Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010 yang

merupakan integral dari pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan mengandung

makna bahwa setiap upaya pembangunan harus berkontribusi terhadap peningkatan derajat

kesehatan masyarakat. Tolak ukur derajat kesehatan masyarakat adalah status kesehatan Ibu

dan Anak. Hal ini karena Ibu dan Anak dalam keluarga merupakan anggota keluarga yang

rentan terhadap masalah kesehatan. Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang

paling penting untuk menggambarkan tingkat kesehatan masyarakat dan sangat erat kaitannya

dengan status kesehatan Ibu dan Anak (Depkes RI, 2001).

Meskipun AKB di Indonesia mengalami penurunan namun angka tersebut masih yang
paling tinggi diantara Negara-negara ASEAN. Di bandingkan AKB negara-negara ASEAN
pada tahun 2002, AKB di Indonesia masih berada diurutan keenam tertinggi setelah singapura
(3 per 1000 kelahiran hidup), Brunai Darussalam (6 per 1000 kelahiran hidup), Malaysia (8 per
1000 kelahiran hidup), Filipina (29 per 1000 kelahiran hidup), Thailand (24 per 1000 kelahiran
hidup), Vietnam (30 per 1000 kelahiran hidup), dan di urutan berikutnya Indonesia (35 per
1000 kelahiran hidup) adalah Myanmar (77 per 1000 kelahiran hidup), Laos (87 per 1000
kelahiran hidup) dan Kamboja (96 per 1000 kelahiran hidup) (Depkes, 2004).
Program pembangunan kesehatan yang sudah dilaksanakan selama ini telah berhasil
menurunkan AKB di Indonesia. Namun penurunan yang terjadi setelah tahun 70-an berjalan
lambat dan menunjukkan kecenderungan Stagnan. Pada tahun 1960, AKB di Indonesia adalah
128 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
1989, 57 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
1995 (Depkes, 2003).
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian neonatal
sebesar 180 kasus. Kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Jumlah seluruh kematian bayi adalah

1
466 kasus. Distribusi kematian neonatal sebagian besar di wilayah Jawa Bali sebesar 66,7%.
Menurut umur kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pad usia 0-7 hari, dan 20,6%
terjadi pada usia 8-28 hari. Proporsi kematian neonatal sebesar 39% dari seluruh kematian bayi
(Djaja, 2003).
Hussaini mengutip Mc Cornick (1985) menyatakan bahwa Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) mempunyai kemungkinan kematian pada masa neonatal 40 kali lipat lebih besar
daripada bayi dengan berat lahir cukup.Secara umum para ahli menyatakan bahwa proporsi
angka BBLR dapat dipergunakan sebagai prediktor angka kematian neonatal disebabkan oleh
BBLR (Hussaini, 1994).

Berdasarkan data-data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang


hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR di puskesmas pelaihari.

1.2.Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara usia Ibu
dengan kejadian BBLR di daerah layanan puskesmas pelaihari

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan usia Ibu dengan kejadian
BBLR di puskesmas pelaihari

1.3.1 Tujuan Khusus


a) Menggambarkan kejadian BBLR di Pusekemas Pelaihari
b) Mengidentifikasi seberapa jauh hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di Puskesmas
pelaihari
c) Untuk mengetahui seberapa besar faktor resiko Ibu terhadap kejadian BBLR di Puskesma
pelaihari

2
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Masukan dan pengalaman bagi peneliti tentang cara atau prosedur pelaksanaan penelitian
secara terlaksana dan sistematis

1.4.2. Bagi Responden


Memberi masukan mengenai usia Ibu hamil yang beresiko tinggi dengan kejadian BBLR
1.4.3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tempat pelayanan kesehatan guna
meningkatkan pelayanan
1.4.4. Bagi Dinas Kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menurunkan angka kematian bayi
1.4.5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai informasi awal dan masukan pengembangan penelitian selanjutnya

1.5.Ruang Lingkup Penelitian


Dengan desain penelitian cross sectional, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan usia Ibu dengan kejadian BBLR di Puskesmas pelaihari dari Januari 2018 sampai
mei 2019, sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh status ibu dan bayi yang baru
lahir dan di rawat inap di bangsal kebidanan. Uji statistik yang digunakan untuk membuktikan
hubungan adalah Chi-square, dan besarnya hubungan dilihat dari Rasio Prevalens (RP).

1.6.Keaslian Penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian tentang “Hubungan usia Ibu dengan
kejadian BBLR di Puskesmas Pelaihari “ belum pernah diteliti.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


2.1.1. Definisi BBLR
BBLR adalah neonatus dengan berat badan saat lahir < 2500 gram (Ilyas, 1991),
menurut Manuaba (1998) BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan < 2.500 gram,
sedangkan menurut WHO (1999) BBLR adalah semua bayi baru lahir dengan berat badannya
<2.500 gram disebut “Low Birth Weight Infant”. Dari ketiga pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir < 2.500 gram.

2.1.2. Etiologi BBLR


Menurut Manuaba IBG (1998), BBLR disebabkan beberapa faktor yaitu sebagai
berikut diantaranya:
1. Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
Gizi saat hamil yang kurang dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil yang akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim.
b. Umur < 20 tahun atau > 35 tahun
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai peluang 1,27
kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun dan usia
ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Meningkatnya kelahiran bayi pada ibu dengan umur
muda atau kurang dari 20 tahun berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah primipara
dan perawatan antenatal sedangkan umur tua berhubungan dengan kurangnya potensial tumbuh
janin akibat usia jaringan biologis dan adanya penyakit. Sedangkan menurut penelitian Thaib
(1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia
ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil
kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru
lahir. Berat badan bayi kurang 2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari

4
20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada
kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
c. Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat
Penelitian Thaib tahun 1992 yang mengemukakan jarak kehamilan < 2 tahun berpengaruh
terhadap berat bayi lahir rendah, karena masa persalinan yang < 2 tahun mempengaruhi
kapasitas tropik uterus yang belum pulih benar.
Kehamilan kedua atau ketiga terlampau dekat jaraknya memiliki resiko bagi ibu dan janin.
Bagi ibu sendiri, secara fisik alat-alat reproduksi belum kembali normal sehingga ada
kemungkinan pada kehamilan tersebut ibu mengalami gangguan. Seperti adanya komplikasi
diabetes gestasional (gula darah yang muncul saat kehamilan), pre eklamsia (keracunan karena
protein yang meningkat), atau anemia (Mila, 2003).
d. Penyakit menahun Ibu seperti: hipertensi, gangguan pembuluh darah (perokok)
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan gangguan uteroplasenta dan berkurangnya
perpusi plasenta. Sedangkan pada ibu yang merokok diperkirakan penurunan berat lahir pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang merokok selama kehamilan berkaitan dengan hipoksia pada
ibu dan janin yang disebabkan oleh kenaikan kadar karboksihemoglobin (Klaus dkk, 1998).
e. Faktor pekerja
Status pekerjaan secara langsung akan mempengaruhi ketersedian bahan pangan dalam
keluarga. Ibu yang bekerja akan dapat menyediakan makanan terutama yang mengandung
sumber zat gizi dalam jumlah yang cukup dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja
(Khumadi, 1989).
2. Faktor kehamilan
a. Hamil ganda
Pertumbuhan janin ganda lebih sering mengalami gangguan dibandingkan janin tunggal yang
tanpa pada ukuran sonografi dan berat lahir. Semakin banyak jumlah bayi semakin besar
derajat retardasi pertumbuhan (Klaus, 1998).
b. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil yang akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim.

5
c. Komplikasi hamil seperti: pre eklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
Pada kasus pre eklamsi plasenta sering nampak infark, hematoma atau gambaran histopatologi
sesuai dengan pre eklamsi. Barangkali hasil pengamatan yang lebih mudah dipahami adalah
plasenta bayi-bayi yang mengalami keterlambatan pertumbuhan memiliki fili avaskular yang
berlebihan dan rerata atau luas permukaan serta jumlah kapiler dipermukaan plasenta
berkurang. Masing-masing sifat tersebut dapat mudah dikaitkan dengan berkurangnya fungsi
plasenta (pengurangan nutrisi janin) (Klaus, 1998). Sedangkan ketuban pecah dini akan
menyebabkan uterus tidak dapat mempertahankan janin sehingga mencetus kelahiran prematur
(Suradi dkk, 2000).
3. Faktor Janin
a. Cacat bawaan
b. Infeksi dalam rahim
Infeksi-infeksi virus tertentu berhubungan dengan retardasi pertumbuhan
janin.

2.1.3. Penggolongan BBLR Dan Gambaran Klink/Karakteristik


Menurut JNPKKR POGI (2001), berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya,
baik berat lahir rendah dibedakan dalam:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir 1.500-2.55 gram
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1.000-1.500 gram
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) dengan berat lahir < 1000 gram
Selanjutnya menurut Ilyas (1991), menggolongkan berat bayi lahir rendah dalam kelompok:
1. Prematuria Murni
Prematuria murni adalah bayi yang lahir dengan kehamilan < 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan berat badan sesuai masa kehamilan atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai masa kehamilannya (NKB-SMK)
Gambaran klinik (karakteristik) yang dijumpai:
a) Berat lahir £ 2.500 gram, panjang badan £ 45 cm, lingkaran dada < 30 cm, lingkaran
kepala < 33 cm
b) Masa gestasi < 37 minggu
c) Kepala relatif besar dari badannya

6
d) Kulit tipis, transparan, tampak mengkilat dan licin
e) Lanugonya banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan
f) Lemak subkutan kurang sehingga suhu tubuh mudah menjadi hipotermi
g) Ubun-ubun dan sutura lebar
h) Genetalia belum sempurna, labio minora belum tetutup oleh labia mayora (pada wanita),
pada laki-laki testis belum turun.
i) Pembuluh darah kulit banyak terlihat sehingga peristaltik usus dapat terlihat.
j) Rambut tipis, halus dan teranyam.
k) Tulang rawan dan daun telinga immature (elastisitas daun telinga masih kurang sempurna).
l) Puting susu belum terbentuk dengan baik.
m) Pergerakan kurang dan lemah.
n) Banyak tidur, tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnoe.
o) Otot-otot masih hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha abduksi, sendi
lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan fleksi atau lurus dan kepala mengarah ke satu
sisi.
p) Reflek tonik-neck lemah.
q) Reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk belum sempurna.
2. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan
Dismaturitas dapat disebut juga cukup bulan kecil untuk masa kehamilan (NCB-KMK),
dismatur dapat terjadi dalam pre-term, term dan post term
Gambaran klinik/karakteristik yang dijumpai:
a) Pre-term sama dengan bayi prematuritas murni
a) Term dan post term:
1. Kulit berselubung vernix caseosa tipis/tidak ada
2. Kulit pucat/bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
3. Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4. Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
5. Tali pusat berwarna kuning kehijauan

7
2.1.4. Penyulit Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Manuaba, IBG (1998) ada beberapa faktor penyulit bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah:
1. Umur hamil saat persalinan
Makin muda kehamilan semakin sulit beradaptasi dengan keadaan luar rahim sehingga terjadi
komplikasi yang makin besar
2. Asfiksia/Iskemia otak
Dapat terjadi nekrosis dan perdarahan
3. Gangguan metabolisme
Menimbulkan asidosis, hipoglikemia dan hiperbilirubinemia
4. Mudah terinfeksi
Mudah menjadi sepsis dan meningitis
5. Bila bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah dapat mengatasi, masih perlu dipertimbangkan
kelanjutan penyulit, yaitu gangguan panca indra, gangguan sistem motorik syaraf pusat, dapat
terjadi Hidrosefalus, Cerebral Palsy

2.1.5. Upaya Mencegah Terjadinya BBLR


1. Upayakan agar melakukan antenatal care yang baik, segera melakukan konsultasi, merujuk
penderita bila terdapat kelainan
2. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan Berat
Badan Lahir Rendah
3. Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana
4. Anjurkan lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat bila terjadi
keadaan menyimpang dari partus normal
5. Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayan masyarakat

2.1.6. Penatalaksanaan Keperawatan BBLR

8
Manajemen penatalaksanaan pada bayi dengan berat lahir rendah ini difokuskan dalam
4 hal pokok yaitu peningkatkan upaya nafas, mempetahankan suhu tubuh, pemberian dan
pengawasan nutrisi yang adekuat dan pencegahan terhadap infeksi (Wong, 1986).

1. Peningkatan upaya nafas


Karena kurangh sempurnanya alat-alat pernafasan baik anatomi maupun fisiologi, maka
tindakan yang dapat dilakukan dengan membantu upaya nafas untuk mengurangi resiko terjadi
komplikasi perdarahan intraventikuler dan kerusakan otak permanen maksimal dapat
dilakukan:
a. Atur posisi kepala dalam posisi netral atau ekstensi dan kepala lebih tinggi untuk
mengoptimalkan pertukaran udara serta untuk melancarkan aliran balik vena dari kepala
b. Pertahankan kebersihan jalan nafas, lakukan section bila perlu untuk mengeluarkan mucus
dari nasofaring dan trakea
c. Observasi dalam upaya nafas atau terjadi sindrom gangguan pernafasan: etraksi dinding
dada, nafas cuping hidung, penurunan ekspansi dada dan apnoe
d. Beri O2 yang cukup (2 liter/menit) untuk membantu bila cyanosis, jangan lebih dari 40%
untuk mencegah terjadinya retro leatal fibroblasia
2. Mempertahankan suhu tubuh
Bayi Berat Lahir Rendah ini mudah sekali terjadi hipotermi perlu diusahakan lingkungan yang
cukup untuk bayi:
a. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan < 2.000
gram adalah 35°C dan untuk bayi dengan berat badan 2.000-2.500 gram adalah 34°C, agar ia
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37°C kelembaban inkubator diperlukan antara 50-
60%. Kelembaban yang tinggi diperlukan bayi dengan sindrom gangguan pernafasan suhu
inkubator dapat diturunkan 1°C perminggu untuk bayi yang berat badan 2.000 gram dan secara
berangsur-angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27°C
-29°C. Pemanasan juga dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol
hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromak ditempat tidur bayi
b. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36°C-37°C adalah dengan memakai
alat perspekheat shield yang diselimutkan pada bayi dalam inkubator. Alat ini berguna untuk

9
mengurangi penghilangan panas karena radiasi akhir-akhir ini telah mulai digunakan inkubator
yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor probe) alat ini ditempelkan di kulit
bayi, suhu inkubator dikontrol oleh alat servome chanisme. Dengan cara ini suhu kulit bayi
dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya (Prawiroharjo, 1999).
3. Pemberian dan pengawasan nutrisi yang akurat
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan
dengan cermat. Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dengan ketat, perubahan berat
badan mencerminkan gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.
Kebutuhan cairan untuk BBLR dengan dismaturitas adalah 120-150 ml/Kg BB per hari atau
100-120 ml/Kg BB per hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan
bayi untuk segera mungkin mencukupi kebutuhan cairan/kalori, kapasitas lambung BBLR
sangat kecil sehingga minum harus diberikan tiap jam (JNPKKR POGI, 2001).
a. Bayi sebelum diberi susu, teteskan dulu di punggung tangan untuk merasakan apakah susu
cukup hangat dan apakah keluarnya susu pertetes dalam setiap detik
b. Untuk mencegah perut kembung, bayi diberi minum sedikit-sedikit dengan perlahan dan hati-
hati. Penambahan susu setiap kali, minum tidk boleh lebih banyak. Penambahan setiap kali
minum tidak boleh lebih 30 ml sehari atau lebih 5 ml tiap kali
Apabila bayi menunjukkan tanda-tanda sukar bernafas pada waktu minum, segera lakukan:
a. Letakkan kepala bayi < 30° hisap cairan yang ada di mulut dan faring
b. Apabila bayi tetap biru atau tidak bernafas, beri oksigen dan nafas buatan (Prawiraharjo,
1999).
4. Pencegahan terhadap infeksi
Bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang lemah terhadap infeksi untuk mencegahnya
maka perlu dilakukan
a. Pemisahan dari bayi lainnya yang terkena infeksi
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
c. Membersihkan tempat tidur bayi segera setelah tidak dipakai lagi
d. Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri
e. Cegah orang yang infeksi kontak langsung dengan bayi

10
2.2.Usia Ibu
2.2.1. Definisi Usia
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999) usia adalah lama waktu hidup atau
ada (sejak dilahirkan atau diadakan), menurut Hazin, Nur Kholif (1994) usia adalah lama waktu
hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan hidup

2.2.2. Penggolongan Usia


Menurut Vaughan (1983) penggolongan usia terdiri dari:
1. Tahap Intra Utero (prenatal)
a. Masa mudigah : konsepsi sampai 9 minggu
b. Masa janin : 9 minggu sampai lahir
2. Tahap Setelah Lahir (pasca natal)
a. Masa Neonatus : 0-28 hari
b. Masa Bayi : 1 bulan-12 bulan
3. Masa Anak-anak
a. Pra sekolah : 1-6 tahun
b. Sekolah : 6-10 tahun
4. Masa Remaja (pubertas/akil balig)
a. Perempuan : 8-10-18 tahun
b. Laki-laki : 10-12-20 tahun
5. Masa Dewasa
a. Dewasa Awal : 19-30 tahun
b. Dewasa Akhir : 31-39 tahun
6. Masa Tua : 40-59 tahun
7. Masa Manula : 60 tahun keatas

2.3.Hubungan Usia Ibu dengan BBLR


Menurut Anwar (2003) usia Ibu < 20 tahun dan > 35 tahun termasuk dalam rawan hamil
dengan kehamilan beresiko tinggi. Usia Ibu hamil di bawah 20 tahun beresiko melahirkan bayi
dengan BBLR. Disebabkan karena organ reproduksi di usia tersebut seperti rahim belum cukup
matang untuk menganggung beban kehamilan dan kemungkinan komplikasi seperti terjadinya

11
keracunan kehamilan atau preeklamsi dan plasenta previa yang dapat menyebabkan perdarahan
selama persalinan selain itu pada usia ini biasanya karena belum siap ibu secara psikis maupun
fisik.
Resiko kehamilan pada Ibu usia > 35 disebabkan pada usia tersebut menurunnya
kemampuan organ reproduksi sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan
dan preeklamsi. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan memang ada hubungan
misalnya berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit
endometriosis yang menghambat uterus untuk mengangkat sel telur melalui tuba fallopii yang
berpengaruh terhadap proses konsepsi.
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai
peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35
tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi
dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun. Meningkatnya kelahiran bayi pada ibu
dengan umur muda atau kurang dari 20 tahun berhubungan dengan tingkat pendidikan yang
rendah primipara dan perawatan antenatal sedangkan umur tua berhubungan dengan kurangnya
potensial tumbuh janin akibat usia jaringan biologis dan adanya penyakit. Sedangkan menurut
penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR
meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis kelamin, dan jarak kehamilan.
Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu tidak jelas mempengaruhi berat
badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang 2500 gram sebagian kecil (3%) pada kelompok
usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh
(89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
2.4.Kerangka Teori
Faktor Ibu
1. Gizi saat hamil yang kurang
2. Umur < 20 tahun atau > 35 tahun
3. Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat
4. Penyakit menahun Ibu, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
5. Faktor pekerjaan

12
Faktor Kehamilan
1. Hamil ganda
2. Perdarahan antepartum
3. Komplikasi hamil: preeklamsia/eklamsia
ketuban pecah dini
Faktor Janin
1. Cacat bawaan
2. Infeksi dalam rahim

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Kejadian BBLR

Variabel Indevenden Variabel Devenden

Keterangan : variabel yang diteliti


: Variabel perancu

3.2. Hipotesis Penelitian


Ho : Tidak ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR
Ha : Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR

3.3. Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara dan Hasil ukur Skala


operasional alat ukur ukur
1. Variabel Independen Lama waktu Observasi 0 : 20-35 th Ordinal
Usia Ibu hidup Ibu pada status 1 : < 20 th
terhitung sejak atau register 2 : > 35 th
lahir sampai dan lembar
waktu persalinan observasi
2. Variabel Dependen Bayi yang Observasi 0 : ya Ordinal
Kejadian BBLR dilahirkan dengan pada status BBLR
berat < 2500 gr atau register 1 : tidak
dan lembar BBLR
observasi

14
3. Karakteristik
Responden
a. Jarak Kehamilan a Lama waktu Observasi 0 : 0 th Ordinal
antara kehamilan pada status 1 : < 2 th
sekarang dengan atau register 2 : ≥ 2 th
kelahiran dan lembar
sebelumnya observasi
b.
4.b. Pekerjaan Ibu A Aktivitas rutin Ibu Observasi
dalam pada status 0 : Bekerja Ordinal
melaksanakan atau register 1 : Tidak
kegiatan sehari- dan lembar Bekerja
hari observasi

3.4. Desain Penelitian


Penelitian menggunakan survei analitik dengan desain kuantitatif jenis cross
sectional karena pengambilan data faktor resiko dan kejadian BBLR dilakukan pada waktu
yang bersamaan (Sastroasmoro, 1995).

Usia ibu < 20 tahun

Tidak BBLR (+)

BBLR (-)

Usia ibu 20-35 tahun

Tidak BBLR (+)

15
BBLR (+)

Usia ibu > 35 tahun

Tidak BBLR (-)

3.5. Populasi Dan Sampel


a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh status ibu dan bayi yang lahir di daerah layan
Puskesmas pelaihari dari januari 2018 sampai mei 2019 dengan jumlah populasi 31 orang.
b. Sampel

Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah status ibu dan bayi yang memenuhi syarat untuk
dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel: sampel diambil dengan teknik non probability random
sampling yaitu judgment sampling.
Besar sampel: sampel yang terpilih adalah status bayi yang memenuhi syarat untuk penelitian.
Kriteria yang digunakan adalah:
1. Bayi yang lahir di Puskesmas Pelaihari dengan BBLR dari bulan Januari 2018 sampai dengan
Mei 2019 yang dirawat di Puskesmas Pelaihari
2. Status atau register lengkap
Dengan jumlah sampel 31 orang.

3.6. Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di daerah layan Puskesmas Pelaihari.

3.7. Etika Penelitian

16
Sebelum dilakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mengajukan permohonan izin
melakukan penelitian kepada kepala Puskesmas Pelaihari untuk mendapatkan persetujuan
pelaksanan penelitian. Lembar persetujuan diteruskan kepada:

1. Kepala Puskesmas Pelaihari


2. Bidan Desa setempat

Permohonan izin pada panitia etik bertujuan untuk mengetahui maksud dan tujuan penelitian
serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Bukti telah disetujui penelitian ditandai
dengan adanya lembar persetujuan.
3.8. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berdasarkan data dalam status atau register. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah lembar observasi yang dirancang sesuai dengan kebutuhan untuk
mengumpulkan variabel yang dibutuhkan. Yaitu bayi dengan BBLR atau tidak BBLR dan usia
Ibu. Status dan register dikumpulkan adalah status ibu dan bayi yang berada di daerah layanan
puskesmas pelaihari dari januari 2018 samapi mei 2019

3.9. Pengolahan dan Analisa Data


a. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul dilanjutlkan dengan pengolahan data, tahap-tahap pengolahan data:
1) Mengidentifikasi variabel yang ada dalam status atau register kemudian memindahkan data
ke dalam tabel master
2) Memeriksa isi kelengkapan data pada tabel master (Editing)
3) Melakukan kode ulang (Recoding) pada variabel sesuai dengan kategori pada hasil ukur
4) Entry Data, yaitu memasukkan data dari tabel master ke dalam program komputer
5) Pemeriksaan kembali dan pembersihan data (Cleaning) untuk mengetahui kesesuaian dan
ketepatan data untuk mengurangi kesalahan dalam pengkodean dan kategori

17
b. Analisa Data

1) Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel
independent dan dependent dengan menggunakan ukuran proporsi
2) Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependent dan variabel
independent. Jenis uji statistik yang digunakan Chi Square (X2) dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 3.1
Untuk memudahkan perhitungan dibuat tabel 3x2 sebagai berikut:
BBLR
No Usia Ibu Jumlah
Ya Tidak
1. < 20 tahun

fo fo
fh 1.1 fh 2.1
2. 20-35 tahun

fo fo
fh 1.2 fh 2.2
3. > 35 tahun fo fo
fh 1.3 fh 2.3

Jumlah

Dasar pengambilan keputusan: dengan membandingkan nilai P dengan a(0,05). Dengan


ketentuan sebagai berikut:

18
Jika: P ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Jika: P > 0,05, maka Ho diterima
Untuk mengetahui seberapa besar faktor resiko usia ibu terhadap angka kejadian BBLR dengan
menggunakan rumus Ratio Prevalens, dengan menggunakan tabel silang.

Usia Ibu BBLR


< 20 tahun Ya Tidak Jumlah
Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d N=a+b+c+d

Usia Ibu BBLR


20-35 tahun Ya Tidak Jumlah
Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d N=a+b+c+d

Usia Ibu BBLR


> 35 tahun Ya Tidak Jumlah
Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d N=a+b+c+d

Rumus Ratio Prevalensi (RP)


A/(A+B)
RP =
C/(C+D)

Frekuensi harapan untuk masing-masing sel:


E1.1 : (a+b) (a+c)/N
E1.2 : (b+d) (a+b)/N
E2.1 : (a+c) (c+d)/N
E2.2 : (b+d) (c+d)/N
Keterangan:
fo : frekuensi observasi dari sel baris ke-i dan kolom ke-j
fh : frekuensi harapan dari sel baris ke-i dan kolom ke-j

19
df : (b-1) (k-1)
b : banyaknya baris
k : banyaknya kolom
ni : total baris
nj : total kolom
N : total pengamatan

Pada hasil analisis bivariat akan diperoleh Ratio Prevalensi (RP) dengan estimasi Confidence
Interval (CI) yang ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%, nilai RP yang diperoleh dapat
diinterprestasikan sebagai berikut (Depkes RI, 2002).
ika RP > 1 : maka artinya menunjukkan ada hubungan antara penyakit dengan paparan.
ika RP = 1 : maka artinya menunjukkan tidak ada hubungan antara penyakit dengan paparan.
ika RP < 1 : maka artinya menunjukkan suatu penurunan resiko atau menunjukkan adanya efek
perlindungan (protektif).

20
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Alur Penelitian


Setelah mendapat izin, peneliti langsung menghadap Kepala Puskesmas Pelaihari
dengan disertai surat izin melakukan penelitian dari Bagian Pelayanan Dan Diklat Puskesmas
Pelaihari. Setelah menghadap kepala ruangan kebidanan dan di izinkan, peneliti langsung
melihat buku register ruang kebidanan dan mencatat nomor register ibu-ibu yang melahirkan
di ruang kebidanan pada bulan Januari 2018 sampai Mei 2019. Kemudian peneliti melihat arsip
status perawatan kebidanan dari bidan desa setempat . Arsip tersebut dipilih berdasarkan nomor
register yang didapat dari buku register kebidanan, dari arsip ini peneliti melihat dan mencatat
nama ibu, umur ibu, pekerjaan ibu, jarak kehamilan dan berat bayi yang dilahirkan pada lembar
observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Karena peneliti menggunakan desaincross-
sectional maka peneliti terlebih dahulu melihat usia ibu dan kemudian baru melihat berat bayi
yang dilahirkan dalam waktu yang bersamaan.

4.2. Gambaran Umum Tempat Penelitian


Puskesmas pelaihari memilki jangkauan pelayanan 9 desa dan 3 kelurahan ,
puskesmas pelaihari ini memiliki fasilitas berupa 1 poli umum , 1 poli lansia , 1 poli
tindakan , 1 poli mtbs , 1 poli kia dan 1 poli untuk P3B. Penelitian ini di ambil di 6 desa
.

4.3. Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan usia Ibu dengan kejadian Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) di Puskesmas pelaihari . Responden yang ditemukan terdapat 61 responden.

21
Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan mulai bulan Januari 2018 sampai dengan mei
2019 dengan hasil penelitian sebagai berikut :

4.3.1.Analisis Univariat

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Berdasarkan Usia Ibu
Di Puskesmas Pelaihari Tahun 2018

Karakteristik Usia Ibu Frekuensi Persentase (%)


< 20 tahun 10 6,1
20-35 tahun 41 87,8
> 35 tahun 10 6,1
Jumlah 61 100

Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar (87,8%) ibu berusia 20-35 tahun dan sebagian kecil
(6,1%) ibu berusia < 20 tahun.

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak Kehamilan Di Puskesmas Pelaihari

Karakteristik jarak Frekuensi Persentase (%)


kehamilan
0 tahun 10 32,0
< 2 tahun 8 25,9
≥ 2 tahun 13 42,1
Jumlah 31 100
Berdasarkan tabel 4.4 hampir sebagian responden (42,1%) memiliki jarak kehamilan ≥ 2 tahun,
hampir sebagian lainnya (32,0%) tidak memiliki jarak kehamilan (0 tahun) dan sebagian kecil
dari responden (25,9%) memiliki jarak kehamilan < 2 tahun.

22
4.3.2.Analisis Bivariat

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel


dengan variabel devendent jenis uji statistik yang digunakan adalah Chi-square dengan rumus:

Tabel 4.1
Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian BBLR Di Puskesmas Pelaihari

BBLR Jumlah X2 P
Usia Ibu Ya
N % N %
< 20 10 6,1 10 6,1 12,081 0,002
tahun
20-35 41 87,8 41 87,8
tahun
> 35 10 6,1 10 6,1
tahun
Total 31 100 31 100

Berdasarkan tabel 4.5. dari 5 Ibu dengan Usia < 20 tahun melahirkan 10 bayi dengan BBLR.
Dari Ibu dengan usia 20 – 35 tahun melahirkan 41 bayi dengan BBLR dan diantar 10 Ibu
dengan usia > 35 tahun melahirkan 10 bayi dengan BBLR.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat dengan uji Chi – Square dapat disimpulkanbahwa ada
hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR, karena nilai P < 0,05. Untuk
mengetahui besarnya resiko usia Ibu, maka tabel dipisah menjadi 2 X 2.

23
4.4. Pembahasan
Dari hasil penelitian ini diperoleh Ibu yang melahirkan bayi dengan BBLRhampir
seluruh ibu (84,3%) tidak bekerja dan sebagian kecil ibu (15,7%) bekerja. Hal ini bertolak
belakang dengan teori Khumadi tahun 1989 yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja akan
dapat menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi dalam jumlah yang cukup
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Ibu-ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR hampir sebagian responden (42,1%)
memiliki jarak kehamilan ≥ 2 tahun, hampir sebagian lainnya (32,0%) tidak memiliki jarak
kehamilan (0 tahun) dan sebagian kecil dari responden (25,9%) memiliki jarak kehamilan < 2
tahun. Bertentangan dengan penelitian Thaib tahun 1992 yang mengemukakan jarak kehamilan
< 2 tahun berpengaruh terhadap berat bayi lahir rendah, karena masa persalinan yang < 2 tahun
mempengaruhi kapasitas tropik yang belum pulih sempurna.

Kehamilan kedua atau ketiga terlampau dekat jaraknya memiliki resiko bagi ibu dan
janin. Bagi ibu sendiri, secara fisik alat-alat reproduksi belum kembali normal sehingga ada
kemungkinan pada kehamilan tersebut ibu mengalami gangguan. Seperti adanya komplikasi
diabetes gestasional (gula darah yang muncul saat kehamilan), pre eklamsia (keracunan karena
protein yang meningkat), atau anemia (Mila, 2003), pada penelitian ini peneliti hanya melihat
pada jarak kehamilan saja tanpa memperhatikan faktor resiko lainnya yang berhubungan
dengan BBLR seperti: pada faktor Ibu, faktor kehamilan dan faktor janin.
Menurut penelitian Suradi, dkk (2000) usia ibu kurang dari 20 tahun mempunyai
peluang 1,27 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan usia ibu 20-35

24
tahun dan usia ibu lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 2,10 kali untuk melahirkan bayi
dengan BBLR dibandingkan dengan usia 20-35 tahun.

Sedangkan menurut penelitian Thaib (1992), diketahui bahwa dari beberapa faktor
yang mempengaruhi BBLR meliputi faktor usia ibu, jumlah anak, usia kehamilan, jenis
kelamin, dan jarak kehamilan. Namun dari hasil kesimpulan peneliti bahwa faktor usia ibu
tidak jelas mempengaruhi berat badan bayi baru lahir. Berat badan bayi kurang 2500 gram
sebagian kecil (3%) pada kelompok usia kurang dari 20 tahun, dan (8%) pada usia Ibu lebih
dari 30 tahun. Tetapi hampir seluruh (89%) pada kelompok ibu dengan usia ideal 20-30 tahun.
Menurut Anwar (2003) usia Ibu < 20 tahun dan > 35 tahun termasuk dalam rawan hamil
dengan kehamilan beresiko tinggi. Usia Ibu hamil di bawah 20 tahun beresiko melahirkan bayi
dengan BBLR. Disebabkan karena organ reproduksi di usia tersebut seperti rahim belum cukup
matang untuk menganggung beban kehamilan dan kemungkinan komplikasi seperti terjadinya
keracunan kehamilan atau preeklamsi dan plasenta previa yang dapat menyebabkan perdarahan
selama persalinan selain itu pada usia ini biasanya karena belum siap ibu secara psikis maupun
fisik.
Resiko kehamilan pada Ibu usia > 35 disebabkan pada usia tersebut menurunnya
kemampuan organ reproduksi sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan
dan preeklamsi. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan memang ada hubungan
misalnya berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit
endometriosis yang menghambat uterus untuk mengangkat sel telur melalui tuba fallopii yang
berpengaruh terhadap proses konsepsi.
Pada uji statistik dengan X2 menunjukkan adanya hubungan antara usia Ibu dengan
kejadian BBLR di Puskesmas Pelaihari Januari 2018 sampai Mei 2019 Dengan X2 hitung =
12,081 dan X2 tabel= 5,591 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima atau terdapat hubungan
antara usia Ibu dengan kejadian BBLR di Puskesmas Pelaihari Pada usia Ibu < 20 tahun
menunjukkan adanya faktor resiko dimana (RP=1,958). Ibu dengan usia < 20 tahun mempunyai
resiko 1,958 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR dibandingkan dengan usia > 20 tahun.
Dan pada usia Ibu 20 – 35 tahun menunjukkan adanya penurunan resiko dimana RP < 1. Ibu
dengan usia > 35 tahun menunjukkan adanya faktor resiko dimana RP = 1,720. ibu yang berusia
> 35 tahun mempunyai resiko 1,720 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR dibandingkan
Ibu dengan usia < 35 tahun.

25
Desain pada penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional dimana pengambilan
resiko dan efek diambil pada saat yang bersamaan (tidak ada dimensi waktu).(Notoadmojo,
2002). Penelitian dengan hubungan Usia Ibu dengan kejadian BBLR masih banyak memiliki
keterbatasan dengan alasan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang
tidak akurat, dan peneliti hanya melihat pada faktor usia Ibu tanpa memperhatikan faktor resiko
lainnya yang mempengaruhi BBLR.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilaksanakan Januari 2018 sampai mei 2019
5.1.1. Bahwa ada hubungan antara usia Ibu dengan kejadian BBLR di Puskesmas Pelaihari
5.1.2. Bahwa Ibu dengan usia < 20 tahun mempunyai peluang 1,958 kali untuk mempunyai
anak dengan BBLR dibandingkan Ibu dengan > 20 tahun dan pada Ibu dengan usia >
35 tahun mempunyai peluang 1,720 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR
dibandingkan Ibu dengan usia < 35 tahun. Dan pada usia ibu 20-35 tahun tidak
beresiko terhadap kejadian BBLR.
5.1.2 Bahwa Ibu dengan usia < 20 tahun mempunyai peluang 1,958 kali untuk mempunyai
anak dengan BBLR dibandingkan Ibu dengan > 20 tahun dan pada Ibu dengan usia >
35 tahun mempunyai peluang 1,720 kali untuk mempunyai anak dengan BBLR
dibandingkan Ibu dengan usia < 35 tahun.

5.2. Saran
Setelah diketahui bahwa usia Ibu mempengaruhi kejadian BBLR maka disarankan:
5.2.1. Bagi Responden
Disarankan pada ibu-ibu sebaiknya hamil pada usia 20-35 tahun karena tidak beresiko
melahirkan bayi dengan BBLR dan tidak dianjurkan hamil pada usia < 20 tahun dan > 35 tahun
karena beresiko melahirkan anak dengan BBLR
5.2.2. Bagi Puskesmas

26
Agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap Ibu hamil terutama dengan Ibu hamil yang
beresiko tinggi. Untuk dapat memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada Ibu –
Ibu hamil dengan usia yang beresiko melahirkan anak dengan BBLR tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala komplikasi, penatalaksanaan BBLR dan faktor – faktor resiko yang
menyebabkan BBLR.

5.2.3. Bagi Dinas Kesehatan


Disarankan kepada Dinas Kesehatan agar mencanangkan program penyuluhan kesehatan
perencanaan usia saat hamil untuk memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu akan resiko
melahirkan anak dengan BBLR berdasarkan usia ibu pada saat kehamilan.

5.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Dapat melanjutkan penelitian ini untuk mencari faktor resiko lain dengan desain yang berbeda.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Emilia, Ova, dr, Yudha Hananta I Putu, dr. Kusumanto Dhanu dan Freitag Harry, 2013.
Bebas Ancaman BBLR Yogyakarta: Media Pressindo.
2. Depkes RI, 2007. Pedoman Penemuan dan Penatalaksanaan BBLR di Komunitas. Jakarta.
3. Depkes RI, 2007. Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit BBLR. Jakarta.
4. Depkes RI, 2009. Pencegahan BBLR. Jakarta.
5. Depkes RI, 2010. Pedoman Teknis Pengendalian BBLR Jakarta.
6. Depkes RI, 2010. Pedoman Nasional Pengendalian BBLR Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
7. Depkes RI, 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Dasar.
8. Hidayati, W.B. 2011. BBLR Dapat Dicegah . Jakarta: Medika N. 3 Tahun ke XXVIII. Hal 97.
9. Lemeshow, Stanley, et all. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta
UGM.
10. Lyon. 2014. Risk Factor of Low Birth Weight. WHO : IARC Press.
11. Moechherdeyantiningsih. 2008. Epidemiologi dan pengendalian BBLR. Jakarta: Medika No 3
tahun XXVI, Maret 2000, hal 166-170.
12. Moerdijat, Tony S. Soeparno, Anton. Bahtera, Ivan dan Utami. 2008. Menggulirkan Sistem
Terbuka Pencegahan BBLR Di Indonesia. Pertemuan Ilmiah tahunan I Himpunan Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Batu Malang.
13. Nurwijaya, Hartati; Andrijono, Suheimi. 2010. Cegah dan Deteksi BBLR
14. Purba, Evi Misrawaty. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan BBLR di Puskesmas
Belawan Kota Medan Tahun 2014. Skripsi: FKM UI
15. Rohmawati, Ika 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Wanita dengan
BBLR. Skripsi. Jakarta: FKM UI.

28
16. Sakanti, Anggiasih. 2015. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan BBLR Pada Wanita Usia
Subur Di Puskesmas Kecamatan Makassar Tahun 2015. Skripsi. Jakarta: FK UI.
17. Sari, Popy Titi Purnama. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan BBLR Wilayah
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Skripsi. Jakarta: FK UI.
18. Sarini, Ni Ketut Manik. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan BBLR Kecamatan
Tejakula Kabupaten Buleleng Bali Tahun 2015. Skripsi. Jakarta: FK UI
19. Stewart, Bernard W. dan Kleihues, Paul. 2003. Word Low Birth Weight Day. IARC Press, Lyon.
20. Susanti, Indi. 2010. Hubungan usia pertama kali Hamil Dengan BBLR di Puskesmas
cikampek, Pedes dan Kota Baru Kabupaten Karawang tahun 2009 – 2010. Tesis: FK UI

29

Anda mungkin juga menyukai