Anda di halaman 1dari 5

POLIGAMI: ANTARA HAK PENUH DAN HAK TERBATAS

SEORANG SUAMI

Ilia Arifah
E-mail: ilia.arifah98@gmail.com

Lailatul Ni’mah
E-mail: nlailatul@gmail.com

Refa Bagas Dwi Pradana


E-mail: refa2626bagas@gmail.com

Abstrak
PENDAHULUAN
Perkawinan adalah ikatan antara seorang laki-laki dan wali seorang wanita
atau yang mewakilkan mereka. Dan diperbolehan untuk bersenang-senang
pasangan laki-laki dan perempuan untuk bersenang senang nanmun harus sesuai
syariat yang telah ditentukan. Tujuan perkawinan sendiri adalah untuk mewujudkan
kesatuan kemasyarakatan (rumah tangga) yang didasari cinta, kasih sayang,
kerjasama dan kemuliaan akhlak.1 Islam sendiri telah mendefinisikan perkawinan
dan mengaturnya sedemikian rupa dengan meletakkan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban diantara pasangan suami istri itu. Perkawinan dalam Islam lebih
mengedepankan nilai-nilai dari tujuan itu. Dengan demikian Islam mengartikan
perkawinan sebagai suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan
antara laki-laki dan perempuan dan membatasi hak-hak serta kewajiban diantara
mereka.2

1
Musfir Aj-Jahrani, Poligami Dari Berbagai Persepsi, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm 5.
2
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2009), hlm 37.
Dari perkawinan ini, terkadang muncul berbagai masalah dan problematika.
Problem dan permasalahan ini terkadang muncul akibat dari ketidak harmonisan.
Hal ini biasa terjadi diantara hubungan suami istri. Ketidakharmonisan ini muncul
dari dalam (nternal) atau dari luar. Terkadang terdapat kekuarangan kekurangan
antar pasangan yang seringkali memicu timbulnya masalah. Poligami memang
salah satu permasalahan yang cukup sensitif yang terkadang muncul.
Poligami merupakan masalah-masalah kemanusiaan yang tua sekali atau
telah berlangsung sejak lama bahkan sebelum adanya agama Islam. Hampir bangsa
di dunia tidak asing lagi dengan kata poligami. Bahkan masalah poligami ini telah
dikenal sejak zaman dahulu oleh orang-oramg Hindu, bangsa Israel, Pesia, Arab
Romawi, Babilonia, Tunisia dan lain-lain. Sejak dahulu poligami memang
dipandang sebagai masalah kemasyaratan. Bahkan sekarang poligami banyak
dijadikan sebagai kajian oleh para sarjana dan ahli-ahli seksiologi seperti Sigmund
freud,Adler, H Lewi, Charlote Buhler dan Margaret Mead.
Poligami pada sebelum Islam merupakan suatu tradisi, budaya dan nilai
yang dianut oleh masyarakat Jahiliyah. Bahkan bangsa-bangsa selain Islam juga
telah mengenal tradisi dengan menikahi lebih dari seorang perempuan.
Sejak dahulu di dunia Barat, sebagian besar dari mereka membenci dan
menentang poligami. Mereka beranggapan bahwa poligami merupakan hasil dari
perbuatan cabul dan oleh karenanya dianggap sebagai perbuatan pelecehan dan
perbuatan tidak bermoral. Namun, anggapan ini berbanding terbalik dengan
kenyataan yang ada. Banyak tokoh-tokoh besar yang melakukan poligami secara
ilegal. Seperti Hendrik II, Hendrik IV bahkan Napoleon melakukan poligami. Tidak
menjadi rahasia lagi ka para pendeta yang bersumpah untuk tidak menikah malah
memelihara istri-istri gelap dengan “izin sederhana” dari uskup atau kepala gereja.3
Selain diluar Islam, Islam sendiri dalam memandang poligami lebih banyak
resiko atau mudhlorot daripada manfaatnya. Pada dasarnya, manusia itu menurut
fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh.
Oleh sebab it, Islam memandang jika seorang laki-laki atau suami melakukan

