Anda di halaman 1dari 5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Batuan Metamorf


Batuan beku dan batuan sedimen merupakan dua dari tiga proses daur
geologi. Proses terakhir sebelum batuan kembali menjadi magma adalah
terbentuknya batuan metamorf. Batuan metamorf terbentuk karena pengaruh suhu
& tekanan yang tinggi, serta kondisi kimia di kerak bumi, sehingga menyebabkan
perubahan komposisi mineral, struktur dan tekstur dari batuan sebelumnya. .
Pengaruh suhu dan tekanan ini disebut proses metamorfisme. Pada proses
metamorfisme, tidak ada unsur-unsur kimia baru yang ditambahkan pada batuan
yang mengalami proses ini. Proses ini berlangsung pada suhu berkisar 200-
800oC. Beberapa faktor mempengaruhi proses metamorfisme, diantaranya
temperatur, tekanan, dan aktifitas kimia fluida atau gas.
Temperatur pada proses metamorfisme disebabkan oleh intrusi magmatit
dan perubahan gradien geothermal. Deformasi masa batuan yang menyebabkan
gesekan juga dapat menghasilkan suhu yang tinggi. Aktifitas kimia fluida atau gas
yang dimaksud adalah air, karbondioksida, asam hidrokolrik, dan asam hidrofolik.
Keempatnya berperan sebagai katalis dan penyetimbang mekanis.

2.2 Metamorfisme
Bucher dan Frey membagi metamorfisme menjadi 2 berdasarkan tatanan
geologinya atau penyebarannya, yaitu metamorfisme regional dan lokal.
Metamorfisme regional merupakan metamorfisme yang daerah
cakupannya luas. Didalamnya terbagi lagi menjadi 3, yaitu :
1. Metamorfosa orogenik
Merupakan metamorfora yang menyebabkan rekristalisasi, hal ini
dikarenakan prosesnya berlangsung pada daerah sabuk orogenik.
Memerlukan waktu yang lama sehingga terciptanya batuan metamorf
dengan proses ini. Butiran mineralnya pun terorientasi dan membentuk
sabuk berkilo-kilometer.

2
3

2. Metamorfosa burial
Metamorfosa yang terjadi pada area geosinklin yang mengalami
sedimentasi secara berulang lalu terlipat. Suhu dan tekanan yang semakin
meningkat juga menunjang proses ini.
3. Metamorfora dasar
Metamorfosa lokal adalah metamorfosa yang berlangsung pada daerah /
wilayah yang relatif kecil, berkisar beberapa kilometer saja. Metamorfosa
ini terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Metamorfosa contact
Metamorfosa yang diakibatkan pemancaran panas selama proses
pembentukan batuan beku
b. Metamorfosa impact
Metamorfosa yang disebabkan oleh benturan dengan hujan meteor pada
zaman mesozoikum.
c. Metamorfosa retrogade
Merupakan kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi yang mengalami
pendinginan sehingga kumpulan mineral tersebut menjadi stabil.
Berdasarkan pengaruh tekanan dan temperature, batuan metamorf terbagi
menjadi 3, yaitu :
1. Metamorf termal (disebabkan suhu yang domoninan)
2. Metamorf dynamo (disebabkan tekanan yang dominan)
3. Metamorf regional (disebabkan suhu dan tekanan yang dominan)

2.3 Keterbentukan Batuan Metamorf


Pembentukan batuan metamorf erat kaitannya dengan perubahan suhu
dan tekanan. Suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya geologi dapat merubah
susunan mineral, tekstur, dan struktur batuan asal, akibatnya terciptalah suatu
batuan dengan keadaan yang baru. Selain suhu dan tekanan, batuan metamorf
juga dapat terbentuk akibat pengaruh dari aktifitas kimia gas ataupun fluida. Ketiga
faktor tersebut disebut dengan metamorfosa/metamorfisme..
4

2.4 Mineral Penyusun Batuan Metamorf


Batuan metamorf merupakan batuan ubahan dari batuan sedimen ataupun
batuan beku, sehingga mineral penyusunnyapun tidak berbeda jauh dengan
mineral yang berada pada kedua batuan asal tersebut. Mineral-mineral seperti
kuarsa, albit, ortoklas, biotit, dan dolomit masih dapat dijumpai pada batuan
metamorf.
Tetapi terdapat mineral khas yang hanya terdapat pada batuan metamorf,
artinya mineral-mineral tersebut terbentuk akibat pengaruh suhu dan tekanan,
seperti :
1. Silimanit
2. Kyanit
3. Andalusit
4. Talc
5. Korundum

2.5 Struktur Batuan Metamorf


Batuan metamorf diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya
penjajaran mineral penyusunnya. Struktur yang memiliki penjajaran mineral
penyusunya dikenal dengan struktur foliasi. Sedangkan struktur yang tidak
memiliki penjajaran mineral disebut struktur non foliasi.
Beberapa struktur foliasi yang kerap dijumpai diantaranya :
1. Slaty Cleavage
Batuan ini memiliki ciri memiliki bidang belah planar yang sangat rapat,
teratur, dan sejajar. Karena kerapatannya ini lah biasanya butirannya
sangat halus.

Sumber : Agus, 2011


Gambar 2.1
Slaty Cleavage
5

2. Phyllitic
Serupa dengan slaty cleavage, hanya saja mineral dan kesajajarannya
agak mengasar.

Sumber : Agus, 2011


Gambar 2.2
Phylitic
3. Schistosic
Terdapat susunan mineral-mineral pipih secara parallel dengan ukuran
butir sedang sampai kasar

Sumber : Agus, 2011


Gambar 2.3
Skistosik
Beberapa struktur non-foliasi yang kerap dijumpai diantaranya :
1. Granulose
Struktur ini terbentuk dari mineral-mineral equidimensional dan
equigranular yang membentuk polygonal.

Sumber : Agus, 2011


Gambar 2.4
Granulos
6

2. Milonitic
Memiliki ciri butiran mineralnya yang halus. Terjadi karena tergerus pada
metamorfosa kataklastik.

Sumebr : Agus, 2011


Gambar 2.5
Milonitik
3. Phylonitic
Merupaka struktur milonitik yang sudah mengalami rekristalisasi.

2.6. Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur batuan metamorf dilihat dari berbagai sudut, bisa dilihat dari
ukuran, bentuk, ketahanan terhadap proses metamorfosa, dan orientasi butir
mineral penyusun batuan itu sendiri.
Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa, batuan
metamorf memiliki 2 jenis, yaitu sisa dan kristoblastik. Tekstur sisa artinya, batuan
tersebut masih memiliki sisa tekstur batuan asalnya. Sedangkan tekstur
kristoblastik merupakan tekstur yang terbentuk karenan proses metamorfosa.
Berdasarkan ukuran butiran, tekstur batuan metamorf terbagi menjadi 2,
yaitu fanerit, jika ukuran butirannya dapat teridentifikasi secara megaskopis, dan
afanit, jika ukuran butirnya berukuran mikroskopis.
Tekstur batuan metamorf juga bisa dibedakan berdasarkan bentuk mineral
penyusun nya, diantaranya
1. Lepidoblastik (menunjukan bentuk tabular)
2. Nematoblastik (menunjukan bentuk prismatic)
3. Granuloblastik (menunjukan bentuk granular)

Anda mungkin juga menyukai