Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pidana mati merupakan salah satu dari jenis pidana yang terdapat dalam kitab
Undang Undang Hukum Pidana, yang merupakan pidana pokok terberat. Pidana mati
merupakan sarana untuk melindungi kepentingan umum yang bersifat kemasyarakatan
yang dibahayakan oleh kejahatan dan penjahat yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Sesuai dengan perkembangan hukum pidana yang modern yang menyusun pidana untuk
melindungi kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan yang menjadi korban
dari kejahatan dan penjahat. Negara kita juga telah beberapa kali melakukan proses
pidana mati, bahkan pidana mati diatur dalam Undang Undang No 2/PNPS/1964.
Tetapi bagaimana hubungan antara pidana mati ini dengan HAM yang jelas jelas
sudah diatur dalam pasal 28A UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidupp dan kehidupannya” dan diatur juga dalam
pasal 9 UU no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang berbunyi (1)setiap orang
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya ;
(2)setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin ;
(3)setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam Hak Asasi Manusia terkandung pengertian hak kewajiban yang dimiliki
oleh setiap orang dalam tata pergaulan hidupnya serta dengan lingkungan. Di sisi lain
terdapat hak kewajiban yang bersumber dari kehidupan sesama manusia, lingkungan
hidup dimana kita hidup dimasyarakat. Sumber ini kita kenal dengan sebutan kaidah atau
norma social, kebiasaan atau adat istiadat, hak dan kewajiban yang lain di tentukan oleh
Negara dan organisasi-organisasi seperti PBB dan lain-lain.
HAM merupakan hak-hak kodrati yang diperoleh setiap manusia berkat
pemberian Tuhan semesta alam, sesungguhnnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnnya
oleh karena itu setiap manusia berhak mendapat kehidupan yang layak, kebebesan,
keselamatan dan kebahagiaan.
Didalam Negara merdeka hak-hak asasi manusia seharusnnya secara keselruruhan
terjamin, Karena pada hakikatannya kemerdekaan negara dan bangsa berarti
kemerdekaan pula bagi warga negara oleh karena itu setiap wargan negara sudah
sewajarnya menikmati kemerdekaan nasionalnya yang berwujud kebebesan dalam
fitrahnnya misalnnya : hak mmilih dan dipilih, hak mendapat perlindungan dan perlakuan
yang baik/adil, hanya mendapat pendidikan dan pengajaran, serta hak mendapat
pekerjaan dan penghidupan yang layak dan kesejahteraan hidup, kesadaran menghormati
hak asasi dalam pergaulan, mencerminkan kedewasaan dan kebijakan seseorang,. Kritik
dan penyampaian juga menunjukan kematangan seseorang. Masalah hak asasi manusia
adalah hak masalah sesama manusia, hal ini mengandung arti akan menyangkut masalah
hak dan kewajiban tugas dan tangung jawab, serta penghormatan dan perlakuan terhadap
sesama manusia. Setiap pelanggaran terhadap hak asasi oleh sesama warga negera,
mengakibatkan tidak adannya tertib sosial dan tertib hukum.
HAM yang bersifat kodrati dan berlaku universal itu pada hakikatnya berisi pesan
moral yang menghendaki setiap orang baik secara individu ataupun kelompok bahkan
penguasa/pemerintah (negara) harus menghormati dan melindunginya.Pesan moral yang
ada, memang belum mengikat atau belum mempunyai daya ikat secara hukum untuk
dipaksakan pada setiap orang. Ketika ia dimuat (dicantumkan dan ditegaskan) melalui
berbagai piagam dan konvensi internasional, maka semua orang harus menghormatinya.
Paling tidak negara (sebagai yang bertanggung jawab dalam rangka penghormatan dan
pelaksanaan HAM) yang ikut terlibat dalam atau sebagai peserta konvensi dan terlibat
dalam penandatanganannya, juga terhadap piagam yang telah disetujui bersama itu, akan
terikat dan berkewajiban untuk meratifikasinya ke dalam peraturan perundangan masing-
masing negara bersangkutan. Dalam proses demikian, HAM telah diakomodasi ke dalam
hukum.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pro kontra lembaga negara terhadap pidana mati bagi kejahatan narkotika
dalam ham?
2. Bagaimana pandangan pemerintah Indonesia terhadap hubungan hukuman mati bagi
kejahatan narkotika dengan ham?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah; untuk mengetahui bagaimana hakekat
sebenarnya tentang hukum pidana mati bagi kejahatan narkotika dan hukum HAM yang ada
di Negara kesatuan Republik Indonesia.

1.4. Manfaat
Semoga hasil penulisan dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis
khususnya, karena pada dasarnya kita semua adalah seorang yang masih membutuhkan
banyak ilmu dan pengetahuan untuk mengetahui segala hal yang ada di dalam kehidupan
kita, dalam makalah inipun menjelaskan beberapa pendapat pakar terhadap hukum pidana
yang nantinya akan menjadikan referensi tersendiri bagi para pembaca dalam memaknai
hukum pidana tersebut.
Kemudian pandangan hukum HAM terhadap pidana mati yang terdapat di Negara
Indonesia pun mengiringi pemaparan makalah ini, dengan tujuan untuk membuka wawasan
para penbaca tentang pandangan HAM terhadap pidana mati tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian HAM


Hak Asasi Manusia (HAM) atau dalam bahasa Inggris berarti human rights
adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma yang menggambarkan standar tertentu
dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam
hukum kota dan internasional.
HAM umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak/absolut, sebagai hak-hak
dasar “yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia”, dan yang
“melekat pada semua manusia” terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul
etnis atau status lainnya.
Meski begitu, perwujudan hak asasi manusia tidak benar benar bisa
dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain.
Memperjuangkan hak sendiri dengan mengabaikan hak orang lain merupakan
tindakan yang tidak manusiawi karena hak hak asasi kita selalu berbatasan dengan
hak hak asasi orang lain,
Karena itulah HAM membutuhkan empati dan aturan hukum serta
memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang
lain. Dalam hal ini, ketaatan terhadap aturan menjadi penting.
Dasar-dasar HAM ini tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat
atau Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945
Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29
ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.

2.2. Ciri-ciri HAM


 Hak asasi manusia memiliki beberapa ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan
hak-hak lainnya. Berikut ini penjelasan mengenai ciri ciri HAM,
 Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau
diserahkan.
 Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah
hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
 Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang
sudah ada sejak lahir.
 Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa
memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan
adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.

2.3 Macam-macam HAM


 Hak Asasi Pribadi (Personal Rights), yaitu hak yang masih berhubungan
dengan kehidupan pribadi manusia.
 Hak Asasi Politik (Political Rights),yaitu hak yang berhubungan dengan
kehidupan politik.
 Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights), yaitu hak yang berhubungan
dengan berbagai kehidupan hukum dan juga pemerintahan.
 Hak Asasi Ekonomi (Property Rights), yaitu hak yang berhubungan dengan
berbagai kegiatan perekonomian.
 Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights), yaitu hak yang
berhubungan dengan kehidupan dalam bermasyarakat
 Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights), yaitu hak untuk diperlakukan sama
terhadap tata cara pengadilan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Hukuman Pidana Mati Bagi Kejahatan Narkotika di Indonesia


Indonesia sendiri sudah banyak melaksanakan hukuman pidana mati bagi penjahat
narkotika. Menurut data, Indonesia sudah melakukan pindana ini untuk 25 orang
penjahat narkotika yang tidak hanya berwarganegara Indonesia tetapi juga
berwarganegara asing dari tahun 1995-2016. Proses pelaksanaan hukuman mati di
Indonesia adalah:
 Hukuman mati akan dilaksanakan setelah permohonan grasi tersangka ditolak
oleh pengadilan, dan juga adanya pertimbangan grasi oleh presiden.

 Tersangka dan anggota keluarga dari tersangka akan diberitahukan mengenai


hukuman mati dalam waktu 72 jam sebelum eksekusi. Biasanya, pelaksanaan
hukuman mati dilakukan di Nusakambangan. Para tersangka akan
dibangunkan di tengah malam dan dibawa ke lokasi yang jauh (dan
dirahasiakan) untuk dilakukan eksekusi oleh regu tembak, metode ini tidak
diubah sejak 1964.

 Tersangka akan ditutup matanya lalu diposisikan di daerah berumput, juga


diberikan pilihan tersangka untuk duduk atau berdiri. Tentara menembak
jantung tersangka dari jarak 5 hingga 10 meter, hanya 3 senjata yang berisi
perluru dan sisanya tidak sama sekali. Jika tersangka tidak tewas, maka
diizinkan untuk menembak tersangka di kepalanya dengan izin dari komandan
regu tembak.

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak menjatuhkan pidana mati.
Berdasarkan catatan berbagai Lembaga Hak Asasi Manusia Internasional, Indonesia
termasuk salah satu negara yang yang masih menerapkan ancaman hukuman mati pada
sistem hukum pidananya (Retentionist Country). Retentionist maksudnya de jure secara
yuridis, de facto menurut fakta mengatur pidana mati untuk segala kejahatan. Tercatat 71
negara yang termasuk dalam kelompok ini. Salah satu negara terbesar di dunia yang
termasuk dalam retentionist country ini adalah Amerika Serikat. Dari 50 negara bagian,
ada 38 negara bagian yang masih mempertahankan ancaman pidana mati . Padahal
seperti diketahui, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang paling besar
gaungnya dalam menyerukan perlindungan hak asasi manusia di dunia. Namun dalam
kenyataannya masih tetap memberlakukan ancaman pidana mati, juga dalam hukum
militernya.
Hasil sejumlah studi tentang kejahatan tidak menunjukkan adanya korelasi antara
hukuman mati dengan berkurangnya tingkat kejahatan. Beberapa studi menunjukkan,
mereka yang telah dipidana karena pembunuhan (juga yang berencana) lazimnya tidak
melakukan kekerasan di penjara. Begitu pula setelah ke luar penjara mereka tidak lagi
melakukan kekerasan atau kejahatan yang sama. Hal ini berbanding lurus dengan
faktanya bahwa dengan adanya ancaman hukuman mati ini tidak berdampak besar
terhadap pengurangan pengguna narkoba di Indonesia.
Sebaliknya sejumlah ahli mengkritik, suatu perspektif hukum tidak dapat
menjangkau hukum kerumitan kasus-kasus kejahatan dengan kekerasan di mana korban
bekerjasama dengan pelaku kejahatan, di mana individu adalah korban maupun pelaku
kejahatan, dan dimana orang yang kelihatannya adalah korban dalam kenyataan adalah
pelaku kejahatan .

B. Pelaksanaan HAM di Indonesia


Indonesia, merupakan Negara kepulauan berbasis hukum, dimana segala sesuatu bidang
kehidupan diatur dalam badan hukum. Dalam hal HAM, negara memiliki peran sebagai
tokoh utama dalam penegakan hukum, maksudnya negara memiliki tanggung jawa guna
menegakan, melindungi, memenuhi, menghormati, serta memajukan hak asasi manusia
warganya. Pelaksanaan Ham di Indonesia pertama kali mengeluarkan UU no 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan langkah pertama untuk menghormati
HAM dan mencehag pelanggaran HAM di Indonesia. Walaupun demikian, faktanya
pelaksanaan HAM yang ada di Indonesia masih jauh dari kata ideal bahkan sempurna.
Tujuan dan cita – cita utama pelaksanaan HAM di Indonesia adalah Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia, namun masih saja sering terjadi pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh masyarakat bahkan pejabat negara, baik itu pelanggaran HAM berjenis
langsung ( seperti perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dsb ) maupun pelanggaran
HAM secara tidak langsung ( seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, ketidakadilan
terhadap rakyat ) Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan HAM di
Indonesia masih belum sepenuhnya berjalan baik bahkan bisa dibilang sangat rendah
kualitas pelaksanaan HAM di Indonesia.

C. Pandangan Lembaga Negara Terhadap Hukuman Mati Bagi Kejahatan Narkotika Dalam
HAM
Tak hanya masyarakat Indonesia saja yang pro kontra dengan adanya hukuman
mati ini. Lembaga resmi Negarapun memiliki pendapatnya sendiri-sendiri terhadap
keberadaan kebijakan ini karena ini melanggar hak asasi manusia yang sudah tertera
dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.” dan juga terddapat dalam Dasar hukum yang menjamin hak
untuk hidup di Indonesia Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang berbunyi:
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya
(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

a. Pandangan BNN (Badan Narkotika Nasional)


Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN),
Kombes Sumirat Dwiyanto menegaskan penerapan hukuman mati bagi terdakwa
kasus Narkoba, sudah sesuai dengan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang
narkotika. BNN mengatakan penerapan hukuman mati bagi para terdakwa kasus
Narkoba, tidak bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab
berdasarkan undang-undang narkotika, jelas tercantum bahwa hukuman maksimal
adalah hukuman mati.
Menurut BNN, eksekusi mati ini dilakukan atas perintah pemerintah dan sudah
diatur sesuai konstitusi. Hukuman mati bagi para bandar hukumnya wajib, karena bila
tidak dihukum mati mereka masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam
lapas. Pelanggaran hak asasi terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah
perseorangan. Selain itu hukuman mati ini dilaksanakan atas perintah kejaksaan,
setelah melewati persidangan yang objektif dan sesuai dengan prosedur hokum yang
ada di Indonesia. Ekseskusi ini juga baru dilakukan setelah pemenuhan hak hokum
terhadap para terpidana mati sudah terpenuhi semua.
Jadi kesimpulannya adalah BNN sepenuhnya mendukung adanya hukuman mati
bagi para penjahat narkotika dengan harapan agar masyarakat Indonesia bias terlepas
dari jeratan narkoba dan memberi efek jera bagi pengguna dan pengedarnya.

b. Pandangan Komnas Ham (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia)


Pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba tidak terbukti
mengurangi jumlah penyalahgunaan barang haram tersebut. Berdasarkan data Badan
Narkotika Nasional, pengguna narkoba di Indonesia justru bertambah setelah
dilaksanakannya proses hukuman mati di Indonesia pada beberapa tahun lalu. Hal
itulah yang disimpulkan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nur Kholis
saat menyampaikan kesimpulan rapat dengar pendapat dengan Foundation for
International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) dan beberapa lembaga
terkait.
Pelaksanaan hukuman mati pada 2015 merupakan langkah mundur bagi
perkembangan demokrasi dan HAM di Indonesia. Padahal dalam beberapa tahun
terakhir Indonesia dianggap sebagai Negara yang berpengaruh dalam pemajuan
demokrasi dan HAM di ASEN, Asia, OKI dan masyarakat internasional.
Menurut Komnas HAM, hukuman mati merupakan keputusan kenegaraan yang
tidak didasarkan pada argumentasi tentang hak asasi manusia. Komnas HAM
meminta agar hukuman mati dihapuskan dari Indonesia, mereka mendesak agar
KUHAP dan KUHP direvisi terkait itu. Kejahatan luar biasa sebaiknya dihukum
dengan penjara maksimal seumur hidup, menyita aset terpidana untuk negara, dan
dipekerjakan di tempat publik. Semua itu untuk menimbulkan efek jera sebagai
pengganti hukuman mati.
Tetapi faktanya setelah dua kali pelaksanaan hukuman di Indonesia pada 2015,
antara Juni hingga November terjadi peningkatan jumlah pengguna narkoba sebanyak
40,5 persen. Jumlahnya dari 4,2 juta jiwa meningkat menjadi 5,9 juta jiwa pengguna
narkoba. Menurut Komnas HAM, masih ada pendekatan lain untuk memerangi
narkoba. Salah satunya hukuman penjara seumur hidup bagi terpidana kasus narkoba.
Hukuman penjara, dianggap lebih berat dibandingkan hukuman mati dari segi moral,
fisik, dan psikologis.
Jadi kesimpulannya adalah Komnas HAM tidak mendukung adanya pelaksanaan
hukuman mati bagi kejahatan narkotika di Indonesia karena hal tersebut sangat
menentang dari hak asasi manusia yang seharusnya kita hormati.

c. Pandangan Komisi Ham PBB


Pihak Komisi HAM PBB sangat terganggu dengan keputusan Indonesia untuk
melakukan eksekusi mati terhadap penjahat narkotika. Mereka bahkan mendesak
Indonesia untuk menghentikan konstitusi tentang hukuman mati terhadap narapidana
kasus narkotika. Merujuk pada hukum internasional, khususnya Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi di Indonesia,
hukuman mati hanya digunakan untuk kejahatan yang tergolong kejahatan yang
paling serius (the most seriuous crimes). Sementara menurut komisi HAM, kejahatan
yang berkaitan dengan narkotika tidak termasuk dalam the most serious crimes,
melainkan sebatas kejahatan serius (most serious crimes). Meski kemudian, kasus ini
tetap harus memenuhi standar penanganan perkara di pengadilan yang ketat, termasuk
transparansi di setiap prosesnya.

Berdasarkan catatan , Kovenan tentang Hak Sipil Politik (International Covenant on


Civil and Political Rights/ICCPR) dan Protokol Kovenan tentang Hak Sipil Politik
(Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights)
disahkan oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi No.2200 A (XXI) pada 16
Desember 1966 dan berlaku sejak 23 Maret 1976. Di Indonesia sendiri, diratifikasi
pada 28 Oktober 2005 lewat UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights.

Komisi HAM PBB mengakui tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam
memerangi kejahatan narkotika sangat berat. Namun, langkah yang mesti ditekankan
oleh Indonesia dalam memerangi setiap kejahatan mesti merujuk pada hukum hak
asasi internasional. Pasalnya, mereka meyakini hukuman mati bukanlah alat pencegah
yang efektif atau setidaknya melindungi orang-orang dari penyalahgunaan narkotika.
Mestinya, yang menjadi fokus adalah upaya pencegahan dengan memperkuat sistem
peradilan agar lebih efektif.
Jadi kesimpulannya adalah Komisi HAM PBB tidak mendukung jika Indonesia
tetap menegakkan hukuman mati bagi narapidana kasus narkotika karena menurut
Komisi HAM PBB, narkotika bukanlah kejahatan yang sangat berat.

D. Pandangan Pemerintah Indonesia Terhadap Hukuman Mati Bagi Kejahatan Narkotika


Dalam HAM
Dalam artikel Terikat Konvensi Internasional Hukuman Mati Mesti Jalan Terus,
diberitakan bahwa Mahkamah Konstitusi (“MK”) dalam putusannya pada 30 Oktober
2007 menolak uji materi hukuman mati dalam UU Narkotika dan menyatakan bahwa
hukuman mati dalam UU Narkotika tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin
UUD 1945 lantaran jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 tidak menganut asas
kemutlakan. Menurut MK, hak asasi dalam konstitusi mesti dipakai dengan menghargai
dan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan
keadilan sosial. Dengan demikian, MK, hak asasi manusia harus dibatasi dengan
instrumen Undang-Undang, yakni Hak untuk hidup itu tidak boleh dikurangi, kecuali
diputuskan oleh pengadilan.
Alasan lain pertimbangan putusan MK salah satunya karena Indonesia telah
terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi
menjadi hukum nasional dalam UU Narkotika. Sehingga, menurut putusan MK,
Indonesia justru berkewajiban menjaga dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika
skala internasional, yang salah satunya dengan menerapkan hukuman yang efektif dan
maksimal.
Masih dalam artikel yang sama dijelaskan bahwa dalam konvensi tersebut
Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa serius
terhadap kemanusiaan (extra ordinary) sehingga penegakannya butuh perlakuan khusus,
efektif dan maksimal. Salah satu perlakuan khusus itu, menurut MK, antara lain dengan
cara menerapkan hukuman berat yakni pidana mati. Dengan menerapkan hukuman berat
melalui pidana mati untuk kejahatan serius seperti narkotika, MK berpendapat, Indonesia
tidak melanggar perjanjian internasional apa pun, termasuk Konvensi Internasional Hak
Sipil dan Politik (ICCPR) yang menganjurkan penghapusan hukuman mati. Bahkan MK
menegaskan, Pasal 6 ayat 2 ICCPR itu sendiri membolehkan masih diberlakukannya
hukuman mati kepada negara peserta, khusus untuk kejahatan yang paling serius.
Dalam pandangan MK, keputusan pembikin undang-undang untuk menerapkan
hukuman mati telah sejalan dengan Konvensi PBB 1960 tentang Narkotika dan Konvensi
PBB 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, Pasal 3
Universal Declaration of Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati
dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan
pada semua tindak pidana Narkotika yang dimuat dalam UU tersebut.
Lebih lanjut, melihat pada UU HAM, MK memandang bahwa UU itu juga
mengakui adanyapembatasan hak asasi seseorang dengan memberi pengakuan hak orang
lain demi ketertiban umum. Dalam hal ini, MK menganggap hukuman mati merupakan
bentuk pengayoman negara terhadap warga negara terutama hak-hak korban.
Dengan demikian, hak untuk hidup memang benar dijamin dalam konstitusi
Indonesia, namun hak tersebut dapat dibatasi dengan instrumen undang-undang.
Konstitusionalitas hukuman mati yang diatur sejumlah undang-undang, salah satunya UU
Narkotika, juga telah diperkuat juga oleh putusan MK seperti yang telah kami jelaskan
sebelumnya.
BAB IV
PENUTUPAN

4.1. Kesimpulan
 Lembaga Negara memiliki pendapatnya dan pandangannya sendiri sendiri
terhadap hubungan hukuman mati untuk narapidana narkotika dengan
HAM, BNN yang bertanggung jawab tentang narkotika tentunya
mendukung kebijakan ini. Sebaliknya, Komnas ham yang bertanggung
jawab terntang HAM tentunya menolak kebijakan ini.
 Pemerintah Indonesia melalui MK mendukung adanya hukuman mati
untuk narapidana narkotika ini karena tergolong kejahatan yang sangat
berat dan tidak melanngar HAM karena Menurut MK, hak asasi dalam
konstitusi mesti dipakai dengan menghargai dan menghormati hak asasi
orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.
Dengan demikian, MK, hak asasi manusia harus dibatasi dengan
instrumen Undang-Undang, yakni Hak untuk hidup itu tidak boleh
dikurangi, kecuali diputuskan oleh pengadilan.

4.2. Saran
 Bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi para pembuat produk hukum
hendaknya lebih memperhatikan aspek kemanusiaan dalam hal membuat suatu
rumusan yang berisi tentang pidana mati, dan juga terhadap aparat penegak
hukum harus lebih memperhatikan aspek kedepan
 Bagi seluruh masyarakat hendaknya mematuhi hukum yang bertujuan untuk
mencapai keadilan dal ketertiban, karena dengan tertibnya hukum dapat tercipta
suatu kondisi yang nyaman, serta memperhatikan ketentuan internasional hak
asasi manusia dalam penerapan pidana mati.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati_di_Indonesia. Hukuman mati di Indonesia


https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/19/nie6hg-bnn-hukuman-mati-
bandar-narkoba-tak-langgar-ham. BNN: hukuman mati Bandar narkoba tak langgar HAM
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160226205734-20-113878/komnas-ham-beri-
rekomendasi-pengganti-hukuman-mati. Komnas HAM beri rekomendasi pengganti hukuman
mati
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5799aeca3bfbb/komisi-ham-pbb--hukuman-
mati-bukan-untuk-kejahatan-narkotika. Komisi HAM pbb : hukuman mati bukan untuk
kejahatan narkotika
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ef039a2d0c28/hak-hidup-vs-hukuman-
mati. Hak Hidup VS Hukuman Mati
http://dickyputraarumawan.blogspot.com/. Makalah hubungan mati dengan HAM

Anda mungkin juga menyukai