Anda di halaman 1dari 15

1

Abstrak

STEM CELL (SEL PUNCA) DALAM APLIKASI KLINIS

Bambang Purwanto

Semakin tinggi angka harapan hidup juga diikuti oleh berbagai perkembangan
penyakit. Prinsip pengobatan saat ini hanya mengaju pada memperlambat progresivitas
atau menghentikan kerusakan lebih lanjut. Akibat proses menuaan banyak permasalahan
kerusakan jaringan dan kematian sel melalui teori- teori seeperti Teori-teori proses menua
teori “Genetic clock ” , mutasi somatic, hingga pemebenrtukan radikal bebas
Stem cell sebagai regenerasi pada kasus stroke (R bhatia et al 2012) dan kasus
kontrol bone marrow stem cell pada cedera medulla spinalis ( A Nirmeen, 2010) menjadi
harapan baru. Stem cell adalah sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang
menyusun keseluruhan tubuh organism termasuk manusia.
Karakterisitik stem cell yaitu belum berdiferensiasi, mampu memperbanyak diri
sendiri, dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu sel. Manfaat dari stem cell atau
sel punca saat ini masih terus dikembangkan, potensi stem cell dalam aplikasi klinis telah
terbukti menjadi jalan keluar permasalahan beberapa penyakit seperti kardiovaskular,
neurodegenerative, autoimun hingga keganasan namun efek samping yang timbul masih
perlu dikaji seperti reaksi penolakan imun, pertumbuhan berlebih ( kanker) serta
permasalahan etik
Terapi konvensional yang ada saat ini dalam mengobati penyakit penyakit
degenerative dan penyakit lainnya masih jauh dari kepuasan, perlu diupayakan suatu
inovasi dan studi terus menerus dalam pemanfaatan sel punca. Penelitian lebih lanjut masih
dibutuhkan untuk meningkatkan kemanfaatannya dan meminimalkan efek samping demi
keamanan pasien.

Kata kunci : Stem cell, Radikal Bebas, Aplikasi klinis, Efek samping
2

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup
penduduknya. Pada tahun 2000 jumlah orang lanjut usia diproyeksikan sebesar 7,28% dan
pada tahun 2020 sebesar 11,34% (BPS,1992). Semakin tinggi angka harapan hidup juga
diikuti oleh berbagai perkembangan penyakit. Berbagai penyakit saat ini dengan
pengobatan konvensional kadang tidak memuaskan. Berbagai penyakit degenerative
seperti stroke, Parkinson, alhzeimer, kanker, autoimun seringkali tidak menemui titik temu
yang memuaskan.

Angka kejadian penyakit- penyakit bervariasi sebagai contoh prevalensi systemic


Lupus Erythematosus (SLE) 0.1-0.3%. 6.7/100.000 populasi (Mok cc,2011) penggunaan
steroid marak pada 1941 dan DMARD 30 tahun setelahnya ( henfgot SM,2012) dimana
masih belum memuaskan. Penyakit kardiovaskular penyebab utama kematian dan
disabilitas pada usia lansia ( kannel,1972)

Upaya pengobatan dengan dasar mekanisme atau pathogenesis penyakit yang


nantinya berujung pada perbaikan klinis telah lama dan secara umum berkembang namun
masih banyak kekurangan, hampir keseluruhan prinsip pengobatan hanya mengaju pada
memperlambat progresivitas atau menghentikan kerusakan lebih lanjut tidak pada
penggantian atau kesembuhan total.

Sebuah kase kontrol mengenai pemanfaatan stem cell sebagai regenerasi pada
kasus stroke (R bhatia et al 2012) menunjukkan hasil terjadi peningkatan aktivitas area
brodmann BA4 dan BA6 pada pasien yang diberi stem cell. Kasus lainnya kasus kontrol
bone marrow stem cell sebagai terapi cedera medulla spinalis ( A Nirmeen, 2010) pada
kasus tersebut pasien yang mendapat terapi stem cell mengalami perbaikan secara
klinis.Manfaat dan bukti bukti klinis yang ada saat ini dalam penggunaan stem cell perlu
didukung sepenuhnya, perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut untuk
membuktikan kebenarannya sehingga nantinya pemanfaatan stem cell sebagai terapi masa
depan menjadi terapi yang menjanjikan dan aman bagi pasien.
3