3
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakaha: kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali
Press, 2010), hlm 352-353.
poligami akan menyebabkan banyak masalah dan konflik dalam mahligai rumah
4
tangganya. Di Indonesia sendiri, masalah poligami sudah muncul sejak tahun
1928. Banyak yang mulai membicarakan mengenai praktek-praktek poligami.
Tidak jarang banyak yang menyuarakan untuk menentang poligami itu sendiri.
Kebanyakan kalangan yang menentang oligami merupakan organisasi kaum
perempuan.
Sejak zaman modern ini, prakte-praktek poligami dianggap sebagai hal
yang biasa bahkan masyarakat Barat menganggap bahwa poligami merupakan
kebiasaan. Hal ini senada dengan yang dikatakan Supardi Mursalin bahwa
masyarakat barat mengaanggap poligami telah menjadi kebiasaan. Karena sejak
dahulu oleh para raja yang melambangkan ketuhanan sehingga banyak orang yang
menganggap sebagai perbuatan suci. Sampai sekarang, poligami tidak lelah untuk
diperbincangkan bahkan untuk dikaji. Banyak kalangan yang masih tidak pusa
dengan hanya membahas baik-buruk sistem poligami.5
Sampai saat ini, poligami masih dianggap sebagai permasalahan yang
menimbulkan pro dan kontra dikalangan ulama dan masyarakat luas. Memang
benar poligami masih banyak menimbulkan pertanyaan dan membutuhkan
penjelasan yang lebih. Terkadang poligami dianggap sebagai kesewenangan
seorang suami terhadap istrinya. Dalam Islam pun, walau sudah jelas adanya Nash
Al-Qur’an yang memperbolehkan seorang laki-laki untuk berpoligami, masih
bnayak petentangan yang terjadi.
Memang banyak pertentangan mengenai perbuatan poligami, apalagi dari
kalangan diluar non muslim. Dari permasalahan mengenai poligami yang masih
banyak pertentangan, perdebatan dan masalah yang sangat sensitif untuk
dibicarakan dan dibahas,banyak menmbulkan pertanyaan yang cukup mendasar
mengenai apakah poligami hak penuh seorang suami ataukah hak yang terbatas
seperti halnya ada persyaratan khusus.

4
Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm 130-131.
5
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakaha: kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali
Press, 2010), hlm 355..
METODE
Metode penelitian yang kami gunakan untuk menyusun artikel jurnal
merupakan metode penelitian yang sifatnya historis. Jenis metode yang digunakan
metode penelitian analitis historis yaitu melakukan analistis mengenai hak seorang
suami untuk melakukan poligami yang bertujuan untuk merekonstruksi mengenai
sejarah dan perkembangan poligami dari masa lalu hingga sekarang. Pendekatan
penelitian yang digunakan pendekatan berdasarkan pendekatan kasus dan
pendekatan kajian teoritis.jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang
diperoleh penulis dari berbagai sumber yang telah ada. Tehnik pengumpulan data
yang digunakan berupa bahan pustaka yang diperoleh melalaui pengumpulan
buku-buku literatur dan berbagai jurnal ilmiah serta pengumpulan data malalui
media online yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis yang
digunakan merupakan analisis kualitatif yaitu dengan cara menganalisis data yang
diperoleh dari data yang selanjutnya dikaji lebih mendalam untuk dapat
menyimpulkan masalah.

SEKILAS TEORI
∞ Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya yang ditulisnya berjudul “Perempuan”,
beliau membahas mengenai konsep poligami yang dilakukan oleh oleh
Rasulullah. Rasulullah menikahi istri-istrinya setelah khadijah adalah janda-
janda yang telah berusia tua dan telah ditinggal mati oleh suaminya. Pernikahan
ini dilakukan oleh Rasulullah untuk menyelamatkan perempuan yang ditinggal
suaminya.6
∞ Al-Maraghi dalam kitab “Tafsir Al-Maraghi”, beliau memaparkan tentang
bolehnya seorang laki-laki melakuakan perkawinan lebih dari satu istri atau
poligami, telah disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat 3 merupakan kebolehan
yang dipersulit dan diperketat. Menurutnya, seorang laki-laki diperbolehkan
melakukan poligami apabila laki-laki tersebut dikategorikan sebagai orang yang
benar-benar membutuhkan dengan syarat dapat menegakkan keadilan dan aman

6
Iriani Ambar, Menelisik Pesan Moral Dibalik Poligami, (Jurnal Al-Maiyyah Vol 8 No 1, 2015)
hlm 130.
dari perbuatan yang melewati batas. Poligami diposisikan hanya boleh dilakukan
hanya dalam keadaan darurat.7

Kedua tokoh di atas memberikan teori-teori singkat mengenai poligami. Prof. Dr.
Quraish Shihab memaparkan bahwa poligami telah dilakukan oleh Rasulullah
sendiri. Rasul melakukan poligami untuk menyelamatkan janda-janda yang
ditinggal suami emninggal saat perang. Sedangkan Al-Maraghi memaparkan teori
untuk melakukan poligami berdasarkan nash Al-Qur’an.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Poligami
B. Batasan Berpoligami
C. Hak penuh dan Hak Terbatas Suami Melakukan Poligami
PENUTUP
REFERENSI

7
Khoirul Abror, Poligami dan Relevansinya dengan Keharmonisan Rumah Tangga (Jurnal Al-
‘Adalah Vol XIII No 3, 2016), hlm 229.

Anda mungkin juga menyukai