Anda di halaman 1dari 11

Nama : Arjuna A.

Ngovaudu
Prodi : Mekanisasi Perikanan
Semester : V
MAKUL. : Lingkungan dan pencegahan
pencemaran laut.

PENCEMARAN PESISIR DAN LAUT

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah
darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang
dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut
mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf),
dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman Umum


Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12
mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi)
untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut
(shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan (Bird,
1969 dalam Sutikno, 1999).

Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas
seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan
mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu
wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari
wilayah yang membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang
berhubungan dengan tepi benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang
landai dan luas. Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan
ke arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan
dengan tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya sempit, curam
dan berbukit-bukit, sementara jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga sempit.

Klasifikasi pantai menurut Valentin, 1952 (Sutikno, 1999), dasar klasifikasinya adalah
perkembangan garis pantai maju atau mundur. Pantai maju dapat disebabkan oleh
pengangkatan pantai atau progradasi oleh deposisi, sedangkan pantai mundur disebabkan
pantai tenggelam atau retrogradasi oleh erosi.

Dalam menentukan tingkat perubahan pantai yang dapat dikatagorikan kerusakan daerah
pantai adalah tidak mudah. Untuk melakukan penilaian terhadap perubahan pantai
diperlukan suatu tolok ukur agar supaya penilaian perubahan pantai dapat lebih obyektif
dalam penentuan tingkat kerusakan tersebut. Perubahan pantai harus dilihat tidak dalam
keadaan sesaat, namun harus diamati dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan garis
pantai yang terjadi sesaat tidak berarti pantai tersebut tidak stabil, hal ini mengingat pada
analisis perubahan garis pantai dikenal keseimbangan dinamis daerah pantai.
Keseimbangandinamis berarti pantai tersebut apabila ditinjau pada suatu kurun waktu
tertentu (misalnya satu tahun) tidak terjadi kemajuan atau kemunduran yang langgeng,
namun pada waktu-waktu tertentu pantai tersebut dapat maju atau mundur sesuai musim
yang sedang berlangsung pada saat itu. Untuk mengetahui perubahan pantai secara tepat
perlu adanya patok pemantau (monitoring) yang diketahui koordinatnya, dan dipasang pada
tempat-tempat yang rawan erosi dan diamati pada setiap bulan (minimum dilakukan selama
satu tahun).
Mendasarkan pada batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir merupakan
wilayah peralihan (interface) antara daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir
merupakan ekosisitem khas yang kaya akan sumberdaya alam baik sumberdaya alam dapat
pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan mangrove, dan
sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources) seperti minyak dan gas bumi, bahan
tambang dan mineral lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi energi
kelautan yang cukup potensial seperti gelombang, pasang surut, angin, dan OTEC (Ocean
Thermal Energy Conversion), serta memiliki potensi jasa-jasa lingkungan (environmental
services) seperti media transportasi, keindahan alam untuk kegiatan pariwisata, dan
lain-lain.

Dari definisi wilayah pesisir tersebut secara umum memberikan gambaran besar, betapa
kompleksitas aktivitas ekonomi dan ekologi yang terjadi di wilayah ini. Kompleksitas aktivitas
ekonomi seperti perikanan, pariwisata, pemukiman, perhubungan, dan sebagainya
memberikan tekanan yang cukup besar terhadap keberlanjutan ekologi wilayah pesisir
seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Tekanan yang demikian
besar tersebut jika tidak dikelola secara baik akan menurunkan kualitas dan kuantitas
sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisi.

1. PENCEMARAN PESISIR
Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan meningkatnya kegiatan
pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sampah dan kandungan bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan pesisir. Penggunaan pupuk untuk
menyuburkan areal persawahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai yang berada di atasnya
serta kegiatan-kegiatan industri di darat yang membuang limbahnya ke dalam badan sungai
yang kemudian terbawa sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan menperbesar
tekanan ekologis wilayah pesisir.
Gambar pencemaran limbah industri

Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di sepanjang
wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam berat diperairan
diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan terjadinya erosi dan pencucian
tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran bahan baker fosil ke perairan dan
atmosfer, serta pelepasan sedimentasi logam dari lumpur aktif secara langsung. Ciri-Ciri
Pencemaran Pesisir dan Pantai:
* Adanya limbah idustri di sungai yang meresap ke tanah.
* Terdapat banyak sampah-sampah di daerah pesisir dan pantai. Sampah yang bersifat
organic maupun nonorganik juga dibuang ke laut melalui sistem DAS.
* Terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan dibangunnya
beberapa fasilitas penunjang yang diperluka.
* Adanya pencemaran limbah minyak yang terjadi di pantai baik yang di sengaja maupun
yang tidak disengaja.
* Rusaknya hutan mangrove di daerah pesisir pantai.
* Hancurnya organisme yang membuat laut menjadi semakin tidak subur.
Selain hal-hal di atas, dengan semakin besar dan banyaknya aktivitas perekonomian yang
dilakukan di wilayah pesisir dan lautan, seringkali pula menimbulkan pengaruh dalam
pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah pesisir misalnya):
1. Perkapalan dan transportasi: tumpahan minyak, air ballast limbah padat dan
kecelakaan.
2. Pengilangan minyak dan gas : tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar,
konversi kawasan pesisir.
3. Perikanan: overfishing, destruksi habitat, pencemaran pesisir, pemasaran dan
distribusi, modal dan tenaga/ keahlian
4. Budidaya perairan : ekstensifikasi dan konversi mangrove.
5. Kehutanan: penebangan dan konversi hutan.
6. Pertambangan: penambangan pasir dan terumbu karang
7. Industri: reklamasi dan pengerukan tanah.
8. Pariwisata: pembangaunan infrastruktur dan pencemaran.
Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan pencemaran pesisir dan pantai
adalah sebagai berikut:
>​ Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak,
Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak.
>​ Penambatan jangkar perahu.
>​ Pembuangan sampah rumah tangga
> ​ Pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu
dan penambangan di daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya pencemaran
dan perobahan lingkungan wilayah pesisir.
> ​Pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastuktur
dan perikanan tambak dapat mengakibatkan erosi pantai.
> ​Sumber pencemaran pesisir dan pantai dapat dikelompokkan menjadi 6 bagian yaitu:
1) Industri,
2) Limbah cair pemukiman (sewage),
3) Limbah cair perkotaan (urban stormwater),
4) Pertambangan,
5) Pelayaran (shipping)

A. Dampak Pencemaran Pesisir


Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan
lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan
menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan
lautan dan menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi.
Kerusakan garis pantai di Indonesia mencapai 20 persen dari total 95.000 km garis pantai di
sepanjang wilayah Indonesia. Kerusakan ini antara lain diakibatkan oleh perubahan
lingkungan dan abrasi pantai.
Kerusakan yang mencapai 20 persen ini amat disayangkan mengingat Indonesia yang
mempunyai garis pantai sekitar 95.000 km merupakan negara dengan garis pantai
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Laporan kerusakan garis pantai di Indonesia ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Sumber
Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Dr Moch Amron, di Kementerian PU, Jakarta,
Kamis, 30 September 2010. “20 persen garis pantai di Indonesia mengalami kerusakan,”
katanya sebagaimana dilansir Alamendah’s Blog dari Antara.
Kerusakan garis pantai Indonesia diakibatkan oleh perubahan lingkungan dan abrasi pantai.
Akibat dari rusaknya garis pantai ini dapat memberikan pengaruh pada berbagai sektor
seperti pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan produktif, keanekaragaman hayati,
hingga pergeseran batas negara..
Sebuah kenyataan yang pahit melihat rekor garis pantai kita yang terpanjang kedua di dunia
harus bersanding dengan rekor kerusakan yang mencapai 20 persen.Tanpa perlu mencari
kambing hitam, sepertinya kita bersama harus mulai menanamkan kesadaran akan arti
pentingnya garis pantai yang kita punyai sehingga kita tergerak untuk menjaganya.

B. Usaha Penangulangan Pencemaran Pesisir Penanggulangan kerusakan lingkungan


pesisir dan laut perlu dilakukan secara hati-hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai.
Mengingat bahwa subjek dan objek penanggulangan ini terkait erat dengan keberadaan
masyarakat pesisir, dimana mereka juga mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi
terhadap ketersediaan sumberdaya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu mangrove,
dan sebagainya, maka penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang
berbasis masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.
Gambar penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir.

Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat diharapkan


mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah tersebut. Dalam hal ini, suatu
komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan mempunyai kewenangan secara
langsung untuk membuat sebuah perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan
kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat
dalam hal ini dilakukan untuk
(i) Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi
kerusakan lingkungan;
(ii) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam
pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara terpadu yang sudah
disetujui bersama;
(iii) Membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan aktivitas ekonomi
yang lebih ramah lingkungan; dan
(iv) Memberikan pelatihan mengenai sistem pelaksanaan dan pengawasan upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat.

Pantai Lestari adalah nama atau label dari program kerja pengendalian pencemaran dan
perusakan lingkungan pesisir berskala nasional. Yang dimaksud dengan lingkungan pesisir
dalam hal ini adalah lingkungan perairan pantai, lingkungan pantai itu sendiri dan lingkungan
daratan pantai. Ruang lingkup program kerja difokuskan dan bertolak pada fungsi
lingkungan pesisir sepanjang garis pantai.
Namun mengingat bahwa lingkungan pesisir di sepanjang garis pantai, dapat
dipengaruhi/mempengaruhi lingkungan perairan dan daratannya, maka dalam
pelaksanaannya, ruang, lingkup program kerja ini akan meliputi lingkungan perairan dan
daratan pantai yang mempengaruhi dan akan dipengaruhi oleh lingkungan pantai.

2. PENCEMAR LAUT
Belakangan kita sering membaca kejadian pencemaran laut. Berbagai pihak mengeluhkan
salah satu ancaman terhadap lingkungan ini. Beberapa menyalahkan industri besar yang
kurang peduli, lainnya menyebutkan hanya kesalahan prosedur, lainnya beranggapan
semua punya potensi untuk mencemari laut. Berikut lebih jauh dibahas tentang seluk beluk
pencemaran laut.
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam
laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Pencemaran laut menurut PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut adalah mempunyai pengertian atau definisi sebagai masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.

Komponen-komponen yang menyebabkan pencemaran laut seperti partikel kimia, limbah


industri, limbah pertambangan, limbah pertanian dan perumahan, kebisingan, atau
penyebaran organisme invasif (asing) di dalam laut yang berpotensi memberi beberapa
contoh pencemaran laut yang terjadi di Indonesia seperti penangkapan ikan dengan cara
pengeboman dan trawl, peluruhan potasium yang dilakukan nelayan asal dalam maupun
luar negeri yang selalu meninggalkan kerusakan dan pencemaran di lautan Indonesia.
Belum lagi pencemaran minyak dan pembuangan limbah berbahaya jenis lainnya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah
pengurai ataupun filter feeder(menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi
dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi,
kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya,
banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi
anoxic.

Klasifikasi Bahan-bahan pencemar.


a). Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu :
> Buangan yang dapat terurai
> Pupuk

b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu :


> Partikulat, seperti buangan dari penambangan
> Buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam tiga bentuk :
- Logam-logam berat
- hidrokarbon terhalogenasi
- bahan-bahan radioaktif.

c) Sumber-sumber Polutan
> Aktivitas di darat:
- Penebangan hutan
- Buangan limbah industri,limbah pertanian, limbah cair domestik, limbah padat
- Konversi lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion).
> Aktivitas di laut:
- Perkapalan
- Dumping di laut
- Pertambangan
- Eksplorasi dan eksploitasi minyak
- Budidaya laut
- Perikanan
> Salah satu sumber utama pencemaran minyak di laut:
- kebocoran kapal
- supertanker minyak
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut
maupun melalui tumpahan. Berikut beberapa sumber polutan yang masuk ke laut.

1. Buangan Kapal
Kapal dapat mencemari sungai dan samudera dalam banyak cara. Antara lain melalui
tumpahan minyak, air penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari
pelabuhan, sungai dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu
kehidupan liar alam, dan air dari balast tank dapat menyebarkan ganggang/alga berbahaya
dan spesies asing yang dapat mempengaruhi ekosistem lokal.
Salah satu kasus terburuk dari satu spesies invasif menyebabkan kerugian bagi suatu
ekosistem, yang tampaknya tidak berbahaya salah satunya adalah ubur-ubur. Mnemiopsis
leidyi, suatu spesies ubur-ubur yang tersebar, sehingga sekarang mendiami muara di
banyak bagian dunia.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1982, dan diduga telah dibawa ke Laut Hitam dalam air
pemberat kapal. Populasi ubur-ubur melonjak secara eksponensial dan pada tahun 1988,
hal tersebut mendatangkan malapetaka atas industri perikanan lokal.

2. Plastik
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan
terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah
komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II. Massa plastik
di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar
dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun
termakan. Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut.
Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu,
dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi
gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali
ke permukaan untuk bernapas.

3. Racun
Selain plastik, ada masalah-masalah tertentu dengan racun yang tidak hancur dengan cepat
di lingkungan laut. Terbagi dua, pertama kelompok racun yang sifatnya cenderung masuk
terus menerus seperti pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam berat, suatu
unsur kimia metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi dan bersifat racun atau
beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat yang sering mencemari adalah air
raksa, timah, nikel, arsenik dan kadmium.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring
makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta
penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan
termasuk manusia.
Racun semacam itu dapat terakumulasi dalam jaringan berbagai jenis kehidupan air dalam
proses yang disebut bioakumulasi. Racun ini juga diketahui terakumulasi dalam dasar
perairan, seperti muara dan teluk berlumpur. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan mutasi
keturunan dari organisme yang tercemar serta penyakit dan kematian secara massal seperti
yang terjadi pada kasus yang terjadi di Teluk Minamata.

4. Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa
yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang
berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar
oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme
lain. Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi
yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan
masuk ke lingkungan laut , dan cenderung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen)
wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di
wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur,
terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah secara
signifikan (red tide) yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah
pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme
mendekati ke arah pantai.
5. Peningkatan keasaman
Lautan biasanya menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Karena kadar karbon dioksida
atmosfer meningkat, lautan menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat
mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk
cangkang atau rangka.

6. Polusi Kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber
seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan
laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus,
cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan
oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di
dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut
naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Jelas sekarang bahwa sumber pencemaran sangat bervariasi. Tidak hanya dari hal-hal yang
menurut kita hanya bisa dilakukan oleh industri besar, namun juga bisa disebabkan oleh
aktiftas harian kita.
Tingkat pencemaran laut di Indonesia masih sangat tinggi. Pencemaran berat terutama
terjadi di kawasan laut sekitar dekat muara sungai dan kota-kota besar. Tingkat pencemaran
laut ini telah menjadi ancaman serius bagi laut Indonesia dengan segala potensinya.

A. Dampak Pencemaran Laut


Pencemaran laut telah mengakibatkan degradasi lingkungan dan kehidupan bawah laut.
Apalagi mengingat Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia dengan luas perairan
mencapai 93 ribu km2, 17.480 pulau, dan garis pantai sepanjang 95.000 km. Indonesia juga
merupakan negara dengan terumbu karang terbaik dan paling kaya keanekaragaman
hayatinya di dunia dengan luas terumbu karang mencapai 284,300 km2 atau setara dengan
18% tota l terumbu karang dunia. Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati laut tersebut
terancam oleh pencemaran laut yang terus meningkat di Indonesia.

Selain berakibat pada degradasi lingkungan, pencemaran laut juga memberi akibat
penurunan perekonomian nelayan. Dampak dari pencemaran laut dan limbah telah
mengakibatkan penurunan hasil tangkapan nelayan di sejumlah kawasan di Indonesia.
Sektor pariwisata pesisir dan laut Indonesia juga menerima dampak dari pencemaran laut
ini.
Sayangnya banyak diantara kita yang masih tidak peduli dengan pencemaran yang
mengancam salah satu harta kita, laut Indonesia. Ketika PBB (1992) menetapkan 8 Juni
sebagai Hari Kelautan, banyak negara melakukan peringatan masing-masing. Namun
anehnya, di Indonesia dengan rekor wilayah lautan sangat luas gaung itu sima, tidak
semenarik bila dibandingkan dengan gonjang-ganjing politik. Dan jika pencemaran laut terus
berlangsung dan dibiarkan bukan tidak mungkin laut Indonesia yang kaya dan indah tinggal
menjadi sepotong kenangan.
gambar pencemaran minyak di laut

Dampak Pencemaran minyak di laut:


> Jangka pendek
Masuknya molekul-molekul hidrokarbon minyak ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan
akan beraroma dan berbau minyak. Minyak menyebabkan kematian pada ikan disebabkan
kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan
berbahaya.
> Jangka panjang
Terutama bagi biota laut yang masih muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh
biota-biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan
protein.

B. Usaha Penangulangan Pencemaran Laut


Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi kehidupan.
2. Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta
isinya.
3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan
lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5. Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan
mencemari laut.

Anda mungkin juga menyukai