BAB II

PATOGENESIS

I. Penuaan (aging)
a. Teori-teori proses menua Teori “Genetic clock ”

Setiap spesies mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila
tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam itu berhenti maka sel akan mati. Secara
teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu
dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit dengan obat- obat atau tindakan-tindakan tertentu. Hayflick (1980)
melakukan penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
Nukleus yang menentukan jumlah replikasi, kemudian menua dan mati, bukan
sitoplasmanya (Suhana, 1994).

b. Mutasi somatik (teori Error Catastrophe)

Faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Radiasi dan zat
kimia dapat memperpendek umur, Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
fungsional sel tersebut. Menurut hipotesis tersebut, menua disebabkan oleh kesalahan
yang beruntun sepanjang kehidupan. Setelah berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA- RNA), maupun dalam proses
translasi (RNA - protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya
enzim yang salah, yang nantinya menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang
salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. (Constantinides, 1994).

c. Rusaknya sistem imum tubuh

Mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,


maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
4

perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang
menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989). Salah satu bukti yang
ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang
lanjut usia (Brocklehurst, 1987).

d. Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas (ROS) dapat terbentuk didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai
produk sampingan didalam rantai pernafasan didalam mitokondria (Oen, 1993). Untuk
organisme aerobik, ROS terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) didalam
mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam
mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim respirasi didalam
mitokondria, maka radikal bebas (ROS) akan dihasilkan sebagai zat antara. ROS yang
terbentuk tersebut adalah: superoksida (02), radikal hidroksil (OH), dan juga peroksida
hidrogen (H202). ROS bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan
gugus SH menyebabkan kematian membran sel ( nekrosis) dan kerusakan DNA (
apoptosis) kerusakan organel sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati (Oen,
1993).

II. Peranan sel punca dalam terapi penyakit degeneratif

Stem cell adalah sel unik yang memiliki keistimewaan dibandingkan oleh sel-sel
jenis lain. Stem cell adalah sel yang belum berdiferensiasi, namun dapat berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi sel apapun yang membentuk tubuh dalam jumlah banyak.
organ-organ penting lain tubuh memiliki keterbatasan dalam regenerasi, dan di perberat
oleh faktor usia dimana telah terjadi pemendekan telomer, penurunan aktivitas enzim
telomerase, penurunan faktor transkripsi yang berperan dalam memperbanyak diri,
yang semakin mengurangi kemampuan regenerasi jaringan( takubo k et al 2000)

III. Transplantasi Stem Cell untuk Pasien Penderita Infark Jantung

Infark adalah kerusakan yang sebelumnya didahului gangguan perfusi oksigen


Setelah terjadinya serangan jantung timbul daerah nekrotik, yang berarti adanya
sekelompok sel jantung yang telah mati (lihat Gambar 2.1).
5

Gambar 2.1 aterosklerosis coronaria

kemudian diikuti oleh mekanisme remodeling yang pada akhirnya berakhir dengan
kerusakan jantung secara permanen. Infark dapat diatasi apabila kemampuan sel dalam
berdiferensiasi menjadi kardiomiosit dan berproliferasi dalam jumlah banyak.
Kemampuan tersebut hanya dimiliki oleh stem cell dalam hal ini Lokal cardiac stem
cell, yang merupakan jenis stem cell dewasa yang secara khusus terdapat dalam organ
jantung. Atrium merupakan tempat dengan populasi local cardiac stem cell tertinggi.

Gambar 2.2 stem cell pada jantung

Adanya local cardiac stem cell berfungsi sebagai homeostasis namun seiring
dengan usia Progresivitas degenerasi sel jantung tidak dapat diimbangi dengan
regenerasinya (betrami et al, 2003).
6

Sel local tersebeut dapat ditumbuhkan dengan metode kultur yang sesuai, sehingga
jumlahnya dapat menggantikan jumlah sel jantung yang telah rusak. Namun metode
tersebut tidaklah mudah diperlukannya tindakan invasif, seperti bedah torak, terutama
saat mengimplantasikan stem cell dalam jaringan jantung yang mengalami infark,
waktu yang diperlukan lebih lama dibandingkan waktu kebutuhannya dan kemampuan
proliferasi yang tidak lagi sebesar stem cell embrionik ataupun fetal sulitnya akses
pembuluh darah yang tersedia untuk menjadi jalan implantasi Stem cell menuju area
yang hendak diperbaikinya.

Jenis stem cell lain untuk infark jantung

Pada tahun 2001Orlic dan kawan-kawan membuktikan penggunaan bone marrow


stem sel pada jantung. Dimana Sel-sel sumsum tulang dari mencit jantan diambil
dengan cara aspirasi. Sel ini sebelumnya telah dimodifikasi sedemikian, tepatnya
dengan menggunakan transgenik extragreen fluorescent protein (EGFP), sehingga
mudah untuk dilabeling dan diamati secara in vivo. Dalam riset ini, Orlic dan kawan-
kawan bahkan tidak melakukan kultur terlebih dahulu untuk memperbesar populasi
bone marrow stem cell yang hendak diimplantasikan. Sembilan minggu setelah waktu
penyuntikan, 68% area infark mengalami tanda-tanda penyembuhan

Penemuan hasil transplantasi stem cell pada pasien penderita infark miokard akut.
Prosedur penerapan terapi ini disebut dengan lmmplantation of progenitor cell and
regeneration enhancement in acute myocardial infarction (Schachinger dkk, 2004,).
Beberapa jenis stem cell telah banyak diuji di laboratorium dan klinis, antara lain stem
cell hematopoietik, stem cell mesenkimal, stem cell sumsum tulang, dan stem cell hati
fetal. Baik stem cell hematopoietik, stem cell mesenkimal, maupun stem cell sumsum
tulang tergolong sebagai stem cell dewasa, sehingga dapat diisolasi dari tubuh
penderita itu sendiri (autotransplantasi); sedangkan Stem cell hati fetal adalah stem cell
yang didapatkan dari donor penderita kehamilan ektopik dan abortus, atas persetujuan
dan izin tertulis dari komite etik setempat dan donor yang bersangkutan. Sebenarnya
banyak juga penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Stem cell embrionik,
namun mengingat pertentangannya dengan nilai etik, serta sejumlah risiko yang
dianggap lebih besar dibandingkan stem cell dewasa,
7

IV. Transplantasi Stem Cell untuk Pasien Penderita Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang memiliki karakterisrik hiperglikemia
kronik, yang disebabkan oleh defisiensi insulin dan/atau resistensi insulin. Berdasarkan
penyebabnya ini, diabetes melitus dibagi menjadi 2, yaitu diabetes melitus tipe I dan
diabetes melitus tipe II . Degenerasi jaringan pankreas secara nyata dapat dilihat pada
diabetes melitus tipe I (IDDM). Secara pathogenesis terjadi DM disebabkan karena
mengalami defisiensi insulin, menurunnya sensitivitas reseptor insulinhal ini
mengindikasikan bahwa penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi insulin pun
turut berperan dalam diabetes melitus terutama tipe I. Tampaknya hal ini juga
disebabkan oleh kerusakan sel pankreas karena berbagai faktor, seperti usia dan gaya
hidup.
Peran stem cell sebagai pengganti sel pankreas yang telah rusak adalah suatu
keharusan untuk memberikan kesembuhan yang bersifat permanen pada penderita
diabetes melitus. Transplantasi organ pankreas memiliki banyak risiko dan
keterbatasan. Ketersediaan organ donor yang sangat terbatas, serta reaksi rejeksi organ
pascatransplantasi, juga menjadi risiko yang tidak terhindarkan dalam terapi
transplantasi pankreas. Dalam hal ini, terapi transplantasi sel menawarkan sejumlah
kelebihan yang berarti bagi penderita IDDM. Terapi transplantasi sel, terutama dengan
menggunakan stem cell, memberikan opsi dan harapan baru bagi kesembuhan
permanen dari penderita IDDM. Sebelum ditemukannya stem cell, terapi transplantasi
sel dilakukan dengan metode allotransplantasi antara kadaver sebagai donor, dan
pasien IDDM. Layaknya metode allotransplantasi lainnya, hal ini berdampak pada
adanya risiko rejeksi imunologis; Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan
sebelumnya, stem cell tentu menjadi bahan potensial dalam terapi transplantasi sel bagi
penderita IDDM. Kemampuan proliferasinya yang tinggi atau bahkan tidak terbatas,
serta sifat pluripotensinya, merupakan keunggulan yang tidak dapat ditandingi oleh
jenis sel lain. Dalam hal ini, stem cell embrionik telah banyak diteliti dan terbukti
berpotensi untuk membentuk populasi sel yang dapat menghasilkan insulin. Namun
penggunaan stem cell embrionik selalu terbentur dengan masalah etik dan potensi
tumorigenik yang dimilikinya.
8

