Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA KLINIK
“ URINALISIS “

KELOMPOK 1
Maila Dwi Rohmah
: 31117170
Mochamad Fajar Deliaz
: 31117174
Nursofy Lestari
: 31117180
Rafida Fasha
: 31117182
Risna Rosmiyati
: 31117187

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2019-2020
A. DASAR TEORI

Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi cairan intraselular dan


ekstraselular, dan cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan
intravaskular. Cairan didalam tubuh berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan
didalam tubuh. Komposisi cairan tersebut terdiri dari air dan zat terlarut baik yang
termasuk elektrolit ataupun yang non elektrolit yang saling berhubungan dan saling
menyeimbangkan. Cairan intraseluler adalah cairan yang terkandung di dalam sel.
Volume cairan intraseluler sebanyak 2/3 dari volume total air tubuh. Cairan intraseluler
terdapat kation potassium , dan anion phosphat. Cairan ekstraseluler dengan kandungan
ion dan nutriennya berfungsi mempertahankan kehidupan sel. Semua sel hidup
memerlukan lingkungan (cairan) di sekitar sel. Regulasi cairan dalam tubuh untuk
homeostasis lingkungan internal. Faktor yang terlibat seperti kandungan elektrolit
cairan, asam basa cairan tubuh, osmolalitas plasma, peranan hormon dan pengeluaran
natrium dari ginjal (Anthara dan Suartha 2011).
Urinalisis adalah pemeriksaan atau analisa yang dilakukan untuk mengetahui
adanya infeksi pada saluran kemih (ISK). Metode ini juga ditujukan untuk mengetahui
bahan-bahan atau zat-zat yang terkandung dalam urine. Urine adalah cairan hasil
metabolisme yang diekskreasikan oleh ginjal dan dikeluarkan oleh tubuh melalui proses
urinalisasi. Peranan urin sangat penting karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh
melalui eksresi urin dapat mempertahankan homeostatis tubuh. Komposisi zat dalm
urin bervariasi, tergantung pada jenis makanan serta air yang diminum. Urin normal
manusia mengandung air, urea, asam urat, amoniak, kreatin, asam laktat, asam fosfat,
asam sulfat, klorida dan garam NaCl serta zat yang berlebihan dalam darah, seperti
vitamin C dan obat-obatan (Whiting 2006). Urin diproduksi oleh tubuh melalui
beberapa tahap yaitu filtrasi, rearbsorbsi, dan augmentasi (Mutalazimah et al. 2013).
Pemeriksaan terhadap urine merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kondisi kesehatan seseorang, yang dilakukan dengan menganalisis kandungan kimia
yang terdapat pada urin, diantaranya kandungan darah, protein, glukosa, leukosit, nitrit,
keton, urobilin, bilirubin, berat jenis dan pH kemih. Manfaat dari urinalisis adalah dapat
digunkan untuk mengetahui adanya potensi gangguan hati, diabetes mellitus, infeksi
ginjal, atau saluran kemih (Izzah et al. 2013). Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan
suatu proses patofisiologi dengan etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gangguan pada ginjal
juga dapat berupa uremia yang merupakan suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
dapat terjadi pada semua organ karena penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi retensi
sisa pembuangan metabolisme protein, di tandai oleh homeostasis cairan yang
abnormal dan elektrolit dengan kekacauan metabolik dan endokrin (Loho et al. 2016).
Kelainan lain pada ginjal lainnya yaitu Acute Kidney Injury (AKI) yang
merupakan kelainan fungsional dan struktural pada ginjal termasuk kelainan pada darh,
urin atau jaringan sekitar ginjal (Leung et al. 2013). Kelainan pada ginjal tersebut dapat
diminimalisir dengan mengetahui jumlah zat terlarut dalam urin. Kondisi urin dapat
diketahui salah satunya dengan menggunakan tes celup (dipstick). Dipstick merupakan
alat diagnostik yang praktis untuk mendeteksi adanya bakteriuria dibandingkan kultur
urin, dengan sensitivitas 75% dan spesifisitas 82%. Alat ini dapat digunakan untuk
menilai kadar pH, adanya protein, nitrit dan leukosite esterase pada urin dengan
menggunakan dasar reaksi kimia yang dideteksi dengan perubahan warna pada panel
pemeriksaan. Adanya infeksi pada saluran kemih ditandai dengan hasil leukosite
esterase dan nitrit yang positif (Munzila dan Wiknjosastro 2007).
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menganalisis urin secara mikroskopis dan makroskopis dengan menggunakan
carik celup.
2. Menginterpretasikan hasil pengamatan dan menghubungkan dengan kondisi
patologi klinik.
C. PRINSIP PERCOBAAN
1. Leukosit
Asam karbonat ester oleh esterase yang terdapat pada granulosit akan diubah
membentuk indoxyl. Indoxyl dioksidasi membentuk senyawa yang berwarna
indigo.
2. Nitrit
Nitrat dengan adanya bakteri gram negatif akan diubah menjadi nitrit. Nitrit
dengan para-arsinic acid dan tetrahydrobenzoquinolin membentuk senyawa yang
berwarna merah.
3. Urobilinogen
Urobilinogen dengan para-aminobenzaldehide dalam suasana asam akan terbentuk
senyawa azo yang berwarna merah.
4. Protein
3’3’5’5’ tetrachlorofenol-3,4,5,6 tetrabromosulfo-phtalein (buffer) dengan protein
akan membentuk senyawa berwarna hijau muda sampai hijau tua.
5. Ph
Kombinasi indikator methyl red dan bromthymol blue yang terkandung pada carik
memungkinkan perubahan warna carik sesuai dengan pH urin.
6. Darah
H2O2 oleh peroksidase yang ada pada Hb membentuk On dan H2O. On yang
terbentuk akan mengoksidasi benzidin (kromogen) membentuk senyawa berwarna
hijau biru.
7. Berat Jenis
Bromthymol blue dengan methyl vinyl ether maleic acid sodium salt akan
memberikan warna pada urin dengan BJ ≥ 0,5.
8. Keton
Natrium nitroprusid sebagai oksidator kuat dengan asam asetoasetat dan aseton
yang bersifat basa membentuk senyawa yang berwarna violet.
9. Bilirubin
Bilirubin dengan garam diazonium (2-6 diclorobenzene-diazonium floroborat)
dalam suasana asam membentuk azobilirubin yang berwarna merah violet.
10. Glukosa
D-Glukosa oleh enzim glukosa oksidase diubah menjadi D-glukonalakton dan
H2O2. H2O2 yang terbentuk akan mengoksidasi kromogen membentuk senyawa
berwarna coklat.
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat

Carik Celup Masker Handscoon


2. Bahan

Urin segar

E. PROSEDUR PERCOBAAN

Siapkan urin segar dan reagen calik celup

Basahi seluruh permukaan reagen carik celup dengan sampel


urin dan tarik carik celup dengan segera

Kelebihan urin diketukan pada bibir wadah urin


Kelebihan urin pada bagian belakang carik dihilangkan dengan
cara menyimpan carik tersebut diatas tissue agar menyerap sisa
urin

Peganglah carik secara horizontal dan bandingkan dengan


stansar warna yang ada pada wadah carik dan catat dengan
waktu seperti yang tertera pada standar

Masukan sebagian urin pada tabung reaksi, miringkan sedikit


lalu kipas-kipaskan tangan pada permukaan urin, cium baunya.
Amati juga warna dan kejernihannya

F. HASIL PENGAMATAN
PENGAMATAN HASIL PEMBAHASAN
Leukosit 15 leu/µL Terdapat peradangan karna ISK
Nitrit - Normal
Urobilinogen 0,2 mg/dL Normal
Protein - Normal
pH 6.0 Normal
Darah - Normal
Berat Jenis 1,030 Normal
Keton - Normal
Bilirubin - Normal
Glukosa - Normal

Organoleptik :
Warna Kuning bening
Bau Khas urin
Kejernihan Jernih

G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini mengenai urinalisis. Urinalisis adalah suatu metode analisis
fisik kimia, dan dan makroskopik terhadap urin yag digunakan untuk mengetahui zat-zat yang
terkandung pada urin serta adanya kelainan-kelainan pada urin. Adapun tujuan dari praktikum
kali ini yaitu menganalisis urin secara makroskopik dan mikroskopik dengan menggunakan
carik celup, kemudian menginterpretasikan hasil pengamatan dan menghubungkannya dengan
kondii patologi klinik. Analit yang diamati adalah leukosit, nitrit, urobillinogen, protein, pH,
darah, berat jenis, keton, billirubin, dan glukosa.
Organoleptik
Praktikum dimulai dengan mengamati penampakan sampl urin secara makroskopik,
yaitu pengamatan warna dan kekeruhan urin. Warna urin dapat bervariasi seperti dalam tabel
dibawah ini
No Warna Kemungkinan Penyebab
1 Kuning gading Pigmen urin normal
2 Tak bewarna Konsentrasi tereduksi
3 Perak, warna susu Nanah , bakteri , sel epitel
4 Coklat berkabut Darah
5 Kuning berbuih Naiknya pigmen melanin
Berdasarkan hasil pengamatan sampel urin yang kami amati memiliki warna kuning
jernih dengan bau khas urin . Hal ini menunjukan baha urin tersebut normal.
Leukosit
Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterasedengan asam karbonat ester
membentuk senyawa indoxyl yang jika dioksidasi menghasilkan warna ungu. Berdasarkan
hasil pemeriksaan diperoleh hasil positif dari leukosit, yakni ± 15, padahal untuk kadar normal
leukosit pada urin adalah < 5. Adanya leukosit di atas batas normal pada sampel urin
merupakan pertanda adanya peradangan yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih (ISK).
Jadi jika berdasarkan pengujian dapat disimpulkan telah terjadi infeksi saluran kemih pada
pasien.
Nitrit
Parameter ini digunakan untuk mengetahi ada atau tidaknya bakteriuri. Kadar normal
nitrit pada urin yaitu < 0,1 mg⁄dl. Jika lebih dari kadar normal mengarahkan diagnosis infeksi
saluran kemih (ISK) yang disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti E.coli , proteus atau
klebsiella yang akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hasil poitif bila pita (kotak) berubah
menjadi merah dalam 40 detik. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pada sampel urin yang kami
analisis tidak mengandung nitrit, artinya pasien tidak erdiagnosis ISK.
Urobillinogen
Pemeriksaan ini berdasarkan reaksi antara urobillinogen dengan reagen Erlich ( para-
dimethylaminobenzaldehid serta buffer asam). Intensitas warna yang terjadi dari jingga-merah
tua dibaca pada detik ke 60. Kadar normal urobillinogen pada urin adalah 0,1 – 1 Erlich ᵘ⁄dl).
Pada sampel urin yang kami amati negatif urobillinogen dan menunjukan nilai normal , hal
tersebut menunjukan tidak ada indikasi gangguan hati. Orang sehat mengeluarkan
urobillinogen dalam kadar normal, karena urobillinogen merupakan salah satu pigmen warna
yang terdapat dalam urin.
pH Asam dengan pH : 6.0
pH urine normal berkisar antara 4,8 – 7,5 (sekitar 6,0) pembacaan pH hendaknya segera
dilakukan (urine dalam kondisi segar), karena urine yang lama cenderung menjadi alkalis
karena perubahan ureum menjadi amonia). Pemeriksaan pH urine segar dapat memberi
petunjuk kearah infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanyam enghasilkan urine asam,
sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak menyebabkan
urine menjadi basa. Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal
dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada
status asam basa pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0 pH bervariasi sepanjang hari
dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basasetelah makan, lalu menurun dan menjadi
kurang basa menjelang makan berikutnya. Urin pagi hari /bangun tidur adalah yang lebih asam.
Obat- obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa juga dapat
mempengaruhi pH urin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pH urine pada sampel adalah normal.
Berat Jenis : 1,030
Bila dibandingkan dengan berat jenis urin normal yaitu antara 1,003 – 1,030 maka
sampel urin masih dalam batas normal. Hal ini menandakan tidak terjadi gangguan fungsi
reabsorpsi tubulus. Selain itu, berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa, makin besar
diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi berat
jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal.Urin yang mempunyai berat jenis
1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai
pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari1,009
dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi,alkalosis dan kegagalan ginjal
yang menahun. Berat jenis yang rendah ini bisa disebabkan oleh banyak minum,
udara dingin, dan diabetes insipidus.
Protein
Dari hasil pemeriksaan urine sampel memberikan hasil yang negatif. Biasanya, hanya
sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan
diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin
sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal
ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl
didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan
fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat
menyebabkan proteinuria transien. Pra menstruasi dan mandi air panas juga dapat
menyebabkan proteinuria.Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama
usia &hari pertama. Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan
glomerulus dan atau gangguan reabsorbsi tubulus ginjal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tidak ditemukan protein (- ) dalam urin pasien tersebut.

Darah
Tes ini didasarkan pada aktivitas pseudoperoxidase hemoglobin yang mengkatalis
reaksi 3’3’5’5’ tetramethylbenzidine dan buffer peroksida organik 2,5-dimethylhexane-2 ,5-
dihydroperoxide. Warna yang dihasilkan berkisar dari kehijauan-kuning, hijau kebiruan dan
biru tua. Hasil tes positif palsu kadang – kadang dapat terjadi ketika bakteri yang hadir dalam
urin. Asam askorbat atau protein dapat mengurangi reaktivitas dari tes darah. Zat pengoksidasi
kuat seperti hipoklorit dapat menghasilkan hasil positif palsu. Tes ini sedikit lebih sensitif
terhadap hemoglobin bebas dan mioglobin daripada eritrosit utuh. Tes ini umumnya mampu
mendeteksi hemoglobin bebas 0,015 mg/dl atau 5 – 10 sel darah merah per utuh ml urin.
Sensitivitas mungkin berkurang dalam urin dengan berat jenis tinggi dan adanya asam askorbat.
Munculnya bintik - bintik hijau pada daerah uji reagen menandakan adanya eritrosit dalam
urine. Apabila terdapat darah pada urine bisa menjadi tanda adanya masalah pada saluran
kencing, ginjal, prostat, glomerulus. Dalam dunia medis, kencing berdarah dikenal dengan
nama hematuria, yaitu kondisi ketika urine mengandung sel darah merah, sehingga berwarna
merah muda, merah, atau merah gelap agak kecoklatan.Berdasarkan hasil pemeriksaan tidak
ditemukan darah dalam urine pasien tersebut.
Pada pemeriksaan bilirubin dalam urin, kadar bilirubin dalam percobaan terbebas dari
biliruin sehingga dikatakan normal. Bilirubin dibuat dalam tubuh ketika sel-sel darah merah
(eritrosit) yang sudah tua terurai. Pemecahan sel darah merah yang tua adalah proses normal
setelah berusia 120 hari, meskipun ada beberapa yang karena penyakit dimana sel darah merah
pecah sebelum waktunya. Bilirubin yang dihasilkan dari pemecahan eritrosit kemudian menuju
hati melalui aliran darah. Dalam hati, bilirubin diproses lalu diekskresikan ke dalam saluran
empedu dan disimpan di kantong empedu. Akhirnya, bilirubin dalam cairan empedu dilepaskan
ke usus kecil untuk membantu mencerna lemak dan akhirnya diekskresikan pada tinja sehingga
tinja atau feses kita berwarna kekuningan. Di dalam aliran darah kita terdapat dua macam
bilirubin; bilirubin yang sudah diolah di hati dan mengandung gula disebut "bilirubin direct"
atau "bilirubin terkonjugasi", dan di sisi lain bilirubin tanpa gula disebut "indirect billirubin"
atau "bilirubin tak terkonjugasi" sebagai hasil mentah (langsung) dari pecahnya eritrosit.
Jumlah total semua bilirubin dalam darah disebut "bilirubin total". Pada anak - anak dan orang
dewasa, nilai normal bilirubin direk adalah 0 - 0.4 mg per desiliter (mg / dL). Nilai normal
bilirubin total adalah 0,3 - 1,0 mg / dL. Pada bayi baru lahir, bilirubin tinggi adalah normal
karena stres lahir. Bilirubin normal pada bayi yang baru lahir akan berada di bawah 5 mg / dL,
namun banyak bayi yang baru lahir memiliki beberapa jenis penyakit kuning dan bilirubin di
atas 5 mg / dL.

Pada pegujian kadar keton, kadar keton dalam urin pada percobaan terbebas dari keton
yang ditandai tidak berubahnya warna pada carik celup pada identifikasi keton. Badan keton
diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang
disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitusyang tidak
terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak
–rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau
gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk
dibakar. Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam β-
hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang
berlebihan. Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga
dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan
menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga
mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan
ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum,
kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang
dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat. Uji keton positif dapat
dijumpaipada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah
karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh
obat : asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium,
zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium: Diet rendah karbohidrat atau tinggi
lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. Urin disimpan pada temperature ruangan
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif palsu. Adanya bakteri dalam
urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat. Anak penderita diabetes cenderung
mengalami ketonuria dari pada penderita dewasa.

Pada pengujian kadar glukosa dalam urin, glukosa Darah disaring oleh jutaan nefron,
sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil penyaringan (filtrat) berisi produk-produk limbah
(mis. urea), elektrolit (mis. natrium, kalium, klorida), asam amino, dan glukosa. Filtrat
kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang
diperlukan (termasuk glukosa) diserap kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali
diekskresikan ke dalam urin. Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat
dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi
karena nilai ambang ginjal terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau
8,9-10 mmol/l), atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Hasil percobaan ini adalah
urin berwarna kuning bening, dengan melakukan percobaaan dengan carik celup tidak
terdapat kadar glukosa dalam urin. Kadar glukosa dalam urin negatif sehinggga dikatakan
normal. Glukosa tidak boleh ada dalam urin. Bila glukosa terdapat dalam urin, berarti
terjadi glukosuria. Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau daya
reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus.

H. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum urinalisis yang telah dilakukan dengan sampel urine atas
nama NL usia 20 tahun, dari hasil analisis kandungan dalam urine memiliki kadar
leukosit 15 diduga adanya penyakit ISK ( infeksi saluran kemih)

I. EVALUASI
1. Tujuan urinalisis ?
2. Kandungan urine normal ?
3. Analit yang dapat dilihat dari uji analisis yang dilakukan saat praktikum ?

Jawab :
1. Tujua
 Mengetahui fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urine
 Mengetahui berbagai faal organ tubuh seperti hati,saluran
empedu, pancreas dan cortex adrenal
 Mengetahui adanya kelainan diginjal dan saluran kemih
2. Kandungan urine normal
 Sisa metabolisme ginjal berisi air 96%
 Bahan padat 4% : bahan organic Urea (1/2 bagian padat ) asam
urat ,keratin. Bahan Anorganik NaCl (1/2 bagian padat) sulfat,
fosfat dan ammonia
3. Leukosit, nitrit, urobilinogen,protein, pH, darah, berat jenis, keton,
bilirubin dan glukosa

J. DAFTAR PUSTAKA

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga Carpenito


LG. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis.

Kadar KS, Eviriyani D, Yudha EK, Ester M, penerjemah; Mardella EA,


Issuryanti M, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Nursing
Diagnosis: Aplication to Clinical Practice.Ed ke 9

Djojodibroto RD. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check


Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta (ID): Pustaka Populer Obor.

Ethel S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta (ID): EGC Penerbit
Buku Kedokteran.

Guyton dam Hall. 2006. Buku Ajar Fsiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta (ID):
EGC

Indranila KS, dan Puspito L. 2012. Akurasi pemeriksaan carik celup pada
urinalisis proteinuria dan glukosuria dibandingkan dengan metoda standar.
J. Kedokteran dan Kesehatan.5(1): 19-23

Anda mungkin juga menyukai