Bob Final Gagal Nafas 2015
Bob Final Gagal Nafas 2015
PENDAHULUAN
sedangkan peran dan fungsi respirasi adalah menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan
gas karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi respirasi merupakan fungsi yang vital bagi
kehidupan, dimana O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok secara
terus-menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus dikeluarkan dari tubuh.1
pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan
normal akan menyebabkan terjadinya gagal napas. Dimana sistem pulmoner tidak dapat
mencukupi kebutuhan metabolisme, yaitu eliminasi CO2 dan oksigenasi darah. Gagal napas
terjadi bila tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) < 60 mmHg atau tekanan parsial
Gagal napas diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia, dan gagal napas
hiperkapnia. Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO2 < 60 mmHg dengan PaCO2
normal atau rendah. Gagal napas hiperkapnia, ditandai dengan PaCO2 > 45 mmHg.
Sedangkan menurut waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut dan gagal napas
kronik.Penyebab gagal napas dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan
neuromuscular, dinding thoraks dan diafragma, paru, serta sistem kardiovaskuler. Gagal
napas akut merupakan salah satu kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan penangan yang
1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang
terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru.
Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas difusi
CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi dapat
dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah
proses gerakan gas keluar masuk paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau
2.2. Etiologi
Gagal napas dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan neuromuscular,
2
1. Otak - Asma
- Neopla - Infeksi
sma paru
- Epileps - Benda
i asing
- Hemato - Pneum
ma othorak
Subdur s,
al hemath
- Keracu oraks
nan - Edema
Morfin Paru
- CVA - ARDS
2. Susunan - Aspiras
Neuro- 5. Kardiovask
muskular uler
- Miaste - Renjata
nia n,
Gravis Gagal
- Polyne jantung
uritis, - Emboli
demyel paru
inisasi 6. Pasca
- Analge Bedah
sia Thoraks
spinal
tinggi
- Pelump
uh otot
3. Dinding
Thoraks
dan
Diafragma
- Luka
tusuk
Thorak
s
- Ruptur
diafrag
ma
4. Paru
3
2.3. Fisiologi Pernafasan
Fungsi primer dari sistem pernapasan adalah untuk menyediakan Oksigen (O2)
bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan
dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional pertama, yaitu: (1) ventilasi paru, yang
berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru; (2) difusi O 2 dan
karbon dioksida antara alveoli dan darah; (3) transport O 2 dan karbon dioksida dalam
darah dan cairan tubuh ke dan dari sel dan (4) pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari
pernapasan.
1. Ventilasi
Ventilasi Paru
Ventilasi merupakan suatu proses perpindahan masa udara dari luar tubuh
terdiri dari dua tahap yaitu inspirasi dan ekspirasi. Paru-paru dapat dikembang
kempiskan melalui dua cara, yaitu diafragma naik turun untuk memperbesar atau
memperkecil rongga dada, dan (2) depresi dan elevasi tulang iga untuk
daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada, dan struktur abdominal akan
menekan paru-paru. Selama inspirasi otot yang paling membantu adalah otot
yang mengangkat sternum ke atas, otot serratus anterior yang mengangkat sebagian
besar iga, dan otot skalenus yang mengangkat dua iga pertama. Sedangkan otot-otot
yang berperan saat ekspirasi adalah otot rektus abdominis dan otot interkostalis
interna. Kontraksi otot inspirasi memerlukan energi, jadi inspirasi adalah proses
4
aktif, tetapi ekspirasi adalah proses pasif pada bernapas tenang karena ekspirasi
terjadi melalui penciutan elastik paru sewaktu otot-otot inspirasi melemas tanpa
memerlukan energi.5
Inspirasi : Terjadi bila tekanan intrapulmonal (intra alveolar) lebih rendah dari
tekanan udara luar. Pada saat inspirasi biasa, tekanan dapat berkisar antara
-1mmHg sampai dengan -3mmHg. Pada saat inspirasi dalam tekanan intra
paru
Ekspirasi : Terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi daripada tekanan
meningkat bila volume rongga paru mengecil yang terjadi saat otot-otot
parietalis dan pleura viseralis). Dalam keadaan normal ruang ini hampa udara
tekanan intraalveolar.
Volume Pernapasan semenit : Adalah jumlah total udara baru yang masuk ke
dalam saluran pernapasan tiap menit, dan ini sesuai dengan volume alun napas
5
(volume Tidal/VT) dikalikan dengan frekuensi pernapasan. VT normal kira-
kira 500ml dan frekuensi pernapasan normal kira-kira 12 kali permenit. Oleh
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O 2 pada
tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya
ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk atau
keluar paru, laju napas, udara dalam jalan napas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk atau keluar paru dalam setiap kali bernapas disebut
sebagai Volume Tidal (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT
normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml. Volume napas yang berada di
jalan napas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai Dead Space (VD)
atau Ruang Rugi dengan nilai normal sekitar 150 – 180 ml yang terbagi atas tiga
yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic Dead
Space.5
Anatomic Dead Space yaitu volume napas yang berada di dalam mulut,
hidung dan jalan napas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Alveolar Dead
Space yaitu volume napas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi
pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai
darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada
Ventilasi alveolus setiap menit adalah volume total udara yang masuk dalam
alveoli (dan daerah pertukaran gas yang berdekatan lainnya) setiap menit. Ini sama
dengan frekuensi napas dikalikan dengan jumlah udara baru yang memasuki alveoli
6
VA = (VT – VD) x RR
VA: Ventilasi Alveolar
VT: Volume Tidal
VD: Volume dead space/ ruang rugi
RR: Respiration Rate
Pada orang sehat tekanan CO2 (PaCO2) normal dipertahankan kurang
lebih 40mmHg dengan mengatur VA melalui proses regulasi ventilasi.
Hiperventilasi alveolar adalah VA yang diperlukan untuk kebutuhan
metabolisme tubuh dan direfleksikan dengan PaCO2 kurang dari 40mmHg,
sedangkan hipoventilasi alveolar adalah VA yang diperlukan untuk metabolism
tubuh dengan PaCO2 lebih dari 40mmHg.
proses pernapasan adalah difusi O2 dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi
karbondioksida dari arah sebaliknya melalui membrane tipis antara alveolus dan
kapiler. Pada paru normal kurang lebih dua pertiga udara pernapasan sampai di
faktor utama:
1) Karakteristik gas, perbedaan tekanan parsial antar gas di alveoli dan di dalam
plasma.
2) Jarak yang harus dilalui proses difusi
-
Variable membrane dinding alveolar dan kapiler
-
Ketebalan jaringan
-
Permukaan area
-
Sifat membrane dan koefisien difusi gas, kelarutan gas, sifat fisikokimia
3) Konsentrasi eritrosit di kapiler bed dan volume rata-rata di dalam kapiler.
4) Kecepatan uptake gas oleh kapiler darah normal atau rata-rata eritrosit atau
volume kapiler/mmHg
7
Gambar 1. Proses pertukaran gas di alveolus Terjadinya
difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekan parsial. Tekanan udara luar
mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri ±100 mmHg, dan di vena ±
Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ±47 mmHg, tekan parsial CO2
dalam arteri ±41 mmHg dan tekan parsial dalam alveolus ±40mmHg. Oleh
antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial O2 yang tercipta oleh
melalui ventilasi. Difusi netto CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertama-
tama antara jaringan dan darah, kemudian antara darah dan alveolus, akibat
gradien tekanan parsial CO2 yang tercipta oleh produksi terus-menerus CO2 oleh
8
O2 dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Adanya hemoglobin di dalam sel darah
merah memungkinkan darah untuk mengangkut 30-100 kali jumlah O 2 yang dapat
ditranspor dalam bentuk O2 terlarut di dalam cairan darah (plasma). Dalam sel
besar karbondioksida (CO2). CO2 masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor
kembali ke paru-paru
Oksigen diangkut ke jaringan dari paru melalui dua jalan, yaitu (1) secara
fisik larut dalam plasma, kira-kira hanya 3% (2) secara kimiawi berikatan
ditranspor melalui cara ini. Ikatan kimia O2 dengan Hb ini bersifat reversible,
hubungan nonlinear dengan tekanan parsial O2 dalam darah arteri (PaO2), yang
ditentukan oleh jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma darah.
Jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai hubungan
bergantung pada daya larut O2 dalam plasma. Cara transport seperti ini tidak
sekalipun. Sebagian besar O2 diangkut oleh Hb yang terdapat dalam sel darah
hidup dapat diangkut dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan pasien O2
dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
9
namun sekitar 75% Hb masih berikatan dengan O 2 pada waktu Hb kembali ke
paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi hanya sekitar 25% O 2 dalam darah
cara. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma, karena tidak seperti O2,
CO2 mudah larut dalam plasma. Sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino
diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-). CO2 berikatan dengan air
karbonat. Keseimbangan asam basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi
10
Kurva Dissosiasi Oksi-Hemoglobin
oleh paru sangat bergantung pada hubungan tersebut. Jika darah lengkap
parsial. Pada kurva ini, bagian atasnya mendatar dan dikenal sebagai arteri, dan
bagian yang lebih ke bawah berbentuk curam dan dikenal sebagai bagian vena.
Kurva ini menunjukkan saturasi O2 akan mencapai 100% saat tekanan parsial O2
(PO2) 100 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan oksigen sangat penting
11
Tujuan kontrol ventilasi adalah untuk menjaga homeostasis tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida arterial (PaO2 dan PaCO2) serta PH. Tiga unsur dasar
dijumpai di paru tetapi terletak di medulla batang otak, yang terdiri dari beberapa
diafragma dan melalui saraf-saraf lain ke otot-otot pernapasan. Output dari central
ini dipengaruhi oleh sentra yang lebih tinggi di kortikal dan oleh stimulasi mekanik
maupun kemis. 5
otak. Korteks bisa mengambil alih kontrol ventilasi jika diperlukan (kontrol
volunteer). Input dari bagian otak yang lain dapat terjadi pada kondisi tertentu.
1. Pusat Pernapasan
Ada tiga kelompok utama neuron pengatur pernapasan di batang otak yaitu:
yaitu:
-
Inspiratory area: sel-sel neuron terletak di region dorsalis medulla yaitu
ventilasi.
12
-
Expiratory area: sel-sel neuron terletak di region anterior medulla (nucleus
normal kerja apneustic centre pada manusia tidak diketahui, namun pada
Aktifitas sentra ini mengatur volume inspirasi dan rate inspirasi. Beberapa
peneliti mengemukakan bahwa kerja bagian ini adalah sebagai “fine tuning”
b. Cortical Center
Input kortikal pada sentra
13
Bagian lain dari otak seperti sistim limbic dan hipotalamus dapat
ketakutan.6
2. Efektor
Otot-otot efektor respirasi termasuk di dalamnya adalah diafragma,
dalam kendali setara pernapasan. Bayi baru lahir, terutama premature, otot-
sawar darah otak, sehingga perubahan sedikit saja pada PaCO 2 (2-3 mmHg)
arcus aorta. Kecepatan aliran darah pada badan carotis berhubungan dengan
diameter pembuluh darah, yang akan diikuti respon ventilasi pada perubahan
Gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi gagal napas hiperkapnia dan gagal
napas hipoksemia. Berdasarkan waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut dan
gagal napas kronik. Gagal napas akut berkembang dalam waktu menit sampai jam, PH
darah kurang dari 7,3. Gagal napas kronik berkembang dalam beberapa hari atau lebih
14
2.4.1. Gagal Nafas Hipoksemia/ Gagal Nafas Tipe I/ Gagal Oksigenasi
Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas
hiperkapnia. Pasien tipe ini mempunyai nilai PaO 2 yang rendah tetapi PaCO2 normal
atau rendah. PaCO2 tersebut membedakannya dari gagal napas hiperkapnia, yang
masalah utamanya adalah hipoventilasi alveolar. Selain pada lingkungan yang tidak
biasa, dimana atmosfer memiliki kadar oksigen yang sangat rendah, seperti pada
ketinggian, atau saat oksigen digantikan oleh udara lain, gagal napas hipoksemia
menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru atau sirkulasi paru.
Contoh klinis yang umum menunjukkan hipoksemia tanpa peningkatan PaCO2 ialah
Istilah hipoksemia menunjukkan PO2 yang rendah di dalam darah arteri (PaO2) dan
dapat digunakan untuk menunjukkan PO2 pada kapiler, vena dan kapiler paru. Istilah
tersebut juga dipakai untuk menekankan rendahnya kadar O2 darah atau berkurangnya
Hipoksemia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat pula terjadi akibat
penurunan penyampaian O2 karena faktor rendahnya curah jantung, anemia, syok septic
atau keracunan karbon monoksida, dimana PaO2 dapat meningkat atau normal.
Mekanisme hipoksemia
(venous admixture). Jika darah vena yang bersaturasi rendah kembali ke paru, dan tidak
mendapatkan oksigen selama perjalanan di pembuluh darah paru, maka darah yang
15
keluar di arteri akan memiliki kandungan oksigen dan tekanan parsial oksigen yang
sama dengan darah vena sistemik. PO2 darah vena sistemik (PVO2) menentukan batas
bawah PaO2. Bila semua darah vena yang bersaturasi rendah melalui sirkulasi paru dan
mencapai keseimbangan dengan gas di rongga alveolar, maka PO2 = PAO2. Maka PO2
alveolar (PAO2) menentukan batas atas PO2 arteri. Semua nilai PO2 berada diantara
PVO2 dan PAO2. Hipoksemia arteri selalu merupakan akibat penurunan PO 2 alveolar,
atau peningkatan jumlah darah vena bersaturasi rendah yang bercampur dengan darah
Penurunan PO2Alveolar
Tekanan total di ruang alveolar ialah jumlah dari PO 2, PCO2, PH2O, dan PN2. Bila
PH2O dan PN2 tidak berubah bermakna, setiap peningkatan pada PACO2 akan
menyebabkan penurunan PaO2. Hipoventilasi alveolar menyebabkan penurunan PAO2,
yang menimbulkan penurunan PaO2 bila darah arteri dalam keseimbangan dengan gas di
ruang alveolus. Persamaan gas alveolar, bila disederhanakan menunjukkan hubungan
antara PO2 dan PCO2 alveolar:
PAO2 = FiO2 x PB - PACO2
R
FiO2 adalah fraksi oksigen dari udara inspirasi. PB ialah tekanan barometric,
dan R ialah rasio pertukaran udara pernapasan, menunjukkan rasio steady-state CO2
memasuki dan O2 meninggalkan ruang alveolar. Dalam praktek, PCO2 arteri digunakan
sebagai nilai perkiraan PCO2 alveolar (PaCO2). PAO2 berkurang bila PACO2 meningkat.
jika tekanan barometric total berkurang, seperti pada ketinggian, atau bila FiO 2 rendah
(seperti saat seseorang menghisap campuran gas dimana sebagian oksigen digantikan
gas lain). Hal ini juga akibat penurunan PO 2. Pada hipoksemia, yang terjadi hanya
16
karena penurunan PaO2. Perbedaan PO2 alveolar - arteri adalah normal pada hipoksemia
karena hipoventilasi.
mencapai arteri tanpa teroksigenasi lengkap oleh paparan gas alveolar. Perbedaan PO 2
pencampuran darah vena. Dalam pernapasan udara ruangan, perbedaan PO2 alveolar
arterial normalnya sekitar 10 dan 20 mmHg, meningkat dengan usia dan saat subyek
vena, yang dikenal sebagai pirau kanan ke kiri (right-to-left-shunt). Sebagian darah vena
sistemik tidak melalui alveolus, bercampur dengan darah yang berasal dari paru,
akibatnya adalah percampuran arterial dari darah vena sistemik dan darah kapiler paru
dengan PO2 diantara PAO2 dan PVO2. Pirau kanan ke kiri dapat terjadi karena: 1).
Kolaps lengkap atau atelektasis salah satu paru atau lobus sedangkan aliran darah
dipertahankan. 2). Penyakit jantung congenital dengan defek septum. 3). ARDS, dimana
dapat terjadi edema paru yang berat, atelektasis lokal, atau kolaps alveolar sehingga
Petanda terjadinya pirau kanan ke kiri ialah: 1). Hipoksemia berat dalam
pernapasan udara ruangan. 2). Hanya sedikit peningkatan PaO 2 jika diberikan tambahan
oksigen. 3). Dibutuhkan FiO2 > 0,6 untuk mencapai PaO2 yang diinginkan. 4). PaO2 <
550 mmHg saat mendapat O2 100%. Jika PaO2 < 550 mmHg saat bernapas dengan O2
17
Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi (ventilation-perfusion mismatching = V/Q
mismatching)
perfusi. Ketidaksesuaian ini bukan disebabkan karena darah vena tidak melintasi daerah
paru yang mendapat ventilasi seperti yang terjadi pada pirau kanan ke kiri. Sebaliknya
beberapa area di paru mendapat ventilasi yang kurang dibandingkan banyaknya aliran
darah yang menuju ke area-area tersebut. Disisi lain, beberapa area paru yang lain
mendapat ventilasi berlebih dibandingkan aliran darah regional yang relative sedikit.
Darah yang melalui kapiler paru di area yang hipoventilasi relatif, akan kurang
hipoksemia darah arteri. Efek ketidaksesuaian V/Q terhadap pertukaran gas antara
distribusi ventilasi atau aliran darah sehingga terjadi ketidaksesuaian V/Q adalah: Asma
dan penyakit paru obstruktif kronik lain, dimana variasi pada resistensi jalan napas
cenderung mendistribusikan ventilasi secara tidak rata. Penyakit vascular paru seperti
ketidaksesuaian V/Q adalah PaO2 dapat dinaikkan ke nilai yang dapat ditoleransi secara
mekanisme ini sering tidak dimengerti. Dalam keadaan normal, terdapat waktu yang
lebih dari cukup bagi darah vena yang melintasi kedua paru untuk mendapatkan
keseimbangan gas dengan alveolus. Walaupun jarang, dapat terjadi darah kapiler paru
mengalir terlalu cepat sehingga tidak cukup waktu bagi PO 2 kapiler paru untuk
18
mengalami kesetimbangan dengan PO2 alveolus. Keterbatasan difusi akan menyebabkan
hipoksemia bila PAO2 sangat rendah sehingga difusi oksigen melalui membrane
alveolar-kapiler melambat atau jika waktu transit darah kapiler paru sangat pendek.
Beberapa keadaan dimana keterbatasan difusi untuk transfer oksigen dianggap sebagai
proteinosis, keadaan dimana ruang alveolar diisi cairan mengandung protein dan lipid.
Gambaran Klinis
pasien yang fungsi glomus karotikusnya terganggu maka tidak ada respon ventilasi
tetapi juga didapatkan pada daerah sentral di sekitar membrane mukosa dan bibir.
Derajat sianosis tergantung pada konsentrasi hemoglobin dan keadaan perfusi pasien.
ke arah anaerobik disertai pembentukan asam laktat. Peningkatan kadar asam laktat di
darah selanjutnya akan merangsang ventilasi. Hipoksia dini yang ringan dapat
abstrak. Hipoksia yang lebih berat dapat menyebabkan perubahan status mental yang
lebih lanjut, seperti somnolen, koma, kejang dan kerusakan otak hipoksik permanen.
19
diaphoresis dan vasokonstriksi sistemik, diikuti hipertensi. Hipoksia yang lebih berat
Manifestasi gagal napas hipoksemik akan lebih buruk jika ada gangguan
hantaran oksigen ke jaringan (tissue oxygen delivery). Pasien dengan curah jantung yang
berkurang, anemia, atau kelainan sirkulasi dapat diramalkan akan mengalami hipoksia
jaringan global dan regional pada hipoksemia yang lebih dini. Misalnya pada pasien
arterial ringan.8
2.4.2. Gagal Nafas Hiperkapnia / Gagal Nafas Tipe II/ Gagal Ventilasi
PaCO2 yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 tersisih di
alveolus dan PaO2 menurun. Maka pada pasien biasanya didapatkan hiperkapnia dan
hipoksemia bersama-sama, kecuali bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Paru
mungkin normal atau tidak pada pasien dengan gagal napas hiperkapnia, terutama jika
penyakit utama mengenai bagian nonparenkim paru seperti dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Penyakit paru obstruktif kronis yang parah sering
mengakibatkan gagal napas hiperkapnia. Pasien dengan asma berat, fibrosis paru
stadium akhir, dan ARDS (Acute Respiratory Distres syndrome) berat dapat
Hipoventilasi alveolar
Dalam keadaan stabil, pasien memproduksi sejumlah CO 2 dari proses metabolic
setiap menit dan harus mengeliminasi sejumlah CO2 tersebut dari kedua paru setiap
menit. Jika keluaran semenit CO2 (VCO2) menukarkan CO2 ke ruang pertukaran gas di
20
kedua paru, sedangkan VA adalah volume udara yang dipertukarkan di alveolus selama
dengan hiperventilasi alveolar. Karena ventilasi alveolar tidak dapat diukur, perkiraan
ventilasi alveolar hanya dapat dibuat dengan menggunakan PaCO 2 rumus diatas.
Ventilasi Semenit
meningkat). Meskipun VA tidak dapat diukur secara langung, jumlah total udara yang
bergerak masuk dan keluar kedua paru setiap menit dapat diukur dengan mudah. Ini
berpartisipasi dalam pertukaran gas) dan ventilasi ruang rugi (dead spce ventilation, VD)
VE = VA + VD VA = VE - VD
VCO2 (L/men) = PaCO2 (mmHg) x VE (L/men) x (1-VD/VT)
863
normal yang sedang istirahat sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut berpartisipasi
dalam pertukaran udara. Pada kebanyakan penyakit paru proporsi VE yang tidak ikut
21
2. nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat.
3. nilai VE di bawah normal, dan rasio VD/VT meningkat.
Trakea dan saluran pernapasan menjadi penghantar pergerakan udara dari dan
ke dalam paru selama siklus pernapasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi pada pertukaran
udara dengan darah kapiler paru (difusi). Komponen ini merupakan ruang rugi
anatomis. Jalan napas buatan dan bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang dilalui
udara inspirasi dan ekspirasi juga merupakan ruang rugi anatomis. Pada pasien dengan
penyakit paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi total terdiri dari ruang rugi
fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi jumlah aliran
umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan hiperkapnia, secara teori
hampir semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching yang berat, hiperkapnia
peningkatan VE.7
Gambaran Klinis
turunnya PH cairan cerebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO 2. Karena
CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, PH turun secara
22
asidosis respiratorik kronik. Kadar PH yang rendah lebih berkorelasi dengan perubahan
status mental dan perubahan klinis lain daripada nilai PaCO2 mutlak.
mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau menurun, tergantung pada
penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas. Jadi, dispnea, takipnea, hiperpnea,
Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk menentukan
mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas hiperkapnea karena penyakit
paru versus penyakit nonparu. Pasien dengan penyakit paru seringkali menunjukkan
hipoksemia yang tidak sesuai dengan derajad hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai
pada paru berhubungan dengan peningkatan VD/VT dan karenanya sering menunjukkan
otot pernapasan sering ditemui takipneu. Efek dari hiperkapnea dan hipoksemia dapat
mengamati tanda dan gejala pasien. Gambaran klinis gagal napas sangat bervariasi pada
23
setiap pasien. Hipoksemia dan hiperkapnia yang ringan dapat pergi tanpa disadari
sepenuhnya. Kandungan oksigen dalam darah harus jatuh tajam untuk dapat terjadi
perubahan dalam bernafas dan irama jantung. Untuk itu, cara mendiagnosa gagal napas
adalah dengan mengukur gas darah pada arteri (arterial blood gases, ABG), PaO2 dan
PaCO2. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui
apakah ada anemia, yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Pemeriksaan lain dapat
mendasarinya).6
Gagal napas akut merupakan salah satu kegawat daruratan. Untuk itu,
penanganannya tidak bisa dilakukan pada area perawatan umum (general care area) di
rumah sakit. Perawatan dilakukan di Intensive Care Unit (ICU), dimana segala
penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut adalah: membuat oksigenasi arteri
bertujuan memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal, hingga diketahui dan diterapi
mengusahakan tetap terbukanya jalan napas yang efektif, bisa dengan penyedotan
sekret, stimulasi batuk, drainase postural. Atau dengan membuat jalan napas artifisial
dengan selang endotrakeal atau trakeostomi. Alat bantu napas mungkin diperlukan
24
untuk mencapai dan mempertahankan ventilasi alveolar yang normal sampai masalah
ventilasi sesuai yang diinginkan, namun pada pasien dengan hiperkapnea kronik harus
hati-hati dalam menurunkan hiperkapnia, karena koreksi PaCO2 hingga batas normal
pada kasus tersebut dapat menyebabkan alkalosis yang berat dan mengancam nyawa
didasari oleh penyakit paru, dan pemberian oksigen tambahan seringkali dibutuhkan.
Tetapi pada beberapa pasien dengan hiperkapnia, oksigen tambahan dapat berbahaya
Pasien dengan gagal napas hiperkapnik karena overdosis obat sedatif atau
botulisme, dan kebanyakan pasien dengan trauma dada akan membaik seiring dengan
membutuhkan terapi khusus ialah miastenia gravis, kelainan elektrolit, penyakit paru
Pada penyakit berat seperti ARDS, mungkin diperlukan ventilasi mekanik, positive end-
expiratory pressure (PEEP) dan terapi respirasi tipe lain. Walaupun umumnya tidak
diperhatikan, jika ada anemia berat harus dikoreksi serta curah jantung yang adekuat
harus dipertahankan. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas hipoksemik harus
diatasi.8
25
Pada beberapa pasien dengan penyakit paru yang tidak merata pada semua
bagian paru (tidak mengenai kedua paru), memiringkan pasien pada posisi dimana area
paru yang tidak terlibat atau yang kurang terlibat berada lebih bawah dapat
meningkatkan oksigenasi, hal ini karena adanya gaya gravitasi. Pasien dengan
hemoptisis berat atau sekretnya banyak tidak boleh diposisikan seperti ini karena dapat
terjadi aspirasi darah atau sekret ke area yang belum terlibat. Pada pasien ARDS
dengan edema paru nonkardiogenik difus, dianjurkan dalam posisi pronasi (tengkurap),
paru akan jarang mengalami kolaps pada bagian yang tergantung. Selain itu lebih sedikit
area paru yang mendapat penekanan oleh jantung atau isi abdomen.6,8
Dasar pengobatan gagal napas dibagi menjadi pengobatan nonspesifik dan yang
tindakan secara langsung ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas paru, sedangkan
Pengobatan nonspesifik
Pengobatan ini dapat dan harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala
yang timbul, agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk. Sambil
26
b. Ventilasi bantuan: memompa dengan sungkup muka berkantung (bag and
mask), IPPB
3. Ventilasi kendali
4. Fisioterapi dada
Terapi Oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan
PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal napas dari penyakit kronik yang
menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkapnia sehingga
menurunkan konsumsi oksigen dengan hipotermi sampai 34°C atau pemberian obat
pelumpuh otot. Ventilasi dilakukan secara bantuan atau terkendali. Cara pemberian
oksigen dapat dilakukan dengan kateter nasal, atau sungkup muka. Sungkup muka tipe
venture dapat mengatur kadar O2 inspirasi secara lebih tepat, bila ventilasi kembali
Tabel.2 Cara Pemberian O2, hubungan antara besarnya aliran udara dengan konsentrasi
O2 Inspirasi.6
27
Ventilator Bervariasi 21-100
Inkubator 3-8 30-40
hingga dengan ventilator. Hiperkapnia berat serta akut akan mengakibatkan gangguan
PH darah atau asidosis respiratorik, hal ini harus diatasi segera dan biasanya diperlukan
ventilasi kendali dengan ventilator. Akan tetapi pada gagal napas dari penyakit paru
kronis yang menjadi akut kembali (acute on chronic), keadaan hiperkapnia kronik
dengan PH darah tidak banyak berubah karena sudah terkompensasi oleh ginjal atau
Dalam hal ini, penurunan PaCO2 secara cepat dapat menyebabkan PH darah
gangguan pada jantung seperti aritmia jantung hingga henti jantung. Penurunan tekanan
kepala mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila masih belum
menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke depan (triple airway
maneuver), biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas.
apakah ada obstruksi oleh benda asing, edema laring atau spasme bronkus, dan lain-
28
lain. Mungkin juga diperlukan alat pembantu seperti pipa orofaring, pipa nasofaring
b. Ventilasi Bantu
Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan napas dapat
dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut ke hidung (mouth to nose).
Apabila kesadaran pasien masih cukup baik, dapat dilakukan bantuan ventilasi
Positive Pressure Breathing), yaitu pasien bernapas spontan melalui mouth piece
atau sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator. Setiap kali pasien
c. Ventilasi Kendali
obatan seperti sedative, narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak berontak
Fisioterapi Dada
Ditujukan untuk membersihkan jalan napas dari sekret dan sputum. Tindakan ini
selain untuk mengatasi gagal napas juga untuk tindakan pencegahan. Pasien diajarkan
bernapas dengan baik, bila perlu dengan bantuan tekanan pada perut dengan
menggunakan kedua telapak tangan pada saat inspirasi. Pasien melakukan batuk yang
baik dan efisien. Dilakukan juga tepukan-tepukan pada dada dan punggung, kemudian
29
perkusi, vibrasi dan drainase postural. Kadang-kadang diperlukan juga obat-obatan
Pengobatan Spesifik
8. Susunan Neuro-muskular
- Miastenia Gravis - Prostigmin, Piridostigmin
- Polyneuritis, - Rawat dan bantuan napas
demyelinisasi ventilasi terkendali
- Pelumpuh otot
9. Dinding Thoraks dan
Diafragma - Operasi
- Luka tusuk Thoraks - Operasi
- Ruptur diafragma
10. Paru
- Asma - Steroid, Bronkodilator
- Infeksi paru - Antibiotik
- Benda asing - Bronkhoskopi
- Pneumothoraks, - Drainase paru
hemathoraks
- Edema Paru - Diuretika, Ventilasi kendali
- ARDS
- Aspirasi
11. Kardiovaskuler
30
- Renjatan, Gagal jantung - Obat-obatan
- Emboli paru - Terapi cairan
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. (2010). Respiratory Failure. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2011 dari
http://www.faqs.org/health/topics
2. Anonim. (2002). Respiratory Failure Fact Book. Diakses pada tanggal 9 Agustus
2011 dari http://www.healthnewsflash.com
31
3. Amin, Zulkifli; Purwoto, Johanes. (2006). Gagal Napas Akut. Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, M., Setiati, S (Eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid 1. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UI.
4. Kaynar, Ata Murat; Sharma, Sat. (2010). Respiratory Failure. Diakses pada tanggal
10 Agustus 2011 dari http://emedicine.medscape.com/article/167981-overview
5. Fishman’s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders (Fishman AP, Elias JA,
Fishman JA et al). 3rd edition. 2002
6. Latief, A. Said. (2002), Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif, Jakarta: FK UI.
7. JF Palilingan, Gagal Nafas Dan Udem Paru, Available at : www.
Scribd.com/pdf/download/ Diakses 11 Agustus 2011
8. Rahardjo, Sri. (2002). Gagal Napas. Modul Anestesi HSC UGM. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
32