Pilihan lain menggunakan stem cell jenis lain, yaitu Stem cell yang tergolong
sebagai Stem cell dewasa, Beberapa jenis stem cell dewasa yang telah terbukti
berpotensi untuk digunakan dalam upaya regenerasi sel B pankreas yang menghasilkan
insulin antara lain stem cell yang terdapat dalam popuasi sel ductus pancreaticus, stem
cell yang mengekspresikan protein nestin. Pada uji coba in vitro ditemukan adanya
keberadaan stem cell dalam populasi sel jaringan ductus pancreaticus. Upaya kultur
untuk ekspansi jumlah sel di laboratorium. Sayangnya perkembangan yang telah
dicapai belum mampu menghasilkan suatu formulasi yang pasti dalam upaya ekspansi
stem cell yang optimal.
Sel yang positif mengekspresikan nestin dapat digunakan dalam terapi definitif
pasien penderita diabetes melitus. Fakta ini juga mendasari dugaan keberadaan stem
cell dalam populasi sel yang mengekspresikan nestin. selain diekspresikan oleh sel-sel
progenitor kelenjar Langerhans, nestin juga diekspresikan oleh stem cell saraf, stem
cell mesenkimal, dan sel endotel pembuluh darah yang sedang aktif berproliferasi.
Sel oval dalam organ hati (hepatic oval cell) korelasi anatomis yang erat antara hati
dan pankreas dalam tahap pembentukannya saat embriogenesis, menjadi dasar
pemikiran porensi sel oval dari organ hati untuk digunakan dalam terapi pasien
penderita diabetes melitus. Sel oval hati terbukti mampu berdiferensiasi menjadi
hepatosit dan sel kandung empedu, serta menghasilkan insulin dalam jumlah yang
kecil. Pada riset selanjutnya, para peneliti menggunakan tikus yang sebelumnya telah
diberi zat streptozotocin (STZ) gang bersifat toksik terhadap sel-sel pankreas. Setelah
transplantasi sel oval hati dilakukan, tikus yang menjadi model diabetes melitus
tersebut menunjukkan adanya produksi insulin yang mengakibatkan penurunan kadar
glukosa darah. Hasil ini tentu memberi harapan untuk dilakukannya riset lanjutan,
hingga metode serupa layak dilakukan pada manusia yang menderita penyakit diabetes
melitus.
V. Transplantasi Stem Cell untuk Pasien penderita Kelainan Autoimun
Semasa hidup manusia selalu terpapar oleh lingkungan sekitar yang tidak akan
pernah lepas dari bahaya infeksi dan hal lain yang berpetensi destruktif bagi tubuh. Hal
tersebut diatasi oelh system immunology. Sistem imunologis tubuh memiliki beberapa
prinsip kerja yang dipegang teguh. yaitu. mengenali dan membedakan materi yang
9

