Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan pada Ibu nifas P2002 partus SPT BB PP Hr 0

di Ruang Melati II RSUD Kabupaten Buleleng

tanggal 5-6 September 2016

Oleh:

Ni Luh Veny Widhi Udayani, S.Kep 160891

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI NERS

2016
Lembar Pengesahan

Asuhan Keperawatan pada Ibu nifas P2002 partus SPT BB PP Hr 0

di Ruang Melati II RSUD Kabupaten Buleleng

tanggal 5-6 September 2016

Telah Diterima Dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) Dan Clinical

Instructure Stase Maternitas Sebagai Syarat Memperoleh Penilaian Dari

Department Keperawatan Maternitas Program Profesi Ners STIKES Buleleng.

Singaraja, September 2016


Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher (CT),
Ruang Melati II Stase Maternitas
RSUD Kabupaten Buleleng STIKES Buleleng

Ni Ketut Sumiadi, A.Md.Keb


NIP. 19692410 198903 2 005 NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Teori Penyakit


1.1.1 Definisi

Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah

berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan

kematian janin. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di

luar kandungan.

Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar

rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu

karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang

mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim.

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa

gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr

Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk

membedakan aborsi:

1) Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma

kecelakaan atau sebab-sebab alami.

2) Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang

disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:

3) Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan

tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang

dilakukan sesudah pemerkosaan.


4) Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.

5) Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.


1.1.2 Etiologi

Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya

disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12

minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).

1) Faktor ovofetal

Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan

bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau

terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar

belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus,

terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan

adekuat.

2) Faktor maternal

Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik

maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu

lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan

uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat

dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus

meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.

3) Faktor janin

Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada

50%-60% kasus keguguran.


4) Faktor ibu:

a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.

b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit

lupus, Anti phospholipid syndrome.

c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,

toksoplasma , herpes, klamidia.

d. Kelemahan otot leher rahim

e. Kelainan bentuk rahim.

5) Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga

dapat menyebabkan abortus.

6) Faktor genetik

Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering

ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16.

Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah

abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi

pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.

Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi

(abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang

menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar

22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom.

Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang

berulang salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang

abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana

bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan biayanya cukup tinggi.

7) Faktor anatomi

Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15

% wanita dengan abortus spontan yang rekuren.

a. Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).

Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.

b. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran

darah endometrium.

c. Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma,

dan endometriosis.

Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian

abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan

defek uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi

duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus,

bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering

dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan

uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui

dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi

dan laparoskopi (prosedur diagnostik).

Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada klien ini adalah pemeriksaan

USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya

suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu

faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti

adanya
mioma pada klien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan

dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya

ROB pada klien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak

dilakukan operasi.

8) Faktor endokrin:

a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 %

kasus.

b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak

cukupnya produksi progesteron).

c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik

ovarium merupakan faktor kontribusi pada keguguran.

Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes

melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan

dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa

yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard,

1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari

korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.

Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon

tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan

demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.

9) Faktor infeksi

Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,

Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan

dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga


sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma,

Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif

yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan.

Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur

yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.

10) Faktor imunologi

Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah

dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya

aliran darah dari ari-ari tersebut.

Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan

abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan

lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak

tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas

golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan

abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan

peningkatan fragilitas kapiler.

11) Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan

ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan

abortus; sebaliknya klien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa

melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit

liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik.

Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah

menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat.
Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium

seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai

apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian

dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.

12) Faktor Nutrisi

Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar

menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang

menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan

merupakan suatu penyebab abortus yang penting.

13) Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.

Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap

teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang

berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.

14) Faktor psikologis.

Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan

keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap

terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat

penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat

kepercayaan klien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu.

Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus

spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi

penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan

yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita

hamil guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.


1.1.3 Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo (2011), abortus dapat dibagi atas:

1) Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja

atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-

mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

2) Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa

indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.

Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a. Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan

kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat

membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu

mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-

tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan

biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :

3) Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya

abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan

hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

4) Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil

konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

5) Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum

uteri dan masih ada yang tertinggal.

6) Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500

gram.

7) Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah

meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil

konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.

8) Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih

berturut- turut.

9) Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.

10) Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis

1.1.4 Tanda dan Gejala

1) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.

2) Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,

tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil,

suhu badan normal atau meningkat.

3) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil

konsepsi.
4) Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang

akibat kontraksi uterus.


1.1.5 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan

nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap

benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan

benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum

menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.

Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga

plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada

kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada

plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau

benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin

masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

1.1.6 Web of Caution (WOC)


Etiologi

Perdarahan nekrosis

Hasil konsepsi
keluar

Abortus

Curetase

Perdarahan Terputusnya Jaringan


jaringan terbuka

Kekurangan
Merangsang saraf Masuknya alat
Volume Cairan
sensorik motorik curetase

Proteksi kurang

Invasi bakteri
Nyeri saat
aktivitas
Risiko Infeksi

Hambatan
Mobilitas Fisik

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada post partum adalah.

1) Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya


2) Keadaan umum: TTV, selera makan dll
3) Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati

4) pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

5) pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium

tes urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit

6) kultur darah dan urine

7) Pemeriksaan Ginekologi:

a. Inspeksi vulva

 Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak

 Adakah disertai bekuan darah

 Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian

 Adakah tercium bau busuk dari vulva

b. Pemeriksaan dalam speculum

 Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri

 Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka

 Apakah tampak jaringan keluar ostium

 Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.

c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina

 Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup

 Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri


 Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia

kehamilan

 Adakah nyeri pada saat porsio digoyang

 Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa

 Adakah terasa tumor atau tidak

 Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

1.1.8 Penatalaksanaan

1) Abortus Iminens

a. Istirahat baring

Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan

bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.

b. Menerangkan klien agar tidak gelisah dan khawatir

c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah

harus diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui

apakah ada jaringan yang keluar dari vagina,

d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk

mencegah infeksi.

e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat

hernatinik misalnya sulfas farosus 600 – 1000 mg sehari.

f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati.

g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus.

Apabila terjadi obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk

Supositoria. Dianjurkan untuk menunggu 48 jam setelah klien membaik,


baru merangsang peristaltic usus.

h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam

sekali jika klien panas.

i. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat baring

sampai 2/3 hari setelah perdarahan berhenti.

j. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan adanya lesi

cerviks.

k. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G.

l. Setelah lepas dari perawatan, klien harus banyak istirahat, mengurangi

kegiatan fisik, jangan dulu mengangkat beban berat, menghindari kelelahan

dan ketegangan jiwa, 2-3 minggu setelah lepas perawatan jangan melakukan

senggama. Bila terjadi perdarahan ulang, segera istirahat baring dan lapor

segera ke petugas kesehatan.

2) Abortus Incomplete

a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan

ringer dilanjutkan dengan transfuse!

b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi.

c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,

d. Bila klien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan

vitamin C.

e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

3) Abortus kompletus

a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari.

b. Bila klien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan
transfuse.

c. Antibiotik untuk cegah infeksi.

d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.

4) Abortus incipiens .

a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus

ditangani sebagai abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan

ergometrin 0,5 mg Intra muskuler, dan apapun yang keluar dari vagina

ditunjukkan pada dokter.

b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan,

pertolongan dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat

berguna disamping menghilangkan rasa sakit dapat merelaksasi cerviks

sehingga memudahkan ekspulsinya hasil konsepsi.

c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan

pengosongan uterus.

d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan

pada kehamilan lebih dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak

banyak dan bahaya perforasi pada saat kerokan lebih besar. Pemberian

oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5 % dimulai 8 tetes/ menit

dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. Bila janin

sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal sebaiknya pengeluaran

placenta secara digital.

e. Bila perdarahan banyak dan klien harus segera mendapatkan pertolongan

dapat dilakukan pengeluaran jaringan secara digital,

f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk
tindakan pengosongan uteri,

g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam

abortus,

h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan

uterus sudah selesai dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.

5) Abortus infeksiosus dan abortus septic

a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.

b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan

uji kepekaan obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan

suntikan streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau antibiotik spectrum luas

lainnya.

c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila

terjadi perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan

hasil konsepsi.

d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan

kemajuan penderita.

e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik

ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan

uji kepekaan kuman.

f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan

dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas reda.

1.1.9 Komplikasi

Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu :


1) Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada

kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga

peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak

uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan

pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret

dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan

dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan

peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita

harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan

darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika

keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi

percobaan dengan segera.

2) Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul

sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium

uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang

memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang

ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

3) Pelekatan pada kavum uteri

Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium

jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan

dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada

suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak
begitu lembut lagi.

4) Perdarahan

Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa

terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan

transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan

vagina.

5) Infeksi

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya

infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh

peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan

abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat

mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

6) Lain-lain

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl

hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau

ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian

kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan

komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain

panas, rasa enek, muntah, dan diare.

7) Komplikasi yang dapat timbul pada janin

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri

kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian

besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal

dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.


1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1) Identitas Klien (meliputi: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, agama, suku, alamat, no cm, tanggal masuk, tanggal pengkajian,

dan sumber informasi).


2) Keluhan Utama dan Alasan Dirawat
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam

berulang
3) Riwayat Kehamilan
HPHT :................................... Taksiran Partus :...........................
BB sebelum hamil :................ TD sebelum hamil :......................
Riwayat ANC :....................... Obat yang di dapat :.......................
Keluhan saat hamil :.....................
4) Riwayat Nifas Yang Lalu dan Persalinan

No Tahun Jenis Penolong JK Keadaan Bayi Masalah


Waktu Lahir Laktasi Ket
Persalinan Kehamilan

Pengalaman menyusui: ya/tidak Berapa lama:..........................


Riwayat Ginekologi
1. Masalah Ginekologi :..................
2. Riwayat KB :..............................
3. Jenis Kontrasepsi :.......................
4. Lama pemakaian :.........................
5) Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
c. Psikologis
2. Tanda-tanda vital
6) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang abortus dan cara pencegahan,

penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya

akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya


 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Mengkaji seberapa porsi makanan yang mampu dihabiskan oleh klien.
 Pola aktifitas
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan,

tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, keterbatasan aktivitas karena

mengalami kelemahan dan nyeri.


 Pola eleminasi
Pola eliminasi klien sebelum dan sesudah abortus. Mengkaji frekuensi BAK

dan BAB klien

 Istirahat dan tidur


Pola istirahat klien abortus biasanya kan terganggu akibat nyeri yang dirasakan

klien
 Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan

orang lain.
 Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
 Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri

oleh kontraksi uteri) dan nyeri akibat tindakan curetase


 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan, dampak psikologis klien terjadi perubahan

konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
 Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi

dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
7) Pemeriksaan Fisik
 Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna

rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya cloasma

gravidarum, dan apakah ada benjolan.

 Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan

kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan

yang mengalami perdarahan, sklera kuning.


 Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah

cairan yang keluar dari telinga.


 Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang

ditemukan pernapasan cuping hidung.


 Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
 Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng usus

atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi

areola mamae dan papila mamae


 Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.

Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.


 Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban.
 Anus
Kebersihan anus dan mengkaji adanya hemoroid

 Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya

uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.


 Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,

pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.


1.2.2 Data Fokus
1) Data Subjektif

Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap

suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,

mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status kesehatannya. Misalnya

tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan

malu.

2) Data Objektif
Adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh

menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.

Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat

kesadaran.

1.2.3 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b/d agens cedera fisik
2) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
3) Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular, nyeri
4) Risiko infeksi b/d trauma jaringan

1.2.4 Intervensi Keperawatan


1) Nyeri akut b/d agens cedera fisik
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selam ….x24 jam, nyeri klien

berkurang
Kriteria hasil: NOC (Pain Level, Pain control, Comfort level)
 Mampu mengontrol nyeri
 Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi: Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Kurangi faktor presipitasi nyeri
c. Ajarkan teknik non farmakologi
d. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
e. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil
2) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam, diharapkan

intake cairan klien adekuat


Kriteria hasil:
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB
 TTV dalam batas normal
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit baik, membrane mukosa

lembab dan tidak ada rasa haus berlebihan.


Intervensi: NIC (Fluid management)
a. Timbang popok bila perlu
b. Pertahankan catatan intake dan output
c. Monitor status hidrasi
d. Monitor TTV
e. Kolaborasi pemberian cairan IV
f. Dorong masukan oral
g. Dorong keluarga untuk membantu klien makan
h. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
3) Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular, nyeri
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…….x24 jam,

diharapkan mobilitas klien kembali normal


Kriteria hasil: NOC (Joint Movement: Active, Mobility Level, Self care:

ADLs, Transfer performance)


 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah
 Memperagakan penggunaan alat
 Bantu untuk mobilisasi
Intervensi: NIC (Exercise therapy: ambulation)
a. Monitor vital sign sebelum dan sesudah lathan dan lihat respon pasien saat

latihan
b. Konsultasikan dengan ah;I fisioterapi tentang rencana ambulasi sesuia

dengan kebutuhan
c. Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
d. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
e. Kaji kemmapuan klien dalam ambulasi
f. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai

kemampuan
g. Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan

ADLs klien
h. Berikan alat banu jika klien membutuhkan
i. Ajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan bila

diperlukan
4) Risiko infeksi b/d trauma jaringan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama……x24 jam klien

tidak mengalami infeksi.


Kriteria hasil: NOC (Immune Status, Knowledge : Infection control, Risk

control)
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
Intervensi: NIC (Infection Control)
a. Pertahankan teknik aseptif
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
d. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
e. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
f. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
g. Tingkatkan intake nutrisi
h. Berikan terapi antibiotic
i. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
j. Pertahankan teknik isolasi k/p
k. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
l. Monitor adanya luka
m. Dorong masukan cairan
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
p. Kaji suhu badan pada klien neutropenia setiap 4 jam

1.2.5 Evaluasi
1) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan

dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.


2) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana

pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene. M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC


Dochterman, Joanne McCloskey dan Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing

Interventions Classification (NIC). Missouri: Mosby Elsevier


Moorhead, Sue, et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri:

Mosby Elsevier
NANDA International 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC


Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta: PT. Bina

Pustaka

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai