Anda di halaman 1dari 28

1.

1 Pembinaan Kesehatan Posyandu


Posyandu merupakan salah satu bentukpelayanan kesehatan yang
diselenggarakan olehmasyarakat untuk masyarakat dengan dukungan
tekhnis dari petugas kesehatan. Agar kegiatan Posyandu berlangsung
dengan baik maka perlu diadakan pengelolaan posyandu yang salah satu
kegiatannya merupakan kegiatan pembinaan. Peran serta pemerintah
dalam peningkatan kinerja posyandu adalah kegiatan Revitalisasi
Posyandu dan salah satu strategi dalam rangka mencapai tujuan
Revitalisasi Posyandu adalah memperkuat dukungan pembinaan dan
pendampingan dari tenaga profesional dan masayarakat termasuk unsur
LSM.
A. Proses Pembinaan Posyandu
1) Pembinaan Prosedur Tetap Posyandua.
a. Pendataan sasaran Proses pembinaan pendataan sasaran
posyandu dilakukan 5 Informan utama (Bidan) dengan
memberdayakan kader dengan cara menjadikan kader sebagai
tenaga utama yang mendata sasaran di setiap wilayah
binaannya. Masalah yang dialami terkait kegiatan pendataan
sasaran adalah tempat yang terpisah dengan wilayah lain,
masalah tersebut telah diatasi bidan dengan tetap mengarahkan
kaderuntuk melaksanakan pendataan secarabergantian.
b. Pelaksanaan Rapat Koordinasi
Pelaksanaan rapat koordinasi hanya dilaksanakan 1 dari 5
Informan dengan frekuensi 2 atau 3 bulan sekali. Empat
Informan lainnya tidak pernah melaksanakan rapat koordinasi.
Masalah yang dialami adalah kesalahan anggapan bahwa
posyandu hanya milik orang kesehatan serta kesulitan dalam
menyingkronkan waktu. Upaya yang dilakukan bidan sebagai
tenaga pembina posyandu yaitu dengan pendekatan kepada
lurah, pendekatan RT serta memotivasi kader untuk melakukan
pendekatanterhadap ketua RT.

1
c. Pembagian Undangan atau pemanggilan sasaran
Semua informan utama yaitu bidan tidakpernah melaksanakan
pembagian undanganmaupun pemanggilan sasaran dari rumah
kerumah. Bidan hanya mengarahkan kader untuk mendatangi
sasaran atau mengumumkan haribuka posyandu melalui sarana
umum yaitumesjid serta ada juga bidan yang
mengumumkansaat hari posyandu untuk bulan berikutnya.
Masalah yang sering dialami adalah sasaran yang lupa jadwal
posyandu, sehingga bidan berupaya mengatasinya dengan
mengarahkan kader untuk memanggil sasaran maupun
menghubungi lewat telepon.
d. Pembinaan 5 meja Posyandu
Pembinaan 5 meja secara lengkap hanyadilaksanakan 1 dari 5
Informan utama. Empatinforman lain tidak melaksanakan
karenakesulitan dalam membagi waktu. Upaya yangdilakukan
untuk mengatasi masalah yang ada yaitu dengan mengarahkan
kader sesuai denganmateri yang tidak dimengerti.
e. Pelaksanaan pertemuan Posyandu beberapa saat setelah selesai
Posyandu.
Pelaksanaan pertemuan beberapa saatsetelah selesai posyandu
hanya dilaksanakan 3dari 5 informan utama. Masalah yang
dihadapikarena kesulitan dalam menyingkronkan waktu,bidan
memiliki tugas lain selain di posyandu.
2) Pelaksanaan kunjungan rumah kepada sasaran yang tidak datang
Empat dari 5 Informan utama menyatakan dalam kegiatan
kunjungan rumah, bidan hanya mengarahkan kader dan 1 Informan
lainnya tidak melaksanakan kunjungan rumah. Masalah yang
dialami karena kader tidak memiliki cukup waktu untuk
melaksanakan kunjungan rumah. Informan belum melakukan
upaya dalm permasalahan ini.

2
3) Pembinaan Sistem Informasi posyandu(SIP)
a. Pengisian Format & Pembinaan BalokSKDN
Semua informan tidak melaksanakan pembinaan pengisian
format, karena pembinaan dilaksanakan oleh koordinator
posyandu dipuskesmas yaitu petugas gizi, perawat dan tenaga
promosi kesehatan. Masalah yang dihadapi adalah bidan tidak
dapat mengetahui secara langsung kondisi posyandu yang
dibinanya dan upaya yang dilakukan adalah pendekatan dengan
kader.
4) Pelaksanaan Promosi Kesehatan/PenyuluhanPromosi Kesehatan /
Penyuluhan hanya dilaksanakan satu dari lima informan,
empatinforman lainnya tidak melaksanakan penyuluhan karena
kader masih merasa kurang percaya diri melakukan penyuluhan
dan bidan tidak memiliki cukup waktu untuk melaksanakan
penyuluhan. Upaya yang dilaksanakan yaitu dengan memberikan
KIE kepada pengunjung posyandu.
5) Pembinaan Pencatatan Pelaporan
Semua Informan Utama tidak melakukanpembinaan untuk
pencatatan pelaporan, pembinaan pencatatan pelaporan
dilaksanakan oleh koordinator posyandu. Masalah yang di hadapi
adalah kekurangan waktu dalam proses. pembinaan, upaya yang
dilakukan informan utama yaitu menyarankan kader untuk
menunggu tenaga dari puskesmas dan mengarahkan padabagian
yang sesuai dengan keilmuan.
6) Pembinaan KaderPembinaan kader tidak dilaksanakan
secaralengkap, hanya dilakukan sebagai pendampingansesuai
dengan bagian yang tidak dipahami kader.Masalah yang dihadapi
berupa keterbatasankader dalam mengingat materi dan upaya
yangdilaksanakan yaitu dengan mengingatkan danmengarahkan
kader.

3
B. Faktor Kinerja dalam Proses Pembinaan posyandu
1. Umur
Satu dari 5 informan mengalami masalah yaitu pengunjung kurang
percaya jika dilayani atau dibina oleh tenaga kesehatan yang
berumur muda. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengalihkan
pengunjung ke tenaga kesehatan yang lebih senior.
2. Suku
Mayoritas suku informan triangulasi adalah melayu yang
homongen dengan suku Kader. Masalah yang dihadapi adalah
masih ada suku tertentu yang belum mau diimunisasikan dan
mendapatkan pelayanan oleh tenaga kesehatan yang sesuku. Belum
ada upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
3. Jarak
Semua informan triangulasi menyatakan tidak ada masalah yang
terjadi dengan jarak. Jarak antara posyandu dan tempat tenaga
kesehatan relatif dekat dengan keadaan jalan yang baik. Jarak
tempuh sekitar 15 sampai 20 menggunakan kendaraan bermotor.
4. Ketenagaan
Tenaga yang dilibatkan dalam pembinaan posyandu adalah bidan,
petugas gizi, petugas imunisasi yaitu perawat. Masalah yang terjadi
adalah tenaga kesehatan dari puskesmas yang sering datang
terlambat, upaya yang dilakukan informan yaitu dengan
menghubungi lewat telepon agar cepat datang.
5. Dana
Dana pembinaan posyandu tidak dianggarkan secara rutin,
sehingga pelaksanaan pembinaan optimal, belum ada upaya secara
spesifik yang dilakukan oleh informan utama.
6. Sarana dan Prasarana
Sarana dalam pelaksanaan posyandu lengkap tetapi untuk beberapa
posyandu ada 3 posyandu yang belum layak karena masih

4
menumpang dirumah warga serta warung. Belum ada upaya
spesifik yang dilakukan informan.
7. Pelatihan
Semua informan menyatakan tidak mendapatkan pelatihan, dan
menggunakan buku pegangan kader sebagai acuan dalam
melaksanakan pembinaan. Belum ada upaya yang dilaksanakan
oleh Informan utama.
8. Kebijakan
Untuk kegiatan pembinaan, belum ada kebijakan secara spesfik
tentang alur dan jobdeskripsi dalam kegiatan pembinaan posyandu,
belum ada upaya spesifik yang dilakukan oleh Informan utama,
hanya melaksanakan kegiatan pembinaan sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
1.2 Pembinaan Kesehatan Posyandu Lansia
Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu lansia merupakan suatu wadah untuk memberikan pelayanan
kesehatan dan pembinaan kepada kelompok usia lanjut di suatu wilayah
dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat melalui kader kesehatan
dan kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam rangka untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat pada umumnya dan kususnya
kelompok usia lanjut.( Dep kes RI 2005 ).
Kegiatan Posyandu Lansia
1. Pelayanan kesehatan setiap bulan
2. Kegiatan kelompok
a) Pemberian makanan tambahan
b) Kunjungann rumah oleh petugas dan kader
c) Kegiatan olahraga ( senam dan gerak jalan)

5
Pembinaan
Pembinaan posyandu lansia dilaksanakan oleh Puskesmas setempat
bekerjasama dengan PKK tingkat RW / Kecamatan. Dilaksanakan dalam
bentuk kunjungan ( supervisi ) pd saat Pelayanan posyandu, pembinaan
kelompok, pelatihan kader dan Penilaian kegiatan posyandu.
1.3 Kader Kesehatan
1. Pengertian Kader
Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat, yang
dipilih oleh masyarakat sendiri dan bekerja secara sukarela untuk
menjadi penyelenggara di Desa siaga (Fallen & Budi, 2010). Kader
merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat.
2. Tugas Kegiatan Kader
Tugas kegiatan kader akan di tentukan, mengingat bahwa pada
umumnya kader bukanlah tenaga professional melainkanhanya
membantu dalam pelayanan kesehatan. Hal ini perlu adanya
pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun
jenis pelayanan. Nugroho (2008) menyebutkan adapun kegiatan pokok
yang perlu diketahui oleh dokter dan semua pihak dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam
maupun di luar posyandu antara lain:
1) Kegiatan yang dilakukan kader Posyandu adalah a) melaksanakan
pendaftaran; b) melaksanakan penimbangan bayi dan balita; c)
melaksanakan pencatatan hasil penimbangan; d) memberikan
penyuluhan; e) memberi dan membantu pelayanan; f) merujuk.
2) Kegiatan yang dapat dilakukan diluar Posyandu KB-kesehatan
adalah a) bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi,
Gizi dan penanggulangan diare; b) mengajak ibu-ibu untuk datang
pada hari kegiatan Posyandu; c) kegiatan yang menunjang upaya
kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada:
pemberantasan penyakit menular; penyehatan rumah; pembersihan

6
sarang nyamuk; pembuangan sampah; penyediaan sarana air
bersih; menyediakan sarana jamban keluarga; pembuatan sarana
pembuangan air limbah; pemberian pertolongan pertama pada
penyakit; P3K; dana sehat; kegiatan pengembangan lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan.
3. Karakteristik Kader Posyandu
Kader posyandu dipilih secara sukarela dari anggota masyarakat yang
bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan
posyandu secara sukarela. Kriteria kader posyandu antara lain
diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat, dapat membaca
dan menulis huruf latin, mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan
penggerak masyarakat, serta bersedia bekerja secara sukarela, memiliki
kemampuan dan waktu luang (Depkes RI, 2008).
Karakteristik kader posyandu adalah keterangan mengenai diri kader
posyandu yang meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan,
pekerjaan,pengalaman, pengetahuan, perilaku, sikap, status kesehatan
dan status sosial ekonomi (Depkes RI, 2008).
4. Keaktifan Kader Kesehatan
Kader kesehatan adalah perwujudan peran aktif masyarakat dalam
pelayanan terpadu (Depkes RI (2007). Keaktifan merupakan suatu
kegiatan atau kesibukan (Depkes RI 2007). Keaktifan kader kesehatan
dapat diasumsikan bahwa kader kesehatan yang aktif melaksanakan
tugasnya dengan baik sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, maka kader kesehatan tersebut termasuk dalam kategori
yang aktif. Namun, apabila kader kesehatan tidak mampu
melaksanakan tugasnya maka mereka tergolong yang tidak aktif
(Rochmawati (2010).

7
1.4 Macam Macam Imunisasi Pada Bayi dan Balita
1. Pengertian imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh
tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang (Lisnawati, 2011).
2. Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak
hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
tetapi juga dirasakan oleh :
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini
mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan
berkualitas.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang
penyelenggaraan imunisasi, pasal 6 dinyatakan imunisasi dasar
merupakan imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia 1
(satu) tahun. Adapun jenis imunisasi dasar pada bayi terdiri dari :
a. Imunisasi Hepatitis B bayi baru lahir

8
Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu
penyakit infeksi yang dapat merusak hati (Maryunani, 2010). Kini
paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan
risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.
b. Imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG)
Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberculosis (TBC) pada anak (Proverawati dan
Andhini, 2010). Bacille Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin
hidup yang dibuat dari myobacterium bovis yang dibiak berulang
selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen
tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG berisi
suspensi myobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan.
Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi
mengurangi resiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB
dan tuberkulosis milier (Ranuh et.al, 2011).
Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan, Kementerian
Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1
bulan dan sebaiknya pada anak dengan uji Mantoux (Tuberkulkin)
negatif. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
c. Imunisasi Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB)
atau Diphteria Pertusis Tetanus- Hepatitis B-Hemophilus
influenza type B (DPT-HB-HiB)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan
difteri murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen
permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius dan
komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius
yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus (Kemenkes,
2013).

9
Vaksin ini digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus,
pertusis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus
influenza tipe b secara simultan. Strategic Advisory Group of
Expert on Immunization (SAGE) merekomendasikan vaksin Hib
dikombinasi dengan DPT-HB menjadi vaksin pentavalent (DPT-
HB-Hib) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi.
Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan telah
dibuktikan melalui uji klinik, bahwa kombinasi tersebut secara
materi tidak akan mengurangi keamanan dan tingkat perlindungan
(Kemenkes, 2013).
d. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah
penyakit poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun
1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat
lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada
tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral
(OPV) secara luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan
molekul yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih
tinggi mulai digunakan tahun 1988. Perbedaan kedua vaksin ini
adalah IPV merupakan virus yang sudah mati dengan formaldehid,
sedangkan OPV adalah virus yang masih hidup dan mempunyai
kemampuan enterovirulen, tetapi tidak bersifat patogen karena
sifat neurovirulensinya sudah hilang (Ranuh et.al, 2011).
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan
diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat
masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut
anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru (Proverawati dan Andhini, 2010). Dosis
pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon

10
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan
untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang
tertinggi (Lisnawati, 2011).
e. Imunisasi Campak
Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak. pemberian vaksin campak diberikan 1
kali pada umur 9 bulan secara subkutan walaupun demikian dapat
diberikan secara intramuskuler dengan dosis sebanyak 0,5 ml.
Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada
program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada
anak sekolah SD kelas 1 dalam program BIAS (Ranuh et.al,
2011).
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi
aktif, dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu
yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang
rentan terhadap campak adalah bayi berumur lebih dari 1 tahun,
bayi yang tidak mendapatkan imunisasi kedua sehingga merekalah
yang menjadi target utama pemberian imunisasi campak. kadar
antibodi campak tidak dapat dipertahankan sampai anak menjadi
dewasa.
Jenis Imunisasi Tambahan Untuk bayi dan Anak
a. Vaksin MMR
Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah penyakit campak
(Measles), gondongan (Mumps), dan Rubela (campak Jerman).
Vaksin ini umumnya diberikan saat anak berusia 12-18 bulan.
Namun jika anak sudah pernah vaksin campak dan punya riwayat
kena salah satu penyakit di atas sebelumnya, ia tetap perlu
mendapatkan vaksin MMR. Vaksin ini juga direkomendasikan
bagi anak yang memiliki penyakit kronis seperti kistik fibrosis,
kelainan jantung bawaan, kelainan ginjal bawaan, serta sindrom
Down.

11
b. Vaksin tifoid
Vaksin tifoid bertujuan mencegah infeksi bakteri Salmonella
typhii yang merupakan penyebab penyakit tifus. Vaksin ini bisa
diberikan saat anak berusia 24 bulan. Perlu dicatat bahwa
kemampuan vaksin tifoid untuk melindungi anak dari tipes kurang
lebih hanya sekitar 50-80% saja. Itu kenapa vaksin ini sebaiknya
diulang setiap 3 tahun sekali. Namun, orangtua juga tetap perlu
untuk memilah-milih makanan yang sehat serta memastika
kebersihan diri anak dan kualitas sanitasi di tempat tinggal.
c. Vasin rotavirus
Vaksin rotavirus berfungsi mencegah infeksi rotavirus yang bisa
mengakibatkan diare kronis. Ada 2 jenis vaksin rotavirus, yakni
vaksin monovalent dan pentavalent. Kedua jenis vaksin tersebut
bisa diberikan secara oral, dengan jadwal pemberian yang berbeda.
Vaksin monovalent diberikan 2 kali saat anak berusia 6-12
minggu, dengan jarak waktu pemberian selama 8 minggu.
Sementara vaksin pentavalent diberikan 3 kali, mulai saat anak
berusia 2 bulan dengan jarak waktu pemberian per 4-10 minggu.
Vaksin pentavalent terakhir maksimal diberikan saat anak berusia
8 bulan. Rangkaian vaksin rotavirus sebaiknya sudah selesai
dilengkapi semua saat anak menginjak usia 24 bulan.
d. Vaksin pneumokokus (PCV)
Vaksin PCV adalah imunisasi untuk melindungi anak dari infeksi
bakteri pneumokokus. Infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan
penyakit pneumonia, meningitis, dan infeksi telinga. Vaksin
ini bisa diberikan pada anak mulai usia 7-12 bulan sebanyak 2 kali
dengan jarak 2 bulan. Jika diberikan pada anak yang sudah berusia
di atas 2 tahun, PCV cukup diberikan sebanyak 1 kali.
e. Varicella
Vaksin varicella (Varivax) adalah imunisasi rutin untuk mencegah
cacar air. Vaksin ini biasanya diberikan sebanyak 2 kali, yang

12
pertama pada rentang usia 12-15 bulan sebelum masuk sekolah
dasar. Imunisasi yang kedua kalinya kemudian diberikan saat anak
berusia 4-6 tahun. Vaksin cacar juga bisa diberikan pada orang
dewasa yang belum pernah kena cacar air sebelumnya. Perlu
dipahami bahwa vaksin ini tidak menjamin sepenuhnya Anda akan
kebal dari cacar air sama sekali. Namun, setidaknya imunisasi bisa
menurunkan keparahan gejala penyakitnya. Sebab jika anak tidak
mendapatkan vaksin sama sekali, risiko komplikasi cacar air justru
akan semakin tinggi.
f. Vaksin influenza
Vaksin influenza idealnya diberikan saat anak minimal sudah
berumur 6 bulan. Berbeda dengan jenis vaksin lainnya yang hanya
diberikan sesuai jadwal, vaksin influenza tidak demikian. Vaksin
influenza boleh didapatkan kapan saja. Pemberian vaksin ini juga
sebaiknya diulang kembali setiap tahun untuk meencegah anak
terkena flu.
g. Hepatitis A
Hepatitis A adalah infeksi virus yang menyebar melalui makanan
maupun feses penderitanya. Penyakit hepatitis A bisa menyerang
siapa saja, termasuk anak-anak. Itu sebabnya pemberian vaksin
hepatitis A harus dilakukan sedini mungkin, tepatnya saat usia
anak sudah menginjak 2 tahun. Pemberian vaksin ini biasanya
dilakukan 2 kali dengan jarak 6-12 bulan sekali. Namun, bisa juga
didapatkan 2-3 kali per 6-12 bulan bagi anak yang sudah berusia
lebih dari 2 tahun. Bagi anak yang lebih tua dan orang dewasa,
vaksin ini bisa diulang setiap 10 tahun sekali. Efektivitas vaksin
akan mulai bekerja sekitar 15 hari setelah didapatkan dan akan
bertahan selama kurang lebih 20-50 tahun.

13
h. HPV (human papiloma virus)
Vaksin HPV (human papiloma virus) bisa mulai diberikan ketika
anak sudah berusia 10 tahun. Vaksin ini dapat diberikan sebanyak
3 kali dalam rentang usia 10-18 tahun. Pemberian vaksin ini
berfungsi untuk melindungi tubuh dari virus HPV yang dapat
mengakibatkan kanker serviks, penyakit seks menular seperti kutil
kelamin, hingga kanker anus dan penis.
1.5 Macam Macam KB

. Definisi KB
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak
dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah
mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda
kehamilan
(Sulistyawati, 2013).

2. Tujuan Program KB
Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga
kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara
pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013).
Tujuan program KB lainnya yaitu untuk menurunkan angka kelahiran
yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka diadakan
kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda,
dan menghentikan) maksud dari kebijakaan tersebut yaitu untuk
menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak
kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua (Hartanto,
2002).

14
3. Ruang Lingkup Program KB
Ruang lingkup program KB secara umum adalah sebagai berikut :

a. Keluarga berencana

b. Kesehatan reproduksi remaja

c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga

d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas

e. Keserasian kebijakan kependudukan

f. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)

g. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan.

B. Kontrasepsi

1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen
(Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur
oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang
telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).

2. Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi


Menurut Wiknjosastro (2007) efektivitas atau daya guna suatu cara

kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat, yakni:

a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan suatu


cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan, apabila kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti
aturan yang benar.

15
b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan
kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya
dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti pemakaian yang tidak hati-hati,
kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan sebagainya.

3. Memilih Metode Kontrasepsi


Menurut Hartanto (2002), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang baik ialah
kontrasepsi yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Aman atau tidak berbahaya

b. Dapat diandalkan

c. Sederhana

d. Murah

e. Dapat diterima oleh orang banyak

f. Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi).

Menurut Hartanto (2002), faktor-faktor dalam memilih metode


kontrasepsi

yaitu:

a. Faktor pasangan

1) Umur

2) Gaya hidup

3) Frekuensi senggama

4) Jumlah keluarga yang diinginkan

16
5) Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu

6) Sikap kewanitaan 7) Sikap kepriaan.


b. Faktor kesehatan

1) Status kesehatan

2) Riwayat haid

3) Riwayat keluarga 4) Pemeriksaan fisik


5) Pemeriksaan panggul.

4. Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Kontrasepsi Sederhana

Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode


kontrasepsi sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat.
Metode kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe Laktasi

(MAL), Couitus Interuptus, Metode Kalender, Metode Lendir Serviks,


Metode Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara
suhu basal dan lendir servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana
dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida
(Handayani, 2010).

b. Metode Kontrasepsi Hormonal

Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2


yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron dan estrogen
sintetik) dan yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal
kombinasi terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan
kontrasepsi hormon yang berisi progesteron terdapat pada pil, suntik
dan implant (Handayani,

17
2010).

c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu


AKDR yang mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan
yang tidak mengandung hormon (Handayani, 2010). AKDR yang
mengandung hormon Progesterone atau Leuonorgestrel yaitu
Progestasert (Alza-T dengan daya kerja 1 tahun, LNG-20
mengandung

Leuonorgestrel (Hartanto, 2002).

d. Metode Kontrasepsi Mantap

Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode


Operatif Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP). MOW
sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip metode ini adalah
memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopii sehingga mencegah
pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP sering dikenal
dengan nama vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau mengikat
saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak dapat keluar atau
ejakulasi (Handayani,

2010).

C. Kontrasepsi Hormonal

1. Definisi Kontrasepsi Hormonal


Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi
yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi
(Baziad, 2008). Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana
estrogen dan progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar

18
hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel
dan proses ovulasi
(Manuaba, 2010).

2. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal


Hormon estrogen dan progesteron memberikan umpan balik,
terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan
terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus
dan hipofisis, estrogen dapat menghambat pengeluaran Folicle Stimulating
Hormone (FSH) sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle De
Graaf tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat menghambat
pengeluaran Hormone Luteinizing (LH). Estrogen mempercepat peristaltik
tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uterus endometrium yang belum
siap untuk menerima implantasi (Manuaba, 2010).

Selama siklus tanpa kehamilan, kadar estrogen dan progesteron


bervariasi dari hari ke hari. Bila salah satu hormon mencapai puncaknya,
suatu mekanisme umpan balik (feedback) menyebabkan mula-mula
hipotalamus kemudian kelenjar hypophyse mengirimkan isyarat-isyarat
kepada ovarium untuk mengurangi sekresi dari hormon tersebut dan
menambah sekresi dari hormon lainnya. Bila terjadi kehamilan, maka
estrogen dan progesteron akan tetap dibuat bahkan dalam jumlah lebih
banyak tetapi tanpa adanya puncak-puncak siklus, sehingga akan
mencegah ovulasi selanjutnya. Estrogen bekerja secara primer untuk
membantu pengaturan hormon realising factors of hipotalamus,
membantu pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan
merangsang perkembangan endometrium. Progesteron bekerja secara
primer menekan atau depresi dan melawan isyarat-isyarat dari
hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini atau
prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari
endometrium (Hartanto, 2002).

19
Adapun efek samping akibat kelebihan hormon estrogen, efek

samping yang sering terjadi yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala,
nyeri pada payudara, dan fluor albus atau keputihan. Rasa mual kadang-
kadang disertai muntah, diare, dan rasa perut kembung. Retensi cairan
disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, dan dapat
meningkatkan berat badan. Sakit kepala disebabkan oleh retensi cairan.
Kepada penderita pemberian garam perlu dikurangi dan dapat diberikan
diuretik. Kadangkadang efek samping demikian mengganggu akseptor,
sehingga hendak menghentikan kontrasepsi hormonal tersebut. Dalam
kondisi tersebut, akseptor dianjurkan untuk melanjutkan kontrasepsi
hormonal dengan kandungan hormon estrogen yang lebih rendah. Selain
efek samping kelebihan hormon estrogen, hormon progesteron juga
memiliki efek samping jika dalam dosis yang berlebihan dapat
menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan
disertai bertambahnya berat badan, acne (jerawat), alopsia, kadang-
kadang payudara mengecil, fluor albus (keputihan), hipomenorea. Fluor
albus yang kadang-kadang ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan
progesteron dalam dosis tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi
dengan candida albicans (Wiknjosastro, 2007).
Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang,
retensi air, dan garam, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala,
perdarahan banyak saat menstruasi, meningkatkan pengeluaran leukorhea,
dan menimbulkan perlunakan serviks. Komponen progesteron
menyebabkan payudara tegang, acne (jerawat), kulit dan rambut kering,
menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram (Manuaba, 2010).

3. Macam-Macam Kontrasepsi Hormonal


a. Kontrasepsi Pil

1) Pengertian

20
Pil oral akan menggantikan produksi normal estrogen dan
progesteron oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormon ovarium
selama siklus haid yang normal, sehingga juga menekan
releasingfactors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi.
Pemberian Pil Oral bukan hanya untuk mencegah ovulasi, tetapi
juga menimbulkan gejala-gejala pseudo pregnancy (kehamilan
palsu) seperti mual, muntah, payudara membesar, dan terasa nyeri
(Hartanto, 2002).
2) Efektivitas

Efektivitas pada penggunaan yang sempurna adalah 99,5-

99,9% dan 97% (Handayani, 2010).

3) Jenis KB Pil menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet


mengamdung hormon aktif estrogen atau progestin, dalam
dosisi yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif, jumlah
dan porsi hormonnya konstan setiap hari.
b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen, progestin, dengan dua
dosis berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif, dosis hormon
bervariasi.
c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen atau progestin, dengan tiga
dosis yang berbeda 7 tablet tanpa hormon aktif, dosis hormon
bervariasi
setiap hari.

4) Cara kerja KB Pil menurut Saifuddin (2010) yaitu:

21
a) Menekan ovulasi

b) Mencegah implantasi

c) Mengentalkan lendir serviks

d) Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi ovum akan


terganggu.
5) Keuntungan KB Pil menurut Handayani (2010) yaitu:

a) Tidak mengganggu hubungan seksual

b) Siklus haid menjadi teratur (mencegah anemia)

c) Dapat digunakam sebagai metode jangka panjang

d) Dapat digunakan pada masa remaja hingga menopouse

e) Mudah dihentikan setiap saat

f) Kesuburan cepat kembali setelah penggunaan pil dihentikan

g) Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium,


kanker endometrium, kista ovarium, acne, disminorhea.
6) Keterbatasan KB Pil menurut Sinclair (2010) yaitu:

a) Amenorhea

b) Perdarahan haid yang berat

c) Perdarahan diantara siklus haid

d) Depresi

e) Kenaikan berat badan

f) Mual dan muntah

22
g) Perubahan libido

h) Hipertensi

i) Jerawat

j) Nyeri tekan payudara

k) Pusing

l) Sakit kepala

m) Kesemutan dan baal bilateral ringan

n) Mencetuskan moniliasis

o) Cloasma

p) Hirsutisme

q) leukorhea

r) Pelumasan yang tidak mencukupi

s) Perubahan lemak

t) Disminorea

u) Kerusakan toleransi glukosa

v) Hipertrofi atau ekropi serviks

w) Perubahan visual

x) Infeksi pernafasan

y) Peningkatan episode sistitis

z) Perubahan fibroid uterus.

23
b. Kontrasepsi Suntik

1) Efektivitas kontrasepsi Suntik.

Menurut Sulistyawati (2013), kedua jenis kontrasepsi suntik


mempunyai efektivitas yang tinggi, dengan 30% kehamilan per
100 perempuan per tahun, jika penyuntikannya dilakukan secara
teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan. DMPA maupun NET
EN sangat efektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari 1 per
100 wanita akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian
DMPA dan 2 per 100 wanita per tahun pemakain NET EN
(Hartanto, 2002).
2) Jenis kontrasepsi Suntik

Menurut Sulistyawati (2013), terdapat dua jenis kontrasepsi


suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu :
a) Depo Mendroksi Progesteron (DMPA), mengandung 150
mg DMPA yang diberikan setiap tiga bulan dengan cara
di suntik intramuscular (di daerah pantat).
b) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat),
mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan
setiap dua bulan dengan cara di suntik intramuscular (di
daerah pantat atau bokong).
3) Cara kerja kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati (2013) yaitu:

a) Mencegah ovulasi

b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan


kemampuan penetrasi sperma
c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi

d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba falloppii.

24
4) Keuntungan kontrasepsi Suntik

Keuntungan pengguna KB suntik yaitu sangat efektif,


pencegah kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada
hubungan seksual, tidak mengandung estrogen sehingga tidak
berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak
mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil, klien tidak perlu
menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia
lebih 35 tahun sampai perimenopause, membantu mencegah
kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian
tumor jinak payudara, dan mencegah beberapa penyebab penyakit
radang panggul (Sulistyawati, 2013).
5) Keterbatasan

Adapun keterbatasan dari kontrasepsi Suntik menurut Sulistyawati

(2013) yaitu:

a) Gangguan haid

b) Leukorhea atau Keputihan

c) Galaktorea

d) Jerawat

e) Rambut Rontok

f) Perubahan Berat Badan

g) Perubahan libido.

c. Kontrasepsi Implant

1) Profil kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

25
a) Efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk Jedena,
Indoplant, atau Implanon
b) Nyaman

c) Dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi

d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan

e) Kesuburan segera kembali setelah implan dicabut

f) Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur,


perdarahan bercak, dan amenorea
g) Aman dipakai pada masa laktasi.

2) Jenis kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Norplant: terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan


panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan
3,6 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b) Implanon: terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang
kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg
3-
Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

c) Jadena dan indoplant: terdiri dari 2 batang yang diisi dengan


75 mg. Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
3) Cara kerja kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Lendir serviks menjadi kental

b) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit

terjadi implantasi

c) Mengurangi transportasi sperma

26
d) Menekan ovulasi.

4) Keuntungan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

a) Daya guna tinggi

b) Perlindungan jangka panjang

c) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan

d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

e) Tidak mengganggu dari kegiatan senggama

f) Tidak mengganggu ASI

g) Klien hanya kembali jika ada keluhan

h) Dapat dicabut sesuai dengan kebutuhan

i) Mengurangi nyeri haid

j) Mengurangi jumlah darah haid

k) Mengurangi dan memperbaiki anemia

l) Melindungi terjadinya kanker endometrium

m) Melindungi angka kejadian kelainan jinak payudara

n) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang


panggul

o) Menurunkan kejadian endometriosis.

5) Keterbatasan kontrasepsi Implant menurut Saifuddin (2010) yaitu:

27
Pada kebanyakan pasien dapat menyebabkan perubahan pola
haid berupa perdarahan bercak (spooting), hipermenorea atau
meningkatnya jumlah darah haid, serta amenorhea.

28

Anda mungkin juga menyukai