Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

TUNAGRAHITA
DI SLB KUNCUP MAS KABUPATEN BANYUMAS

OLEH:
RISA YULIANA UTAMI, S. Kep

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2014
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita
adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental
intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-
tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan
pendidikan khusus (Sumarno, 2008)
Keterbelakangan Mental atau Retardasi Mental (RM) adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai
timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-orang yang secara mental mengalami
keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan
mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial, sejumlah 3% dari seluruh
penduduk Indonesia mengalami keterbelakangan mental (Kaplan dan Saddock, 1994 ).

B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25% kasus yang
memiliki penyebab yang spesifik. Secara kasar, penyebab RM dibagi menjadi beberapa
kelompok (Medicastore, 2009):
1. Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
- Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
- Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
- Cedera kepala yang berat
2. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
- Rubella kongenitalis
- Meningitis
- Infeksi sitomegalovirus bawaan
- Ensefalitis
- Toksoplasmosis kongenitalis
- Listeriosis
- Infeksi HIV
3. Kelainan kromosom
- Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)
- Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma
Prader-Willi)
- Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat
4. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
- Galaktosemia
- Penyakit Tay-Sachs
- Fenilketonuria
- Sindroma Hunter
- Sindroma Hurler
- Sindroma Sanfilippo
- Leukodistrofi metakromatik
- Adrenoleukodistrofi
- Sindroma Lesch-Nyhan
- Sindroma Rett
- Sklerosis tuberosa
5. Metabolik
- Sindroma Reye
- Dehidrasi hipernatremik
- Hipotiroid kongenital
- Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik)
6. Keracunan
- Pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
- Keracunan metilmerkuri
- Keracunan timah hitam
7. Gizi
- Kwashiorkor
- Marasmus
- Malnutrisi
8. Lingkungan
- Kemiskinan
- Status ekonomi rendah
- Sindroma deprivasi.
C. Tanda dan Gejala
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan retardasi mental menurut Sumarno
(2008):
1. sutura sagitalis yang terpisah
2. “plantar crease” jari kaki I dan II
3. hyperfleksibilitas
4. peningkatan jaringan sekitar leher
5. bentuk palatum yang abnormal
6. hidung hipoplastik
7. kelemahan otot dan hipotonia
8. bercak brushfield pada mata, mata sipit.
9. mulut terbuka dan lidah terjulur
10. lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata sebelah
dalam
11. single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
12. jarak pupil yang lebar
13. tangan dan kaki yang pendek serta lebar
14. bentuk / struktur telinga yang abnormal, telinga letak rendah
15. kelainan mata, tangan, kaki, mulut, sindaktili
Gejala-Gejala Lain :
1. Anak-anak yang menderita retardasi mental ini umumnya lebih pendek dari anak
yang umurnya sebaya.
2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah
kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.

D. Patofisiologi
Terdapat beberapa faktor penybab yang dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi
mental, misalnya faktor cedera yang terjadi di dalam rahim, saat bayi tersebut masih
berbentuk janin. Selain itu dapat pula terjadi sedera pada saat kelahiran (persalinan).
Ada teori lain yang menyebutkan adanya variasi somatik yang dikarenakan perubahan
fusngsi kelenjar internal dari ibu selama kehamilan, dan hal ini belum diketahui
mekanismenya. Demikian pula dengan faktor prenatal yang dialami oleh ibu-ibu yang
hamil, misalnya ibu terkena penyakit campak (Rubella) sering anak yang dikandungnya
akan mengalami retardasi mental.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh ganngguan metabolisme
(misalnya metabolisme karbohodrat, protein dan lemak), sindrome reye, dehidrasi
hipernatrenik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia dan malnutrisi dapat mengakibatkan
retardasi mental.
Penyakit otak yang nyata juga dapat menyebabkan retardasi mental, misalnya akibat
neoplasma otak akan mengakibatkan reaksi sel otak yang bersifat degenaratif, inflamatif,
proliferatif ataupun sklerotik yang menyebabkan disfungsi otak.
Retardasi mental juga dapat disebabkan oleh kesalahan jumlah kromosom (sindroma
down), defek pada kromosom dan translokasi kromosom. Kelainan genetik dan kelaianan
metabolik yang diturunkan juga dapat menyebabkan retardasi mental seperti
galaktosemia dan fenilketonuria.
Prematuritas dan kehamilan wanita diatas 40 tahun juga dapat menjadi penyebab
kasus retardasi mental. Hal ini berhubungan dengan keadaan bayi waktu lahir yaitu
dengan berat badan rendah kurang dari 2500 gram, imaturitas karena persalinan prematur
dan ketidakseimbangan hormon ibu hamil yang tua (diatas 40 tahun) (Salmiah, 2010).

E. Pathway

intranatal antenatal Penyebab langsung


 Kehamilan tua > 40 tahun
 Konsusmsi obat yang meracuni Infiltrasi sel kanker
janin
 Keracunan timbal ke otak
 Infeksi ibu saat hamil (CMV).
Cidera saat lahir

Cidera kepala

 Translokasi kromosom
Kerusakan jaringan  Kelaianan metabolisme protein,
otak lemak dan karbohidrat
 fenilketonuria

Defek pada otak

Retardasi mental

Gangguan fungsi kognitif Ggn fungsi sosial Ggn perkembangan fisik

 Sulit mempelajari hal-hal  Bergaul dengan anak  Hampir sama dengan anak
akademik. yang lebih muda. normal
 Anak tunagrahita ringan,  Suka menyendiri  Kematangan motorik
kemampuan belajarnya paling  Mudah dipengaruhi lambat
tinggi setaraf anak normal usia 12  Kurang dinamis
tahun dengan IQ antara 50 – 70,  Koordinasi gerak kurang
 Kurang
Tunagrahita sedang setaraf anak pertimbangan/kontrol diri (Salmiah, 2010)
normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30  Kurang konsentrasi
F. –Komplikasi
50, tunagrahita berat kemampuan  Mudah dipengaruhi
Komplikasi
belajarnya penyakit
setaraf padausia
anak normal tunagrahita
 yangTidak
seringkali menyertai adalah:
dapat memimpin
3 1.
– 4 tahun, dengan IQ 30 ke
Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran
dirinya maupunsusunan syaraf pusat)
orang lain.
bawah.
2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Seorang anak RM menunjukkan perkembangan yang secara signifikan lebih lambat
dibandingkan dengan anak lain yang sebaya. Tingkat kecerdasan yang berada
dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes kecerdasan standar (tes IQ),
yang menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar deviasi) dibawah rata-rata
(biasanya dengan angka kurang dari 70, dari rata-rata 100).
2. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang
terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang
lebar.
3. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom.
4. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat
dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah
melahirkan anak dengan syndrom down yang nantinya akan menjadi retardasi mental.
Bila didapatkan janin yang dikandung menderita syndrom down dapat ditawarkan
terminasi kehamilan kepada orang tua.
5. Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih (3
kromosom) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan
kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur
embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan
bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan
suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan
perkembangan fisik (kelainan tulang), SSP (penglihatan, pendengaran) dan
kecerdasan yang terbatas (Salmiah, 2010).

H. Penatalaksanaan
1. Penanganan Secara Medis

a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak retardasi mental terdapat gangguan


pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau
bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi
neurolugis.

2. Pendidikan

a. Intervensi Dini

Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkungan yang memeadai bagi anak dengan retardasi mental, bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain
itu agar anak mampu mandiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,
mandi.

b. Taman Bermain

Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain
dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.

c. Pendidikan Khusus (SLB-C)

Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan
kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3. Penyuluhan Pada Orang Tua

I. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) :

1. Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :

a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal

b. Kebutuhan nutrisi / makan

c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan

d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak

e. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi

f. Kemampuan motorik

g. Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama


tentang kemajuan perkembangan mental anak

2. Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus

3. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental


4. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi

5. Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang

6. Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan


mental anak.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi otak)
2. Defisit perawatan diri: Mandi, berpakaian, makan dan eliminasi b.d. gangguan
kognitif.
3. Kurang pengetahuan (pada keluarga tentang penyakit) b.d. kurang pajanan informasi.
K. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Hambatan Setelah dilakukan tindakan - Menganjurkan bersikap jujur dalam
keperawatanhambataninteraksisosialakanteratasi dengan berinteraksi dengan orang lain
interaksi sosial
kriteria hasil: - Menganjurkan menghargai hak orang lain
berhubungan - menganjurkan sabar dalam membangun
Indikator: hubungan baru
dengan atrofi
- Partisipasi bermain 1-5: tidak ada, sedikit, - menggunakan teknik bermain peran untuk
hemisfer kiri sedang, banyak, atau adekuat banyak meningkatkan keterampilan dan teknik
(disfungsi otak) - Penampilan peran berkomunikasi
- Keterampilan interaksi social 1-5: tidak ada,
terbatas, sedang, banyak, atau luas
- Keterlibatan sosial

Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak  Monitor kemampuan anak untuk perawatan diri
mengalami defisit perawatan diri dengan kriteria hasil: yang mandiri.
diri: Mandi,
Indikator:  Monitor kebutuhan anak untuk alat-alat bantu
berpakaian, makan 1. kebersihan diri adekuat untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting
2. mampu melakukan ADL dibantu ataupun mandiri dan makan.
dan eliminasi b.d.
 Sediakan bantuan sampai anak mampu secara
gangguan kognitif. utuh untuk melakukan self-care.
 Dorong anak untuk melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan anak/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
anak tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan fungsi mental anak jika
mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

Kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan  Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang retardasi
keluarga tentang retardasi mental meningkat, dengan kriteria mental
pengetahuan (pada
hasil:  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
keluarga tentang hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
Indikator: dengan cara yang tepat.
penyakit) b.d.
1. mengetahui etiologi penyakit  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
kurang pajanan 2. mengetahui prognosis penyakit pada penyakit, dengan cara yang tepat
3. mengetahui tindakan medis/non medis untuk  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
informasi
mengatasi kekurangan  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
yang tepat
 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
anak dengan cara yang tepat
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Daftar Pustaka

McCloskey dan Bulechek 2000. “Nursing interventions classification (NIC)”. United States
of America: Mosby.

Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of America:
Mosby.

NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Salmiah, S. 2010. Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran
Gigi: Universitas Sumatera Utara.

Sumarno, A. 2008. Karakteristik Anak Tunagrahita. Didapat dari URL: www.


Elearning.unesa.ac.id. diakses tanggal 20 Februari 2012.

Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin, J., and Greb, J.A. 1994. Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai