Anda di halaman 1dari 20

1.

PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Reaksi pada sel dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, reaksi anabolisme
merupakan reaksi pembentukan, yaitu terjadi sintesis molekul besar dari molekul
sederhana / kecil. Pada proses anabolisme membutuhkan energi, dan prosesnya disebut
reaksi endogenic. Kedua, reaksi katabolisme merupakan reaksi pemecahan.
Katabolisme merupakan pemecahan molekul besar menjadi lebih sederhana yang
disertai pelepasan energi yang disebut reaksi exergonic. Total penjumlahan dari reaksi
anabolisme dan katabolisme disebut metabolisme (pembentukan dan pemecahan).
Contoh proses katabolisme adalah respirasi, sedangkan contoh proses anabolisme
adalah fotosintesis (Green et al, 1988).

Anabolisme dibedakan dari katabolisme dalam beberapa hal yaitu :


 Anabolisme merupakan proses sintesis molekul kimia kecil menjadi molekul yang
lebih besar, sedangkan katabolisme adalah proses penguraian molekul besar
menjadi molekul kecil.
 Anabolisme merupakan proses yang membutuhkan energi sedangkan katabolisme
adalah proses yang melepaskan energi.
 Anabolisme merupakan reaksi reduksi sedangkan katabolisme merupakan reaksi
oksidasi.
 Sering kali hasil akhir anabolisme merupakan senyawa pemula untuk proses
katabolisme.
(Wiradikusumah, 1985).

Beberapa makhluk hidup seperti tanaman, ganggang dan bakteri fotosintetik dapat
memperoleh energi dari sinar matahari melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis
adalah proses transformasi energi radiasi menjadi energi kimia. Sinar matahari terdiri
dari partikel - partikel yang disebut foton, dimana setiap foton mengandung sejumlah
energi. Jumlah energi pada foton tergantung dari panjang gelombang sinar, di mana

1
2

semakin kecil panjang gelombang, energi yang terkandung di dalam foton semakin
besar. Sebagai contoh, foton yang berasal dari sinar biru mengandung energi lebih
tinggi dibandingkan dengan foton yang berasal dari sinar merah (Fardiaz, 1992).

Fotosintesis adalah proses dimana karbonmonoksida dan air di bawah pengaruh cahaya
diubah ke dalam persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi. Proses
fotosintesis bertujuan untuk membentuk karbohidrat,dan berlaku reaksi sebagai berikut :
Klorofil
6CO2 + H2O C6H12O6 + 6O2
Energi Cahaya (glukosa)

(Harjadi, 1979).

Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya
berwarna hijau dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari
melalui fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam
melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat.
Tumbuhan harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya
menjadi energi kimia (Audesirk & Audesirk, 1989).

Epidermis merupakan lapisan sel yang menutupi seluruh bagian tubuh tumbuhan.
Epidermis berfungsi melindungi tumbuhan dari kekeringan dan luka. Sel epidermis
mensekresi zat lilin (cutin) yang membentuk lapisan tebal yang disebut cuticle. Cuticle
ini berada di dinding sel dan membantu mengurangi kehilangan air saat evaporasi dan
menghalangi masuknya patogen ( Green, et al, 1988 ).

Epidermis daun pada berbagai tumbuhan beragam dalam jumlah lapisan, bentuk,
struktur, susunan stomata, munculnya trikoma dan susunannya dan adanya sel yang
khusus. Karena struktur daun yang biasa pipih itu, maka dibedakan antara jaringan
epidermis yang berada pada kedua permukaannnya. Permukaan daun yang lebih dekat
dengan ruas di atasnya dan yang biasa menghadap ke atas disebut dengan permukaan
adaksial dan permukaan yang lain dikenal dengan permukaan abaksial (Fahn, 1991).
3

Pada epidermis atas dan bawah dijumpai pori – pori kecil yang disebut dengan stomata
(tunggal : stoma). Pada tumbuhan darat, jumlah stomata pada epidermis bawah daun
lebih banyak dari epidermis atas yang merupakan adaptasi tumbuhan untuk
meminimalisasi hilangnya air dari daun. Stomata berperan dalam pertukaran gas (O2
dan CO2). Selain itu juga berperan dalam pengaturan penghilang air dari tumbuhan
(Audesirk & Audesirk, 1983).

Stomata berada pada jaringan epidermal. Setiap lubang stomata dikelilingi oleh 2 sel
penjaga. Sel penjaga ini mengatur terbuka dan menutupnya stomata berdasarkan
perubahan konsentrasi glukosa sebagai akibat dari aktivitas fotosintesis. Sel penjaga
bersifat fleksibel. Ketika tekanan osmotik meningkat, konsentrasi air menurun dan air
berpindah ke sel penjaga secara osmosis. Hal ini kan menyebabkan sel penjaga
menggembung dan celah stomata terbuka. Perubahan ukuran stomata dapat dipengaruhi
oleh cahaya, konsentrasi karbon dioksida dan air. Sebagian besar transpirasi dan
evaporasi tumbuhan terjadi melalui stomata. Jika stomata membuka lebih lebar maka
akan lebih banyak pula kehilangan air (Audesirk & Audesirk, 1983).

Membuka dan menutupnya stomata harus seimbang antara kebutuhan karbndioksida


dan kehilangan air. Pada umumnya stomata membuka pada siang hari dan menutup
pada malam hari. Selain itu stomata juga akan menutup saat tanaman mengalami
dehidrasi (Purves et al, 1992).

Proses fotosintesa kedua adalah reaksi gelap. Disebut reaksi gelap karena reaksi terjadi
dalam ketiadaan cahaya. Reaksi gelap dari fotosintesa berlangsung pada kloroplas.
Selama reaksi gelap berlangsung, molekul kompleks dari gula disusun oleh karbon,
hidrogen, dan oksigen yang terbuat dari molekul sederhana dari karbohidrat dan
hidrogen NADPH2. Keduanya telah diproduksi dalam reaksi terang. PGA berkurang
menjadi fosfogliseraldehid, 3 senyawa karbon di mana sel hidup dapat
menggunakannya sebagai permulaan sintesis dari seluruh substansi yang tidak dapat
dihitung dari kehidupan. Setelah PGAL terbentuk, mempunyai beberapa alternatif yang
tersedia. Beberapa dari 3 karbon PGAL dapat disederhanakan menjadi 6 gula karbon,
seperti fruktosa dan glukosa ini mungkin lebih lanjut disederhanakan menjadi sebuah
4

produk simpanan yang umum, atau mungkin dengan enzim diubah menjadi lemak atau
asam amino (Ritchie & Carola, 1983).
Hal – hal yang diperlukan agar proses fotosintesis dapat berjalan, yaitu antara lain :
 Cahaya
 Klorofil, pigmen fotosintesis
 Organisasi plastida
 Karbondioksida
 Air
(Ritchie & Carola, 1983).

Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor :


 Kecepatan pertumbuhan jaringan.
Jaringan yang sedang tumbuh dengan cepat akan meningkatkan laju respirasi.
 Suhu.
Setiap naik 10oC pada daerah 5oC - 35oC laju respirasi akan naik dua kali lipat.
 Tersedianya oksigen dan karbohidrat.
 Umur dan kondisi sel serta jaringan.
(Harjadi, 1979).

Agar api dapat menyala dan mengalami pembakaran, harus terdapat cukup udara untuk
menyuplai Oksigen yang diperlukan. Oksigen diperlukan untuk menjaga proses
prmbakaran tetap berjalan. Selain itu, Oksigen diperlukan untuk mempertahankan suplai
panas yang cukup sehingga memungkinkan terjadinya penyalaan bahan bakar yang sulit
terbakar. (Saharjo, 2007)

Tahun 1939 Robert Hill menemukan bahwa kloroplas yang diisolasi dapat
membebaskan oksigen dengan adanya agen pengoksidasi (elektron acceptor). Oleh
karena itu reaksi ini disebut reaksi Hill. Laju reaksi Hill dapat diukur dengan melihat
perubahan warna dari DCPIP. DCPIP (Dichlorophenolindophenol) adalah zat yang
dapat menangkap atom hidrogen dan dapat berubah warna. DCPIP akan berwarna biru
jika mengalami oksidasi dan akan kehilangan warnanya jika tereduksi. Reaksi Hill:
H2O + NADP NADPH + ½ O2 + H+
5

Cahaya dan kloroplas

DCPIP (Biru) + H2O DCPIP H2 (tidak berwarna) + ½ O2


Cahaya dan kloroplas
( Green, et al, 1988 ).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses fotosintesis pada tumbuhan,
mengetahui fungsi stomata, mengetahui cara perhitungan stomata, membandingkan
jumlah stomata pada berbagai daun, dan untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap
proses fotosintesis.
2. MATERI METODE

2.1. Pengamatan Fotosintesis


2.1.1. Materi
2.1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 3 toples besar beserta tutupnya.
2.1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 3 lilin menyala, tumbuhan hijau
kecil, 2 jangkrik
2.1.2. Metode
Dalam percobaan ini ada 3 perlakuan. Pada toples 1, toples diisi lilin menyala dan
ditutup. Pada toples 2, toples diisi lilin menyala dan jangkrik, kemudian ditutup. Pada
toples 3 diisi tumbuhan, lilin menyala, jangkrik, kemudian ditutup. Tunggu bebeapa
menit dan perubahan yang terjadi diamati.

2.2. Perhitungan Jumlah Stomata


2.2.1. Materi
2.2.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, kaca preparat, hand counter,
dan mikroskop.
2.2.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bebeapa daun tanaman Mangifera
indica, daun Eugenia aquea, daun Psidium guajava, daun Rhoe daun Puring, kutek
bening, dans elotip.
2.2.2. Metode
Pertama – tama tiga buah daun dipilih tiga buah dari tiga jenis tanaman. Kemudian,
bagian bawah daun dicat dengan kuteks bening ± 1 cm 2 dan dibiarkan mengering.
Sepotong selotip bening ditempellan pada kuteks tersebut kemudian dikelupas secara
hati – hati mulai dari bagian pojok. Setelah itu, potongan selotip tersebut diamati di
bawah mikroskoop dengan perbesaran 10 x 40. Lalu, daerah yang bersih dan banyak

6
7

mengandung stomata dicari. Stomata dihitung pada tiga tempat berbeda. Percobaan
diulangi dengan mengambil data dari kelompok lain.

2.3. Reaksi Hill


2.3.1. Materi
2.3.1.1. Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, mortar, funnel (corong),
nilon, sentrifuge, glass rod (batang pengaduk).
2.3.1.2. Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun mangga, daun jambu biji, daun
jambu air, daun Rhoedescolor, daun Puring, es, medium isolasi dingin, larutan DCPIP
dingin dan air destilata.
2.3.2. Metode
2.3.2.1. Pembuatan Larutan
• 0,05 M larutan buffer fosfat pH 7
Larutan ini dibuat dari 4,48 gram (0,025 M) Na2HPO4.12H2O ditambah 1,7 gram (0,025
M) KH2PO4. Kemudian campuran dilarutkan dengan air destilata sampai 500 ml.
Larutan disimpan pada suhu 0 - 4°C.
• Medium isolasi
Larutan ini dibuat dari 34,23 gram (0,4 M) sukrosa ditambah 0,19 gram (0,01 M) KCl.
Kemudian campuran dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang sampai
250 ml. Larutan disimpan pada suhu 0 - 4°C.
• Larutan DCPIP
Larutan ini dibuat dari 0,01 gram (0,1 M) DCPIP ditambah 0,93 gram (0,05 M) KCl.
Kemudian campuran dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang sampai
250 ml. Larutan disimpan pada suhu 0 - 4°C.

2.3.2.2. Isolasi Kloroplas


Daun ditimbang sebanyak 1 gram. Kemudian daun itu dipotong kecil - kecil dengan
menghilangkan tangkainya. Potongan - potongan daun tersebut dihaluskan dengan
mortar bersama dengan 20 ml medium isolasi dingin sampai agak hancur. 4 kain sifon
ditumpuk pada funnel dan dibasahi dengan medium isolasi dingin. Saring dengan funnel
8

tersebut dan tuang pada tabung sentrifuge yang dingin. Kain sifon diperas ke dalam
tabung sentrifuge tersebut. Sentrifuge dengan kecepatan 100 rpm selama 1- 2 menit.
Supernatant (cairan di atas padatan) disentrifuge lagi dengan kecepatan 1000 rpm
selama 5 menit. Supernatant dibuang, kemudian 2 ml larutan medium isolasi
ditambahkan ke dalam tiap tabung sentrifuge dan bulir - bulir kloroplas dilarutkan
dengan menggunakan batang pengaduk. Tabung berisi larutan ini diletakkan pada
wadah berisi es sebelum digunakan.

2.3.2.3. Reaksi Hill


Untuk melakukan percobaan ini terdapat beberapa perlakuan. Perlakuan pertama yaitu
05 ml larutan kloroplas ditambahkan dengan 5 ml air destilasi (blanko). Perlakuan
kedua yaitu 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml larutan DCPIP dan
diletakkan di ruang terang. Perlakuan ketiga yaitu 0,5 ml larutan kloroplas ditambah 5
ml larutan DCPIP dan diletakkan di ruang gelap. Larutan dari perlakuan – perlakuan di
atas didiamkan selama 15 menit. Kemudian absorbansinya diukur dengan menggunakan
spektrofotometer 600 nm.
3. HASIL PENGAMATAN

3.1. Pengamatan Fotosintesis


Tabel 1. Hasil Pengamatan Fotosintesis
Perlakuan Gambar Keterangan

Toples 1 Lilin padam pada waktu 52


detik

Toples 2 Lilin padam pada waktu 1


menit 6 detik.
Jangkrik masih hidup

Toples 3 Lilin padam pada waktu 47


detik
Jangkrik masih hidup

Melalui hasil pengamatan terhadap percobaan ini, maka diperoleh hasil bahwa pada
toples 1 lilin padam pada waktu 52 detik. Pada toples kedua, lilin padam pada waktu 1
menit 6 detik dan jangkrik masih hidup. Pada toples ketiga, lilin padam pada waktu 47
detik dan jangkrik masih hidup.

3.2. Perhitungan Jumlah Stomata

9
10

Tabel 2. Hasil Perhitungan Stomata Bagian Atas

Daun I Daun II Daun III


Nama Tanaman Psidium guajava Eugenia aquea Mangifera indica
Gambar
Bagian atas daun

Jumlah stomata

Nama Tanaman Rhoedeo discolor Puring


Gambar
Bagian atas daun

Jumlah stomata

Melalui hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada daun Psidium guajava
bagian atas terdapat bulatan – bulatan kecil dengan warna dasarnya krem; jumlah
stomatanya adalah 5 buah. Pada daun Eugenia aquea, terdapat bulatan – bulatan kecil
dan terdapat pula bulatan yang lebih besar dengan warna dasar keunguan; jumlah
stomatanya adalah 2 buah. Pada daun Mangifera indica, terdapat bulatan – bulatan kecil
yang banyak dan berjejeran dengan warna dasar keunguan; jumlah stomatanya adalah
38 buah. Pada daun Rhoedeo discolor, terdapat garis – garis yang membentuk seperti
jaring; jumlah stomatanya adalah 5 buah. Pada daun Puring tidak ditemukan stomata.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Stomata Bagian Bawah


Daun I Daun II Daun III
Nama Tanaman Psidium guajava Eugenia aquea Mangifera indica
Gambar
Bagian atas daun
11

Jumlah stomata

Nama Tanaman Rhodeo discolor Puring


Gambar
Bagian atas daun

Jumlah stomata

Melalui hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada daun Psidium guajava
bagian bawah terdapat bulatan – bulatan kecil dengan garis – garis yang tersebar dan
warna dasar hijau kemerahan; jumlah stomatanya adalah 132 buah. Pada daun Eugenia
aquea, terdapat bulatan – bulatan yang ukurannya agak besar dengan titik – titik di
dalamnya, dan warna dasarnya keunguan; jumlah stomatanya adalah 91 buah. Pada
daun Mangifera indica, terdapat bulatan – bulatan kecil dengan garis –garis yang
letaknya tersebar, dan warna dasarnya adalah krem dengan semburat ungu dan kuning;
jumlah stomatanya adalah 113 buah. Pada daun Rhoedeo discolor, terdapat garis – garis
yang membentuk seperti jaring – jaring dan warna dasarnya adalah krem; jumlah
stomatanya adalah 10. Pada daun Puring ………..

3.3. Reaksi Hill


Tabel 4. Hasil Pengamatan Reaksi Hill
Perlakuan Menit Nilai Absorbansi
1 2 3 4 5
Blanko 0 - - - - -
15 0 0 0 0 0
R.terang 0 - - - - -
15 0,1261 0,4896 0,1746 0,7469 0,5548
R. gelap 0 - - - - -
15 0,2133 0,5316 0,2596 0,8330 0,5776
Keterangan : 1. Mangga
2. Jambu Biji
3. Jambu Air
4. Rhoe discolor
5. Puring

Melalui hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa nilai absorbansi untuk blanko
pada setiap daun adalah 0. Di ruang terang, nilai absorbansi daun mangga adalah
0,1261; nilai absorbansi daun jambu biji adalah 0,4896; nilai absorbansi jambu air
adalah 0,1746; nilai absorbansi Rhodescolor adalah 0,7469; nilai absorbansi daun
Puring adalah 0,5548. Di ruang gelap nilai absorbansi daun mangga adalah 0,2133; nilai
absorbansi daun jambu biji adalah 0,5316; nilai absorbansi jambu air adalah 0,2596;
12

nilai absorbansi Rhodescolor adalah 0,8330; nilai absorbansi daun Puring adalah
0,5576.
4. PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Fotosintesis


Reaksi anabolisme merupakan reaksi pembentukan, yaitu terjadi sintesis molekul besar
dari molekul sederhana / kecil. Dalam percobaan ini, fotosintesis pada tumbuhan yang
termasuk dalam anabolisme. Fotosintesis pada tumbuhan menghasilkan glukosa yang
merupakan molekul yang lebih besar dari sebelumnya.

Pada percobaan ini, digunakan jangkrik sebagai pengganti belalang, lilin, toples, dan
tumbuhan hijau. Pada toples pertama, yang diletakkan hanya lilin kemudian ditutup.
Pada toples kedua, yang diletakkan adalah lilin dan jangkrik, kemudian ditutup. Pada
toples ketiga, yang diletakkan adalah lilin, jangkrik dan tumbuhan hijau, kemudian
toples ditutup. Percobaan ini menggunakan lilin, jangkrik, dan tumbuhan hijau karena
ketiganya melakukan proses pembakaran; untuk jangkrik berupa respirasi; untuk
tumbuhan hijau berupa fotosintesis; dan untuk lilin berupa pembakaran.

Pada toples pertama, hanya lilin yang dimasukkan ke dalamnya. Perlakuan ini
menyebabkan api pada lilin padam dalam waktu 52 detik. Hal ini disebabkan dalam
toples pertama, oksigen yang dibutuhkan dalam pembakaran semakin berkurang.
Padahal, dalam pembakaran dibutuhkan oksigen yang pada akhirnya akan menghasilkan
karbondioksida. Hal ini sesuai dengan pendapat Saharjo (2007) bahwa oksigen
diperlukan untuk menjaga proses pembakaran tetap berjalan dan untuk mempertahankan
suplai panas yang cukup sehingga memungkinkan terjadinya penyalaan bahan bakar
yang sulit terbakar. Menurut Saharjo (2007), agar api dapat menyala dan mengalami
pembakaran, harus terdapat cukup udara untuk menyuplai oksigen yang diperlukan
Dalam percobaan ini, tidak cukupnya udara terjadi karena toples ditutup rapat, sehingga
tidak memungkinkan terjadinya pertukaran udara.

Pada toples kedua, lilin dan satu ekor jangkrik dimasukkan ke dalamnya. Perlakuan ini
menyebabkan api pada lilin padam dalam waktu 1 menit 6 detik dan jangkrik masih
hidup. Sementara pada toples ketiga, lilin, satu ekor jangkrik, dan tumbuhan
dimasukkan ke dalamnya. Perlakuan ini menyebabkan api pada lilin padam dalam

13
14

waktu 47 detik dan jangkrik masih hidup. Padamnya api disebabkan oksigen yang
dibutuhkan semakin lama semakin berkurang sehingga tidak dapat terjadi pembakaran.
Pembakaran yang membutuhkan oksigen ini sesuai dengan pendapat Saharjo (2007).

Seharusnya, dari ketiga toples yang ada, perlakuan pada toples pertama yang lebih cepat
padam apinya, dilanjutkan dengan toples kedua dan diurutan terakhir yaitu toples
ketiga. Hal ini disebabkan pada toples ketiga terdapat tumbuhan hijau yang dapat
melakukan fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, dibutuhkan karbon dioksida dan
dihasilkan oksigen. Yang direaksikan sebagai berikut :
Klorofil
6CO2 + H2O C6H12O6 + 6O2
Energi Cahaya (glukosa)

(Harjadi, 1979)

Oksigen yang dihasilkan tumbuhan seharusnya dapat mempertahankan api pada lilin.
Sementara pada toples pertama dan kedua tidak terdapat penyuplai oksigen. Namun,
dari hasil pengamatan diketahui bahwa api pada toples ketiga lebih cepat padam
daripada toples kedua. Hal ini dapat disebabkan faktor luar, seperti tingkat kerapatan
tutup pada toples yang berbeda sehingga oksigen masih tersedia; atau keadaan jangkrik
yang berbeda sehingga kecepatan respirasinya pun berbeda.

4.2. Perhitungan Jumlah Stomata


Dalam melakukan percobaan ini, tiga buah daun disiapkan, masing – masing dari lima
jenis tanaman. Kemudian, bagian bawah daun tersebut dicat dengan kuteks bening dan
dibiarkan mengering. Setelah mengering, selotip bening ditempelkan pada olesan kuteks
tersebut dan dikelupas secara hati – hati mulai dari bagian pojok. Lalu, potongan selotip
tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Untuk menghitung
stomatanya, perlu dicari daerah yang bersih. Perlakuan di atas juga dikenakan pada
bagian atas daun. Penggunaan kuteks adalah untuk membantu mengelupas epidermis
dari daun – daun yang dipakai dalam percobaan ini.

Melalui perhitungan yang dilakukan, dapat diperoleh data bahwa pada bagian atas,
jumlah stomata Psidium guajava adalah 5 buah; jumlah stomata Eugenia aquea adalah 2
15

buah; jumlah stomata Mangifera indica adalah 38 buah; jumlah stomata Rhoe discolor
adalah 5 buah; dan jumlah stomata pada Puring tidak dapat ditemukan. Sementara itu,
untuk bagian bawah, jumlah stomata Psidium guajava adalah 132 buah; jumlah stomata
Eugenia aquea adalah 91 buah; jumlah stomata Mangifera indica adalah 113 buah;
jumlah stomata Rhoedeo discolor adalah 10 buah; dan jumlah stomata pada Puring
adalah 10 buah. Maka dapat diketahui bahwa stomata pada epidermis pada bagian atas
lebih banyak daripada stomata pada epidermis bagian bawah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Audesirk & Audesirk (1989) di mana pada tumbuhan darat, jumlah stomata
pada epidermis bawah daun lebih banyak dari epidermis atas yang merupakan adaptasi
tumbuhan untuk meminimalisasi hilangnya air dari daun.

Stomata berperan dalam pertukaran gas (CO2 dan O2 ). Selain itu juga berperan dalam
pengaturan penghilangan air dari tumbuhan Sebagian besar transpirasi dan evaporasi
tumbuhan terjadi melalui stomata. Jika stomata terbuka lebih lebar maka akan lebih
banyak pula kehilangan air (Audesirk&Audesirk,1989). Sedangkan menurut Green
(1988), di stoma terjadi pertukaran gas selama fotosintesis dan respirasi yang
kebanyakan terjadi di daun, walaupun stoma juga ada pada batang. Uap air juga
dibebaskan melalui stomata, dan proses ini disebut transpirasi.

4.3. Reaksi Hill


Untuk melakukan percobaan ini, pertama – tama daun ditimbang sebanyak 1 gram, dan
dipotong kecil – kecil dengan menghilangkan tangkainya. Kemudian, potongan –
potongan tersebut dihaluskan dengan ditambahkan 20 ml medium isolasi dingin dalam
mortar sampai agak hancur. Setelah itu disaring dengan menggunakan empat buah kain
sifon yang ditumpuk pada funnel dan dibasahi dengan medium isolasi dingin, serta
dituangkan pada tabung sentrifuge yang dingin. Kain sifon diperas ke dalam tabung
sentrifuge tersebut. Larutan di-sentrifuge dengan kecepatan 100 rpm selama 1- 2 menit.
Supernatant (cairan di atas padatan) di sentrifuge dengan kecepatan 1000rpm selama 5
menit. Supernatant dibuang, kemudian endapannya ditambahkan 2 ml larutan medium
isolasi dan dilarutkan dengan batang pengaduk. Larutan ini adalah larutan kloroplas.
Kemudian di siapkan 4 tabung sentrifuge. Tabung 1 sebagai blangko berisi 0,5 ml
larutan kloroplas dan 5 ml air destilasi. Tabung 2 berisi 0,5 ml larutan kloroplas dan 5
16

ml larutan DCPIP dan diletakkan di tempat terang. Tabung 3 berisi 0,5 ml larutan
kloroplas dan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di tempat gelap. Semua tabung
didiamkan selama 15 menit lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer 600nm.

DCPIP dalam percobaan ini berfungsi sebagai indikator perubahan warna. Semakin
besar absorbansi maka warna DCPIP lebih biru, menunjukan proses reduksi DCPIP
lebih besar. Hal ini sesuai pendapat Green (1988) bahwa Laju dari reaksi Hill dapat
diukur dengan melihat perubahan warna dari DCPIP (2,6-Dicholophenolindophenol).
cahaya
DCPIP (blue) + H2O ------------> DCPIP-H2 (colorless) + ½ O2
Kloroplas

Melalui pengukuran dengan spektrofotometer dapat diperoleh nilai absorbansi pada


perlakuan blanko pada setiap daun adalah 0. Nilai absobansi pada perlakuan diletakkan
di ruang terang yaitu untuk daun mangga adalah 0,1261; untuk daun jambu biji adalah
0,4896; untuk jambu air adalah 0,1746; untuk Rhodescolor adalah 0,7469; untuk daun
Puring adalah 0,5548. Sedangkan nilai absorbansi pada perlakuan ruang gelap yaitu
untuk daun mangga adalah 0,2133; untuk daun jambu biji adalah 0,5316; untuk jambu
air adalah 0,2596; untuk Rhodescolor adalah 0,8330; dan untuk daun Puring adalah
0,5576.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai absorbansi untuk blanko adalah 0. Hal
ini disebabkan blanko digunakan untuk mengeset spektofotometer sehingga nilai
absorbansinya selalu nol. Sementara itu, dapat diketahui pula bahwa nilai absorbansi
pada ruang gelap lebih tinggi dari nilai absorbansi pada ruang terang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Green (1988) bahwa cahaya merupakan salah satu elemen yang
penting dalam reaksi Hill. Bila cahaya tidak ada akan membuat absorbansi larutan
makin tinggi.
cahaya
H2O + NADP ----------> NADPH + ½ O2 + H+
Kloroplas
5. KESIMPULAN

• Anabolisme adalah suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi


senyawa kompleks, nama lain dari anabolisme adalah peristiwa sintesis atau
penyusunan.
• Tumbuhan melakukan fotosintesis yang membutuhkan karbondioksida dan air
dan menghasilkan oksigen dan glukosa.
• Reaksi pembakaran memerlukan oksigen dan menghasilkan karbondioksida.
• Stomata memiliki peran pertukaran gas (CO2 dan O2 ), pengaturan penghilangan
air dari tumbuhan, transpirasi dan evaporasi
• Pada umumnya, epidermis tumbuhan bagian atas memiliki jumlah stomata yang
lebih sedikit dari epidermis bawah untuk mengurangi penguapan.
• Nilai absorbansi pada ruang gelap lebih tinggi dari nilai absorbansi pada ruang
terang
• Bila cahaya tidak ada akan membuat absorbansi larutan makin tinggi.

Semarang, 9 November 2009


Praktikan, Asisten Dosen
1. Elizabeth Ria
2. Agustin Nita
Christy Michelle Mandey
(09.70.0057)

17
6. DAFTAR PUSTAKA

Audesirk, P. dan G. Audesirk. (1989). Biology.Lifes on earth. New Jersey:Prentiche


Hall, Inc.

Fahn, A. (1991). Anatomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Green, N.P.O.; G.W Stout & D.J Taylor. (1988). Biological Science 1. Cambridge
University Press. New York.

Harjadi, S. S. M. M. ( 1979 ). Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta

Purves, W.K; G.H. Orians; H.C. Heller. (1992). Life The Science of Biology Third
Edition. Sinaver Associater, Inc.USA.

Ritchie, Donald D. & Robert Carola. ( 1983 ). Biology Second Edition. Addison –
Wesley Publishing Company. Canada.

Saharjo, Bambang. (2007). Kebakaran dan Asap. Diakses di www.unisosdem.org pada


tanggal 16 November 2009.

Wirahadikusumah, M. (1985). Biokimia : Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid.


ITB. Bandung.

18
7. LAMPIRAN

7.1. Gambar Epidermis Daun

Rhoedeo discolor (atas) Rhoedeo discolor (bawah)

Eugenia aquea (atas) Eugenia (bawah)

Psidium guajava (atas) Psidium guajava (bawah)

Mangifera indica (atas) Mangifera indica (bawah)

19
20

Puring (bawah)

7.2. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai