace maker akan
berrepolarisasi secara spontan dan memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus
depolarisasi secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini
memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas kontraksi
kembali.

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan defibrilasi

1) Lamanya VF Kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme miokards dan


jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena arrest. Semakin lama waktu
yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka semakin banyak persediaan ATP yang
digunakan miokard untuk bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai semua
tenaga sampai habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
2) Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik, hipotermi dan
penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan aktivitas kontraksi
jantung.
3) besarnya jantung Makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
defibrilasi.
4) Ukuran pedal Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan
untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak semua
permukaan pedal menempel pada dinding dada dan menyebabkan banyak arus yang
tidak sampai ke jantung. Untuk itu, penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan
dengan ukuran tubuhnya.
5) Letak pedal Hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah peletakan pedal
pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad harus diletakkan pada
posisi yang tepat yang memungkinkan penyabaran arus listrik kesemua arah jantung. -
posisi sternal, pedal diletakkan dibagian kanan atas sternum dibawah klavikula - pedal
apeks diletakkan disebelah kiri papilla mamae digaris midaksilaris. Pada wanita, posisi
pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada posisi mid-axilaris. Pada pasien yang
terpasang pacemaker permanent, harus dihindari peletakan padel diatas generator
pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari tempat itu. Defibrilasi langsung ke
generator pacemaker dapat menyebabkan malfungsi pace maker secara temporary
atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi atau kardioversi, PPM harus dicek
ambang pacing dan sensinya serta dilihat apakah alat masih bekerja sesuai dengan
setting program. Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan defibrilasi adalah
posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling menyentuh atau harus benar-benar
terpisah.
6) Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada
defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg
BB, maksimal 3 j/kg BB
7) Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk
defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk
penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi resistensi
transtorakal dan mencegah luka bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga adalah
jangan sampai gel tersebut teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari
salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke
dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir dipermukaan
dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing memancarkan bunga api yang
menyebabkan sengatan listrik pasien pada pasien dan alat-alat operator.

3. Pengertian Defibrillator
Defibrillator adalah peralatan elektronik yang dirancang untuk memberikan kejut
listrik dengan waktu yang relatif singkat dan intensitas yang tinggi kepada pasien penyakit
jantung. Pengulangan pemberian kejut listrik paling lama 45 detik sejakjantung berhenti.
Energi Externalyang diberikan antara 50 sampai 400 Joule. Posisi elektroda (paddles) :
anterior - anterior (apex - sternum) atau anterior posterior. Diameter elektroda antara 8 - 10
cm untuk dewasa. Sebelum Pemberian pulse defibrillator pada permukaan elektroda
diberikan gel elektrolit.

4. Jenis-jenis defibrillator
a. DC Defibrillator
DC defibrillator selalu dikalibrasi dalam satuan watt-detik atau joule sebagai ukuran
dari energi listrik yang tersimpan dalam kapasitor.

b. Advisory Defibrillator
Mampu dengan akurat menganalisis ECG dan membuat keputusan
menyalurkan kejutan yang handal.

a. Implan Defibrillator
Bisa digunakan oleh pasien yang beresiko tinggi mengalami ventricular
fibrillation.

5. Prosedur Pengoperasian Defibrillator


a. Pemilihan besarnya energi dan mode pengoperasian
b. Pengisian energi (charge) pada kapasitor
c. Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien (discharge)

6. Metode defibrillator
a. Asinkron
Pemberian shock listrik jika jantung sudah tidak berkontraksi lagi, secara manual
setelah pulsa R.

b. Sinkron
Pemberian shock listrik harus disinkornkan dengan signal ECGdalam keadaan
berfibrasi, jadi bila tombol discharge ditekan kapanpun maka akan membuang
setelah pulsa R secara otomatis.

7. Petunjuk Operasional
1) Ambil paddles dari sisi samping alat
2) Yakinkan dalam keadaan kering
3) Beri krim pada permukaan paddle
4) Tempelkan paddle pada pasien diposisi apeks dan sternum
5) Tekan tombol energy
6) Lakukan pengisian dengan menekan satu tombol pada paddle, lalu proses pengisian
dapat dilihat di monitor
7) Jangan menyentuh pasien
8) Setelah proses pengisiian selesai maka akan terdengar suara “beep”, pada display
muncul tulisan “Defibrillator Ready” dan pada tombol paddle akan menyala
9) Tekan paddle agak menekan ke tengkorak
10) Untuk pengosongan tekan kedua tombol pada paddle secara bersamaan
11) Lihat pada monitor
12) Setelah selesai pilih switch pada tombol energy menunjukkan angka “0”
13) Tekan tombol power
8. Petunjuk Pengamanan
Selama terapi kejut ada yang harus diperhatikan, yaitu Pasien harus :

1) Tidak ada kontak dengan orang lain.


2) Tidak ada kontak dengan barang berbahan metal atau konduktor.
3) Saat paddle kontak dengan pasien, pastikan juga paddle tidak terhubung dengan
barang berbahan metal.
4) Pastikan dada pasien kering
Karena dialiri arus yang besar, kemungkinan terjadi luka bakar pastikan peletakkan
paddle yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito , Lynda juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC.

Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), (Alih Bahasa 1 Made Kriase).
Jakarta: EGC.

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Knight, John F. 1997. Jantung Kuat Bernapas Lega. Bandung : Indonesia Publishing House.

Smeltzer, S.C.& Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Terjemahan).Edisi 8.Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai