Anda di halaman 1dari 17

GURINDAM ETIKA PENGELOLA KEUANGAN NEGARA

Bobby Briando
Iwan Triyuwono
Gugus Irianto

Universitas Brawijaya, Jl MT. Haryono 165, Malang


Surel : bobby_briando@yahoo.com

http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2017.04.7036

Abstrak: Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara. Penelitian ini


bertujuan membangun infrastruktur etika pengelola keuangan negara
dengan menggunakan budaya khas masyarakat Melayu, yaitu gurindam
dua belas. Penelitian ini menggunakan paradigma spiritualis dan desain
penelitian spiritualis dalam membangun infrastruktur etika. Melalui
metode zikir, doa, tafakur, dan ikhtiar, peneliti mendapatkan metafora
marwah sebagai alat untuk menganalisis data. Metafora marwah terma­
nifestasi dalam Program MARWAHKU. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa infrastruktur etika memiliki orientasi pada puncak tertinggi spiri-
tual manusia, yaitu kesadaran ketuhanan. Infrastruktur etika dibangun
dalam tiga bagian utama, yaitu pedoman, pengelolaan, dan pengendalian
Jurnal Akuntansi Multiparadigma yang diadopsi dari infrastruktur etika versi OECD.
JAMAL
Volume 8
Nomor 1
Abstract: The Couplets of State Financial Manager Ethic . The ob-
Halaman 1-227 jective of research was to develop ethical infrastructure national financial
Malang, April 2017 managers using marwah metaphor and gurindam dua belas. This research
ISSN 2086-7603
e-ISSN 2089-5879
using spirituality paradigm and spiritual research design. By doing praise
(zikir), pray (doa), muse (tafakur), and action (ikhtiar), researcher got mar-
Tanggal Masuk wah metaphor as a tool for analyze this research. Marwah metaphor mani-
14 Januari 2017 fested as MARWAHKU program. This results of this study indicate that the
Tanggal Revisi ethic infrastructure have orientation on the highest peak of human spiri-
16 April 2017 tual, God consciousness. Ethics infrastructure built in three main parts,
Tanggal Disetujui namely guidance, management and control of the infrastructure ethics ad-
30 April 2017 opted version of the OECD.

Kata Kunci: infrastruktur etika, spiritual, kesadaran ketuhanan

Etika (sebagai pemikiran dan pertim- infrastruktur etika. Konsep infrastruktur


bangan moral) memberikan dasar bagi sese­ etika bertujuan membantu organisasi sektor
orang ataupun komunitas dalam melakukan publik melakukan evaluasi terhadap kelem-
tindakan (Ludigdo, 2012). Teori etika dapat bagaan, sistem, dan mekanisme yang telah
disebut sebagai gambaran rasional mengenai ditetapkan (OECD, 2001, 2005). Adapun
hakikat dan dasar perbuatan atau keputus­ tujuan lain dibangunnya konsep tersebut
an yang benar, khususnya pada aspek moral menurut Wiranta (2015b) adalah untuk pe­
(Ludigdo, 2009,2012). Implikasinya, ber­ nguatan etika melalui dua arah pendekatan,
bagai aliran pemikiran etika telah berkem- yaitu membuat aturan untuk mencegah ter-
bang sedemikian luasnya. Bahkan, sejarah jadinya perilaku “tidak etis” dan memberi-
telah mencatat bahwa pemikiran etika telah kan insentif untuk memotivasi perilaku yang
berkembang mulai dari aliran etika klasik etis.
aliran Islam yang mengacu pada Al Qur’an Pada pembangunan infrastruktur etika
dan Sunah (Ludigdo, 2005). OECD (2001) menyatakan bahwa konsep ini
Hal tersebut menyebabkan Organiza- berfungsi dengan baik jika didukung oleh
tion for Economic Cooperation and Develop- lingkungan kerja yang kondusif. Setiap ba-
ment (OECD) begitu menekankan adanya gian dari infrastruktur etika tersebut saling

1
2 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

terpisah, tetapi merupakan kerangka pe- kepemimpinan, serta etika. Hal tersebut
nyangga utama yang saling melengkapi dan dapat dijadikan dasar untuk “mendedah”
mendukung. Adapun bagian-bagian tersebut relung-relung hierarki kehidupan manusia
dapat dikategorikan sesuai dengan fungsi secara esensial.
utama, yaitu petunjuk (guidance), manaje-
men (management), dan kontrol (control). Hal METODE
ini dinyatakan oleh OECD (2001) pada kuti- Penelitian ini menggunakan cara pan-
pan berikut ini. dang spiritualis untuk merancang infra-
The elements of infrastructure can stuktur etika. Cara pandang ini sebetulnya
be categorized according to the menekankan keutuhan pada sebuah kon-
main function they serve – guid- sep, yaitu keutuhan aspek kemanusiaan,
ance, management and control – budaya, spiritualitas, dan ketuhanan (Triyu-
noting that different elements may wono 2015b). Sifat-sifat manusia, budaya lo-
serve more than one function. kal, dan keimanan pada Tuhan menjadi satu
Guidance is provided by strong kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
commitment from political lead- Pada sisi lainnya, penggunaan para-
ership; statements of values such digma spiritualis dilakukan supaya konsep
as codes of conduct; and profes- infrastruktur etika yang dihasilkan bersifat
sional socialization activities such lebih utuh (Triyuwono 2015b). Paradigma
as education and training. Man- spiritualis memang lebih ditekankan pada
agement can be realized through keutuhan karena setiap realitas berada
co-ordination by a special body dalam satu kesatuan. Bahkan, realitas itu
or an existing central manage- berada dalam satu kesatuan dengan Tu-
ment agency, and through public han. Oleh karena itu, paradigma spiritualis
service conditions, management memberikan pembelajaran bagi kita semua
policies and practices. Control is bahwa berspiritual dapat dimulai dengan
assured primarily through a legal melakukan penelitian.
framework enabling independent Secara khusus, penelitian ini mengam-
investigation and prosecution; ef- bil kejeniusan lokal budaya Melayu yaitu
fective accountability and control gurindam dua belas. Pada budaya Melayu
mechanisms; transparency, pub- Islam menjadi “tulang punggung” dalam
lic involvement and scrutiny. mengembangkan nilai-nilai kehidupan (way
of life). Kesatuan antara budaya dan nilai Is-
Konsep etika yang ada sekarang ini lam akan membentuk pribadi orang Melayu
lebih banyak dikembangkan di sektor privat, yang memiliki perangai terpuji, lembut ber-
tetapi belum banyak penelitian etika pada tutur, serta bertindak bijak.
sektor publik, khususnya pengelola keuang­ Adapun budaya Melayu yang diguna­
an negara. Wiranta (2015b) setidaknya mem- kan dalam penelitian ini mengerucut pada
perkenalkan konsep infrastrukur etika pada gurindam dua belas. Gurindam ini adalah
transformasi birokrasi walaupun tidak mem- sebuah karya yang mengandung dimensi
berikan gambaran secara konkret mengenai Ilahi (transenden) berlandaskan pada aspek
konsep ini. Pada sisi lainnya, pengembangan moral dan agama, yang memiliki dimensi
infrastruktur etika menjadi perhatian khu- kemanusiaan sekaligus ketuhanan, serta
sus oleh berbagai pihak, seperti Kelly-dewitt, merupakan rekaman jejak antara kekua-
Roland, & Simmons (1998), Yuhertiana tan eksistensial manusia dan dunia di luar
(2016), Sirajudin (2013), dan Lewis & Gil- dirinya. Gurindam dua belas lebih memberi-
man (2005). Mereka memberikan perhatian kan penekanan pada aspek-aspek terdalam
dari penauhidan.
pada pengembangan konsep dan infrastruk-
Peneliti perlu menekankan bahwa pe-
tur etika supaya dapat diaplikasikan dengan
milihan pasal-pasal dalam gurindam dua
baik.
belas juga tidak terlepas dari proses zikir,
Penelitian ini berusaha merancang
doa, tafakur, dan ikhtiar. Pasal-pasal dalam
bentuk infrastruktur etika aparatur dengan gurindam yang peneliti jadikan dasar meru-
menggunakan gurindam dua belas karya pakan logika spiritual yang muncul secara
Raja Ali Haji. Gurindam tersebut memiliki spontan selama proses penelitian. Dengan
12 pasal yang mencakup banyak ranah, kata lain, alat analisis yang digunakan ter-
se­
perti masalah ketuhanan (spiritualitas),
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 3

masuk pada golongan logika teoritis dan Berbagai uraian mengenai prosedur
spiritual. penelitian memberikan jalan bagi peneliti
Selain gurindam dua belas, peneliti untuk memperoleh inspirasi berupa meta-
melakukan wawancara dengan informan ber- fora marwah. Artinya, alat yang digunakan
nama Bang Nizar. Beliau merupakan seorang untuk menganalisis data adalah metafora
budayawan Melayu. Seluruh pernyataan marwah. Metafora tersebut kemudian di-
dari Bang Nizar diinteraksikan sedemikian manifestasikan dalam program MARWAHKU
rupa dengan kesadaran dan kepasrahan dan disertai dengan melakukan cross refer-
mendalam sehingga memperoleh inspirasi ence terhadap pasal-pasal yang terkandung
peneliti (Aman 2014; Newberg & Waldman dalam gurindam dua belas.
2009; Triyuwono 2015b).
Hal yang patut dicermati adalah po- HASIL DAN PEMBAHASAN
sisi peneliti sebagai alat utama (Triyuwono, Pada sepertiga malam yang hening
2015b). Sebagai alat utama, peneliti harus peneliti bersimpuh menghadap Ilahi. Air
senantiasa berzikir, berdoa, bertafakur, ser- mata tanpa terasa membasahi pipi peneliti.
ta berikhtiar sehingga dalam dirinya muncul Peneliti kemudian mengucapkan suatu doa
sebuah alat untuk menganalisis data (Aman untuk memberikan kesadaran atas segala
2014; Triyuwono 2015b). khilaf. Doa tersebut adalah sebagai berikut.
Alat yang muncul dalam penelitian ini
“Ya Allah ya Tuhanku, sungguh
dapat berupa hadirnya sebuah logika spiri-
hamba adalah orang merugi, be-
tual atau logika teoritis. Logika spiritual
tapa banyak nikmat dan karu-
adalah logika yang muncul secara spiritual
nia-Mu yang telah hamba kufuri,
yang ada begitu saja secara spontan. Logi-
sungguh hamba adalah seorang
ka ini kemudian digunakan oleh seorang
yang zalim terhadap diri sendiri,
peneliti untuk menganalisis data yang dimi­
yang lupa untuk senantiasa ber-
likinya. Hal ini tentu berbeda dengan logika
syukur atas segala rahmat dan
teoritis yang diperoleh secara spiritual juga.
karunia yang telah Engkau beri
Namun, inspirasi yang diperoleh mengarah-
selama ini. Untuk itu, ampunilah
kan seorang peneliti untuk menggunakan
segala dosa hamba, terimalah
segala pemikiran rasional yang telah ada
segala amal perbuatan hamba,
(Triyuwono 2015b).
dan jadikanlah hamba menjadi
Peneliti melakukan prosedur spiritual
orang-orang yang beruntung,
untuk menentukan alat analisis yang te-
orang-orang yang selalu berada
pat dalam penelitian ini. Prosedur pertama
di jalanmu. Sadarkan hamba atas
adalah berzikir. Prosedur ini dilakukan
diri, diri yang lupa akan marwah
setiap saat, baik dalam keadaan sedang
pribadi dan berikanlah hamba ke-
melakukan penelitian atau tidak. Oleh kare-
sempatan untuk dapat bertemu
na itu, zikir dilakukan di mana pun dan ka-
kelak dengan-Mu di akhirat nanti,
pan pun.
amin allahuma amin”.
Prosedur kedua adalah berdoa kepada
Tuhan. Kegiatan ini merupakan permoho- Marwah merupakan kata yang terbe-
nan ampun atas kekhilafan dan ketetapan sit secara spontan di kala peneliti berdoa
iman yang kuat dalam sanubari. Selain itu, kepada Ilahi. Doa tersebut dipanjatkan
kegiatan ini juga dilakukan dalam rangka setelah peneliti melakukan prosedur spiri-
memohon perkenan dari-Nya dalam mem- tual berzikir pada Ilahi robbi. Spontanitas
beri ide tentang metode dan alat apa yang tersebut merupakan suatu logika spiritual
cocok untuk menganalisis data. yang peneliti dapatkan begitu saja setelah
Prosedur ketiga adalah selalu me- melakukan aktivitas zikir dan doa.
mikirkan (tafakur). Kegiatan ini bertujuan Kemudian, peneliti mencoba untuk me-
melakukan telaah atas aspek yang dianali- mikirkan (tafakur) mengenai apa yang akan
sis, dibahas, dan diargumentasikan. dianalisis, dibahas, dan diargumentasikan.
Prosedur terakhir adalah ikhtiar. Ikhtiar Semuanya diinteraksikan sedemikian rupa
merupakan suatu usaha atau aktivitas yang dengan kesadaran dan kepasrahan men-
menunjang selama melakukan penelitian. dalam kepada Tuhan sehingga akhirnya
Kegiatan bisa dilakukan dengan memper- memperoleh inspirasi (Aman, 2014; Triyu-
banyak iqro’ (studi literatur) dan observasi wono, 2015b).
ataupun wawancara terhadap informan.
4 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

Program MARWAHKU inilah inspirasi Pada sisi lainnya penggunaan istilah


yang diperoleh setelah melalui prosedur asing dalam konsep ini bertujuan supaya
spiritual. Program ini merupakan mani- dapat diterima secara universal. Ketika se-
festasi dari metafora marwah yang akan tiap pihak dapat menerima, konsep ini dapat
digunakan untuk menghasilkan temuan diaplikasikan secara luas, seperti Islam yang
dalam penelitian ini. Melalui logika ini, data berlaku bagi semesta alam (rahmatan lil ‘ala-
dianalisis sedemikian rupa sehingga pada min). Selain itu, peneliti juga ingin membuk-
akhirnya dapat merumuskan konsep pro- tikan bahwa sejatinya kearifan lokal (local
gram MARWAHKU. genius) juga mampu untuk berlaku secara
Peneliti telah menjelaskan bahwa in- global (from local to be global). Hal ini juga
frastruktur etika berdasarkan konsep OECD dapat mematahkan statement “local foolish-
memiliki berbagai macam fungsi, seperti ness”, yang katanya tidak akan pernah ber-
pedoman (guidance), pengelolaan (manage- laku secara global (global context) dan diteri-
ment), serta pengendalian atau pengawasan ma secara umum (general accepted).
(control). Oleh karena itu, peneliti juga mem- Konsep program MARWAHKU meru-
bagi infrastruktur etika profetik ke dalam ti- pakan hasil dari interaksi yang dilakukan
ga bagian atau fungsi, seperti konsep OECD. sedemikian rupa dengan kepasrahan dan
Meskipun demikian, konteks dan bentuk in- kesadaran mendalam kepada Tuhan. Konsep
fratruktur etika tentu sangat berbeda. ini kemudian diperkuat dengan nilai-nilai
Perbedaan ini juga disebabkan dari yang terdapat dalam pasal-pasal gurindam
prosedur tafakur yang telah peneliti lakukan dua belas, tetapi tidak semuanya dijadikan
selain zikir dan doa. Peneliti mencoba untuk acuan. Pasal-pasal dalam gurindam yang di-
mentransformasikan konsep marwah dalam jadikan acuan tidak terlepas dari prosedur
membangun infrastruktur etika profetik. spiritual yang dilakukan. Semuanya meru-
Marwah memiliki arti muruah, ke- pakan bentuk spontanitas yang hadir begitu
hormatan diri, nama baik, atau harga diri. saja di benak peneliti, baik dalam bentuk
logika spiritual maupun teoritis. Dalam per-
Kehormatan diri bagi orang Melayu ibarat
kataan lain, seluruh prosedur dan konsep
“nadi” dalam tubuh. Mereka menganggap
yang dihasilkan merupakan anugerah yang
bahwa seseorang yang tidak memiliki harga
diberikan oleh Sang Pemilik Ilmu, Tuhan Se-
diri diibaratkan sebagai orang yang telah
mesta Alam Allah Azza wa Jalla.
“mati”.
Moral management. Etika mainstream
Peneliti mencoba untuk merumuskan
mempunyai konsekuensi logis terhadap de-
program atau pedoman dalam membangun
gradasi moral karena berorientasi pada ha-
infrastruktur etika profetik yang peneliti na-
sil. Pernyataan ini dapat dijustifikasi dengan
makan MARWAHKU. MARWAHKU merupa­
kenyataan hidup, misalnya western society
kan singkatan dari Moral management, Ama- memandang bahwa “kuantitas (profit) secara
nah leadership, Rule of law, Workable code of historis mendominasi kualitas (etika) dalam
conduct, Accountability mechanism, High per- filosofi dan gaya hidup (Triyuwono, 2000c).
formance, Kick back un-ethical behaviour dan Padahal, kualitas sejatinya lebih penting
Under co-ordinating ethics bo­ dies. Masing- daripada kuantitas jika dilihat dari sudut
masing faktor dari MARWAHKU merupakan pandang yang lain. Dalam perkataan lain,
bagian dari pedoman (guidance), pengelo- istilah moral lebih penting daripada uang
laan (management), dan pengendalian atau (Sikula, 2009).
pengawasan (control). Dalam rangka mengeliminasi hal ini,
Konsep seperti ini juga pernah di- teori transformasi dicetuskan. Teori ini
munculkan sebelumnya oleh Triyuwono menyatakan bahwa “moral maximization”
(2011:10) dalam membangun sistem pe- merupakan kunci utama dari aplikasi “moral
nilaian tingkat kesehatan bank syariah. management”. Sikula (1989, 2009) berpan-
Beliau mencetuskan konsep ANGELS, yang dangan bahwa moral maximization harus
merupakan singkatan dari Amanah ma­ dapat menggantikan konsep profit maximiza-
nagement, Non-economics wealth, Give out, tion, yang sampai saat ini masih tetap domi-
Earnings, capital and assets, Liquidity and nan dipraktikkan di setiap lini.
sensitivity to market, dan Socio-economics Moral management kemudian harus di-
wealth. Masing-masing faktor dari ANGELS lakukan dengan menekankan proses daripa-
merupakan bagian dari “proses”, “hasil”, dan da hasil (management by prosess). Orientasi
“stakeholders” (Triyuwono, 2011). yang selalu menekankan hasil mengakibat-
kan realitas yang dibentuk jauh dari kondisi
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 5

yang ideal. Sebaliknya, moral management merupakan sikap penuh pertanggungjawa-


yang didukung oleh management by process ban, jujur, dan memegang prinsip.
diharapkan dapat meminimalisasi praktik Zuhdi (2014) menyatakan bahwa se-
etika mainstream. cara historis konsep kepemimpinan ideal
Management by process sebenarnya dalam Islam dicontohkan secara langsung
merupakan bentuk kritik dari praktik “man- oleh Nabi Muhammad SAW. Konsep ini dike-
agement by objective” (MbO) atau “manage- nal dengan model prophetic leadership.
ment by results” (MbR). Kedua aspek terse- Diskursus tentang model kepemimpi-
but sebetulnya merupakan kesalahan terbe- nan ini tidak bisa lepas dari pembicaraan
sar bagi praktik manajemen saat ini (Sikula, tentang para nabi dan rasul. Mereka adalah
1989). Pada gurindam dua belas moral atau contoh pemimpin yang paling utama di anta-
akhlak ternyata disinggung dalam pasal ke- ra banyak contoh kepemimpinan dalam se-
lima, yang berbunyi: jarah umat manusia. Selain itu, mereka juga
merupakan pribadi pilihan sekaligus sum-
Jika hendak mengenal orang
ber utama yang menginspirasi lahirnya kon-
yang berbangsa
sep prophetic leadership dalam kajian-kajian
Lihat kepada budi dan bahasa
tentang konsep kepemimpinan (Ahimsa-Pu-
Jika hendak mengenal orang
tra & Shri, 2016).
yang mulia
Hal ini pula yang menjadi inspirasi
Lihatlah kepada kelakuan dia
mengenai amanah leadership. Para Rasul
Jika hendak mengenal orang
adalah manusia pilihan untuk memimpin
yang baik perangai
umat manusia menuju jalan kebenaran.
Lihatlah kepada ketika bercampur
Kepemimpinan mereka bersifat spiritualistis
dengan orang ramai
karena lekat dengan nilai-nilai Ilahiah. Para
Amanah leadership. Islam mengan- Rasul mendasarkan kepemimpinan dirinya
jurkan setiap pemeluknya untuk memiliki pada kebenaran yang berasal dari Allah
perasaan (feeling) dan hati (bashirah) yang dalam membimbing, melayani, mencerah-
sadar diri dan kuat. Semua hak Allah, ma- kan, dan melakukan perubahan. Kepemim­
nusia, dan alam semesta dapat dipelihara pinan ini merupakan manifestasi dari haki-
dengan baik dan sesuai dengan hukum yang kat manusia sebagai Khalifatullah fil ardh.
telah ditetapkan sebagaimana mestinya (Triyuwono, 2015a).
(fitrah). Semua amal perbuatan dijauhkan Amanah leadership merupakan salah
dari sikap berlebih-lebihan (extreme) dan satu bentuk ciri khas kepemimpinan pro-
memudah-mudahkan (simple). Seluruh hal fetik yang ditandai oleh nilai-nilai yang
ini mengarahkan manusia dalam amanah berkaitan dengan jiwa dan hati sebagai dua
leadership (Amirin, 2007). instrumen ilahiah yang mewakili esensi diri
Pada perspektif Islam kepemimpinan manusia. Kepemimpinan yang senantiasa
(leadership) lekat dengan sifat amanah. menjaga amanah dan hati yang senantiasa
Amanah merupakan salah satu sifat wajib bersih karena selalu dekat dan ingat kepada
bagi Rasul. Sebuah ungkapan menyebutkan Tuhan, membuat konsep amanah leadership
bahwa “kekuasaan adalah amanah sehingga memiliki kekuatan yang unggul dibanding
harus dilaksanakan dengan penuh amanah model kepemimpinan konvensional (Zuhdi,
pula” (Zuhdi, 2014). Qardhawi (1998) me- 2014). Kepemimpinan konvensional jauh
nyiratkan dua hal dari ungkapan ini. Per- dari konsep-konsep yang memiliki instru-
tama, apabila manusia menjadi khalifah, men ilahiah dan cenderung bersifat konkret
maka kekuasaan yang diperoleh merupakan sehingga jauh dari “rasa” dan nurani.
pendelegasian kewenangan dari Allah SWT Amanah leadership memiliki keung-
(delegation of authority). Dengan demikian, gulan yang bersifat holistic, accepted, dan
kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekadar proven. Holistic memberi makna bahwa
amanah dari Allah yang bersifat relatif dan kepemimpinan yang dikembangkan melalui
kelak harus dipertanggungjawabkan di ha- konsep amanah leadership mampu dinter-
dapan-Nya (Triyuwono, 2000a). nalisasikan pada berbagai bidang. Rasu-
Kedua, jika kekuasaan pada dasarnya lullah, dengan sifat amanah yang dimiliki­
adalah amanah, maka pelaksanaannya ha- nya, mampu mengembangkan kepemimpi-
rus dilakukan dengan hal serupa. Amanah nan dalam berbagai bidang termasuk di
antaranya: self development, accepted, dan
6 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

proven. Hal ini menunjukkan bahwa kepe- Sistem hukum adat dibangun dari
mimpinan beliau dengan sifat amanah dan tradisi kerakyatan. Tradisi kerakyatan se­
sifat-sifat mulia lainnya masih relevan un- kalipun bersumber dari nilai-nilai kearifan
tuk diterapkan hingga saat ini (Amirin, 2007; lokal.
Zuhdi, 2014). Sistem hukum Islam dibangun ber-
Kepemimpinan amanah (amanah lead- dasarkan wahyu Ilahi. Sistem hukum ini
ership), yang telah dicontohkan oleh Rasu- sarat dengan nilai-nilai penghormatan ter-
lullah, dapat dijadikan teladan atau dijadi- hadap kemanusiaan yang diturunkan Sang
kan sebagai role model seperti prinsip “amr Khalik bagi seluruh umat manusia dan se-
bi al ma’ruf wa nahy’ an al-munkar”, yaitu luruh alam. Originalitas dan internalisasin-
perintah untuk berbuat baik serta mencegah ya ditaati oleh seluruh umat di jagat raya.
perbuatan jahat. Hal ini juga merupakan bu- Selain itu, sistem hukum ini telah melewati
nyi bunyi salah satu pasal gurindam berikut perjalanan panjang seiring dengan perada-
ini. ban manusia hingga sekarang.
Sistem hukum barat dibangun dari
Hendaklah berjasa tradisi positivisme, yang beranjak dari pe-
kepada yang sebangsa mikiran Barat yang berpaham sekuler, indi-
Hendaklah memegang amanat vidualis, dan hedonis. Ciri sistem hukum ini
buanglah khianat adalah mengagungkan kebebasan manusia
Rule of law. Rule of law secara bahasa di atas nilai ketuhanan (Umar, 2014). Pada
memiliki makna kerangka hukum. Hal ini praktiknya sistem ini lebih mendominasi
sistem hukum nasional sehingga sistem hu-
juga sesuai dengan versi OECD (2005) yang
kum agama dan adat istiadat kurang memi-
menekankan kepada seperangkat undang-
liki ruang untuk ditegakkan oleh negara.
undang dan peraturan yang menetapkan
Penelitian yang dilakukan oleh Umar
standar perilaku aparat birokrasi beserta
(2014) menyatakan bahwa jika dipresentasi-
penerapannya.
kan secara bebas, lebih dari 80-90% sistem
Kerangka hukum berfungsi memberi-
hukum nasional dibangun dan berwatak
kan kekuasaan jika dihubungkan pada hukum barat. Sebaliknya, sistem hukum Is-
infrastruktur etika, Konsep ini berfung- lam dan sistem adat hanya sebesar 10-20%.
si sebagai pengendali (kontrol) terhadap Persentase itu hanya untuk perkara-perkara
pelaksanaannya. tertentu, seperti perkawinan, warisan, dan
Adapun kerangka hukum menyang- urusan haji.
kut etika dan integritas memuat secara Kenyataan ini tentu menunjukkan
legal kewajiban-kewajiban yang harus di- ironi karena sudut pandang (worldview) hu-
laksanakan oleh aparat birokrasi beserta kum barat, yang memisahkan hukum den-
konsekuensi­ nya (Wiranta, 2015b). Fungsi gan pertimbangan keagamaan dan etika,
utama kerangka hukum dalam penguatan tidak relevan jika diterapkan di Indonesia.
etika adalah memberikan batasan perilaku, Hal tersebut disebabkan Pancasila dan UUD
kekuasaan untuk implementasi, pemberian 1945 memandang bahwa agama, moral,
sanksi, serta akses publik terhadap keterbu- hukum dan negara adalah satu kesatuan
kaan informasi (transparansi). Hal ini akan (Umar 2014). Sebaliknya, konsep hukum
mendorong terwujudnya pemerintahan yang barat memiliki karakteristik ketimuran dan
transparan. peradaban yang berbeda, seperti memisah-
Masalah kerangka hukum akan berkai- kan hubungan hukum agama dan negara.
tan dengan sistem hukum yang berlaku. Lebih lanjut, jika dilihat dalam pers­
Umar (2014) menyatakan bahwa hukum pektif agama (Islam), maka hukum dan
secara sistematik berarti hukum dipan- moral tercermin terutama dalam hal sebagai
dang sebagai suatu kesatuan yang holistik, berikut. Pertama, beberapa ketentuan hu-
yang setiap bagiannya berkaitan dan tidak kum Islam mempertahankan tegaknya mo­ral
terpisah-pisah serta saling memperkuat luhur. Misalnya, hukum pidana mengenai
atau bahkan memperlemah antara satu dan zina adalah delik moral yang diancam de­
lainnya. ngan pidana cambuk 100 kali, tanpa memer-
Secara garis besar sistem hukum yang lukan aduan pihak terkait. Kedua, beberapa
berlaku saat ini di Indonesia bersumber ketentuan hukum Islam mengandung nilai
dari adat, Islam, dan barat. Ketiga sistem moral luhur, seperti ketentuan hukum mua-
tersebut menjadi komponen utama dalam malah yang mengajarkan tentang transaksi
mem­­bentuk hukum dan memiliki subtansi jual beli dan utang piutang. Ketiga, pelaksa-
berbeda.
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 7

naan hukum seharusnya dilandasi dengan adalah tidak semata-mata berorientasi pada
nilai moral luhur yang bertumpu pada sikap kepentingan umum tetapi juga menjaga ke-
patuh, taat, dan rela melaksanakan hukum maslahatan agama, akal, akhlak, harta, dan
yang ditetapkan oleh Al Qur’an dan Sunah. jiwa.
Karakteristik negara Indonesia dalam Inilah kemudian yang akan membeda-
konstitusinya telah memosisikan nilai-nilai kan hukum “berketuhanan” dengan hukum
agama sebagai hukum dan peraturan per­ positif (Umar, 2014). Hukum Tuhan bersifat
undang-undangan di Indonesia. Pancasila universal dan berlaku untuk seluruh alam
sebagai sumber dari segala sumber hukum semesta, khususnya pada aspek nilai-nilai
negara memuat nilai tertentu. Hal ini ter- Islam sebagai “rahmatan lil alamin” (Irwan-
cermin dalam nilai ketuhanan dalam sila dra, 2013). Hal ini sesuai dengan penggalan
pertama (Sitorus, 2015), yang mensyaratkan gurindam berikut ini.
bahwa norma hukum harus berlandaskan
Raja mufakat dengan menteri
kepada ketertundukan kepada Tuhan (Ali,
seperti kebun berpagarkan duri
2009). Hukum adil atas rakyat
Hamka (1982) menyatakan bahwa tanda raja beroleh inayat
Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan fal-
safah utama negara kita. Hal ini mengin- Workable code of conduct. Kode etik
dikasikan bahwa Negara, termasuk kita di (codes of conducts) menurut OECD (2005)
dalamnya, wajib percaya kepada Tuhan dan adalah suatu bentuk dokumen legal atau
mengimani bahwa Dia itu esa, tidak beranak surat edaran yang fungsinya sebagai acuan
dan diperanakkan. Selain itu, unsur ketu- untuk infrastruktur etika. Dokumen tersebut
hanan juga mengakui bahwa tidak ada se­ harus menjelaskan tentang standar perilaku
suatu yang dapat menyamainya. dan kinerja aparat birokrasi, termasuk prin-
Kita seharusnya menjadikan hal terse- sip-prinsip etika yang harus dipatuhi.
but sebagai dasar pertama dan utama dari Pada OECD dapat ditambahkan juga
negara. Indonesia adalah negara yang ber- tentang peran, tugas, dan tanggung jawab
ketuhanan. Tuhan adalah dasar pertama se- aparat birokrasi, serta kewajiban hukum
bagai dasar niat kita bermasyarakat dan ber- lainnya. Selain sebagai pedoman, codes of
negara. Supaya dapat dijadikan sebagai titik conducts juga berfungsi sebagai piranti untuk
tolak dalam berpikir dan bertindak, maka pengendalian karena di dalamnya terdapat
kita harus mengamalkan ajarannya dalam batasan-batasan tentang hal yang boleh dan
negara ini. Hal ini juga termasuk pene­gakan tidak boleh dilakukan. Dokumen tersebut
memiliki fungsi ganda yaitu sebagai penentu
dan pembangunan kerangka hukum dengan
standar disiplin dan juga sebagai penge-
niat mencapai ridha Allah.
jawantahan aspirasi birokrasi secara umum
Berdasarkan pada uraian tersebut,
atau instansi satuan kerja secara khusus.
peneliti berpendapat bahwa Tuhan adalah
Codes of conducts dalam perumus­ annya
sumber utama dari segala hukum yang ada.
tidak boleh terlalu umum karena tingkat
Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi
kompleksitas masalah etika yang dihadapi
negara Indonesia. Bahkan, Umar (2014:172)
oleh jajaran birokrasi. Namun, perlu juga
menyatakan bahwa ciri hukum Indonesia
dipahami, codes of conducts kurang mampu
yang berketuhanan dapat disusun sebagai
mengakomodasi semua permasalah­an etika
berikut. (1) Aturan-aturan hukumnya ber-
di lingkungan birokrasi (Wiranta, 2015b).
dasar atas kombinasi nilai ketuhanan dan Efektivitas implementasi codes of conducts
kemanusiaan; (2) Hukum dibingkai oleh tiga telah menjadi perhatian para pakar manaje-
konsep yang saling melengkapi, yaitu ke- men, baik di lingkup sektor publik maupun
daulatan Tuhan, rakyat, dan negara; (3) Hu- sektor private (Wiranta, 2015a).
kum harus mengombinasi nilai-nilai barat, Pada implementasi codes of conducts
agama, moral, dan adat secara proporsional; efek keberadaan kode etik di suatu orga­
(4) Hukum Indonesia tidak memisahkan nisasi masih diperdebatkan. Pada satu sisi
agama, moral, dan etis; (5) Hukum Indone- disebutkan dan dibuktikan adanya dampak
sia mengayomi persamaan dan keberaga- positif, tetapi di sisi lain menunjukkan se-
man, suku, ras, budaya, dan adat istiadat; baliknya. Hasil penelitian Jordanova (2012)
(6) Hukum Indonesia adalah responsif dan menunjukkan bahwa atasan dan karyawan
visioner terhadap perkembangan serta dina­ yang bekerja dalam suatu organisasi yang
mika masyarakat; dan (7) Hukum Indonesia menerapkan kode etik pada umumnya
8 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

dapat menangkal perilaku yang tidak etis spiritual. Implikasinya adalah bahwa or-
dan merangsang perilaku yang positif. Hal ganisasi atau karyawan akan semakin peka
ini disebabkan kode etik dapat menciptakan terhadap sesama, semakin meningkat ke-
suasana kerja yang saling pengertian satu mampuan fisiknya secara personal, serta ke-
sama lain dan saling tanggung jawab ter- cerdasan spiritualnya akan semakin tinggi.
hadap kewajibannya. Lewis & Gilman (2005) Pada akhirnya memungkinkan organisasi
menyatakan bahwa keterterapan kode etik atau karyawan bekerja dengan batasan situ-
dalam pelayanan publik merupakan sebuah asinya, yang memungkinkan mengarahkan-
tantangan yang harus dihadapi. Pelayanan nya pada situasi tersebut. Tentu saja situasi
publik selalu berhubungan dengan ke- ini adalah sebuah kondisi yang menurut
maslahatan orang banyak. Pada praktiknya organisasi atau karyawan tersebut adalah
seringkali ditemukan beragam dilema an- ideal.
tara pihak pelayan dan pihak yang dilayani. Ketiga, code of conducts yang dirumus-
Tidak jarang penciptaan kode etik kurang kan tidak bersifat dogmatis dan eksklusif.
dapat mengakomodasi dilema etis yang ter- Code of conducts harus bersifat kritis yaitu
jadi. Hal tersebut pada umumnya terjadi bahwa organisasi atau karyawan dapat
karena pihak yang melayani jarang mengim- menilai secara rasional kelemahan dan
plementasikan program pelatihan etika bagi kekuatan yang ada dalam organisasinya
aparatnya. Kode etik sebagian besar organi­ untuk kemudian dapat mencari solusi agar
sasi publik hanya dijadikan sebagai aturan kelemahan tidak menjadi celah kemunduran
formal organisasi yang kurang begitu dapat serta menggunakan kekuatan yang dimiliki
perhatian, baik oleh para pimpinan maupun sebagai keunggulan dalam mencapai kema-
bawahannya. Oleh karena itu, dalam kondisi juan. Berdasarkan nilai kritis yang tercermin
yang demikian kode etik hanyalah sekadar dalam code of conducts dapat dibangun kode
simbolisme etis organisasi semata (Ludigdo, etik yang lebih baik dari sebelumnya. Code
2009, 2012). Agar code of conducts dapat of conducts juga harus dapat menampilkan
diterapkan dengan baik (workable), perumu- aspek-aspek nonmateri. Namun, sebagain
sannya perlu mempertimbangkan kepenti­ besar code of conducts yang disusun hanya
ngan-kepentingan mendasar yang berkaitan memiliki penekanan pada aspek materi.
dengan waktu, keadaan, budaya, dan keya- Code of conducts dalam perspektif ini harus
kinan agama (Schwartz, 2002), sehingga didudukkan pada posisi yang adil antara as-
codes of conducts yang dihasilkan tidak pek materi dan nonmateri.
sekadar menjadi simbolisme etis organisasi Keempat, code of conducts selanjutnya
semata. Namun, muncul pertanyaan berupa harus bersifat terbuka. Artinya, terbuka ter-
bagaimana hal tersebut dilakukan? Peneliti hadap perubahan dan tidak menutup diri
mencoba untuk berikhtiar dalam merumus- dari perubahan yang terjadi di sekitarnya.
kannya sebagai berikut. Hal ini memberikan implikasi bahwa ru-
Pertama, code of conducts harus dapat musan kode etik mengarah pada pemikiran
dipraktikkan di dalam dunia nyata. Di sam­ bahwa subtansi lebih penting daripada ben-
ping itu, code of conducts yang dirumuskan tuk. Code of conducts dirumuskan dengan
benar-benar dibutuhkan oleh organisasi. memadukan kekuatan rasional dan intuisi
Code of conducts harus memiliki sifat yang manusia. Tentu hal ini yang akan membe-
sangat fleksibel dan humanis, tidak kaku, dakan dengan perumusan code of conducts
dan manusiawi. Dengan demikian, code of secara umum. Perumusan code of conducts
conducts akan sarat dengan nilai-nilai organ- secara umum mendudukkan rasio pada po-
isasi yang mempraktikkannya. Implikasinya sisi sentral dan sebaliknya menyingkirkan
adalah bahwa organisasi atau karyawan intuisi dalam perumusannya.
yang mempraktikkannya tidak merasa asing Kelima, perumusan code of conducts
dengan rumusan ini, bahkan merasa enjoy harus dapat menjadikan organisasi dan
saat mempraktikkannya. karyawan menghasilkan suatu penyadaran
Kedua, code of conducts yang dirumus- yaitu keinginan kembali ke Tuhan dalam ke-
kan dengan menggunakan sudut pandang adaan tenang dan suci. Implikasinya bahwa
yang holistik tidak hanya membatasi wa- rumusan code of conducts harus mengikuti
cana yang dimilikinya hanya terbatas pada hukum-Nya yang mengatur baik dan buruk
konsep benar dan salah atau baik dan bu- serta benar dan salah.
ruk, tetapi juga mencakup aspek hubungan Beberapa rumusan di atas menjadi ru-
antarsesama atau aspek sosial, mental, dan jukan dalam membuat kode etik yang ber-
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 9

ketuhanan. Codes of conducts yang menem- yang konkret dan transendental, akuntabili-
patkan Tuhan sebagai satu-satunya pedo- tas eksekutif tidak hanya kepada dua unsur
man untuk mengetahui atau membedakan tersebut, tetapi juga unsur di luar itu yaitu
yang baik dari yang buruk dan yang benar kepada Tuhan dan alam.
dari yang salah. Hal ini karena hanya Tu- Langkah lebih lanjut kemudian adalah
hanlah yang memiliki otoritas tertinggi dalam membagi akuntabilitas eksekutif terma-
menetapkan nilai-nilai yang baik dan benar. suk pengelola keuangan ke dalam empat
Perspektif ini juga tertuang dalam gurindam tingkatan, yaitu: (1) DPRD; (2) Masyarakat;
dua belas pasal pertama yang berbunyi: (3) Alam; dan (4) Tuhan (lihat Triyuwono,
2000b). Secara konkret dan kemanusiaan,
Barang siapa mengenal Allah
pada tingkat pertama, eksekutif harus taat
suruh dan tegahnya tiada ia
dan mengeksekusi garis-garis besar keputu-
menyalah
san yang telah dibuat oleh dewan (berdasar-
Barang siapa mengenal diri
kan pada aspirasi masyarakat luas) secara
maka telah mengenal akan Tu-
profesional. Dewan meminta pertanggung-
han yang Bahari
jawaban eksekutif setiap periode sekaligus
Accountability mechanisms. OECD juga menilai prestasi kerja atau kinerja ekse-
(2001) menyatakan aparat birokrasi sebagai kutif. Berdasarkan penilaian tersebut dewan
pejabat dan pelayan publik harus akuntabel bisa saja melanjutkan atau menghentikan
terhadap stakeholder. Prinsip tersebut di- “kontrak” dengan eksekutif apabila eksekutif
tuangkan tidak hanya secara legal melalui tersebut keluar dan menyimpang dari kori-
undang-undang dan peraturan, tetapi juga dor atau regulasi yang telah ditetapkan dan
harus diikuti dengan kebijakan-kebijakan, disepakati bersama.
prosedur administratif, dan mekanisme Pada tingkat kedua eksekutif dalam
akuntabilitas yang berfungsi sebagai pe­ menjalankan roda pemerintahan selalu ber-
ngendalian terhadap perilaku keseharian orientasi pada kepentingan rakyat banyak.
aparat birokrasi. Hal ini sebagaimana yang Eksekutif dituntut selalu berpikir terbuka
dinyatakan oleh OECD (2001:15) berikut ini. dan proaktif memahami, mengakomodasi,
dan merealisasikan aspirasi masyarakat.
Accountability mechanisms Eksekutif juga melakukan roda pemerin-
should encourage ethical beha­ tahan termasuk di dalam aktivitas penge-
vior by making unethical activi- lolaan keuangan negara berdasarkan nilai-
ties hard to commit and easy to nilai moralitas yang berlaku di masyarakat.
detect. Accountability mecha- Masyarakat akan menilai kinerja eksekutif
nisms set guidelines for govern- berdasarkan pada: (1) Realisasi dari aspirasi
ment activities, for checking that masyarakat dan (2) kesesuaian perilaku
results have been achieved, and eksekutif dengan nilai-nilai moralitas
for checking that due process has masyarakat.
been observed. Pada tingkat ketiga eksekutif bertang-
Pada perspektif lain Triyuwono (2000b) gung jawab kepada alam. Alam merupakan
menyatakan bahwa mekanisme akuntansi sumber daya yang telah dianugerahkan
sektor publik memiliki konsekuensi pada Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu,
pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang manusia wajib menjaga dan tidak merusak
terlibat. Pada hubungan principal-agent se- alam sekitar. Eksekutif sebagai pihak pe­
bagaimana yang dinyatakan oleh Jensen & ngambil kebijakan serta pembuat keputusan
Meckling (1976), seorang agent hanya ber- strategis sudah selayaknya membuat regula-
tanggung jawab kepada atau menyampaikan si yang mengatur tentang pengelolaan alam
akuntabilitasnya terhadap principal-nya. Se- beserta sumber daya yang ada di dalamnya
baliknya, bila hubungan tersebut dihasilkan (Husain & Abdullah, 2015). Eksekutif juga
dari kontrak sosial, agent bertanggung jawab dapat mendesain program-program kerja di
kepada stakeholders dan masyarakat secara pemerintah yang ramah terhadap lingkung­
luas. Pada konteks sektor publik tentu saja an, serta dapat meminalisasi program-pro-
hubungan antara principal dan agent terse- gram yang dapat merusak kelestarian alam
but dapat dianalogikan sebagai hubungan sekitar.
antara eksekutif dan legislatif serta ekseku- Pada tingkat keempat, eksekutif ber-
tif dan masyarakat. Namun, dalam bentuk tanggung jawab kepada Tuhan. Ini adalah
bentuk mekanisme akuntabilitas yang pa­
10 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

ling tinggi dan paling abstrak yang harus di- beberapa aspek tetapi juga sebagai sistem
lakukan oleh eksekutif termasuk pengelola manajemen strategis (Triyuwono, 2007).
keuangan (Triyuwono 2000a; 2000c). Bentuk Impelementasi yang konsisten dan in-
konkret akuntabilitas kepada Tuhan adalah tens atas konsep tersebut dapat membentuk
bahwa perilaku, tingkah laku, dan aksi yang budaya lokal organisasi yang mendorong ter-
dilakukan oleh eksekutif harus berdasarkan capainya tujuan yang dicapai. Manajemen
nilai-nilai etika. Dengan cara ini seorang modern yang konvensional yaitu yang memi-
eksekutif termasuk pengelola keuangan ti- liki orientasi pada hasil akan menggunakan
dak akan melakukan eksploitasi, penipuan, alat ukur seperti profitabilitas, rentabilitas,
dan praktik curang (fraud) karena Tuhan se- dan likuiditas untuk mengukur kinerja or-
lalu mengawasinya setiap saat dan di mana ganisasi (Triyuwono, 2000c). Sementara itu,
saja. pada tradisi Islam, kebutuhan spiritual me-
Akuntabilitas dalam bingkai ini lebih miliki kedudukan terpenting dan tertinggi
bersifat holistik, tidak sebatas pada per- sehingga kebutuhan spiritual dapat menjadi
tanggungjawaban terhadap manusia secara landasan dalam berkinerja. Kebutuhan spiri­
horizontal, tetapi juga pertanggungjawaban tual tersebut berkelindan dengan motivasi
terhadap alam dan Tuhan (Husain & Abdul- spiritual. Motivasi spiritual seorang muslim
lah, 2015). Pada akhirnya akuntabilitas ini menurut Anshori (2016) terbagi menjadi tiga
mengantarkan aparatur pada tujuan hakikat yaitu motivasi akidah, motivasi ibadah dan
kehidupan, yaitu falah (kemenangan). Falah motivasi muamalah.
dapat diartikan keberhasilan manusia kem- Motivasi akidah dapat ditafsirkan seba­
bali kepada Sang Pencipta dengan jiwa yang gai motivasi dari dalam yang muncul akibat
tenang dan suci (muthmainnah) (Triyuwono, kekuatan akidah tersebut (Wibisono, 2010).
2000a, 2006, 2015b, 2015, 2016). Hal inilah Motivasi ini merujuk pada seberapa besar
yang membedakannya dengan akuntabilitas tingkat keyakinan muslim terhadap ajaran-
dalam kerangka hubungan keagenan antara ajaran yang bersifat fundamental. Akidah
pemilik (principal) dan manajemen (agent). termanifestasi dalam rukun iman dan Islam.
Akuntabilitas dalam perspektif ini sering- Motivasi ibadah menurut Anshori
kali mengalami ketidakharmonisan dise- (2016) adalah suatu motivasi yang lahir se-
babkan oleh perilaku opurtunis dari salah bagai niat untuk mengabdi kepada Tuhan
satu pihak yang merupakan wujud dari sifat yang termanifestasi dalam ritual-ritual iba-
egoistic, materialistic, dan utilitarianism (En- dah seperti zikir, doa, tafakur, dikhtiar dan
dahwati 2014). Akuntabilitas yang holistik aktivitas ibadah lainnya. Hal ini berasal dari
dalam gurindam dua belas tercermin pada makna ibadah sebagai tata aturan Ilahi yang
pasal kesepuluh yang berbunyi: mengatur hubungan ritual langsung antara
hamba dengan Tuhannya yang tata caranya
Dengan ibu hendaklah hormat
ditentukan secara terperinci dalam Al Qur’an
supaya badan dapat selamat
dan Sunah.
Dengan anak janganlah lalai
Motivasi muamalah merupakan tata
supaya boleh naik ke tengah
aturan Ilahi yang mengatur hubungan ma-
balai
nusia dengan diri sendiri, sesama, Tuhan,
Dengan kawan hendaklah adil
dan alam. Hubungan ini bersifat terkait
supaya tangannya jadi kafil
satu sama lain.
High performance. High performance Ketiga motivasi spiritual ini merupakan
berhubungan dengan kinerja yang tinggi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Iba-
atau baik. Konsep kinerja telah banyak dah selalu bertitik tolak dari akidah. Jika
dikembangkan oleh banyak peneliti, mulai dikaitkan dengan kegiatan bekerja (ikhtiar),
dari yang paling tradisional yaitu kinerja ibadah masih berada dalam fase proses,
keuangan yang biasanya diukur dengan re- sedangkan output dari ibadah adalah mua-
turn on investment (ROI) sampai pada yang malah (Wibisono, 2010). Motivasi spiritual
lebih kompleks misalnya balance scorecard inilah yang akan membentuk kinerja yang
(Kamayanti, 2010). Konsep kinerja tersebut religius, Islam menilai kinerja religius sese­
memberikan pengaruh terhadap perilaku orang dari beberapa indikator, sebagaimana
manajemen dan kinerja organisasi. Oleh yang dikemukakan oleh Chapra (2000) an-
karena itu, dalam implementasinya konsep tara lain: niat bekerjanya adalah kare­na
kinerja tidak saja secara teknis mengukur Allah, dalam bekerja menerapkan kaidah
dan mengevaluasi capaian organisasi dalam atau norma atau syariah secara totalitas
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 11

(kaffah), motivasinya adalah spiritual de­ religius tidak berorientasi pada keegoan
ngan mencari “untung” dunia dan akhirat, diri. Inilah capaian kinerja paling tinggi (the
menerapkan asas efisiensi dan manfaat highest performance). Tidak ada lagi capaian
dengan tetap menjaga kelestarian hidup spiritual yang lebih tinggi dari penyerahan
dan lingkung­ an sekitar, menjaga keseim- total ini (Triyuwono, 2015d). Inilah yang
bangan dalam berikhtiar untuk keberlang- menjadikan kinerja ini berbeda dengan kon-
sungan hidup duniawi, serta beribadah sep pengukuran kinerja yang fokus pada ha-
sebagai bekal persiapan kembali pulang ke sil sebagaimana ukuran kinerja yang diukur
“kampung” akhirat nanti. Di samping itu, oleh ROI dan BSC. Gurindam dalam pasal
senantiasa bersyukur atas berkah dan rah- ke-empat menjelaskan tentang hakikat kerja
mat yang telah dikaruniakan oleh Allah, sebagai berikut:
serta tidak berperilaku konsumtif dan gemar
Pekerjaan marah jangan dibela
mengeluarkan zakat, infak dan sedekah.
nanti hilang akal di kepala
Kinerja religius selalu melibatkan ilmu
Dimana tahu salah diri
dan akhlak sehingga berbeda dengan kinerja
modern yang hanya melibatkan ilmu atau jika tidak, orang lain yang berperi
akal serta meniadakan akhlak atau spiritual Pekerjaan takabur jangan diberi
dalam mengukurnya. Wibisono (2010:131) sebelum mati didapatkan juga
menyatakan untuk dapat mengukur kinerja sepi
religius, bisa didekati dengan tiga varia- Kicback un-ethical behavior. Un-
bel, yaitu kinerja fisiologis religius, kinerja ethical Behavior dapat diartikan sebagai
psikologi religious, dan kinerja spiritual. perilaku yang tidak etis. Perilaku tidak etis
Kinerja fisiologi religius berarti indi- sebagaimana yang dinyatakan oleh Brown
vidu harus menyadari bahwa alam dan se- & Mitchell (2010) relevan untuk dipelajari
gala isinya harus dimanfaatkan sepenuh- dan dipahami lebih lanjut sebagaimana
nya untuk berproduksi secara efisien dan mempelajari perilaku etis. Hal ini dikarena-
efektif, menyadari bahwa individu memiliki kan bahwa perilaku tidak etis kemungkinan
kemampuan bekerja yang harus senantiasa dapat memberikan dampak buruk pada
dike­rahkan segala potensinya menuju ma- kinerja organisasi. Oleh karenanya, mem-
nusia berprestasi, teknologi harus diman- pelajari perilaku tidak etis akan memberi-
faatkan secara tepat guna, bijak dan ramah kan suatu pemahaman dan cara bagaimana
lingkung­an (Wibisono, 2010; Farhan, 2016). dampak tersebut dapat diminimalisasi atau
Kinerja psikologi religius berarti bahwa bahkan dihilangkan agar kinerja organisasi
individu harus menyadari bahwa kebersa- dapat berjalan dengan baik sebagaimana
maan dan keharmonisan adalah anugerah mestinya. Boes (2015) menyatakan bahwa
yang harus dimanfaatkan dalam bekerja dan perilaku tidak etis dapat terjadi di berbagai
berproduksi, hubungan sosial dengan rekan sektor dan lini kehidupan, baik di sektor pri-
sekerja atau sekelompok kerja harus har- vate, sektor publik termasuk pemerintah di
monis untuk meningkatkan kinerja (Yuher- dalamnya, maupun sektor pendidikan atau
tiana, 2016). Terus-menerus secara simul- akademis. Bahkan, sektor agama sekalipun
tan meningkatkan kualitas dan kuantitas tidak luput dari perilaku tidak etis. Salah sa-
diri guna tercapai kinerja yang tinggi dengan tu bentuk perilaku tidak etis di sektor publik
cara rajin dalam menimba ilmu pe­ngetahuan atau pemerintahan adalah perilaku fraud
serta melakukan latihan (exercise) secara ru- termasuk di dalamnya praktik korupsi (cor-
tin (Wibisono, 2010). ruption), kolusi (collusion), nepotisme (nepo-
Sementara itu, kinerja spiritual berarti tism) dan gratifikasi (dividend) (Amundsen &
individu harus menyadari bahwa tawakal Andrade, 2009).
kepada Allah harus dibarengi dengan ikhtiar, Berbicara korupsi dari perspektif
bekerja, dan berproduksi. Jujur dalam agama, dalam hal ini sudut pandang Is-
bekerja dan berproduksi, menjaga kualitas lam, berarti merujuk pada ketentuan dan
pekerjaan dan bekerja serta berproduksi peraturan yang berlaku dalam Islam. Islam
secara ikhlas semata karena Allah, tidak sebagai agama yang universal, tidak hanya
ada motivasi selain itu (Wibisono, 2010; Se- mengatur hubungan antara makhluk dan
tiawan, 2016). khalik (hablun minallah), tetapi juga meng­
Ketiga variabel tersebut menunjukkan atur hubungan antarsesama makhluk
bahwa kinerja religius merupakan penyera- (hablun minannas), serta hubungan antara
han diri kepada Tuhan secara total. Kinerja
12 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

manusia dengan alam (hablun minal a’alam). yaitu sikap keagamaan yang dianggap benar
Oleh karena itu, Islam mengajarkan secara dan diterima oleh Tuhan (Madjid, 1992).
komprehensif beberapa prinsip agar hubu­­ Jika melakukan internalisasi atas
ngan antar manusia menjadi harmonis dan trilogi dan simpul tersebut, segala bentuk
beradab (Rabain, 2014). Islam memandang perilaku fraud dengan sendirinya akan ter-
korupsi sebagai perbuatan keji. minimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan
Pada konteks perbuatan, korupsi sama dalam praktik kehidupan sehari-hari. Sikap
dengan fasad. Korupsi adalah perbuatan pasrah dan menyerahkan diri dalam konsep
melanggar syariat. Syariat Islam bertujuan Islam misalnya, jika dapat diinternalisasi-
untuk mewujudkan kemaslahatan bagi kan dalam diri, individu akan terhindar dari
umat. Di antara kemaslahatan yang dituju niat untuk berbuat curang. Dilanjutkan
itu adalah terpeliharanya harta (hifazul maal) kemudian dengan konsep iman yang meya-
(Arifin, 2015). Agar terhindar dari perilaku kini Tuhan itu ada. Jika seseorang mengin-
curang (fraud), sebenarnya dalam Islam ternalisasikan dalam dirinya, akan tumbuh
telah diajarkan sikap mental yang dapat kesadaran bahwa segala perbuatan yang
mengantarkan seorang individu kepada ke- dilakukan pasti akan ada konsekuensinya.
tundukan terhadap Allah. Konsep tersebut Jika buruk, dosa ganjarannya dan jika baik,
adalah Islam, Iman, dan Ihsan sebagai trilogi pahala sebagai balasannya. Kemudian dilan-
ajaran Ilahi (Madjid, 1992) dan konsep tak- jutkan dengan konsep ihsan, seolah Tuhan
wa, tawakal, dan ikhlas sebagai simpul ke- melihat apa yang kita lakukan. Dengan pe-
agamaan pribadi (Triyuwono, 2015a). nyadaran tersebut, akan tumbuh perilaku
Islam merupakan sikap pasrah atau khawatir dan kehati-hatian karena segala
menyerahkan diri kepada Tuhan secara to- perbuatan yang dilakukan akan selalu di
tal, yaitu sikap keagamaan yang dianggap “monitor” oleh Allah secara langsung (Triyu-
benar dan diterima oleh Tuhan. Iman yaitu wono, 2000c, 2015b, 2016).
beriman kepada Allah (beserta rukun iman- Untuk menginternalisasi simpul-sim-
nya), iman harus dapat diwujudkan atau pul keagamaan pribadi, konsep takwa akan
dieksternalisasikan dalam tindakan nyata. mengantarkan individu untuk selalu menaa-
Ihsan, yaitu sikap yang seolah-olah ti segala peraturan dan hukum yang telah
dalam melakukan suatu perbuatan kita me- ditetapkan oleh Tuhan. Tuhan melarang se-
lihat Allah atau Allah melihat apa yang kita gala bentuk perilaku curang (fraud). Hal ini
lakukan. Sikap ihsan ini sangat terkait de­ dikarenakan perilaku tersebut dianalogikan
ngan pendidikan budi pekerti atau akhlak, dengan al-ghulul, yaitu mengambil secara
yaitu sikap keagamaan menuju takwa yang sembunyi-bunyi milik orang banyak (umat).
paling tinggi (Madjid, 1992). Jadi pengambilan itu sifatnya semacam
Pada sisi lainnya, terdapat tiga simpul mencuri. Secara normatif-tekstual, tinda-
keagamaan. Simpul pertama adalah takwa, kan tersebut tentu saja jelas keharamannya.
yaitu suatu sikap pribadi yang secara ber- Seba­ gai pribadi yang bertakwa tentu saja
sungguh-sungguh berusaha memahami Tu- perkara tersebut harus dapat dihindarkan
han dan menaatinya. Takwa dalam semangat sejauh mungkin atau bahkan ditinggalkan
ketuhanan memberikan pengertian bahwa sama sekali dalam praktik kehidupan se-
takwa tidak saja menuntut seseorang me- hari-hari. Konsep tawakal akan mengantar-
miliki ilmu yang tinggi tentang Allah, tetapi kan individu menjadi percaya akan segala
juga menaati segala hukum Allah yang telah takdir dan ketentuan yang telah ditetapkan
ia temukan dan ketahui (Madjid 1992). oleh Allah. Terakhir adalah konsep ikhlas.
Simpul kedua adalah tawakal yaitu Dengan ikhlas, seseorang akan mencapai
suatu sikap bersandar dan memercayakan tahapan yang mulia Seseorang yang telah
diri kepada Allah semata. Sikap ini di dalam- mencapai tahap ini dalam dirinya akan
nya terkandung nilai iman, yang di dalam- muncul suatu sikap mencintai akhirat dan
nya juga tumbuh sikap aktif dalam upaya benci terhadap dunia (Triyuwono, 2000a,
memahami makna hidup dengan tepat serta 2011, 2015b, 2016). Sikap mental dan sim-
menerima kenyataan hidup yang tepat pula. pul-simpul keagamaan pribadi tersebut yang
Simpul terakhir adalah ikhlas yaitu pada akhirnya akan mampu untuk men-
“ruh” amal perbuatan yang tidak diketahui “kick back” perilaku tidak etis (un-ethical be-
oleh siapa pun kecuali diri yang bersangku- havior) individu dalam menjalankan setiap
tan dengan Allah. Ikhlas merupakan sikap aktivitasnya, termasuk aparatur pengelola
yang di dalamnya terkandung nilai Islam keuangan. Sebagaimana yang tertulis dalam
gurindam dua belas pasal yang kesembilan
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 13

berikut ini: BPMEP lebih ditekankan pada audit proses.


Audit yang demikian ini dinamakan manage-
Tahu pekerjaan tak baik tetapi
ment audit. Management audit berbeda de­
dikerjakan
ngan finanacial audit yang cenderung lebih
bukannya manusia yaitulah
syaitan mengedepankan audit terhadap “hasil” (yang
Kepada segala hamba-hamba raja tampak disajikan dalam laporan keuangan).
disitulah syaitan tempat bergoda Artinya “hasil” yang disajikan dalam laporan
keuangan tersebut disajikan dengan benar
Under co-ordinating ethics bodies
atau tidak. Management audit dilakukan
supervision. Lembaga yang mengoordina-
untuk meyakinkan apakah kebijakan-kebi-
sikan seluruh kerangka infrastruktur etika
jakan manajemen telah dilaksanakan den-
bisa diawali dari komisi di parlemen, lem-
gan baik atau tidak sesuai norma, kaidah,
baga pemerintah, kementerian atau badan
dan peraturan yang berlaku (Triyuwono,
tersendiri yang dibuat khusus untuk tujuan
2000c).
tersebut (OECD 2001). Lembaga tersebut bi-
Pada tradisi Islam auditing juga di­
sa merangkap fungsi pengendalian jika me-
praktikkan dengan penekanan pada aspek
miliki otoritas penindakan. Pengaruh lemba-
proses dan penerapan nilai-nilai etika. Hal
ga independen tersebut sangat bergantung
demikian disebabkan oleh pihak-pihak yang
pada kewenangan yang dimilikinya yaitu
konsultatif-edukatif atau penindakan. Wi- berkepentingan terhadap perusahaan (stake-
ranta (2015b) menyatakan bahwa di Ameri- holder) mempunyai kepedulian untuk me-
ka terdapat badan independen bernama US mastikan bahwa sumber daya yang mereka
Office of Government Ethics. Direktur badan tanamkan benar-benar dikelola sesuai de­
tersebut diangkat oleh presiden dengan per- ngan etika syariah. Oleh karena itu, praktik
setujuan Senat untuk masa jabatan 5 ta- auditing syariah masuk ke dalam ranah eti-
hun. Badan tersebut memiliki independensi ka bisnis yang dilakukan oleh perusahaan.
absolut dari campur tangan pemerintah agar Auditor, dalam hal ini, harus melaporkan
tidak dimanfaatkan sebagai instrumental aspek-aspek seperti: (1) praktik modifikasi
politik. Sementara itu, di Indonesia badan formula produk yang menyebabkan turun-
yang mirip seperti itu adalah Ombudsman nya kualitas produk yang diproduksi oleh
Republik Indonesia (ORI). perusahaan; (2) praktik pengurangan berat
Triyuwono (2000b) dalam naskah aka- dan ukuran; (3) patuh tidaknya perusahaan
demisnya mengusulkan untuk membentuk pada kontrak yang telah dibuat; (4) praktik
sebuah badan eksternal yang independen penimbunan; (5) praktik manipulasi dan
bernama Badan Pemeriksa Manajemen dan windows dressings; (6) penggunaan sumber
Etika Pemerintahan (BPMEP). Badan terse- daya yang berlebihan (israf); (7) praktik spe-
but memiliki tugas dan fungsi memeriksa kulasi; (8) praktik eksploitasi sumber daya
proses manajemen dan etika pemerintahan. manusia; dan (9) praktik eksploitasi sumber
Hal ini tentu saja berbeda dengan badan daya alam (Triyuwono 2000a; 2000c). Audi-
eksternal independen yang telah kita kenal tor dalam hal ini dituntut untuk memiliki
selama ini seperti: Komisi Pemberantasan pengetahuan tentang syariah (fiqh) yang luas
Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan di samping ilmu pengetahuan modern di bi-
(BPK), dan Badan Pengawas Keuangan dan dang akuntansi dan bisnis. Ruang lingkup
Pembangunan (BPKP). BPMEP lebih fokus auditor yang luas memang sangat tepat de­
dalam penegakan kode etik dan manajemen ngan misi hidup manusia yang berpredikat
pemerintah yang etis. Dengan demikian, khalifah Tuhan di bumi (Triyuwono, 2000c).
penegakan kode etik di pemerintahan yang Entitas yang perduli etika mempunyai suatu
selama ini hanya dilakukan oleh tim yang anggapan bahwa kesejahteraan itu tidak
bersifat ad-hoc dan cenderung hanya seba- semata-mata dalam bentuk aspek ekonomi
tas memproses pelanggaran kode etik pega- (materi), tetapi juga dalam bentuk non-eko-
wai terkait hukuman disiplin dapat ditindak nomi (sosial-spiritual), dan kesejahteraan
oleh badan yang memiliki kekuatan hukum itu sendiri harus didistribusikan kepada
tetap. pihak-pihak yang lebih luas yaitu manusia
BPMEP memliki tugas untuk melaku- dan alam. Aspek – aspek seperti ini yang
kan audit, tetapi audit yang dilakukan bu- sebenar­nya sering dilupakan oleh dunia
kan financial (general) audit yaitu audit lapo- modern. Kedua aspek tersebut diletakkan
ran keuangan. Audit yang dilakukan oleh dalam posisi yang sejajar, tidak ada aspek
14 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

yang paling dominan dan saling mengintimi- dengan baik, juga memeriksa apakah kebi-
dasi antara satu dengan yang lain (Triyu- jakan tersebut telah dilaksanakan berdasar-
wono, 2000b). Hal ini selaras dengan makna kan pada nilai-nilai etika atau norma-norma
gurindam pasal kedelapan yang berbunyi: yang berlaku dalam masyarakat yang tidak
bertentangan dengan hukum yang telah
Barang siapa khianat akan
ditetapkan oleh Tuhan. Hal tersebut pada
dirinya
akhirnya akan membawa organisasi menjadi
apalagi kepada yang lainnya
organisasi yang tidak terlepas dari semangat
Kepada dirinya ia aniaya
ketuhanan (Triyuwono, 2000b, 2013, 2015d,
orang itu jangan engkau percaya
2016).
Intervensi auditing syariah ke daerah Marwah dalam tradisi masyarakat Me-
non-ekonomi memberikan suatu indikasi layu dapat diartikan sebagai “penyambung
bahwa aspek kehidupan manusia direduksi nyawa”. Hal ini dijelaskan oleh Bang Nizar
ke dalam dunia ekonomi. Bila aspek manusia melalui kutipan berikut ini.
direduksi kepada aspek ekonomi, kerusakan
Marwah itu bagi orang Melayu,
akan tercipta. Oleh karena itu, auditing sya-
posisinya berada di bawah nyawa,
riah sebetulnya merupakan media untuk
jadi dalam masyatakat Melayu,
ber-‘amar ma’ruf nahi mungkar (Triyuwono,
lebih baik dia mati daripada hid-
2000c). Konsep ini dalam konteks auditing
up tak memiliki marwah, orang
tidak dapat diartikan mencari kesalahan
yang tak punya marwah itu ibarat
orang lain, tetapi ia merupakan konsep sa­
“mayat hidup.”
ling mengingatkan agar tatanan masyarakat
yang dicita-citakan dapat diaktualisasikan. Itulah pernyataan tegas yang beliau
Hal ini pula yang kemudian akan dikem- sampaikan bahwa betapa pentingnya mar-
bangkan dan diaplikasikan oleh BPMEP wah bagi orang Melayu. Bahkan, jika tak me-
dalam pelaksanaan auditnya. Audit yang miliki marwah, orang tersebut diibaratkan
dilakukan oleh BPMEP di samping dilaku- sebagai “mayat hidup”. Marwah atau harga
kan untuk meyakinkan apakah kebijakan- diri (self esteem) dalam perspektif psikologi
kebijakan manajemen telah dilaksanakan sebagaimana yang dinyatakan oleh Stuart

Tabel 1. MARWAHKU: Infrastruktur Etika


Guidance,
Nilai Management Elemen Keterangan
dan Control
Moral maximization
Management Moral management
Management by process
Guidance Amanah leadership Holistic, accepted dan proven
Control Rule of law Civil law, common law dan Islamic law
Mirip dengan yang ada pada
Workable code of
Guidance infrastruktur etika OECD, tetapi perlu
conduct
beberapa modifikasi yang cukup berarti
Akuntabilitas terhadap Tuhan
Etika
Accountability Akuntabilitas terhadap DPRD
Pengelola Control
mechanism Akuntabilitas terhadap masyarakat
Keuangan
Akuntabilitas terhadap alam
Mirip dengan yang ada pada
Management High performance infrastruktur etika OECD tetapi perlu
ada modifikasi
Kick back un- Trilogi ajaran Ilahi
Control
ethical behavior Simpul keagamaan pribadi
Under co-ordinating Badan Pemeriksa Manajemen dan Etika
Management ethics bodies Pemerintahan (BPMEP)
supervision Management audit
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 15

& Sundeen (1991) adalah seberapa jauh hanan. Semuanya digunakan dalam rangka
individu menganalisis dan menilai perilaku kembali pada Tuhan, inna lillaahi wa innaa
yang memenuhi kriteria ideal dalam dirinya ilaihi raajiuun. Wallahu a’alm bishowab.
terhadap hasil yang ingin dicapai dalam
kondisi yang ideal tersebut. Dapat diartikan DAFTAR RUJUKAN
juga bahwa harga diri (self esteem) meng- Ahimsa-Putra & Shri, H. (2016). Paradigma
gambarkan sejauh mana seseorang atau in- Profetik Islam: Epistemologi, Etos, dan
dividu dapat menilai dirinya sebagai pribadi Model. Yogyakarta: Gadjah Mada Uni-
yang memiliki kompetensi, keberhargaan, versity.
keberartian, serta kemampuan. Di sinilah Ali, A. (2009). Menguak Teori Hukum dan
letak pentingnya harga diri. Seseorang dapat Teori Peradilan. Jakarta: Penerbit Ken-
menilai dirinya jika dapat memberi manfaat cana.
dan menilai sejauh mana ia “berarti” terha- Aman, S. (2014). Kalimat Zikir Bergaransi
dap sekitarnya. Jika terhadap dirinya saja Keberuntungan. Banten: Penerbit Ru-
tidak dapat menilai, sudah tentu hidupnya hama.
seolah menjadi tiada berarti dan berguna se- Amirin, T. M. (2007). Kepemimpinan yang
hingga ia sudah dianggap telah tiada atau Amanah. Jurnal Dinamika Pendidikan,
telah “mati”. Harga diri sejatinya merupakan 1(1), 1–11.
bagian dari rasa yang tak dapat divisualisasi Amundsen, I., & Andrade, V. P. de. (2009).
dan diverbalkan (Buss, 1979). Public Sector Ethics. Compendium for
Konsep infrastruktur etika berketu­ Teaching at the Chatolic University of
hanan. Sebagaimana yang telah dijelas- Angola (UCAN), 1–58.
kan di atas bahwa infrastruktur etika yang Anshori, C.S. (2016). Ukhuwah Islamiyah
peneliti rancang bangun tidak sekadar un- Sebagai Fondasi Terwujudnya Orga­
tuk mencegah terjadinya perilaku “tidak nisasi Yang Mandiri dan Profesional.
etis” dalam suatu organisasi seperti apa Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim,
yang telah dikonsepkan oleh OECD (2001) 14(1), 117–125.
Arifin, A.I. (2015). Tindak Pidana Korupsi
tetapi juga menjadikan organisasi sebagai
Menurut Perspektif Hukum Pidana Is-
jalan menuju kepada Tuhan.
lam. Jurnal Lex et Societatis, III(1), 72–
Kembali pada Tuhan adalah tujuan
82.
yang pasti dan konkret bagi manusia. Oleh
Boes, A. (2015). Factors Influencing the Un-
karena itu, menjalani aktivitas sebagai pe­
ethical Behavior of Business People.
ngelola keuangan negara merupakan ajang
Honors Projects, (421), 1–22.
atau wadah bagi aparatur pengelola keua­
Brown, M.E., & Mitchell, M.S. (2010). Ethi-
ngan berlomba-lomba berbuat kebaikan
cal and Unethical Leadership: Explor-
dalam rangka kembali kepada Tuhan de­
ing New Avenues for Future Research.
ngan jiwa yang suci dan tenang (Triyuwono,
Business Ethics Quarterly, 20(4), 583–
2015b)
616.
Chapra, U. (2000). Islam dan Pembangunan
SIMPULAN Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press.
Program MARWAHKU merupakan Endahwati, Y.D. (2014). Akuntabilitas Pe­
suatu jalan esoteris yang menjadi ikhtiar ngelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
peneliti agar konsep etika yang dibangun (ZIS). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Hu-
oleh peneliti dapat mentransformasikan spi­ manika, 4(1), 1356–1379.
rit harga diri orang Melayu. Harga diri yang Farhan, A. (2016). Hermeneutika Romantik
dilandasi oleh Tauhid agar tercapai pribadi Schleiermacher Mengenai Laba dalam
yang bertuah atau beruntung. Oleh karena Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jurnal
itu infrastruktur etika yang telah dirancang Akuntansi Multiparadigma, 7(1), 61-
bangun dapat mendorong aparatur pengelo- 69. http://dx.doi.org/10.18202/ja-
la keuangan memperoleh tujuan akhir yang mal.2016.04.7005
holistik yaitu tercapainya kesuksesan di du- Hamka. (1982). Dari Perbendaharaan Lama.
nia dan akhirat, memiliki sikap mental yang Jakarta: Pustaka Panjimas.
bernurani, serta kemampuan spiritual yang Husain, S., & Abdullah, W. (2015). Meta-
meningkat. Semua itu bermuara pada suatu fora Amanah Pengelolaan Dana Pihak
sikap penyadaran, yaitu kesadaran ketu- Ketiga (DPK) sebagai Penopang Asset
16 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 1-17

Perbankan Syariah Ditinjau dari Aspek Schwartz, M. . (2002). A Code of ethics for
Trilogi Akuntabilitas (Studi Kasus Pada Corporate Code of Ethics. Journal of
PT. Bank BNI Syariah Cabang Makas- Business Ethics, 41, 27–43.
sar). Jurnal Iqtisaduna, 1(2), 40–64. Setiawan, A.R. (2016). Al-Halalu Bayn Wal
Irwandra. (2014). Metafisika Akhlak : Dasar- Haroomu Bayn: Tafsir Agama(wan) Is-
Dasar Akhlak dalam Islam. Jurnal Pe- lam Terhadap Tafsir “Sisi Gelap” Pen-
mikiran Islam: An-Nida, 39(1). gelolaan Keuangan Daerah. Jurnal
Jensen, M., & Meckling, W. (1976). Theory Akuntansi Multiparadigma, 7(1), 17-
of The Firm: Manager Behavior, Agency 35. http://dx.doi.org/10.18202/ja-
Cost and Ownership Structure. Journal mal.2016.04.7002
of Financial Economics, 3(4), 305–360. Sikula, A.F. (1989). Moral Management :
Jordanova, E. (2012). The Ethical Code – A Business Ethics. Lowa: Kendall Hunt.
Means to Express Ethics and Values in Sikula, A. (2009). Moral Management Meth-
the Organization. Knowledge Society, odology/Mythology: Erroneous Ethical
5(3), 59–61. Equations. Ethics & Behavior, 19(3),
Kamayanti, A. (2010). Introduction A “Bal- 253–261.
ance” in The BSC Through Beauty and Sirajudin. (2013). Interpretasi Pancasila dan
Love. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Islam untuk Etika Profesi Akuntan In-
1(1), 42–56. donesia. Jurnal Akuntansi Multipara-
Kelly-dewitt, J., Roland, H., & Simmons, C. digma, 4(3), 456-466.
W. (1998). Local Goverment Ethics Ordi- Sitorus, J.H.E. (2015). Membawa Pancasila
nances in California. California. dalam Suatu Definisi Akuntansi. Jur­
Lewis, C.W., & Gilman, S.C. (2005). The nal Akuntansi Multiparadigma, 6(2),
E­thics Challenge in Public Service: A 175–340. http://dx.doi.org/10.18202/
Problem- Solving Guide. New York : jamal.2015.08.6021
John Wiley and Sons. Stuart dan Sundeen. 1991. Principles and
Ludigdo, U. (2005). Mengembangkan Etika Practice of Psychiatric Nursing Edition 4.
di Kantor Akuntan Publik : Sebuha Per- St. Louis : CV Mosby.
spektif untuk Mendorong Perwujudan Triyuwono, I. (2000a). Akuntansi Syariah:
Good governance. In Konferensi Nasi- Implementasi Nilai Keadilan dalam
onal Akuntansi. Jakarta. Format Metafora Amanah. In Seminar
Ludigdo, U. (2009). Wacana dan Praktik Eti- Akuntansi Syariah FE Unibraw. Malang.
ka Akuntan Publik dalam Strukturasi Triyuwono, I. (2000b). Organisasi dan Akun-
(+SQ). Ekuitas, 13(No. 1), 127–141. tansi Syariah. Yogyakarta : LkiS.
Ludigdo, U. (2012). Memaknai Etika Profesi Triyuwono, I. (2000c). Sharia’te Accounting :
Akuntan Indonesia dengan Pancasila. An Ethical Construction of Accounting
In Pidato Pengukuhan Guru Besar Bi- Disipline. Gadjah Mada International
dang Etika Bisnis dan Profesi. Malang. Journal of Business, 2(2).
Madjid, N. (1992). Islam Doktrin dan Perada- Triyuwono, I. (2007). Balancing Performance
ban: Sebuah Telaah Kritis tentang Ma- Measurement by Using The Tradition of
salah Keimanan, Kemanusiaan, dan Islam, Tao, and Java. The International
Journal of Accounting and Business So-
Kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf
ciety, 15(1), 1-20.
Paramadina.
Triyuwono, I. (2011). ANGELS: Sistem Pe-
Newberg, A., & Waldman, M. R. (2009). How
nilaian Tingkat Kesehatan Bank Sya-
God Change Your Brain. New York: Bal-
riah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma,
lantine Books.
2(1), 1-21.
OECD. (2001). Public Sector Integrity Ma­
Triyuwono, I. (2013). Makrifat Metode Pene-
nagement Framework.
litian Kualitatif dan Kuantitatif untuk
OECD. (2005). Public Sector Integrity Ma­
Pengembangan Disiplin Akuntansi. In
nagement Framework. Simposium Nasional Akuntansi XVI.
Qardhawi, Y. (1998). Al Qur’an Berbicara ten- Manado.
tang Akal dan Ilmu Pengetahuan. (Sub- Triyuwono, I. (2015a). Akuntansi Syariah :
han, Ed.). Jakarta: Gema Insani Press. Perspektif, Metodologi, dan Teori (2nd
Rabain, J. (2014). Perspektif Islam tentang ed.). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persa-
Korupsi. Jurnal Pemikiran Islam: An- da.
Nida, 39(2), 187–198.
Briando, Triyuwono, Irianto, Gurindam Etika Pengelola Keuangan Negara 17

Triyuwono, I. (2015b). Salam Satu Jiwa dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal : Peluang
Konsep Kinerja Klub Sepak Bola. Ju- dan Tantangan Masyarakat Ekonomi
rnal Akuntansi Multiparadigma, 6(2), ASEAN (MEA) 2015. Jurnal Lingkar
290–303. http://dx.doi.org/10.18202/ Widyaiswara, 2 (3), 33–50.
jamal.2015.08.6023 Wiranta, D.N.S. (2015b). Transformasi Bi-
Triyuwono, I. (2016). Akuntansi Syariah Per- rokrasi: Cara untuk Penguatan Etika
spektif, Metodologi, dan Teori. Depok : dan Integritas dalam Pencegahan Ko-
PT Raja Grafindo Persada. rupsi. Jurnal Lingkar Widyaiswara,
Umar, N. (2014). Konsep Hukum Modern: 2(4), 44–71.
Suatu Perspektif Keindonesiaan, Inte- Yuhertiana, I. (2016). Etika, Organisasi,
grasi Sistem Hukum Agama dan Sistem dan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal
Hukum Nasional. Jurnal Walisongo, Akuntansi Multiparadigma, 7(1), 131-
22(1), 157–180. 141. http://dx.doi.org/10.18202/ja-
Wibisono, C. (2010). Pengaruh Iman kepada mal.2016.04.7012
Rasul Terhadap Kinerja Yang Relegius. Zuhdi, M. H. (2014). Konsep Kepemimpinan
Jurnal Ekonom, 13(4), 128–134. dalam Perspektif Islam. Jurnal Aka-
Wiranta, D.N.S. (2015a). Penguatan Peran demika, 19(1), 35–57.
Pemerintah Daerah dalam Mendorong

Anda mungkin juga menyukai