Anda di halaman 1dari 17

PEMILIHAN BAHAN PENGOLAH AIR LIMBAH KARET PADA

INDUSTRI KARET MENGGUNAKAN PENDEKATAN


ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Meylinda Mulyati1

ABSTRAK
Pengusaha pabrik pengolahan karet di Palembang, masih terkendala biaya investasi untuk mendirikan
instalasi pengolah air limbah atau IPAL yang ramah lingkungan. Banyak pabrik karet yang memiliki
IPAL, namun kondisinya banyak yang tidak layak sehingga limbah kurang terolah. PT Hok Tong
adalah pabrik crumb rubber produsen serta eksportir karet SIR (Standard International Rubber) yang
setiap hari menghasilkan air limbah karet yang berbeda-beda sesuai dengan kotor tidaknya bahan baku
karet. Saat ini PT Hok Tong masih menggunakan penggolahan air limbah dengan menggunakan
paduan bahan kimia dan lumpur aktif, serta masih menggunakan cuka para untuk penggumpalan
lateksnya. Proses pengolahan lateks dengan menggunakan cuka para menyebabkan air limbah
keluaran memiliki konsentrasi amoniak yang tinggi. Pengolahan lateks dan penanggulangan air
limbah dengan cara tersebut diatas masih kurang efektif dari hasil keluaran, sehingga diusulkan
penanggulangan air limbah yang lebih baik yaitu penanggulangan air limbah dengan proses
penggumpalan lateks menggunakan asap cair dan lumpur aktif sebagai bahan pengolah air limbah.
Untuk menentukan jenis bahan pengolah air limbah karet yang efektif digunakan pendekatan
Analytical Hierarchy Process (AHP). Kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan
penanggulangan air limbah di PT Hok Tong adalah hasil keluaran, biaya penanggulangan, biaya
investasi, waktu, dan kontinuitas. Nilai bobot prioritas yang paling besar adalah Hasil Keluaran yaitu
sebesar 39,6%, lalu biaya sebesar 30,1%, investasi 13,7%, waktu 9,5%, dan kontiniuitas 7,1%. Hasil
akhir pemilihan bahan pengolah air limbah karet dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process
(AHP) di PT Hok Tong adalah lumpur aktif dan asap cair sebagai penggumpal lateks dengan bobot
pemilihan sebesar 0,713 atau 71,3%, sedangkan bobot pemilihan untuk pemakaian gabungan bahan
kimia dan lumpur aktif, serta cuka para sebagai penggumpal lateks adalah sebesar 0,287 atau 28,7%.
Penggunaan asap cair dan lumpur aktif dapat menurunkan semua parameter standar penilaian air
limbah karet.
Kata Kunci : Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP), Bahan Pengolah Air Limbah Karet,
Lumpur Aktif, Bahan Kimia, Asap cair.

ABSTRACT
Businessman of rubber plant in Palembang, still constrained abaut investment costs to establish
environmentally friendly waste water treatment plant (IPAL). Many rubber factory has water waste
treatment plant, but its condition is not feasible so less water waste treated.
PT Hok Tong is one of the crumb rubber factories in Indonesia which is producing and exporting
Standard international rubber (SIR) and has some different crumb rubber waste based on the rubber
material every day. Nowadays, PT Hok Tong still using a combination of chemicals and activated
sludge to treated its waste water, and still use the vinegar to agglomeration latex. The process of using
vinegar to latex processing cause waste water output of the lead has a high ammonia concentration.
Latex processing and management of waste water by means of the above is less effective than the
output, so that the proposed handling waste water is better by waste water handling with latex
coagulation process is using liquid smoke and activated sludge as a waste water processing. To
determine the type of material of rubber wastewater treatment effectively used approach Analytical
Hierarchy Process (AHP). The criteria which are considered to process this are the output, the
preventive cost, the investment cost, time and continuity. The highest priority score is the output
39.6%, the second is cost 30,1%, the third is investment cost 13,7%, the forth is time 9,5%, and the
last is continuity 7,1%. The result of this research using the Analytical Hierarchy Process (AHP) at

1
Meylinda Mulyati adalah dosen tetap di Jurusan Teknik Industri Universitas katolik Musi Charitas Jl. Bangau
60 Palembang 30113, Telp./Fax. 0711_366326
Email: meylinda@sttmusi.ac.id, HP 088274349221

1
PT Hok Tong is using the activated sludge, the score is about 0,713 or 71,3%, the score for chemicals
is 0,287 or 28,7%. The use of liquid smoke and activated sludge can degrade all the parameters of
rubber waste water assessment standards.
Key words : Analytical Hierarchy Process Method (AHP), The Material To Process The Rubber
Waste, Activated Sludge, Chemicals, liquid smoke

1. Pendahuluan
Pabrik karet merupakan salah satu industri yang sangat berkembang pada
saat ini. Seiring dengan pertumbuhannya, maka pabrik karet tersebut akan
menghasilkan dampak yaitu dampak positif berupa produk-produk dan dampak
negatif berupa pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah. Untuk
mengatasi dampak negatif tersebut, pabrik karet harus mempunyai unit pengolahan
air limbah atau IPAL. Hasil akhir dari proses pengolahan air limbah tersebut, harus
memenubi syarat baku mutu lingkungan untuk pabrik karet menurut Kep Men LH
No.51/MENLH/10/1995 sehingga tidak mencemari lingkungan dan mengganggu
kesehatan manusia.

Pengusaha pabrik pengolahan karet di Palembang, masih terkendala biaya


investasi untuk mendirikan instalasi pengolah air limbah atau IPAL yang ramah
lingkungan. Saat ini, sebagian besar masih menggunakan pengolahan kimiawi
dengan tawas karena biaya yang lebih murah. Menurut Alex Kurniawan, Ketua
Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, dari puluhan
pabrik karet di sepanjang Sungai Musi, baru beberapa yang menerapkan sistem
pengolahan limbah secara biologis. Investasi untuk IPAL ini sangat mahal, apalagi
untuk teknik pengolahan biologis yang nilainya bisa ratusan juta rupiah. Karena
sejak dulu sudah dikenal teknologi pengolahan tawas, maka teknik inilah yang
banyak digunakan. Koordinator Divisi Polusi Industri Walhi Sumatera Selatan Dolly,
mengharapkan ketegasan pemerintah untuk menuntaskan masalah limbah industri
karet yang mencemari Sungai Musi. Dia berharap, pemerintah menegakkan UU
Nomor 23 tentang Lingkungan Hidup.

PT Hok Tong adalah pabrik crumb rubber produsen serta eksportir karet SIR
(Standard International Rubber). Penanggulangan limbah pada saat ini harus lebih
diperhatikan, melihat dampak yang timbul dari pencemaran limbah yang tidak diolah
kembali menjadi limbah yang tidak berbahaya untuk lingkungan. Saat ini PT Hok
Tong masih menggunakan penggolahan air limbah dengan menggunakan bahan
kimia yaitu campuran tawas dan abu soda. Penanggulangan air limbah dengan bahan

2
kimia ini memang masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah, namun
harus memerlukan pengawasan lebih dikarenakan air limbah yang dihasilkan
pastinya akan berbeda, dan tergantung dengan karet yang dibawa dari pengumpul.
Penanggulangan air limbah dengan cara tersebut terlalu konvensional dan kurang
efektif dari hasil keluaran, sehingga diusulkan penanggulangan air limbah yang lebih
baik. Penanggulangan limbah air dengan lumpur aktif menjadi salah satu usulan
karena hasil limbah yang dihasilkan standarnya lebih stabil, yaitu salah satunya bila
dioperasikan dengan tepat maka lumpur aktif dapat menurunkan jumlah BOD yang
tinggi mencapai 90% (sumber. Penanganan limbah industri pangan Thn. 1993).
Lumpur aktif juga tidak memerlukan pengawasan secara intensif seperti yang
dilakukan penggunaan bahan kimia (yaitu menggunakan tawas dan soda abu). Pada
pengolahan limbah menggunakan bahan kimia harus diawasi dengan intensif, karena
air limbah yang dikeluarkan setiap harinya akan berbeda-beda sesuai dengan kotor
tidaknya bahan baku karet. Pasti akan berdampak pada takaran penggunaan bahan
kimia.

Pada penelitian ini akan dilakukan proses pemilihan sistem pengolahan limbah
cair dengan menggunakan tawas dan soda abu atau menggunakan lumpur aktif
dengan menggunakan teknik pengampilan keputusan pendekatan Analytical
Hierarchy Process (AHP), sehingga PT Hok Tong mendapatkan kepastian tentang
bahan pengolah limbah mana yang lebih efektif dari segala aspek. Permasalahan
pada penelitian ini adalah bagaimana memilih bahan pengolah air limbah yang
efektif pada bagian pengolahan air limbah karet pada industri karet (PT Hok Tong
Pabrik II) dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP)?

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Air Limbah Industri

Air limbah industri mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa


bahan baku, sisa pelarut atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan
pembilasan peralatan, blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem
air pendingin, serta sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus
menerapkan prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam
proses produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe
pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk

3
meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas
kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan
untuk menurunkan kadar bahan peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut
memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan, dan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Batasan Air Limbah untuk Industri


Parameter Konsentrasi (mg/L)
COD 100 – 300
BOD 50 – 150
Minyak nabati 5 – 10
Minyak mineral 10 – 50
Zat padat tersuspensi (TSS) 200 – 400
pH 6.0 – 9.0
Temperatur 38 – 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3) 1.0 – 5.0
Nitrat (NO3-N) 20 – 30
Senyawa aktif biru metilen 5.0 – 10
Sulfida (H2S) 0.05 – 0.1
Fenol 0.5 – 1.0
Sianida (CN) 0.05 – 0.5
Sumber; Kepmen LH No. KEP-51/MENLH/10/1995

Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang


dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar
dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus
dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan
pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang benar, serta
pengoperasian yang cermat.

2.2 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)

IPAL adalah salah satu teknologi pengolahan limbah cair industri yang
bertujuan untuk menghilangkan/memisahkan cemaran dalam air limbah sebelum
dibuang ke lingkungan sampai memenuhi baku mutu lingkungan. IPAL yang baik
adalah IPAL yang memiliki kriteria :

- Sedikit memerlukan perawatan


- Aman dalam pengoperasiannya
- Less biaya energy
- Less product excess (produk sampingan) seperti lumpur atau sludge IPAL

4
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang ada pada umumnya merupakan
gabungan dari proses pengolahan air limbah secara fisik-mekanik, kimia dan biologi.
Pengolahan air limbah secara fisik- mekanik dan kimia pada dasarnya sama dengan
pengolahan air bersih. kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan
sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Limbah yang sering dipermasalahkan adalah limbah industri karena limbah industri
mengandung pencemaran yang dapat merusak lingkungan hidup. Limbah yang
sering dihasilkan dapat berbentuk cair, gas maupun padat. Limbah industri dapat
didaur ulang atau dimanfaatin kembali setelah melalui proses teknologi.

2.3 Proses Pengolahan Air Limbah

2.3.1 Proses Fisika

Proses fisika merupakan pengolahan untuk memisahkan bahan pencemar dalam


air limbah secara fisika.

2.3.2 Proses Kimia

Proses ini menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan bahan pencemar.

2.3.3 Proses Biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang
paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai
metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

2.4 Analythical Hierarchy Process (AHP)


Analythical Hierarchy Process (AHP) adalah sebuah metode pembuat
keputusan yang didasarkan pada pembagian ruang masalah menjadi sebuah hierarki,
divisualisasikan menggunakan tiga peta, yang mengumpulkan hierarki informasi
dalam jumlah besar menjadi ruang lingkup yang kecil. AHP merupakan suatu model
yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perseorangan atau kelompok untuk
membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat
asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan masalah yang
diinginkan darinya (Saaty, 1991).

5
Marimin (2004) menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan persoalan
dengan Analythical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip yang harus
dipahami yaitu:
a. Decomposition, setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan
dekomposisi, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.
b. Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang
kepentingan relatif elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkat diatasnya. Dalam penyusunan skala kepentingan ini digunakan patokan
dari nilai-nilai yang digunakan mulai dari kedua elemen sama-sama penting
sampai salah satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen lainnya. Secara
lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Skala Dasar Analythical Hierarchy Process (AHP)
Nilai Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya.
9 Satu elemen sangat mutlak pentingnya daripada elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan
aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan dibanding i.
c. Synthesis of Priority, dari setiap matriks perbandingan lalu dicari eigen vector-
nya untuk mendapatkan local priority.

d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna yaitu bahwa obyek-obyek


yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi dan
tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu
dapat dilihat pada gambar 1.

Level 1 : Tujuan Tujuan

Level 2 : Kriteria Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D Kriteria E

Level 3 : Alternatif Karyawan Karyawan Karyawan


A B C

Gambar 1 Contoh Struktur Hierarki


6
2.5 Perhitungan Bobot Elemen

Pada dasarnya perhitungan pada model Analythical Hierarchy Process


(AHP) dilakukan dengan menggunakan suatu matriks yang dapat dilihat pada tabel
3. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi, dimana
suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya
perhatikan elemen yang akan dibandingkan (Suryadi, K & Ramdhani, M. 2000).

Tabel 3 Matriks Perbandingan Berpasangan


C A1 A1 A1 ... An
A1 a11 a 12 a 13 ... a 1n
A2 a 21 a 22 a 23 ... a 2n
... ... ... ... ... ...
An a n1 a n2 a n3 ... a nn

Bila matriks A adalah matriks yang tak konsisten, variasi kecil atas aij akan
membuat eigen terbesar  maks > n. Nilai  maks dapat dicari dengan persamaan
berikut: AW=maksW
(maksI adalah matriks identitas dan 0 adalah matriks nol.

2.5.1 Perhitungan Indeks Konsistensi (CI)


Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang
akan berpengaruh kepada kesahan hasil. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan
dengan Indeks Konsistensi, dengan persamaan:
Wi maks  n
maks =  ai . dan CI 
Wj n 1

2.5.2 Perhitungan Rasio Konsistensi (CR)


Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau
CI
tidak, dapat menggunakan rumus: CR 
RI
Untuk model Analythical Hierarchy Process (AHP), matriks
perbandingan dapat diterima jika Nilai Rasio konsistensi CR ≤ 0.1. Jika CR ≥ 0.1
maka penilaian yang dilakukan adalah tidak konsisten, dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Tabel Nilai Indeks Random
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

2.6 Kelebihan Analythical Hierarchy Process (AHP)


Suryadi dan Ramdhani (2000) menyebutkan kelebihan Analythical
Hierarchy Process (AHP), dibandingkan dengan yang lainnya yaitu:

7
1. Struktur yang berhierarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai
pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai
kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas
pengambilan keputusan.

2.7 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk:


1. Mengetahui kriteria pemilihan bahan pengolah air limbah karet dan bahan
pengumpal lateks dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy
Process (AHP) di Industri Karet (PT Hok Tong Palembang)
2. Mengetahui bahan pengolahan air limbah dan bahan penggumpal lateks yang
lebih efektif.

2.8 Manfaat Penelitian


1. Untuk membantu industri karet (PT Hok Tong Palembang) dalam
menyelesaikan masalah dalam pemilihan bahan pengolah air limbah karet dan
pemilihan bahan penggumpal lateks.
2. Membantu mereduksi masalah lingkungan akibat limbah air karet pada industri
karet (PT Hok Tong Palembang)

2.9 Hipotesis Penelitian


Industri karet (PT Hok Tong ) akan memilih satu bahan pengolah yang efektif
sebagai bahan pengolah air limbah karet dan bahan penggumpal lateks yang pada
akhirnya akan diterapkan secara langsung pada penggolahan lateks dan pengolahan
air limbah pada industri karet (PT Hok Tong ) untuk sistem secara terus menerus.

3. Metodologi
Penelitian ini melibatkan 25 orang staff PT Hok Tong bagian limbah. Pertama
dilakukan wawancara kepada kepala divisi bagian lingkungan untuk menentukan
kriteria-kriteria yang diperlukan untuk penilaian pengolahan limbah, kemudian para
staff tersebut diminta megisi kuesioner tentang pemilihan dari masing-masing

8
kriteria. Mereka menilai kriteria mana yang lebih penting diantara kriteria yang telah
ditentukan berdasarkan skala dasar dalam AHP.
Data diolah secara manual dan menggunakan software Expert Choice untuk
mengetahui bobot kriteria mana yang lebih dominan. Rancangan penelitian dapat
dilihat pada gambar 2
Studi Lapangan, Studi Pustaka

Pengumpulan Data:
1. Kuesioner Kriteria pengolah air limbah
2. Kuesioner bahan pengolah air limbah
3. Uji Laboratorium hasil dengan pengolahan sistem lama

Pengolahan Data:
Hasil Kuesioner dengan perhitungan manual dan
menggunakan bantuan software expert choice

Penerapan pengolahan air limbah karet dengan bahan pengolah yang baru

Analisis Hasil Pengolahan Data dan lakukan perbandingan

Penyusunan Laporan

Gambar 2 Diagram Alir Metodologi Penelitian

4. Pengumpulan dan Pengolahan Data


4.1 Pengumpulan Data
Berdasarkan wawancara terhadap staff divisi pengolahan air limbah,
pengolahan air limbah dinilai dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Biaya penanggulangan
2. Waktu pengolahan
3. Hasil keluaran
4. Biaya investasi
5. Kontinuitas dalam jangka panjang
Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut:

9
Pemilihan
Pengolahan Limbah
Cair

Biaya
Waktu Pengolahan Hasil Keluaran Biaya Investasi Kontinuitas
Penangulangan

Bahan Kimia-
Lumpur Aktif, Asap
Lumpur aktif, Cuka
Cair
Para

Gambar 3 Struktur Hierarki Pemilihan Pengolahan Air Limbah

4.2 Pengolahan Data


Berikut Tabel 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 adalah matriks perbandingan
pasangan untuk kriteria.
Tabel 5 Matriks Perbandingan Pasangan Untuk Kriteria
Kriteria Hasil Biaya Investasi Waktu Kontinuitas
Hasil 1 2 3 4 4
Biaya 1/2 1 3 4 4
Investasi 1/3 1/3 1 2 2
Waktu 1/4 ¼ ½ 1 2
Kontinuitas 1/4 ¼ ½ 1/2 1
Jumlah 2,333 3,833 8,000 11,500 13,000
λ Maks = 5,144 CI = 0,036 CR = 0,032

Tabel 6 Matriks Perbandingan Pasangan Untuk Alternatif Hasil


Lumpur Aktif- BahanKimia-Asap
Hasil
Asap cair Cair, Cuka Para
Lumpur Aktif-Asap cair 1 4
BahanKimia-Asap Cair, Cuka Para ¼ 1
Jumlah 1,25 5
λ Maks = 2,25 CI = 0,25 CR = 0,00

Tabel 7 Matriks Perbandingan Pasangan Untuk Alternatif Biaya


Lumpur Aktif- BahanKimia-Asap
Biaya
Asap cair Cair, Cuka Para
Lumpur Aktif-Asap Cair 1 3
BahanKimia-Asap Cair,
1/3 1
Cuka Para
Jumlah 1,333 4
λ Maks = 2 CI = 0,00 CR = 0,00

10
Tabel 8 Matriks Perbandingan Pasangan Untuk Alternatif Investasi
Lumpur Aktif-Asap BahanKimia-Asap
Investasi
cair Cair, Cuka Para
Lumpur Aktif-Asap Cair 1 2
BahanKimia-Asap Cair,
½ 1
Cuka Para
Jumlah 1,5 3
λ Maks = 2 CI = 0,00 CR = 0,00
Tabel 9 Matriks Perbandingan Pasangan Untuk Alternatif Waktu
Lumpur Aktif- BahanKimia-Asap
Waktu
Asap cair Cair, Cuka Para
Lumpur Aktif-Asap Cair 1 ½
BahanKimia-Asap Cair,
2 1
Cuka Para
Jumlah 3 1,5
λ Maks = 2 CI = 0,00 CR = 0,00

Tabel 10 Matriks Perbandingan Pasangan Untuk Alternatif Kontinuitas


Lumpur Aktif- BahanKimia-Asap
Kontinuitas
Asap cair Cair, Cuka Para
Lumpur Aktif-Asap Cair 1 2
BahanKimia-Asap Cair,
½ 1
Cuka Para
Jumlah 1,5 3
λ Maks = 2 CI = 0,00 CR = 0,00

Tabel 11 Rangkuman Nilai Matriks Normalisasi


Kriteria Hasil Biaya Investasi Waktu Kontinuitas
Bobot Prioritas 0,396 0,301 0,137 0,095 0,071
Lumpur Aktif-Asap Cair 0,8 0,75 0,667 0,333 0,667
BahanKimia-Asap Cair,
0,2 0,25 0,333 0,667 0,333
Cuka Para

Tabel 12 Prioritas Dalam Pemilihan Pengolahan Air Limbah


Kriteria Hasil Biaya Investasi Waktu Kontinuitas
Skor
Bobot Prioritas 0,396 0,301 0,137 0,095 0,071
Lumpur Aktif-
0,317 0,226 0,091 0,032 0,047 0,713
Asap Cair
BahanKimia-
Asap Cair, Cuka 0,079 0,075 0,046 0,063 0,024 0,287
Para

11
5. Analisis
Dari lima kriteria yang ada dilakukan perhitungan pembobotan dari kriteria-
kriteria tersebut. Dengan melalui metode Analytical Hierarchy Process (AHP) maka
didapat bobot kriteria yang pertama adalah hasil keluaran limbah yaitu 0,396 atau
39,6 %. Nilai bobot pada kriteria hasil ini sudah memenuhi dengan yang diinginkan,
hal ini dikarenakan bobot yang dicapai hampir 40% dari seluruh kriteria.
Jumlah yang didapatkan dari pengolahan secara lumpur aktif-asap cair adalah
35,576 mg/l untuk COD (Chemical Oxygen Demand), 14,177 mg/l untuk BOD
(Biological Oxygen Demand), 5 mg/l untuk TSS (Total Suspense Solid), 0,117 mg/l
untuk Amoniak Total, 1,073 mg/l untuk Nitrogen Total, dan yang terakhir 6,55 untuk
pH (derajat keasaman). Sedangkan jumlah yang didapatkan dari pengolahan secara
kimia-cuka para adalah 53,72 mg/l untuk COD (Chemical Oxygen Demand), 17,6
mg/l untuk BOD (Biological Oxygen Demand), 23 mg/l untuk TSS (Total Suspense
Solid), 0,050 mg/l untuk Amoniak Total, 1 mg/l untuk Nitrogen Total, dan yang
terakhir 6,41 untuk pH (derajat keasaman). Hasil keluaran ini juga berkaitan dengan
penggunaan asap cair deodrub sebagai bahan penggumpal lateks. penyemprotan asap
cair di atas bokar dapat menghilangkan/menetralkan bau busuknya dan asap cair
dapat membekukan lateks (getah karet) dengan sempurna dengan nilai plastisitas
tinggi, dan sifat flsik vulkanisat setara atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan
karet yang dihasilkan dengan pembeku asam format (semut) dan cuka para. Asap cair
dapat mengatasi bau busuk dari karet yang selama ini belum pernah dapat
diatasi, karena mengandung 67 jenis senyawa yang dapat berfungsi mencegah dan
mematikan pertumbuhan bakteri (yang berperan dalam timbulnya bau busuk) dan
senyawa – senyawa yang mudah menguap serta berbau spesifik asap. Hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh Carolina, dkk-UPT BPTTG Lipi-2011
menyatakan bahwa limbah cair karet yang diolah dengan mikroba aerob akan
menghasilkan COD keluaran limbah yang telah netral. Bakteri yang terdapat dalam
lumpur aktif adalah salah satu bakteri yang bersifat aerob yang dapat diperoleh dari
hasil pengolahan limbah cair itu sendiri.
Hasil yang didapatkan dari kedua macam pengolahan air limbah diatas dapat
disimpulkan bahwa lumpur aktif lebih baik dari segi parameter COD, BOD, TSS,
serta pH atau derajat keasamannya dan penggunaan asap cair deorub pada proses
produksi akan menghasilkan limbah yang lebih baik dari segi parameter Amoniak
Total dan Nitrogen Total. Seperti dikatakan dalam latar belakang, bahwa lumpur

12
aktif dapat menurunkan jumlah BOD sampai 90% yaitu dari 124,913 mg/l sampai
dengan 14,177 mg/l (hasil dapat dilihat pada uji laboratorium yang terdapat pada
lampiran).
Kriteria kedua adalah biaya penanggulangan dengan nilai bobot 0,301 atau
30,1%. Biaya penanggulangan untuk pengolahan air limbah per bulannya cukup
diperhatikan karena biaya yang besar jelas akan mempengaruhi pengeluaran setiap
bulan dan menambah cost secara keseluruhan. Perhitungan biaya penanggulangan
menggunakan lumpur aktif adalah Rp 9.882.000,00 per bulannya, sedangkan
menggunakan lumpur aktif dan bahan kimia biaya yang dikeluarkan adalah Rp
2.939.700,00 per hari. Total biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan lumpur
aktif saja jelas sangat jauh lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan
penggunaan pengolahan air limbah kombinasi lumpur aktif dan bahan kimia. Jika
proses produksi yang menggunakan asap cair membutuhkan biaya Rp 2.500.000,00
perbulannya dan yang menggunakan cuka para membutuhkan biaya Rp 4.000.000,00
perbulannya. Total biaya yang menggunakan asap cair dan lumpur aktif lebih
menguntungkan dibandingkan menggunakan cuka para, bahan kimia dan asap cair.
Lalu kriteria yang ketiga adalah biaya investasi dengan nilai bobot 0,137 atau
13,7%. Kriteria biaya investasi terdapat pada tingkat ke 3 yang terpenting. Hal ini
cukup diperhitungkan karena menyebabkan penanaman modal yang semakin besar
pula. Dalam investasi pembuatan ipal pengolahan kimia lebih kecil dibandingkan
dengan pembuatan secara lumpur aktif. Investasi yang dibutuhkan untuk pengolahan
air limbah menggunakan lumpur aktif berkisar 6-7 milyar, sedangkan penggunaan
kimia PT Hok Tong telah dibangun sejak lama dan pembuatan ipal secara kimia juga
telah dibuat dari pertama pabrik didirikan untuk mendapatkan izin sehingga tidak
didapatkan secara pasti, akan tetapi secara perhitungan sekarang pembuatan ipal
kimia mencapai 3-4 Milyar. Akan tetapi para responden memilih investasi pada
lumpur aktif lebih kecil dari pada kimia dikarenakan biaya penanggulangan secara
lumpur aktif jauh lebih murah, sehingga dapat mengembalikan modal yang
dikeluarkan dalam kurun waktu 4-5 tahun saja.
Keempat adalah waktu pengolahan dengan bobot 0,095 atau 9,5%. Pengolahan
menggunakan asap cair-lumpur aktif lebih lama dibandingkan dengan pengolahan
menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. Karena proses kimia hanya
pencampuran, sedangkan pengolahan lumpur aktif membutuhkan beberapa proses
seperti pengendapan dan lainnya. Dan yang terakhir adalah kontinuitas dengan nilai

13
bobot terkecil yaitu 0,071 atau 7,1%. Pada pengolahan dengan lumpur aktif dapat
dilakukan terus menerus tanpa menambahkan zat-zat lainya, sedangkan yang masih
memakai bahan kimia harus ditambahkan setiap harinya untuk mengolah air limbah.
Kedua kriteria ini sama-sama tidak mencapai angka 10%, dikarenakan hal kriteria
tersebut kurang dipertimbangkan atau kurang penting bila dibandingkan dengan
kriteria lainnya.
Setelah diketahui nilai bobot prioritasnya, maka harus diuji konsistensinya
terlebih dahulu untuk memastikan apakah perhitungan yang telah dilakukan
konsisten atau tidak. Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan
dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini
terjadi kerena ketidakkonsistenan dalam prefensi seseorang dan pengisian kuesioner
yang telah diberikan. Cara menghitungnya adalah dengan mencari CI (consistency
index) yang didahului dengan perhitungan eigenvalue maximum. Nilai eigenvalue
maximum adalah rata-rata dari jumlah setiap kriteria dibagi dengan nilai masing-
masing bobot yang ada, dan Nilai eigenvalue maximum tersebutlah yang digunakan
untuk mencari nilai CI. Nilai eigenvalue maximum dan nilai CI secara berturut-turut
adalah 5,144 dan 0,036.
Kemudian adalah pencarian nilai RI (random index). yang merupakan indeks
konsistensi dari matriks perbandingan pasangan yang dibuat secara acak. Tingkat
konsisten yang dapat diterima ditentukan dengan membandingkan CI terhadap
indeks acak (random index) RI. Karena matriks yang digunakan ada 5 buah, maka
nilai RI adalah 1,12. Nilai tersebut didapatkan dari Tabel nilai-nilai RI yang terdapat
pada landasan teori (Tabel 3). Secara umum, tingkat konsistensi dikatakan
memuaskan atau sesuai jika CR < 0,10. Jika CR > 0,10, maka kemungkinan terdapat
inkonsistensi yang serius dan mungkin hasil Analytical Hierarchy Process (AHP)
tidak benar dan diasumsikan salah (tidak berarti). Akan tetapi dalam perhitungan
pengolahan data diatas bahwa nilai CR adalah 0,032 dan dapat disimpulkan bahwa
0,032 < 0,10 yang berarti perhitungan yang telah dilakukan konsisten.
Perhitungan bobot dari setiap kriteria telah dilakukan, selanjutnya adalah
perhitungan dari pilihan pengolahan air limbah mana yang terbaik dari masing-
masing kriteria. Kriteria pertama adalah hasil, pada kriteria hasil didapatkan bobot
prioritas 0,800 atau 80% untuk pengolahan menggunakan asap cair-lumpur aktif dan
0,200 atau 20% untuk pengolahan menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur
aktif. Lumpur aktif-asap cair dipilih dengan bobot yang sangat besar dibandingkan

14
pada penggunaan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif, dikarenakan hasil yang
dikeluarkan oleh pengolahan menggunakan asap cair-lumpur aktif memang jauh
lebih baik dibandingkan dengan pengolahan menggunakan cuka para-bahan kimia
dan lumpur aktif. Nilai CI yang didapatkan adalah 0,25. Dan nilai CR adalah 0,00
dikarenakan nilai RI=0,00 untuk pilihan sebanyak dua pilihan dan perhitungan dapat
dikatakan konsisten.
Kedua adalah kriteria biaya penanggulangan per bulan, pada kriteria biaya
penangulangan didapatkan bobot prioritas 0,750 atau 75% untuk pengolahan
menggunakan asap cair-lumpur aktif dan 0,250 atau 25% untuk pengolahan
menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. Lumpur aktif-asap cair
dipilih dengan bobot yang sangat besar pada cuka para-bahan kimia dan lumpur
aktif, dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk menghidupkan blower dalam
penggunaan lumpur aktif dan biaya untuk membeli asap cair lebih efisien
dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan cuka para,soda abu dan
tawas dalam penggunaan bahan kimia dan juga pemakaian blower untuk lumpur
aktif. Nilai CI yang didapatkan adalah 0,00. Dan nilai CR adalah 0,00 dikarenakan
nilai RI=0,00 untuk pilihan sebanyak dua pilihan dan perhitungan dapat dikatakan
konsisten.
Ketiga adalah kriteria biaya investasi pembuatan pengolahan air limbah, pada
kriteria biaya investasi didapatkan bobot prioritas 0,667 atau 66,7% untuk
pengolahan menggunakan asap cair-lumpur aktif dan 0,333 atau 33,3% untuk
pengolahan menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. Lumpur aktif-
asap cair dipilih dengan bobot yang tidak terlalu besar dari pada cuka para-bahan
kimia dan lumpur aktif, dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk investasi tidak
terlalu diperhitungkan, akan tetapi tetap saja asap cair-lumpur aktif memiliki biaya
investasi yang lebih kecil. Nilai CI yang didapatkan adalah 0,00. Dan nilai CR adalah
0,00 dikarenakan nilai RI=0,00 untuk pilihan sebanyak dua pilihan dan perhitungan
dapat dikatakan konsisten.
Keempat adalah kriteria waktu yang diperlukan untuk pengolahan air limbah,
pada kriteria waktu didapatkan bobot prioritas 0,333 atau 33,3% untuk pengolahan
menggunakan asap cair-lumpur aktif dan 0,667 atau 66,7% untuk pengolahan
menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. Lumpur aktif-asap cair
dipilih dengan bobot yang lebih kecil dari cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif,
dikarenakan waktu yang diperlukan untuk penanggulangan air limbah lebih lama

15
menggunakan asap cair-lumpur aktif dibandingkan dengan cuka para-bahan kimia
dan lumpur aktif. Nilai CI yang dilasilkan adalah -0,498 (minus), Nilai CI yang
didapatkan adalah 0,00. Dan nilai CR adalah 0,00 dikarenakan nilai RI=0,00 untuk
pilihan sebanyak dua pilihan dan perhitungan dapat dikatakan konsisten.
Kelima atau terakhir adalah kriteria kontinuitas dari pengolahan limbah yang
diperlukan untuk pengolahan air limbah, pada kriteria kontinuitas didapatkan bobot
prioritas 0,667 atau 66,7% untuk pengolahan menggunakan asap cair-lumpur aktif
dan 0,333 atau 33,3% untuk pengolahan menggunakan cuka para-bahan kimia dan
lumpur aktif. Lumpur aktif-asap cair dipilih dengan bobot yang lebih besar dari cuka
para-bahan kimia dan lumpur aktif, dikarenakan kontinuitas pada lumpur aktif-asap
cair jauh lebih baik dibandingkan dengan penanggulangan air limbah menggunakan
cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. Nilai CI yang didapatkan adalah 0,00. Dan
nilai CR adalah 0,00 dikarenakan nilai RI=0,00 untuk pilihan sebanyak dua pilihan
dan perhitungan dapat dikatakan konsisten.
Perhitungan berikutnya dengan metode yang sama pula yaitu melalui metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) dicari penanggulangan air limbah mana yang
memiliki nilai/skor bobot tertinggi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapakan
dam diberikan bobot prioritas sebelumnya. Dengan kata lain, perhitungan bobot
priorotass masing-masing kriteria digabungkan dengan bobot prioritas pilihan
penanggulangan per kriteria, lalu didapatkan nilai/skor tersebut adalah 0,713 atau
71,3% untuk asap cair-lumpur aktif dan 0,287 atau 28,7% untuk pengolahan air
limbah menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. Pengolahan air
limbah menggunakan lumpur aktif-asap cair jelas terlihat lebih baik dibandingkan
dengan pengolahan menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif
dikarenakan semua parameter limbah hampir netral semua. Hal ini dapat dilihat
secara jelas saat perhitungan pertama bahwa lumpur aktif-asap cair memenangkan
empat kriteria yang lebih baik dari kimia (4:1).

6. Kesimpulan
1. Kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan penanggulangan air
limbah di PT Hok Tong adalah hasil keluaran, biaya penanggulangan, biaya
infestasi, waktu, dan kontinuitas. Nilai bobot prioritas yang paling besar adalah
hasil keluaran yaitu sebesar 39,6%, dan

16
2. Pemilihan penanggulangan limbah yang lebih baik adalah menggunakan lumpur
aktif dan asap cair deodub yaitu 0,713 atau 71,3% dibandingkan dengan
menggunakan cuka para-bahan kimia dan lumpur aktif. yaitu 0,287 atau 28,7%.

7. Saran
1. PT Hok Tong dapat terus mengolah air limbah karet menggunakan lumpur
aktif dan asap cair deodrub sebagai penggumpal karena menurut pemilihan
majemuk menggunakan AHP, pengolahan dengan metode lumpur aktif dan
asap cair deodrub lebih baik, dan
2. Mengembangkan sistem pengolahan karet dan air limbah yang lebih baik lagi
agar kualitas keluaran air limbah yang ada akan semakin baik.

8. Daftar Pustaka
Erlinda. 2010. Skripsi: Implementasi Rancangan Format Penilaian Kinerja Dengan
Metode AHP Menggunakan Expert Choice (Bagian Mekanik PT Altrak 1978
Palembang). Palembang. STT Musi.

Jenie, dan Laksmi, B, S. 2003. Penanganan Limbah Industi Pangan. Yogyakarta.


Kanisius.

Kurniawan, F. 2010. Skripsi : Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Pemilihan


Pemasok Dengan Metode AHP Menggunakan Super Decision di Cv Indo
Teknik Perkasa. Palembang. STT Musi.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Jakarta. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.

Octaria, O. 2012. Skripsi : Pemilihan Bahan Pengolahan Air Limbah Karet


Menggunakan Analytical Hierarachy Process(AHP) di PT Hok Tong
Palembang, Palembang. STT Musi.

Saaty, T, L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Terjemahan Liana


Setiono. Jakarta. PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Suryadi, K, dan Ramdhani, M, A. 2000. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung.


PT. Remaja Rosdakarya.

Vanany, I. 2008. Skripsi : Pemilihan Jenis Bahan Kimia Yang Optimal Pada Industri
Kertas Dengan Multikriteria Menggunakan Pendekatan Analytical Hierarchy
Process (AHP). Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November.

17

Anda mungkin juga menyukai