1.URAIAN MATERI
1.1 konsep tentang Berbicara
Pada hakikatnya, berbicara adalah ketrampilan berbahasa yang bersifat
produktif.salah satu ciri khusus berbicara adalah fana (transitory). Keganasan atau
keberlangsungan terbatas. Hal ini menjadi karakteristik berbicara sehingga berbicara
itu sendiri sulit dilakukan penilaian. Berbicara ialah kemampuan yang kompleks yang
sekaligus melibatkan beberapa aspek. Aspek-aspek itu beragam dan
perkembangannya pun seiring perubahan dan pergantian masa sehingga
mengakibatkan berbeda, dengan kecepatan perkembangan yang berbeda pula.
Secara garis besar, kegiatan berbicara dapat dibagi atas dua pilihan, pertama,
berbicara dimuka umum pada masyarakat (public speaking). Kedua, berbicara pada
konferensi (conference speaking) atau berbicara kelompok yang meliputi: (1) seminar
kelompok baik formal maupun tidak formal; (2) prosedur parlementer; dan (3) debat.
(Tarigan,1986:22-23)
Berbicara dalam kegiatan akademik atau ilmiah menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar memerlukan persiapan serta memerlukan keterampilan. Dalam
situasi formal dan dalam kegiatan ilmiah sering timbul rasa gugup, sehingga gagasan
yang kita kemukakan menjadi tidak teratur dan akhirnya bahasanya menjadi kacau.
Bahkan ada diantara kita yang tidak berani berbicara. Kemampuan berbicara ini
tidaklah dicapai begitu saja, tetapi memerlukan suatu latihan dan bimbingan yang
intensif. Pada hakikatnya, kegiatan ilmiah ialah kegiatan yang berlandaskan pada hal-
hal yang bersifat ilmiah atau bersifat ilmu pengetahuan.
Disamping itu, beebicara dalam kegiatan ilmiah harus bersifat jelas dan tepat
yang memungkinkan proses penyampaian pesan bersifat reproduktif dan impersonal.
Reproduktif, artinya si penerima yang pesan harus menerima pesan yang benar-benar
sama dengan yang dimaksud oleh pembicara. Dalam komunikasi ilmiah tidak boleh
ada penafsiran lain, selain isi yang dikandung pesan tersebut.
Berbicara dalam kegiatan ilmiah harus pula bersifat impersonal, artinya kata
ganti perorangan harus dihilangkan dan diganti dengan kata ganti yang universal,
misalnya peneliti dan ilmuwan. Berbeda dengan kata ganti dalam karya fiksi yang
dapat menggunakan kata ganti perorangan misalnya aku, saya, kau, dia, Ilmi, dan
Akmal.
Selanjutnya, kita harus ingat bahwa berbicara dalam kegiatan ilmiah ialah
berbicara dalam situasi resmi. Oleh karena itu, berbicara dalam forum Ilmiah
menghendaki pemakaian bahasa baku, baik struktur kalimatnya, kosakatanya, maupun
pelafalan bahasanya. Berkaitan dengan lafal baku bahasa Indonesia, selama ini
memang belum pernah ada. Tetapi dalam komunikasi ilmiah, kehadiran lafal baku itu
kadang-kadang sangat diperlukan.
Dikalangan pengamat bahasa, secara tidak langsung tampak kecenderungan
mengakui kehadiran lafal yang dijadikan lafal baku bahasa Indonesia. Lafal yang
demikian itu dirumuskan sebagai lafal yang tidak memperlihatkan ciri-ciri lafal
bahasa daerah. Mengingatnya bahasa daerah, pembakuan lafal bahasa Indonesia
memang agak sulit. Pertama, tidak setiap pembicara bahasa Indonesia mengenal
semua lafal bahasa saerah. Kedua, jika pendengar tidak mengenal bahasa daerah atau
asal pembicara, mungkin dianggap pembicara tersebut telah menggunakan lafal baku.
Oleh karena itu, Kentjono (1978), menyatakan bahwa sebaiknya lafal baku itu
dirumuskan dengan ciri-ciri yang dimiliki bersama oleh kebanyakan dialek bahasa
InIndonesia.
Dari paparan tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan
berbicara dalam keperluan akademik atau ilmiah ialah berbicara dalam lingkungan
akademik atau lembaga pendidikan berlandaskan pada hal-hal yang bersifat ilmiah
atau ilmu pengetahuan misalnya persentasi makalah, seminar, simposium, dan panel.
Dalam kegiatan ilmiah, corak bahasa yang kita pakai harus bersifat reproduktif,
impersonal, dan baku.