PENDAHULUAN
Reaksi pada sel dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, reaksi anabolisme
merupakan reaksi pembentukan, yaitu terjadi sintesis molekul besar dari molekul
sederhana / kecil. Pada proses anabolisme membutuhkan energi, dan prosesnya disebut
reaksi endogenic. Kedua, reaksi katabolisme merupakan reaksi pemecahan.
Katabolisme merupakan pemecahan molekul besar menjadi lebih sederhana yang
disertai pelepasan energi yang disebut reaksi exergonic. Total penjumlahan dari reaksi
anabolisme dan katabolisme disebut metabolisme (pembentukan dan pemecahan).
Contoh proses katabolisme adalah respirasi, sedangkan contoh proses anabolisme
adalah fotosintesis (Green et al, 1988).
Beberapa makhluk hidup seperti tanaman, ganggang dan bakteri fotosintetik dapat
memperoleh energi dari sinar matahari melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis
adalah proses transformasi energi radiasi menjadi energi kimia. Sinar matahari terdiri
dari partikel - partikel yang disebut foton, dimana setiap foton mengandung sejumlah
energi. Jumlah energi pada foton tergantung dari panjang gelombang sinar, di mana
1
2
semakin kecil panjang gelombang, energi yang terkandung di dalam foton semakin
besar. Sebagai contoh, foton yang berasal dari sinar biru mengandung energi lebih
tinggi dibandingkan dengan foton yang berasal dari sinar merah (Fardiaz, 1992).
Fotosintesis adalah proses dimana karbonmonoksida dan air di bawah pengaruh cahaya
diubah ke dalam persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi. Proses
fotosintesis bertujuan untuk membentuk karbohidrat,dan berlaku reaksi sebagai berikut :
Klorofil
6CO2 + H2O C6H12O6 + 6O2
Energi Cahaya (glukosa)
(Harjadi, 1979).
Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya
berwarna hijau dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari
melalui fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam
melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat.
Tumbuhan harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya
menjadi energi kimia (Audesirk & Audesirk, 1989).
Epidermis merupakan lapisan sel yang menutupi seluruh bagian tubuh tumbuhan.
Epidermis berfungsi melindungi tumbuhan dari kekeringan dan luka. Sel epidermis
mensekresi zat lilin (cutin) yang membentuk lapisan tebal yang disebut cuticle. Cuticle
ini berada di dinding sel dan membantu mengurangi kehilangan air saat evaporasi dan
menghalangi masuknya patogen ( Green, et al, 1988 ).
Epidermis daun pada berbagai tumbuhan beragam dalam jumlah lapisan, bentuk,
struktur, susunan stomata, munculnya trikoma dan susunannya dan adanya sel yang
khusus. Karena struktur daun yang biasa pipih itu, maka dibedakan antara jaringan
epidermis yang berada pada kedua permukaannnya. Permukaan daun yang lebih dekat
dengan ruas di atasnya dan yang biasa menghadap ke atas disebut dengan permukaan
adaksial dan permukaan yang lain dikenal dengan permukaan abaksial (Fahn, 1991).
3
Pada epidermis atas dan bawah dijumpai pori – pori kecil yang disebut dengan stomata
(tunggal : stoma). Pada tumbuhan darat, jumlah stomata pada epidermis bawah daun
lebih banyak dari epidermis atas yang merupakan adaptasi tumbuhan untuk
meminimalisasi hilangnya air dari daun. Stomata berperan dalam pertukaran gas (O2
dan CO2). Selain itu juga berperan dalam pengaturan penghilang air dari tumbuhan
(Audesirk & Audesirk, 1983).
Stomata berada pada jaringan epidermal. Setiap lubang stomata dikelilingi oleh 2 sel
penjaga. Sel penjaga ini mengatur terbuka dan menutupnya stomata berdasarkan
perubahan konsentrasi glukosa sebagai akibat dari aktivitas fotosintesis. Sel penjaga
bersifat fleksibel. Ketika tekanan osmotik meningkat, konsentrasi air menurun dan air
berpindah ke sel penjaga secara osmosis. Hal ini kan menyebabkan sel penjaga
menggembung dan celah stomata terbuka. Perubahan ukuran stomata dapat dipengaruhi
oleh cahaya, konsentrasi karbon dioksida dan air. Sebagian besar transpirasi dan
evaporasi tumbuhan terjadi melalui stomata. Jika stomata membuka lebih lebar maka
akan lebih banyak pula kehilangan air (Audesirk & Audesirk, 1983).
Proses fotosintesa kedua adalah reaksi gelap. Disebut reaksi gelap karena reaksi terjadi
dalam ketiadaan cahaya. Reaksi gelap dari fotosintesa berlangsung pada kloroplas.
Selama reaksi gelap berlangsung, molekul kompleks dari gula disusun oleh karbon,
hidrogen, dan oksigen yang terbuat dari molekul sederhana dari karbohidrat dan
hidrogen NADPH2. Keduanya telah diproduksi dalam reaksi terang. PGA berkurang
menjadi fosfogliseraldehid, 3 senyawa karbon di mana sel hidup dapat
menggunakannya sebagai permulaan sintesis dari seluruh substansi yang tidak dapat
dihitung dari kehidupan. Setelah PGAL terbentuk, mempunyai beberapa alternatif yang
tersedia. Beberapa dari 3 karbon PGAL dapat disederhanakan menjadi 6 gula karbon,
seperti fruktosa dan glukosa ini mungkin lebih lanjut disederhanakan menjadi sebuah
4
produk simpanan yang umum, atau mungkin dengan enzim diubah menjadi lemak atau
asam amino (Ritchie & Carola, 1983).
Hal – hal yang diperlukan agar proses fotosintesis dapat berjalan, yaitu antara lain :
Cahaya
Klorofil, pigmen fotosintesis
Organisasi plastida
Karbondioksida
Air
(Ritchie & Carola, 1983).
Agar api dapat menyala dan mengalami pembakaran, harus terdapat cukup udara untuk
menyuplai Oksigen yang diperlukan. Oksigen diperlukan untuk menjaga proses
prmbakaran tetap berjalan. Selain itu, Oksigen diperlukan untuk mempertahankan suplai
panas yang cukup sehingga memungkinkan terjadinya penyalaan bahan bakar yang sulit
terbakar. (Saharjo, 2007)
Tahun 1939 Robert Hill menemukan bahwa kloroplas yang diisolasi dapat
membebaskan oksigen dengan adanya agen pengoksidasi (elektron acceptor). Oleh
karena itu reaksi ini disebut reaksi Hill. Laju reaksi Hill dapat diukur dengan melihat
perubahan warna dari DCPIP. DCPIP (Dichlorophenolindophenol) adalah zat yang
dapat menangkap atom hidrogen dan dapat berubah warna. DCPIP akan berwarna biru
jika mengalami oksidasi dan akan kehilangan warnanya jika tereduksi. Reaksi Hill:
H2O + NADP NADPH + ½ O2 + H+
5
6
7
mengandung stomata dicari. Stomata dihitung pada tiga tempat berbeda. Percobaan
diulangi dengan mengambil data dari kelompok lain.
tersebut dan tuang pada tabung sentrifuge yang dingin. Kain sifon diperas ke dalam
tabung sentrifuge tersebut. Sentrifuge dengan kecepatan 100 rpm selama 1- 2 menit.
Supernatant (cairan di atas padatan) disentrifuge lagi dengan kecepatan 1000 rpm
selama 5 menit. Supernatant dibuang, kemudian 2 ml larutan medium isolasi
ditambahkan ke dalam tiap tabung sentrifuge dan bulir - bulir kloroplas dilarutkan
dengan menggunakan batang pengaduk. Tabung berisi larutan ini diletakkan pada
wadah berisi es sebelum digunakan.
Melalui hasil pengamatan terhadap percobaan ini, maka diperoleh hasil bahwa pada
toples 1 lilin padam pada waktu 52 detik. Pada toples kedua, lilin padam pada waktu 1
menit 6 detik dan jangkrik masih hidup. Pada toples ketiga, lilin padam pada waktu 47
detik dan jangkrik masih hidup.
9
10
Jumlah stomata
Jumlah stomata
Melalui hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada daun Psidium guajava
bagian atas terdapat bulatan – bulatan kecil dengan warna dasarnya krem; jumlah
stomatanya adalah 5 buah. Pada daun Eugenia aquea, terdapat bulatan – bulatan kecil
dan terdapat pula bulatan yang lebih besar dengan warna dasar keunguan; jumlah
stomatanya adalah 2 buah. Pada daun Mangifera indica, terdapat bulatan – bulatan kecil
yang banyak dan berjejeran dengan warna dasar keunguan; jumlah stomatanya adalah
38 buah. Pada daun Rhoedeo discolor, terdapat garis – garis yang membentuk seperti
jaring; jumlah stomatanya adalah 5 buah. Pada daun Puring tidak ditemukan stomata.
Jumlah stomata
Jumlah stomata
Melalui hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada daun Psidium guajava
bagian bawah terdapat bulatan – bulatan kecil dengan garis – garis yang tersebar dan
warna dasar hijau kemerahan; jumlah stomatanya adalah 132 buah. Pada daun Eugenia
aquea, terdapat bulatan – bulatan yang ukurannya agak besar dengan titik – titik di
dalamnya, dan warna dasarnya keunguan; jumlah stomatanya adalah 91 buah. Pada
daun Mangifera indica, terdapat bulatan – bulatan kecil dengan garis –garis yang
letaknya tersebar, dan warna dasarnya adalah krem dengan semburat ungu dan kuning;
jumlah stomatanya adalah 113 buah. Pada daun Rhoedeo discolor, terdapat garis – garis
yang membentuk seperti jaring – jaring dan warna dasarnya adalah krem; jumlah
stomatanya adalah 10. Pada daun Puring ………..
Melalui hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa nilai absorbansi untuk blanko
pada setiap daun adalah 0. Di ruang terang, nilai absorbansi daun mangga adalah
0,1261; nilai absorbansi daun jambu biji adalah 0,4896; nilai absorbansi jambu air
adalah 0,1746; nilai absorbansi Rhodescolor adalah 0,7469; nilai absorbansi daun
Puring adalah 0,5548. Di ruang gelap nilai absorbansi daun mangga adalah 0,2133; nilai
absorbansi daun jambu biji adalah 0,5316; nilai absorbansi jambu air adalah 0,2596;
12
nilai absorbansi Rhodescolor adalah 0,8330; nilai absorbansi daun Puring adalah
0,5576.
4. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, digunakan jangkrik sebagai pengganti belalang, lilin, toples, dan
tumbuhan hijau. Pada toples pertama, yang diletakkan hanya lilin kemudian ditutup.
Pada toples kedua, yang diletakkan adalah lilin dan jangkrik, kemudian ditutup. Pada
toples ketiga, yang diletakkan adalah lilin, jangkrik dan tumbuhan hijau, kemudian
toples ditutup. Percobaan ini menggunakan lilin, jangkrik, dan tumbuhan hijau karena
ketiganya melakukan proses pembakaran; untuk jangkrik berupa respirasi; untuk
tumbuhan hijau berupa fotosintesis; dan untuk lilin berupa pembakaran.
Pada toples pertama, hanya lilin yang dimasukkan ke dalamnya. Perlakuan ini
menyebabkan api pada lilin padam dalam waktu 52 detik. Hal ini disebabkan dalam
toples pertama, oksigen yang dibutuhkan dalam pembakaran semakin berkurang.
Padahal, dalam pembakaran dibutuhkan oksigen yang pada akhirnya akan menghasilkan
karbondioksida. Hal ini sesuai dengan pendapat Saharjo (2007) bahwa oksigen
diperlukan untuk menjaga proses pembakaran tetap berjalan dan untuk mempertahankan
suplai panas yang cukup sehingga memungkinkan terjadinya penyalaan bahan bakar
yang sulit terbakar. Menurut Saharjo (2007), agar api dapat menyala dan mengalami
pembakaran, harus terdapat cukup udara untuk menyuplai oksigen yang diperlukan
Dalam percobaan ini, tidak cukupnya udara terjadi karena toples ditutup rapat, sehingga
tidak memungkinkan terjadinya pertukaran udara.
Pada toples kedua, lilin dan satu ekor jangkrik dimasukkan ke dalamnya. Perlakuan ini
menyebabkan api pada lilin padam dalam waktu 1 menit 6 detik dan jangkrik masih
hidup. Sementara pada toples ketiga, lilin, satu ekor jangkrik, dan tumbuhan
dimasukkan ke dalamnya. Perlakuan ini menyebabkan api pada lilin padam dalam
13
14
waktu 47 detik dan jangkrik masih hidup. Padamnya api disebabkan oksigen yang
dibutuhkan semakin lama semakin berkurang sehingga tidak dapat terjadi pembakaran.
Pembakaran yang membutuhkan oksigen ini sesuai dengan pendapat Saharjo (2007).
Seharusnya, dari ketiga toples yang ada, perlakuan pada toples pertama yang lebih cepat
padam apinya, dilanjutkan dengan toples kedua dan diurutan terakhir yaitu toples
ketiga. Hal ini disebabkan pada toples ketiga terdapat tumbuhan hijau yang dapat
melakukan fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, dibutuhkan karbon dioksida dan
dihasilkan oksigen. Yang direaksikan sebagai berikut :
Klorofil
6CO2 + H2O C6H12O6 + 6O2
Energi Cahaya (glukosa)
(Harjadi, 1979)
Oksigen yang dihasilkan tumbuhan seharusnya dapat mempertahankan api pada lilin.
Sementara pada toples pertama dan kedua tidak terdapat penyuplai oksigen. Namun,
dari hasil pengamatan diketahui bahwa api pada toples ketiga lebih cepat padam
daripada toples kedua. Hal ini dapat disebabkan faktor luar, seperti tingkat kerapatan
tutup pada toples yang berbeda sehingga oksigen masih tersedia; atau keadaan jangkrik
yang berbeda sehingga kecepatan respirasinya pun berbeda.
Melalui perhitungan yang dilakukan, dapat diperoleh data bahwa pada bagian atas,
jumlah stomata Psidium guajava adalah 5 buah; jumlah stomata Eugenia aquea adalah 2
15
buah; jumlah stomata Mangifera indica adalah 38 buah; jumlah stomata Rhoe discolor
adalah 5 buah; dan jumlah stomata pada Puring tidak dapat ditemukan. Sementara itu,
untuk bagian bawah, jumlah stomata Psidium guajava adalah 132 buah; jumlah stomata
Eugenia aquea adalah 91 buah; jumlah stomata Mangifera indica adalah 113 buah;
jumlah stomata Rhoedeo discolor adalah 10 buah; dan jumlah stomata pada Puring
adalah 10 buah. Maka dapat diketahui bahwa stomata pada epidermis pada bagian atas
lebih banyak daripada stomata pada epidermis bagian bawah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Audesirk & Audesirk (1989) di mana pada tumbuhan darat, jumlah stomata
pada epidermis bawah daun lebih banyak dari epidermis atas yang merupakan adaptasi
tumbuhan untuk meminimalisasi hilangnya air dari daun.
Stomata berperan dalam pertukaran gas (CO2 dan O2 ). Selain itu juga berperan dalam
pengaturan penghilangan air dari tumbuhan Sebagian besar transpirasi dan evaporasi
tumbuhan terjadi melalui stomata. Jika stomata terbuka lebih lebar maka akan lebih
banyak pula kehilangan air (Audesirk&Audesirk,1989). Sedangkan menurut Green
(1988), di stoma terjadi pertukaran gas selama fotosintesis dan respirasi yang
kebanyakan terjadi di daun, walaupun stoma juga ada pada batang. Uap air juga
dibebaskan melalui stomata, dan proses ini disebut transpirasi.
ml larutan DCPIP dan diletakkan di tempat terang. Tabung 3 berisi 0,5 ml larutan
kloroplas dan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di tempat gelap. Semua tabung
didiamkan selama 15 menit lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer 600nm.
DCPIP dalam percobaan ini berfungsi sebagai indikator perubahan warna. Semakin
besar absorbansi maka warna DCPIP lebih biru, menunjukan proses reduksi DCPIP
lebih besar. Hal ini sesuai pendapat Green (1988) bahwa Laju dari reaksi Hill dapat
diukur dengan melihat perubahan warna dari DCPIP (2,6-Dicholophenolindophenol).
cahaya
DCPIP (blue) + H2O ------------> DCPIP-H2 (colorless) + ½ O2
Kloroplas
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai absorbansi untuk blanko adalah 0. Hal
ini disebabkan blanko digunakan untuk mengeset spektofotometer sehingga nilai
absorbansinya selalu nol. Sementara itu, dapat diketahui pula bahwa nilai absorbansi
pada ruang gelap lebih tinggi dari nilai absorbansi pada ruang terang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Green (1988) bahwa cahaya merupakan salah satu elemen yang
penting dalam reaksi Hill. Bila cahaya tidak ada akan membuat absorbansi larutan
makin tinggi.
cahaya
H2O + NADP ----------> NADPH + ½ O2 + H+
Kloroplas
5. KESIMPULAN
17
6. DAFTAR PUSTAKA
Green, N.P.O.; G.W Stout & D.J Taylor. (1988). Biological Science 1. Cambridge
University Press. New York.
Purves, W.K; G.H. Orians; H.C. Heller. (1992). Life The Science of Biology Third
Edition. Sinaver Associater, Inc.USA.
Ritchie, Donald D. & Robert Carola. ( 1983 ). Biology Second Edition. Addison –
Wesley Publishing Company. Canada.
18
7. LAMPIRAN
19
20
Puring (bawah)