Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


ASD (Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering
setelah VSD (Ventrikel Septal Defect). Dalam keadaan normal, dalam peredaran
darah janin terdapat lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak
perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika
lubang ini tetap terbuka, darah akan terus mengalir dari atrium kiri ke atrium
kanan (shunt). Maka darah bersih dan darah kotor akan bercampur.
Kelainan ini disebabkan adanya lubang (defect) pada dinding atrium
jantung. Akibatnya darah dari atrium kiri yang seharusnya mengalir ke ventrikel
kiri, akan masuk kedalam ventrikel kanan dan ventrikel kanan. Jika lubangnya
cukup besar, ASD akan mengakibatkan beban volume di jantung kanan,
disamping itu juga menyebabkan beban volume dijantung kiri. ASD merupakan
salah satu penyakit jantung bawaan non sianotik (kongenital). Insidennya sekitar
6,7% dari seluruh penyakit jantung bawaanpada bayi yang lahir hidup.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi ASD (Atrial Septal Defect)?
2. Apa saja klasifikasi dari ASD (Atrial Septal Defect)
3. Apa etiologi dari ASD (Atrial Septal Defect)?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari ASD (Atrial Septal Defect)
5. Bagaimana patofisiologi ASD (Atrial Septal Defect)?
6. Bagaimana manifestasi klinis ASD (Atrial Septal Defect)?
7. Apa pemeriksaan penunjang terhadap ASD (Atrial Septal Defect)?
8. Bagaimana penatalaksanaan terhadap ASD (Atrial Septal Defect)?
9. Apa saja komplikasi dari ASD (Atrial Septal Defect)?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi ASD (Atrial Septal Defect)
2. Untuk mengetahui klasifikasi ASD (Atrial Septal Defect)
3. Untuk mengetahui etiologi dari ASD (Atrial Septal Defect)
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala ASD (Atrial Septal Defect)
5. Untuk mengetahui patofisiologi ASD (Atrial Septal Defect)
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis ASD (Atrial Septal Defect)
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ASD (Atrial Septal Defect)
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap ASD (Atrial Septal Defect)
9. Untuk mengetahui komplikasi dari ASD (Atrial Septal Defect)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Atrial Septal Defect (ASD)


Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium
kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991) .
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum
interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum
interatrial semasa janin (id. Wikipedia.org).
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang
pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan
atrium kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di
septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang
lebih ringan dibanding VSD.
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada
sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan
yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek
sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri
melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang (
defek ) pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan
yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.
Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena
cavasuperior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah
kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum
yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi
terletak pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi
lahir dengan ASD ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan
sendirinya. Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan
ini perlu dibedakan dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normalnya akan
menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang hal ini tidak terjadi
hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum atrial yang
sejati.
Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya
disertai dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum
ventrikel bagian atas. Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan
sendirinya.
Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena
besar (vena cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan.
Sering disertai dengan kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena
pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava superior maupun atrium kanan.
Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat
sekundum dikenal dengan ASD II.

2.3 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
- Ibu menderita infeksi Rubella
- Ibu alkoholisme
- Umur ibu lebih dari 40 tahun.
- Ibu menderita IDDM (Insulin dependent diabetes melitus)
- Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
- Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB (penyakit jantung
bawaan)
- Ayah atau ibu menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
- Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
- Lahir dengan kelainan bawaan lain
3. Gangguan hemodinamik
Tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan diatrium
kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium
kanan.
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan
normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium
kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka,
darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab
dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.

2.4 Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat
dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui
dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.
Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus
arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam
beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan
kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium
kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang
melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik, dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relatif katup pulmonal ).
Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini
juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan
ASD II.
Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga
darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan
atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.
Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras
karena perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar (tekanan atrium kiri
lebih besar dari tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium
pulmonalis kapiler paru, dan atrium kiri meningkat, sehingga tekanannya
meningkat. Tahanan katup pulmonal naik, timbul bising sistolik karena stenosis
relative katup pulmonal, Juga terjadi stenosis relative katup trikuspidal, sehingga
terdengar bising diastolic. Penambahan beban atrium pulmonal bertambah,
sehingga tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi kenaikan tekanan
ventrikel kanan yang permanen. Kejadian ini berjalan lambat. Pada ASD primum
bisa terjadi insufisiensi katup mitral atau trikuspidal sehingga darah dari ventrikel
kiri atau kanan kembali ke atrium kiri atau kanan saat sistol.

2.5 Tanda dan gejala


Defek septum atrium membuat darah yang kaya oksigen masuk dari
atrium kiri ke dalam atrium kanan dan bercampur dengan darah yang kekurangan
oksigen. Darah kemudian dipompa ke paru-paru meskipun sebagian darah telah
kaya oksigen. Jika defek septum atrium yang terjadi berukuran besar, maka
volume darah tambahan ini bisa membebani paru-paru dan juga menambah kerja
jantung. Jika kelainan tidak diatasi, maka jantung bagian kanan pada akhirnya
akan membesar dan melemah. Pada beberapa kasus, tekanan darah di paru-paru
meningkat, sehingga terjadi hipertensi pulmonar.
Penderita yang tidak memiliki kelainan jantung lainnya, atau hanya
memiliki defek septum atrium yang kecil (kurang dari 5 mm) bisa tidak memiliki
gejala, atau gejala bisa tidak muncul hingga usia pertengahan atau sesudahnya.
Seiring dengan berjalannya waktu ASD besar yang tidak diperbaiki dapat merusak
jantung dan paru dan menyebabkan gagal jantung. Gejala-gejala defek septum
atrium bisa terjadi kapan saja dan dapat berupa :
a) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
b) Dispnea (kesulitan dalam bernafas)
c) Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
d) Pembengkakan pada tungkai, kaki, atau perut
e) Kelelahan
f) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
g) Berkumpulnya darah dan cairan pada paru
h) Berkumpulnya cairan pada bagian bawah tubuh
i) Mudah lelah dalam beraktivitas

2.6 Manifestasi klinis


Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)
pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi
gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian
gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya
gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi
dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang,
yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek). Selain
itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan
menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik
pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan
echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

2.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1. Foto toraks : Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto
toraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus
pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan
vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2. Elektrokardiografi : Menunjukkan pola RBBB (Right bundle branch
block) pada 95%, yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan.
Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum
membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu
kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat
pada 10% kasus defek sekundum.
3. Ekokardiografi : Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi
ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks.
Ekokardiogram 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya
defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling terpercaya). Prolaps
katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang
besar.
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi
pirau dari kiri kekanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e. Katerisasi jantung
Prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam atrium
jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau
intensifikasi pencitraan, pengukuran tekanan darah dan sampel darah memberikan
sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung dilakukan bila defek
interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi
pulmonal.
Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium
kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat
meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk
menilai reversibilitas vaskuler paru.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan
adanya defek septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa
didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal
dan penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan
arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak responsif dengan pemberian
oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan kontra indikasi.
1. Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan
sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–
4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung
kongaestif yang tidak teratasi secara medikamentosa, defect atrial ditutup
menggunakan patch.
2. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Dengan terbuktinya defek sekat
atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3
tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus
memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1.
Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai
pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun,
penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat
atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif.
Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung
kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat
ditutup kemudian jika masalah ini terjadi.
3. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan
terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata
yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena
kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup
besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari
pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting
pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat
mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada
diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus
venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang
dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan
dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan.
Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek.
Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi
dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan
dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan
dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan
dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada
defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak
ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. namun kapan terapi
dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah
(pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh
darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu,
semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi
penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah
dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson
di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru
(cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan
survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun
setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari
11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun,
berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada
pembuluh darah paru
4. Terapi intervensi non bedah
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer Septal
Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui
pembuluh darah di lipatan paha. Meski sebagian kasus tak dapat ditangani dengan
metode ini dan memerlukan pembedahan. Amplatzer septal occluder (ASO)
adalah alat yang mengkombinasikan diskus ganda dengan mekanisme pemusatan
tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan hanya
menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium
sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration (FDA
US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek septum atrium sekundum,
patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi :
a. Gagal jantung
b. Penyakit pembuluh darah paru
c. Endokarditis
d. Obstruksi pembuluh darah pulmonal(hipertensi pulmonal)
e. Aritmia
f. Henti jantung dan
g. VSD
PATWAYS
Atrial Septal Defek (ASD)
Defek antara atrial dextra dan atrial
sinistra

Tekanan atrium sinistra > tekanan


atrium dextra

Volume Aliran darah dari Volume


atrium atrial sinistra ke atrium dextra
sinistra atrial dextra meningkat
menurun

Volume Volume
sekuncup ventrikel
menurun dextra
meningkat

Peningkatan
Penurunan aliran darah
curah jantung pulmonal
Suplai
oksigen
menurun Edema
Suplai oksigen paru
dan nutrisi ke
jaringan menurun
Hipoksia
jaringan Volume paru
menurun

Gangguan
pertumbuhan Lemah, letih,
dan lemas
Gangguan
perkembangan pertukaran
gas
Intoleransi
Aktifitas
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan
yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
– Klien mengeluh sering kesemutan.
– Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
– Klien mengeluh sering merasa haus
– Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
– Klien mengeluh merasa lemah
– Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
– Klien tampak lemas.
– Terjadi penurunan berat badan
– Tonus otot menurun
– Terjadi atropi otot
– Kulit dan membrane mukosa tampak kering
– Tampak adanya luka ganggren
– Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
üTekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki
TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
ü Pulse rate
ü Respiratory rate
ü Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
· Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi
otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya
retinopati, kekaburan pandangan.
· Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
· Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :
· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
· Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
g. Riwayat Kesehatan
· Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
· Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes
mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus padA kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit
diabetes melitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai
dengansering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin)
ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan
adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS
>200 mg/dl
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
3. RENCANA INTERVENSI
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit
diabetes melitus
Intervensi
1. Monitor kadar gula darah

2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia

3. Monitor tanda-tanda vital


4. Berikan terapi insulin sesuai program

5. Instruksikan kepada pasien da keluarga mengenai pencegahan dan pengenalan


tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan managemen hiperglikemia dan
hipoglikemia
6. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap diitnya

2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai


dengan sering lelah, lemah, pucat , klien tampak letargi/tidak bergairah
Intervensi
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas

2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari

3. Monitor TTV

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi
insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake
makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak
lemah, GDS >200 mg/dl
1. kolaburasi dengan ahki gizi untuk pemberian diit
2. Monitor berat badan tiap hari
3. libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan sesuai dengan indikasi
4. Berikan terapi insulin sesuai dengan program
5. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi makanan
4. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada semua orang
yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri

3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif

4. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam

5.Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori


Intervensi
1.Monitor tanda-tanda vital
2. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
3. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a) Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat
yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan
yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium.
Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan
dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
b) Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan
adanya defek septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi
tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi
pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung
didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak responsif
dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium
merupakan indikasi kontra.
- Tindakan operasi
- Pembedahan
- Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
- Klasifikasi pada pasien dengan kasus ASD
c) Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang
terjaditerletak pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8
dari 10 bayi lahir dengan ASD ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD
menutup dengan sendirinya. Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang
besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen ovale.
Foramen ovale normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun
pada beberapa orang hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale.
ASD merupakan defisiensi septum atrial yang sejati.
Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial.
Biasanya disertai dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan
septum ventrikel bagian atas. Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak
menutup dengan sendirinya.
Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat
vena besar (vena cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium
kanan. Sering disertai dengan kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana
vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava superior maupun atrium
kanan. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan
defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from:
http://Id.Wikipedia.Org
Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta: EGC
Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Vol.3. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai