Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN

PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI

RUMAH SAKIT BUNDA IBU DAN ANAK HARAPAN


TAHUN 2017

1
BAB I
DEFINISI

I. JENIS PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI DI RSIA HARAPAN BUNDA


1. Pelayanan Kasus Emergensi
2. Pelayanan Resusitasi
3. Penanganan, Penggunaan,dan pemberian darah dan produk darah
4. Penggunaan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma (ventilator)
5. Perawatan penyakit menular
6. Asuhan Pasien dengan Alat Penghalang (Restraint)
7. Asuhan Pada Pasien Lansia, Cacat, Anak-anak dan Populasi yang beresiko disiksa

II. PELAYANAN KASUS EMERGENSI


A. DEFINISI
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) adalah suatu pertolongan yang
cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecacatan.
B. Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana
3. Kesehatan yang lebih memadai
4. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
5. Penanggulangan penderita gawat darurat.
6. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
7. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Instalasi Gawat
Darurat dan HCU ).

III. PELAYANAN RESUSITASI


A. DEFINISI
Suatu sarana dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti napas atau henti jantung akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan
untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
B. INDIKASI
Untuk pasien henti nafas, henti jantung, yang tidak sadar, tidak bernapas, dan yang
tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.
2
IV. PELAYANAN DARAH
A. DEFINISI
Tranfusi adalah pemindahan darah dan komponennya dari seseorang yang sehat
(donor) ke dalam peredaran darah penerima (resipien).

B. TUJUAN
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan/ trauma)
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada kasus anemia
3. Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi (misalnya, faktor
pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia)
4. Meningkatkan oksigenasi jaringan
5. Memperbaiki fungsi hemostatis
Dalam pedoman WHO disebutkan :
1. Tranfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat
2. Tranfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang

C. CONTOH BENTUK SEDIAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH


1. Darah Lengkap (Whole Blood)
Indikasi :
a. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan massif,
meningkatkan dan dan mempertahankan proses pembekuan.
b. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka
bakar
2. Packed Red Cell (PRC)
Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.
Indikasi :
a. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000ml
b. Hemoglobin <8g/dl
c. Hemoglobin < 10gr/dl dengan penyakit-penyakit utama (misalnya: empisema,
atau penyakit jantung iskemik)
d. Hemoglobin <12gr/dl dan tergantung pada ventilator

3
3. Trombosit
Sering diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan
trombosit
Indikasi
a. Kelainan fungsi trombosit
b. Trombositopenia
c. Purpura trombositopenia autoimun

V. ASUHAN PASIEN KOMA


Ventilasi mekanik adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memberikan
ventilasi atau bantuan nafas pada pasien yang mengalami kegawatan nafas yang berkaitan
dengan kelainan paru paru, kelainan diluar paru paru,depresi nafas akibat obat atau
gangguan neuromaskuler
Indikasi :
a. Pasien dengan gagal nafas akut
b. Pasien pasca operasi
Tujuan
a. Memberikan kekuatan mekanis pada paru untuk mempertahankan pertukaran O2 dan
CO2 yang fisiologis
b. Mengambil alih (memanipulasi) tekanan jalan nafas dan pola pernafasan untuk
memperbaiki pertukaran O2 dan CO2 secara efesien dan oksigenasi secara adekuat
c. Mengurangi kerja otot jantung dan mengurangi kerja paru
TataLaksana

Menginformasikan kondisi pasien pada keluarga bahwasanya kondisi pasien tidak


memungkinkan untuk di rawat di rumah sakit ini sehingga perlu dilakukan rujukan.

VI. ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari
orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung
maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab
penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi
oleh kuman atau virus.

4
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan tempat pelayanan
pasien dengan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai
yang ringan sampai yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko
penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas
kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi. Penularan penyakit terhadap pasien
yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial. Infeksi nasokomial dapat
disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain. Pasien yang
dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat di rumah
sakit. Penularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.

VII. ASUHAN PADA PASIEN LANSIA, CACAT, ANAK-ANAK DAN POPULASI


YANG BERESIKO DISIKSA
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan
secara langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini mencakup
antara lain memukul, menendang, menampar, mendorong, menggigit, mencubit,
pelecehan seksual, dan lain-lain yang dilakukan baik oleh pasien, staf, maupun oleh
pengunjung. Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau
kelompok yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral
atau sosial termasuk pelecehan secara verbal.
Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain,
secara verbal (kata-kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik (melukai
atau membunuh) atau merusak harta benda. Kekerasan merupakan tindakan agresi
dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti
orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap
sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan
kekejaman terhadap binatang. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan
agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya
dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.

5
BAB II
RUANG LINGKUP

Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena
umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan
tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak
mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang
berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan
(penggunaan darah atau produk darah), potensi yang membahayakan pasien atau efek
toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,
kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
1. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah
sakit;
2. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai;
3. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi
dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan
dalam daftar prosedur.
Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari
suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis vena
dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah
dengan cara melakukan pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan prosedur
yang sesuai.

6
DAFTAR PASIEN BERESIKO TINGGI
1. Pasien dengan cacat fisik dan mental
2. Pasien usia lanjut
3. Pasien bayi dan anak-anak
4. Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
5. Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana
6. Pasien dengan penyakit kronis pasien stroke

7
BAB III
TATA LAKSANA

I. TATA LAKSANA PADA KASUS EMERGENCY


Pasien datang  dilakukan TRIAGE  Primary Survey (ABCD)  Secondary Survey

II. TATA LAKSANA RESUSITASI


1. Dokter harus mengidentifikasi pasien yang memiliki kemungkinan henti napas /
jantung.
2. Dokter ataupun perawat wajib memberikan informasi selengkapnya dan berdiskusi
mengenai kondisi dan prognosa penyakit pasien, harapan hidup pasien, tindakan
resusitasi yang akan dilakukan jika terjadi henti jantung serta hasil yang mungkin
terjadi kepada keluarga pasien ataupun wali pasien yang telah dewasa.
3. Pengambilan keputusan tindakan resusitasi harus disetujui oleh pasien, keluarga
pasien maupun wali pasien yang sudah dewasa dan harus dicatat di rekam medis
pasien melalui informed consent tentang tindakan resusitasi
4. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi DNR (Do Not
Resucitation).

III. TATA LAKSANA TRANFUSI

Mengambil sample
Informed consent darah (3cc)
Permintaan tranfusi Menghubungi PMI
kepada pasien dan
darah : instruksi DPJP kabupaten/kota Dilabel : nama, alamat,
keluarga
umur, no rekam medis

Dicatat di dalam buku


Darah dibawa oleh kurir
Disimpan di dalam serah terima darah dan Penerimaan darah oleh
menggunakan cooling
kulkas darah dg suhu 4C dicatat di dalam rekam ruangan
box
medis pasien

8
IV. PEMBERIAN DARAH KE PASIEN
1. Pasien harus terpasang IV line dengan abbocath ukuran besar dan menggunakan
blood set dengan filter standar
2. Sebelum memberikan tranfusi, IV line pasien harus dibilas Normal Saline (NS)
50-100 ml, terutama bila akan diberikan PRC. Penggunaan larutan selain NaCl
fisiologik dapat merugikan, sebab larutan glukosa menyebabkan penggumpalan
dan mengurangi survival eritrosit, sedangkan ringer laktat menyebabkan
terbentuknya bekuan.
3. Suhu darah pada saat diberikan tidak terlampau dingin karena
dapat menyebabkan aritmia jantung, meskipun demikian
tindakan menghangatkan darah secara aktif tidak dianjurkan karena
dapat merusak eritrosit dan mempercepat pertumbuhan bakteri.Darah tidak boleh
dikeluarkan dari lemari pendingin lebih dari 30 menit kecuali jika digunakan
4. Darah yang akan di tranfusikan ke pasien harus dicocokkan dengan identitas
pasien. Perawat juga harus melihat tanggal kadaluarsa darah yang akan
ditranfusikan ke pasien. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian darah.
5. Pada pasien dengan resiko gagal jantung kongestif, pasien harus diberikan
diuretic untuk mencegah overload cairan. Acetaminophen dan / atau antihistamin
seperti dipenhydramin mungkin diberikan sebelum tranfusi untuk mencegah
reaksi tranfusi
6. Transfusi sel darah merah (darah lengkap, darah merah pekat, darah lengkap
segar) tidak perlu dihangatkan dan diberikan tidak boleh lebih dari 4 jam (15 tts /
menit)
7. Transfusi trombosit harus segera diberikan setelah dikeluarkan dari penyimpanan
dan diberikan tidak lebih dari 20 menit (13 tts / menit)
8. Obat tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong darah
9. Pasien transfusi dipantau 15 menit pertama, kemudian setiap 1 jam. Hal ini
bertujuan untuk melihat adanya reaksi alergi tranfusi. Bila terjadi reaksi tranfusi
segera hentikan tranfusi
10. Sebaiknya tiap 500 ml darah sudah masuk dalam waktu tidak lebih dari 2 jam,
dan jangan menangguhkan transfusi dari kantong darah yang telah terbuka sebab
memperbesar kemungkinan kontaminasi dengan bakteri.

9
11. Selang transfusi diganti setelah 12 jam, untuk menghindari adanya bakteri
pyrogen yang dapat menyebabkan reaksi tranfusi.
12. Pada cuaca panas selang transfusi diganti lebih sering atau setiap setelah 4
kantong darah bila ditransfusi kurang dari 12 jam
V. REAKSI TRANFUSI
1. Reaksi Alergi
Terjadi disebabkan oleh hipersensitivitas penderita terhadap protein dalam darah
donor.
Gejala :

a. Demam dengan menggigil,


b. Muntah-muntah,
c. Takikardi,
d. Urtikaria
e. Edema pada wajah,
f. TD menurun
g. Yang paling terberat  syok anafilaktik

2. Reaksi Pyrogen
Disebabkan oleh zat-zat pirogen dalam darah dan peralatan transfusi gejalanya sering
sukar dibedakan dengan reaksi alergi Pyrogen merupakan produk metabolisme
bakteri. Reaksi Pyrogen meliputi:
a. Dapat timbul selama atau setelah transfusi
b. Reaksi khas berupa peningkatan temperatur antara 38°C-40°C.
c. Demam dengan kenaikan lebih 1 derajat celsius dengan menggigil, kemerahan,
kegelisahan dan ketegangan dapat disertai dengan nyeri kepala dan nyeri
pinggang.
d. Kondisi ini jarang berlanjut menjadi berat

VI. OVER TRANFUSI


a. Terjadi karena setelah pemberian yang cepat dan banyak terutama karena tambahan
cairan koloid dan seluler
b. Jika terjadi over transfusi, transfusi harus segera dihentikan, pengobatan sesuai
dengan payah jantung akut dengan digitalisasi, oksigen dan diuretik.

10
VII. TATA LAKSANA REAKSI TRANFUSI
1. Menghentikan pemberian darah seketika dan menggantinya dengan cairan
Normal Saline 0,9 %
2. Cek ulang darah yang diberikan ke pasien (cocokkan dengan identitas dan tgl
expired)
3. Pertahankan IV line dan berikan cairan adekuat engan cairan kristaloid atau
koloid, dan hitung urine output
4. Observasi TTV, TD dan nadi
5. Berikan ventilasi yang adekuat
6. Melaporkan kepada dokter tentang kejadian reaksi
7. Kejadian reaksi tranfusi harus dicatat di Rekam Medis pasien, dengan
mencantumkan nomor seri kantong darah.
Tindakan spesifik :

1. Pemberian anti histamin (klorfeniramin atau difenhidramin)


2. Tambahkan pula dengan kortikosteroid (dexametason).
3. Reaksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian dexametason atau
difenhidramin secara IM atau oral sesaat sebeum transfusi dilakukan pada
penderita dengan riwayat alergi.

VIII. TATA LAKSANA PADA PASIEN KOMA YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Beritahu keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan dan resiko yang
mungkin timbul
2. Bila keluarga sudah merasa jelas dengan penjelasan dokter,maka keluarga diminta
untuk tanda tangan surat persetujuan
3. Bila pasien sadar beri tahu tentang prosedur yang akan dilakukan

11
IX. TATALAKSANA PADA PASIEN DENGAN KELOMPOK BERESIKO TINGGI
1. Tatalaksana Perlindungan Terhadap Pasien Usia Lanjut Dan Gangguan Kesadaran
1) Pasien Rawat Jalan
a. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai
tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
b. Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.

2) Pasien Rawat Inap


a. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar
perawat.
b. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
c. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan
d. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang
ditunjukdan dipercaya.

2. Tatalaksana Perlindungan Terhadap Penderita Cacat


1) Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat
baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong
sesuai dengan kecacatan yang disandang sampai proses selesai dilakukan.
2) Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau
pihak lain yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
3) Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakan bel tersebut.
4) Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidup pasien.

3. Tata Laksana Perlindungan Terhadap Anak-Anak


1) Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan,
ruangantidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
2) Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila
akandilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3) Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.

12
4) Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi
bukankepada keluarga yang lain

4. Tatalaksana Perlindungan Terhadap Pasien Yang Berisiko Disakiti (Risiko


Penyiksaan, Napi, Korban dan Tersangka Tindak Pidana, Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga)
1) Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
2) Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di
kantor perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu
kamar perawatan dengan pasien beresiko.
3) Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
4) Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.

13
BAB IV
DOKUMENTASI

Seluruh informasi yang diberikan atau dijelaskan kepada pasien maupun keluarga,
seluruh tindakan yang dilakukan kepada pasien, seluruh persetujuan maupun penolakan
terhadap tindakan atau prosedur yang akan diberikan ke pasien tercatat dalam status rekam
medis pasien dan tersimpan sebagai berkas rekam medis pasien. Hal tersebut merupakan
bukti telah memberikan pelayanan catatan perkembangan pasien secara terintegrasi, dan
berkas tersebut akan menjadi bukti legal jika terjadi kasus hukum.
Pencatatan tersebut dapat dilakukan pada form catatan perkembangan pasien terintegrasi
dan formulir observasi pasien. Semua catatan tersebut akan menjadi bukti semua asuhan
pelayanan yang telah diberikan para pemberi pelayanan asuhan kepada pasien di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Harapan Bunda di kemudian hari jika hal-hal tersebut dibutuhkan oleh
hukum maka hasil dokumentasi di berkas rekam medis tersebut dapat menjadi bukti hukum
untuk semua asuhan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien selama dirawat di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Harapan Bunda.

14
BAB V
PENUTUP

Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai macam pasien dengan berbagai variasi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan resiko-tinggi karena
umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan
tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak
mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Pelayanan asuhan pasien harus terdokumen secara lengkap, agar dapat dipergunakan
secara optimal dan dalam pelaksanaannya diperlukan pengecekan kelengkapan berkas
rekam medis yang baik dan benar, sehingga sewaktu-waktu diperlukan untuk keperluan
hukum, akan siap dengan cepat, tepat dan lengkap disajikan. Dengan pengecekan
kelengkapan yang tepat juga perlu diperhatikan dan keamanan terhadap fisik maupun
informasinya untuk itu dilakukan pemeliharaan yang standar dan kontinyu agar file
pemberi pelayanan asuhan pasien terjaga dengan baik dalam berkas rekam medis pasien
Rumah Sakit Ibu dan Anak Harapan Bunda

15

Anda mungkin juga menyukai