berasal dari dalam tubuh terutama mampu menyelenggarakan prosedur pertahanan


tubuh bagi materi luar yang bersifat mengancam kesehatan tubuh manusia. serangkaian
proses imunologis yang bersifat kompleks dan terkoordinasi senantiasa dilaksanakan.
bila antigen asing masuk dalam tubuh kita, maka molekul antigen presenting cell (APC)
segera berikatan dengannya. Fungsi dari molekul APC itu sendiri adalah
mempresentasikan atau menandai molekul asing yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
pada tahap selanjutnya dapat dikenali oleh sel-sel pertahanan tubuh lainnya. Setelah
itu, sel T helper bekerja. kemungkinan sel ini akan menyerang molekul tubuh manusia
yang bersangkutan, seperti sel pankreas pada kasus diabetes melitus tipe I, sendi-sendi
tubuh pada kasus reumatoid artritis (RA), sel kulit pada penderita psoriasis, stem cell
hadir dengan kemampuan bekerja dengan benar atau lebih baik dan molekul
sebelumnyamnya (terutama dalam mengenali molekul asing dalam tubuh) stem cell
hematopoetik baik yang berasal dari sumsum tulang dan pembuluh darah tepi pasien
Sendiri, ataupun darah tali pusat donor untuk melakukan isolasi stem cell
hematopoietik dari pembuluh darah tepi pasien, maka dilakukan pemberian
granulocyte macrophage-colany stimulating factor (GM-CSF) selama 2-3 hari terlebih
dahulu dengan tujuan untuk merangsang Stem cell hematopoietik yang terdapat dalam
sumsum tulang dikeluarkan menuju pembuluh darah. Kemudian darah pasien akan
dialirkan menuju mesin aferesis yang berguna untuk mengisolasi populasi sel darah
berinti satu (mononuclear cell, MNC) yang mengandung stem cell hematopoietik di
dalamnya.
VI. Transplantasi sel punca untuk penderita penyakit neurodegenerative
Penyakit neurodegeneratif tersering Alzheimer dan Parkinson’s disease. Data yang
ada menunjukkan bahwa 1% dari manula berusia 65-69 tahun menderita Alzheimer.
Persentase ini meningkat seiring dengan bertambah lanjutnya usia, sehingga pada usia
95 tahun, insidensi Alzheimer mencapai 40-50%. Gejala penyakit ini adalah defisit dari
memori, kemampuan berbahasa, pengambilan keputusan, ataupun orientasi terhadap
lingkungan sekitar. Hingga saat ini, penjelasan mengenai sebab terjadinya Alzheimer
adalah kerusakan jaringan di daerah korteks dan hipokampus. Ilmu kedokteran
molekular yang berkembang mengungkapkan bahwa salah satu sumber penyebab
terjadinya kerusakan sel-sel di daerah tersebut adalah mutasi dari gen presenilin-l
10

(PSEN-l) dan gen presenilin-2 (PSEN-Z) yang mengatur produksi dari senyawa A,B-
42. Senyawa M42 inilah yang bersifat neurotoksik, sehingga mengakibatkan kerusakan
ireversibel sel saraf di daerah korteks dan hipokampus. Pada Parkinson, mutasi dari
gen Ala53Thr dan gen AlaSOPro mengakibatkan peningkatan produksi senyawa u-
synuclein. Sama seperti senyawa N342, senyawa a-synuclein iuga bersifat neurotoksik.
Senyawa inilah yang menyebabkan kerusakan ireversibel dari jaringan saraf di daerah
substansia nigra. Rangkaian proses patofisiologi tersebut berujung pada
ketidakmampuan neuron di daerah substansia nigra dalam menghasilkan
neurotransmitter dopamine
Stem cell yang berpotensi untuk berdiferensiasi dan menggantikan sel tubuh
kembali menjadi pilihan utama bagi pasien penderita Parkinson dan Alzheimer.
Harapan ini semakin nyata setelah didapatkannya hasil dari sejumlah riset yang
menunjukkan keberhasilan diferensiasi Stem cell di laboratorium maupun kliniss
dalam merangsang terjadinya regenerasi sel saraf di daerah lesi Stem cell yang banyak
digunakan di area medis ini antara lain stem cell embrionik, stem cell neural, dan stem
cell yang diisolasi secara primer dan jaringan fungsi yang fetus. Dari ketiga jenis stem
cell ini, stem cell it tigajenis sel embrionik tetap menjadi bahan diskusi utama bentuk
diferensiasi yang mampu menawarkan sejumlah kelebihan.
Dalam tahap pengembangan Stem cell embrionik untuk regenerasi sel saraf, saat
ini telah dikenal dua teknik kultur yang berbeda. Teknik I diawali dengan
perkembangan stem cell embrionik menjadi embryoia' body. Embryoia' body yang
terbentuk akan dikultur dengan penambahan senyawa fibroblast growth factor-8 (FGF-
S) clan sonic hedgehog. Populasi sel hasil kultur ini selanjutnya akan menyeleksi sel
neStin+ saja. Sel nestin+ inilah yang selanjutnya siap untuk diimplantasikan pada
pasien penderita penyakit saraf degeneratif. Teknik II memiliki tahap kultur yang lebih
singkat dibandingkan teknik I, yaitu dengan cara melakukan kultur stem cell embrionik
dan kokultur sel PA-6 secara bersamaan. Sel yang dihasilkan terbukti memiliki
aktivitas dopaminergik, yang tentunya dibutuhkan untuk restorasi fungsi sel saraf dati
penderita Parkinson”.
Riset Redmond dkk pada tahun 2007 berhasil membuktikan bahwa stem cell neural
Yang belum berdiferensiasi lebih lanjut, telah layak untuk diimplantasilcan dalam
11

susunan saraf penderita neurodegeneratif. Hasil ini agak bertentangan dengan


pemikiran sebelumnya yang mengharuskan peneliti terlebih dulu mengupayakan
diferensiasi stem cell neural menjadi sel penghasil dopamin ataupun jenis sel saraf
lainnya, di laboratorium sebelum tahap transplantasi sel dilakukan. Dalam riset
Redmond dkk, stem cell neural yang belum berdiferensiasi terbukti mampu
menyebabkan regenerasi sejumlah sel saraf penghasil dopamin di daerah substansia
nigra yang telah rusak. Hal ini menunjukkan bahwa diferensiasi dapat terjadi secara
spontan dalam tubuh pasien pascatransplantasi stem cell neural, tanpa diupayakan
terlebih dahulu di laboratorium. Dalam riset tersebut, Redmond dkk juga berhasil
membuat kesimpulan bahwa sejumlah stem cell neural juga berdiferensasi menjadi
astrosit.
VII. Penggunaan Stem Cell untuk Pengembangan Ilmu dan Terapi Kanker
Kanker sebagai penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan
abnormal di dalam tubuh. Pada tahun 2007 saja, WHO mencatat jumlah mortalitas
penderita kanker mencapai 7,9 juta, sehingga dapat disimpulkan bahwa kanker
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia“.
Keberhasilan pengungkapan sejumlah karakteristik stem cell, upaya untuk
mengatasi efek samping akibat terapi kanker dengan transplantasi Stem cell pascaterapi
pun terus dilakukan. Selain itu, pemahaman ilmuwan dan ahli medis tentang konsep
dan keberadaan Stem cell kanker, turut mencerahkan pengembangan terapi kanker
yang efektif dan efisien. Detail teknologi Stem cell untuk menolong penderita kanker
akan dijelaskan berikut ini. Transplantasi stem cell pascaterapi kanker Dalam beberapa
dekade terakhir, para praktisi medis setidaknya telah memiliki tiga modalitas utama
dalam upaya menangani penyakit keganasan (kanker). Modalitas terapi tersebut adalah
tindakan bedah, radiasi, dan kemoterapi.

Mengacu pada potensi stem cell yang sedemikian besar dalam merestorasi fungsi
jaringan yang rusak, maka transplantasi Stem cell pascakemoterapi merupakan suatu
pilihan yang ilmiah dan logis. Pada tahun 1959, transplantasi sumsum tulang yang
mengandung stem cell hematopoietik pascakemoterapi pertama kalinya dilakukan pada
penderita leukemia stadium akhir. Setelah mendapat regimen kemoterapi yang
menyebabkan sumsum tulangnya rusak, penderita tersebut mendapat implantasi sumsum
12

tulang saudara kembarnya. Thomas dkk melaporkan remisi selama tigabulan pada pasien
yang bersangkutan”. Temuan ini merupakan kemajuan yang berarti, sehingga menjadi
tonggak penggunaan terapi transplantasi pascakemoterapi pada pasien kanker. Pada
percobaan di laboratorium, sebuah stem cell hematopoietik bahkan dapat melakukan
rekonstitusi sistem hematopoietik sepenuhnya di tubuh hewan percobaan“.

Sebenarnya, jenis stem cell yang paling berpotensi dalam melakukan proliferasi
dan diferensiasi untuk merekonstitusi jaringan yang rusak adalah stem cell embrionik.
Namun kelemahannya dalam bidang etik dan potensi tumorigenesis yang besar. Untuk itu,
stem cell hematopoietik biasanya diisolasi dari sumsum tulang, pembuluh darah tepi, dan
darah tali pusat. Karena telah lama digunakan dalam terapi transplantasi pascakemoterapi,
stem cell hematopoietik yang diperoleh dari sumsum tulang memiliki dasar data ilmiah
yang paling banyak. Walaupun demikian, aspirasi sumsum tulang dari krista iliaka
posterior tergolong prosedur medis yang invasif dan berisiko menyebabkan infeksi

Oleh karena itu, sumber alternatif yang paling banyak dipilih adalah pembuluh
darah tepi. Selain mudah dan tidak seinvasif aspirasi sumsum tulang, stem cell
hematopoietik yang diisolasi dari pembuluh darah tepi juga terbukti mampu menghasilkan
rekonstitusi populasi neutrofil dan trombosit secara lebih cepat dibandingkan stem cell
hematopoietik yang didapatkan dari Sumsum tulang. Kelebihan ini sangatlah krusial,
mengingat restorasi fungsi imunitas tubuh yang secepat mungkin dapat menjadi kunci
harapan hidup pasien kanker yang tubuhnya sangat rentan terkena infeksi
pascakemoterapi”. Dalam hal rekonstitusi fungsi hematopoiesis, stem cell hematopoietik
yang didapatkan dari pembuluh darah tepi pun menunjukkan hasil yang cukup
menggembirakan. Salah satu publikasi ilmiah menyebutkan bahwa dengan menggunakan
11 >< 106 sel progenitor hematopoietik (terbukti melalui uji keberadaan molekul protein
permukaan CD34) yang dapat diperoleh dari 100-200 mL darah tepi, restorasi jumlah dan
fungsi sistem hematopoiesis dalam tubuh pasien dapat dicapai secara cepat. Kunci dari
kesuksesan ini terletak pada ekspansi jumlah sel progenitor yang dilakukan secara in vitro.
Setelah isolasi sel CD34+ dilakukan, populasi sel yang terkumpul segera dikultur dalam
cawan kultur. Dalam proses kultur inilah, peneliti menambahkan sejumlah faktor yang
mampu menstimulasi pertambahan jumlah sel progenitor yang dikultur. Faktor-faktor
13

tersebut antara lain faktor stem cell (stem cellfzctor), interleukin-IB, interleukin-3,
interleukin-G, dan eritropoietin. Pada hari ke-12, jumlah sel progenitor diperkirakan telah
mencukupi kebutuhan pasien pascakemoterapi. Analisis fungsi hematopoiesis pasien pada
hari ke-11 sampai dengan hari ke-19 pascatransplantasi Stem cell hematopoietik umumnya
menunjukkan restorasi hmgsi yang baik“. Sejak tahun 1988, darah tali pusat juga cukup
sering digunakan sebagai sumber stem cell hematopoietik. Data ilmiah yang ada
menyebutkan bahwa kandungan stem cell hematopoietik dan stem cell jenis lainnya dalam
darah tali pusat, lebih tinggi dibandingkan yang terkandung dalam aspirat sumsum tulang
dan pembuluh darah tepi. Selain itu, prosedur pengambilannya pun tidak invasif dan
memiliki risiko infeksi yang sangat kecil. Literatur yang terbit sebelumnya juga
menegaskan bahwa properti imunologis stem cell darah tali pusat lebih rendah
dibandingkan Stem cell yang didapat dari sumber lainnya, sehingga risiko terjadinya
rejeksi imunologis atau grafl versus host disease (GVHD) pun berkurang. Walaupun
demikian, penggunaan sumsum tulang dan pembuluh darah tepi yang lebih memungkinkan
pelaksanaan transplantasi dari dan untuk pasien itu sendiri (autotransplantasi); masih lebih
menjamin tidak akan terjadinya reaksi rejeksi imun pascatransplantasi stem cell.

BAB III

RINGKASAN

Stem cell adalah sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang
menyusun keseluruhan tubuh organism termasuk manusia. Isitlah stem cell diterjemahkan
14

menjadi sel punca sekarang ini. Karakterisitik stem cell yaitu belum berdiferensiasi,
mampu memperbanyak diri sendiri, dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu sel.

Manfaat dari stem cell atau sel punca saat ini masih terus dikembangkan, potensi
stem cell dalam aplikasi klinis telah terbukti menjadi jalan keluar permasalahan beberapa
penyakit seperti kardiovaskular, neurodegenerative, autoimun hingga keganasan

Terapi konvensional yang ada saat ini dalam mengobati penyakit penyakit
degenerative dan penyakit lainnya masih jauh dari kepuasan, perlu diupayakan suatu
inovasi dan studi terus menerus dalam pemanfaatan sel punca

Sel punca dapat dimanfaatkan untuk perbaikan, aging ( penuanaan), infark


miokard, diabetes mellitus, neurodegenerative dan kanker.

Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kemanfaatannya dan


meminimalkan efek samping

DAFTAR PUSTAKA

1. Takubo K, Nakamura KI, Izumiyama N, Furugori E, Sawabe M, Arai T, MY Mafune KI,


Kammori M, Fujiwara M, Kato M, Oshimura M, Sasajima K. Telong; Shortening With 2.
Aging Human Liver. journal of Gerontology 2000 ,55:(A) 853,3e B536.
2. Kajscura ], Pertoldi B, Leri A, Beltrami CA, Deptala A, Darzynkiewicz Z, Amer“ RTelomere
Shortening is an In Vivo Marker for Myocte Replication and Aging. AW" Journal of Pathology
2000;156(3):813-819.
3. Suzui N, Yoshimi N, Kawabata K, Mori H. The Telomerase Activities in Several Organs and
Strains of Rats With Ageing. Laboratory Animals 1999;33:149-154.
15

4. Lee HC, Wei YH. Oxidative Stress, Mithocondrial DNA Mutation, and Apoptosis in Aging.
Society for Experimental Biology and Medicine 2007;232:592-606. & Drége VI. Free Radicals
in The Physiological Control of Cell Function. Physiological Reviews 2000;82:47-95.
5. Kaczmarczyk K. Is The Clinical Use of Adult Stem Cells A Realistic Possibility for Myocardial
Regeneration? Oxford University Press: journal of Bioscience Horizon: 2008;1(1):67-74.
6. Beltrami A, Barlucchi L, Torella D, Baker M, Limana F, Chimenti S, Kasahara H, Rota M,
Musso E, Urbanek K. Adult Cardiac Stem Cells Are Multipotent and Support Myocardial
Regeneration.Cell 2003;114(6):763-776.
7. Beani C, Rota M, Hosida T, Tillmanns ], Nascimbene A, et al. Human Cardiac Stem Cells.
Proceedings National Academy of Sciences 2007;104(35):14068-14073.
8. Woilert KC, Drexler H. Clinical Application of Stem Cells for The Heart. America" Heart
Association 2005;96:1 5 1 163.
9. Wobus AM, Boheler KR. Embryonic Stem CellszProspeCts for Developmental Biology and
Cell Therapy. Physiological Reviews 2005;85:635-678.
10. D, Kajstura ], Chimenti S, ]akoniuk I, Anderson SM, Li B, Pickel J, McKay R Nadal-Ginafd
B, Bodine DM, Leri A, Anversa P. Bone Marrow Cells Regenerate Infarcted Myocardium.
Nature 2001;410(6829):701-705.
11. Schachinger V, Assmus B, Britten MB, Honold ], Lehmann R, Teupe C, Abolmaali ND» Vogl
T], Hofmann WF, Martin H, Dimmeler S, Zeiher AM. Transplantation of progenitor Cells and
Regeneration Enhancement in Acute Myocardial Infarction: Final One-Year Result of the
TOPCARE-AMI Trial. journal of American College of Cardiology 2004;44(8):1690-1699.
12. White SA, James RFL, Swift SM, Kimber RM, Nicholson ML. Human Islet Cell
Transplantation = Future Prospects. Diabetic Medicine 2001;18:72-103.
13. Lechner A, Habener JF. Stem/Progenitor Cels Derived from Adult Tissues: Potential for the
Treatment of Diabetes Mellitus. American journal of Physiology, Endocrinology and
Metabolism 2003;254:259-266.
14. Yang L, Li S, Hatch H, Ahrens K, Cornelius JG, Petersen BE, Peck AB. In Vitro Differentiation
of Adult Hepatic Stem Cells into Pancreatic Endocrine Hormone Producing Cells. Proceedings
of the NationalAcademy of Sciences 2002;99(12):8078-8083.
15. Burt RK, Traynor AE. Hematopoietic Stem Cell Transplantation: A New Therapy for
Autoimmune Disease.Stem Cell: l999;l7:366-372.
16. Traynor A, Burt RK.Haematopoietic Stern Cell Transplantation for Active Systemic Lupus
Erythematosus. Rheumatology 1999;38:767-772.
17. van Laar JM, Tyndall A. Adult Stem Cells in Treatment of Autoimmune Diseases.
Rbeumatology 2006;45:1187-1 193.
18. Ewing ], Summers Y. Clinical Applications of Hematopoietic Stem Cells. Dalam: Potten CS,
Clarke RB, Wilson J, Renehan AG. Taylor & Francis(editor). Tissue Stem Cells 2006z339-
388.
19. Nussbaum RL, Ellis CE. Alzheimer’s Disease and Parkinson’s Disease. New England journal
of Medicine 2003;348:1356-1364.
20. 29. Zeng X, Cai ], Chen ], Luo Y, You Z-B, Fotter B, Wang Y, Harvey B, Miura T,

Anda mungkin juga menyukai