Anda di halaman 1dari 10

Tugas Kardiologi

Oleh : Abdul Hakim Ritonga

Judul : BISING JANTUNG (murmur)

Bising jantung (cardiac murmur) timbul akibat aliran turbulen dalam bilik (dinding jantung) dan
pembuluh darah jantung, sumbatan terhadap aliran atau adanya aliran dari diameter kecil ke diameter
yang lebih besar. Aliran turbulen ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal (penyempitan lubang
katup, insufisiensi katup,atau dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui
struktur yang normal, atau akibat aliran darah balik yang abnormal (regurgitasi) 1,2,3

Turbulensi menyebabkan arus berlawanan (eddies) yang memukul dinding dan menimbulkan getaran
yang didengar pemeriksa sebagai bising. Bising dapat pula timbul bila sejumlah besar darah mengalir
melalui lubang normal. Dalam keadaan ini lubang normal relatif stenotik untuk volume yang bertambah
itu. 1

Bising jantung digambarkan menurut:

1. Waktu relatifnya terhadap siklus jantung

2. Intensitasnya

3. Lokasi atau daerah tempat bunyi itu terdengar paling keras dan

4. Sifat-sifatnya 2

Untuk menentukan daerah dengan bising jantung maksimal sering digunakan lima daerah standar pada
dinding dada yaitu: daerah aorta, trikuspidalis, pulmonalis, mitralils atau apikal, dan titik erb (ICS II,
parasternalis sinistra). Tempat-tempat ini merupakan tempat yang paling sering dipakai untuk lokalisasi
daerah bising maksimum. Bising terdengar paling keras pada daerah-daerah yang terletak searah dengan
aliran darah yang melalui katup, bukan di daerah tempat katup-katup itu berada. Spesifikasi sifat-sifat
bunyi yang unik (seperti bunyi tinggi, kualitas, lama, atau penyebarannya) juga harus ditulis sewaktu
menggambarkan suatu bising jantung. 2

Semua bising jantung dapat dilokalisasi tempat terdengarnya yang paling keras (pungtum maksimum
bising). Bising mitral biasanya terdengar paling keras di apeks, bising trikuspid di para sternal kiri bawah,
bising pulmonal di sela iga 2 tepi kiri sternum, bising aorta di sela iga ke 2 tepi kanan atau kiri sternum. 4

Lokalisasi suatu bising adalah tempat bising itu paling keras terdengar (punctum maximum). Punctum
maximum bising tertentu perlu ditentukan untuk membedakan bising itu dengan bising lain yang
mungkin terdengar juga di tempat yang sama karena penyebaran dari tempat lain. Selain itu, punctum
maximum dan penyebaran suatu bising berguna untuk menduga darimana bising itu berasal. Misalnya
dengan punctum maximum pada apeks kordis yang menyebar ke lateral sampai ke belakang, biasanya
adalah bising yang berasal dari katup mitral. 3

Dalam pemeriksaan bising jantung harus diperhatikan:

– Fase dimana bising itu terjadi dan saat bising tersebut

– Intensitas dan nada bising

– Bentuk (tipe) bising serta lama dan saatnya bising

– Lokasi bising dengan punctum maximum-nya serta arah penjalaran bising (punctum maximum) adalah
tempat dimana bising itu terdengar paling keras

– Apakah bising yang terdengar berubah-ubah menurut posisi badan atau pernafasan

– Tinggi nada

– Kualitas

– Hubungan dengan pernafasan

– Hubungan dengan posisi tubuh 1,2

Terlebih dahulu ditetapkan dengan tepat dalam fase mana bising jantung itu terdengar; bising jantung
dibagi menjadi bising sistolik dan bising diastolik. 2

1. Bising Diastolik

Bising diastolik terjadi sesudah bunyi S2 saat relaksasi ventrikel. Bising stenosis mitralis dan insufisiensi
aorta terjadi selama diastolik. 2

Bising diastolik terdengar dalam fase diastolik (diantara BJ II dan BJ I) sesudah BJ II. Macam-macam bising
jantung diastolik menurut saatnya:

– Early diastolik

Terdengar segera sesudah BJ II. Bila bising ini terutama terdengar di daerah basal jantung, mungkin sekali
disebabkan insufisisensi aorta, bising ini timbul sebagai akibat aliran balik pada katup aorta. Bising mulai
bersamaan dengan bunyi jantung II, dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung I; terdapat pada
insufisiensi aorta atau insufisiensi pulmonal.

– Mid-diastolik

Terjadi akibat aliran darah berlebih (stenosis relatif katup mitral atau trikuspid), misalnya pada defek
septum ventrikel besar, duktus ateriosus persisten yang besar, defek septum atrium besar, insufisiensi
mitral/ trikuspid berat. Terdengar kurang lebih pada pertengahan fase diastolik. Bila terdengar dengan
punctum maximum di apeks, menunjukkan adanya stenosis mitral.

– Diastolik akhir (Pre-systolic)

Dimulai pada pertengahan fase diastolik, kresendo dan berakhir bersamaan dengan bunyi jantung I
(terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum BJ I). Bising jantung tersebut terdapat pada stenosis
mitral organik dengan punctum maximum-nya biasanya di apeks kordis. 3,4

Tabel 1. Bising diastolik 1

Stenosis Regurgitasi aorta

Lokasi Apeks Daerah aorta

Penyebaran Tidak ada Tidak ada

Bentuk Dekresendo Dekresendo

Nada Rendah Tinggi

Kualitas Bergemuruh Meniup

Tanda terkait S1 mengeras

Opening snap

RV rock

Aksentuasi perisistolik S3

PMI terdorong ke lateral

Tekanan nadi melebar

Denyut meloncat

Bising austin flint

Bising ejeksi sistolik

Bising atrioventrikular diastolik dimulai pada waktu tertentu setelah S2 dengan membukanya katup
atrioventrikular Stenosis mitral dan stenosis trikuspid merupakan contoh bising jenis ini. Ada jeda di
antara S2 dan permulaan bising. Relaksasi isovolumetrik sedang terjadi selama periode ini. Bisingnya
berbentuk dekresendo, dan dimulai dengan opening snap, jika katupnya mobil. Bising ini bernada rendah
dan paling jelas didengar dengan bel stetoskop dan pasien berbaring dalam posisi dekubitus lateral kiri.
Karena katup atrioventrikular mengalami stenosis, pengisian cepat tidak terjadi dan ada perbedaan
tekanan di sepanjang diastol. Jika pasien mempunyai irama sinus yang normal, kontraksi atrium akan
memperbesar perbedaan tekanan pada akhir diastole, atau presistole, dan akan terjadi peningkatan
bising pada saat ini. Bising atrioventrikular diastolik merupakan tanda yang sensitif dan spesifik untuk
stenosis katup atrioventrikular. 1

Bising semillunar diastolik dimulai segera setelah S2, seperti terdengar pada regurgitasi aorta atau
pulmonal. Berbeda dengan bising atrioventrikular diastolik, setelah S2 tidak ada keterlambatan sampai
mulai timbulnya bising itu. Bising bernada tinggi berbentuk dekresendo dan paling jelas didengar dengan
diafragma stetoskop, dengan pasien dalam posisi duduk membungkuk ke depan. Bising semulinar
diastolik adalah suatu tanda dengan sensitivitas rendah tetapi spesifitas tinggi. 1

2. Bising Sistolik

Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising selama mid-diastolik sesudah fase awal
kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh
sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik. 2

Bising sistolik terdengar dalam fase sistolik (di antara BJ I dan BJ II) sesudah bunyi jantung I. Dikenal 4
macam bising sistolik:

– Bising holosistolik (Tipe pansistolik)

Timbul sebagai akibat aliran yang melalui bagian jantung yang masih terbuka (seharusnya dalam keadaan
tertutup pada kontraksi jantung) dan mengisi seluruh fase sistolik. Bising dimulai bersamaan dengan
bunyi jantung I, terdengar sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan bunyi jantung II,
terdapat pada defek septum ventrikel, insufisiensi mitral, atau insufisiensi trikuspid.

– Bising sistolik dini

Bising mulai terdengar bersamaan dengan bunyi jantung I dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi
jantung II; bising ini terdapat pada defek septum ventrikel kecil, biasanya jenis muskular.

– Bising ejeksi sistolik (ejection systolic)

Timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisis sebagian fase
sistolik. Misalnya pada stenosis aorta, dimana bising tersebut mempunyai punctum maximum di daerah
aorta dan mungkin menjalar ke apeks kordis. Bising dimulai setelah bunyi jantung I, bersifat kresendo-
dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung II; bising ini terdapat pada bising inosen, bising
fungsional, stenosis pulmonal atau stenosis aorta, defek septum atrium, atau tetralogi fallot.

– Bising sitolik akhir


Bising mulai setelah pertengahan fase sistolik, kresendo, dan berhenti bersama dengan bunyi jantung II;
terdapat pada insufisiensi mitral kecil dan prolaps katup mitral.3,4

Tabel 2. Bising sistolik 1

Stenosis aorta Regurgitasi mitral

Lokasi Daerah aorta Apeks

Penyebaran Leher Aksila

Bentuk Wajik Holosistolik

Nada Sedang Tinggi

Kualitas Kasar Meniup

Tanda terkait A2 melemah

Ejection click

S4

Tekanan denyut sempit

Denyut meningkat perlahan dan terlambat S1

S3

Titik impuls maksimum difus dan pindah ke lateral.

Tabel 3. Perbedaan bising sistolik lain 1

Stenosis pulmonal Regurgitasi trikuspid Defek septum ventrikel Venous hum Innocent murmur

Lokasi Daerah pulmonar Daerah trikuspid Daerah trikuspid Di atas klavikula Tersebar luas

Penyebaran leher Kanan sternum Kanan sternum Kanan leher Minimal

Bentuk wajik holosistolik holosistolik kontinu Wajik

Nada sedang Tinggi tinggi tinggi Sedang

Kualitas kasar meniup kasar Menderu, mendengung Berdenting, bergetar


3. Bising diastolik dan sistolik

– Bising kontinu

Bising ini dimulai setelah bunyi jantung I, bersifat kresindo, mencapai puncaknya pada bunyi jantung II
kemudian dekresendo dan berhenti sebelum bunyi jantung I berikutnya; terdapat pada duktus arteriosus
persisten, fistula, atau pirau ekstrakardial lainnya.

– Bising to and fro

Merupakan kombinasi bising ejeksi sistolik dan bising diastolik dini; terdapat pada kombinasi stenosis
aorta dan insufisiensi aorta, stenosis pulmonal dan insufisiensi pulmonal 4

Pada penjalaran bising yang dicari ialah ke arah mana bising paling baik dijalarkan. Bising mitral biasanya
menjalar baik ke lateral/aksila, bising pulmonal ke sepanjang tepi kiri sternum, dan bising aorta ke apeks
dan daerah karotis. 4

Nada dan kualitas bising sebaiknya juga diperhatikan. Bising dengan nada rendah (low pitched) pada
umumnya berkualitas kasar (rumblling quality), bising dengan nada tinggi (high pitched) kadang-kadang
juga berkualitas seperti bunyi tiupan. Kadang-kadang bising jantung sedemikian nyaringnya sehingga
terdengar seperti musik. Bising semacam ini disebut sea-gull (elang laut) murmur. 3

Intensitas (kerasnya) bising, tergantung pada:

– Kecepatan aliran darah melalui tempat terbentuknya bising itu.

– Banyaknya aliran darah melalui tempat timbulnya bising itu.

– Keadaan kerusakan-kerusakan yang terdapat pada daun-daun katup atau beratnya penyempitan.

– Kepekatan darah.

– Daya kontraksi miokardium 2

Derajat intensitas bising jantung menurut American Heart Association), dinilai dengan skala I sampai VI.

Skala I : Intensitas terendah, sering tidak terdengar oleh pemeriksa

yang belum berpengalaman

Skala II : Intensitas rendah, biasanya dapat didengar oleh pemeriksa

yang belum berpengalaman.

Skala III : Intensitas sedang tanpa thrill

Skala IV : Intensitas sedang dengan thrill


Skala V : Bising terkuat yang dapat didengar bila stetoskop

diletakkan di dada. Berkaitan dengan thrill

Skala VI : Intensitas terkuat: dapat didengar sewaktu stetoskop

diangkat dari dada. Berkaitan dengan thrill. 1

Dari nada dan kualitas bising tidaklah dapat dibedakan bising faali atau bising yang terjadi karena
kelainan jantung organis. 3

Bising dapat dilukiskan, misalnya, sebagai derajat “II/VI”, “derajat IV/VI”, atau “derajat II-III/VI”. Tiap
bising yang berkaitan dengan thrill paling sedikit mempunyai derajat IV/VI. Perlu diketahui bahwa bising
derajat IV/VI lebih kuat daripada bising derajat II/VI hanya karena ada turbulensi yang lebih besar, kedua-
duanya mungkin mempunyai makna klinis, mungkin pula tidak. Penulisan “/VI” dipakai karena ada sistem
penggolongan lain yang kurang populer yang hanya memakai empat kategori. Aksioma penting yang
perlu diingat adalah: umumnya, intensitas bising tidak memberikan informasi mengenai beratnya
keadaan klinis. 3

Kadang-kadang intensitas bising berubah-ubah pada gerakan badan atau pernafasan dan sikap badan.
Intensitas bising harus ditentukan pada punctum maximum bising, selanjutnya harus pula ditentukan
arah penyebaran bising menurut intensitasnya. 3

Identifikasi dan deskripsi bunyi-bunyi ekstrakardia juga penting dilakukan. Biasanya, pembukaan katup
tidak menimbulkan bunyi; akan tetapi pada daun katup yang menebal dan kaku seperti pada stenosis
mitralis, timbul bunyi yang dapat didengar dan disebut sebagai opening snap, bunyi ini terjadi pada awal
diatolik. Sedangkan inflamasi perikardium akan menyebabkan friction rub yang terdengar seperti bunyi
gesekan kertas ampelas yang kasar. 2

Bising jantung tidak selalu menunjukkan keadaan sakit. Pada anak-anak seringkali terdengar bising
sistolik yang innocent. Pada keadaan anemia dan keadaan demam seringkali terdengar bising jantung
faali, dalam hal ini kita sebut hemic murmur yang tidak menunjukkan kelainan jantung organik. Hal ini
disebabkan aliran darah yang menjadi lebih cepat dari biasa dan kepekatan darah yang menurun. 3

Ikhtisar penemuan auskultasi pada beberapa kelainan jantung:

A. Bising inosen

Bising inosen adalah bising yang tidak berhubungan dengan kelainan organik atau kelainan struktural
jantung. Bising ini sering sekali ditemukan pada anak normal; pada lebih dari 75% anak normal pada
suatu saat dapat ditemukan bising inosen. Bising ini dibedakan dari bising fungsional, yaitu bising akibat
hiperaktivitas fungsi jantung, misalnya pada anemia atau tirotoksikosis.

Karakteristik bising inosen:


1. Hampir selalu berupa bising ejeksi sistolik, kecuali dengan vena (venous hum) dan bising a. Mamaria
(mammary soufle) yang bersifat bising kontinu

2. Berderajat 3/6 atau kurang, sehingga tidak disertai getaran bising

3. Penjalarannya terbatas, meskipun kadang-kadang dapat terdengar pada daerah luas di prekordium

4. Cenderung berubah intensitasnya dengan perubahan posisi; biasanya bising ini terdengar lebih baik
bila pasien terlentang dan menghilang atau melemah bila pasien duduk, kecuali pada dengung vena yang
justru baru dapat terdengar bila pasien duduk

5. Tidak berhubungan dengan kelainan struktural jantung

B. Defek septum atrium

Pada defek septum atrium bunyi jantungI normal, atau mengeras bila defek besar. Bunyi jantung II
terdengar terpecah lebar dan menetap (wide and fixed split). Beban volume jantung kanan akibat pirau
dari atrium kiri ke atrium kanan menyebabkan waktu ejeksi ventrikel kanan memanjang, sehingga bunyi
jantung II terpecah lebar. Variasi akibat pernafasan tidak terjadi, karena setiap perubahan volume di
atrium kanan akan diimbangi oleh perubahan besarnya pirau dari atrium kiri ke atrium kanan.

C. Defek septum ventrikel

Pada defek septum ventrikel tanpak komplikasi, bunyi jantung I dan II normal. Bunyi jantung III dapat
terdengar cukup keras apabila terdapat dilatasi ventrikel. Bising yang khas aialah bising pansistolik di sela
iga ke-3 dan ke-4 tepi kiri sternum yang menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Biasanya makin kecil
defek makin keras bising yang terdengar, karena arus turbulen lebih nyata. Kebanyakan bising bersifat
meniup, bernada tinggi, berderajat 3/6 samapi 6/6. Pada defek septum muskular yang kecil, bising
mungkin hanya terdengar pada awal fase sistolik oleh karena kontraksi miokardium akan menutup defek.
Pada defek septum ventrikel besar sering terdengar bising mid-diastolik di apeks akibat stenosis mitral
relatif. Karena resistensi vaskular paru yang masih tinggi, maka pada bayi baru lahir dengan defek septum
ventrikel belum terdengar bising. Bising baru terdengar bila resistensi vaskular paru telah menurun
(menurun 2-6 minggu).

D. Duktus arteriosus persisten

Pirau dari aorta ke a. Pulmonalis menyebabkan terjadinya bising kontinu di sela iga ke-2 tepi kiri sternum
yang menjalar ke daerah infraklavikular, daerah karotis, bahkan sampai ke punggung. Bunyi jantung I dan
II biasanya normal, meskipun bunyi jantung II sulit diidentifikasi karena tertutup oleh puncak bising. Pada
bayi baru lahir, karena resistensi vaskuler paru yang masih tinggi, sering hanya terdengar bising sistolik.
Bising mid-diastolik di apeks juga dapat terdengar bila pirau kiri ke kanan besar

E. Stenosis pulmonal

Bunyi jantung I normal, bunyi jantung II terpecah agak lebar dan lemah, bahkan pada stenosis berat
bunyi jantung II terdengar tunggal karena P2 tidak terdengar. Bising ejeksi sitolik terdengar di sela iga ke-
2 di tepi kiri sternum. Pada stenosis pulmonal valvular sering terdengar klik; bunyi abnormal ini tidak
terdengar pada stenosis infundibular atau stenosis valvular berat. Makin berat stenosisnya, makin lemah
P2 dan makin panjang bising yang terdengar, sampai mungkin menempati seluruh fase sistolik.

F. Tetralogi fallot

Karakteristik bunyi dan bising jantung pada tetralogi fallot mirip dengan bunyi dan bising jantung pada
stenosis pulmonal, tetapi makin berat stenosisnya makin lemah bising yang terdengar, karena lebih
banyak dialihkan ke ventrikel kiri dan aorta dari pada ke a. Pulmonalis. Pada tetralogi fallot dapat
terdengar klik sistolik akibat dilatasi aorta.

G. Stenosis aorta

Pada stenosis aorta berat dapat terjadi reversed splitting, artinya A2 mendahului P2 dan terdengar lebih
jelas pada saat ekspirasi. Bising yang terdengar ialah bising ejeksi sistolik di sela iga ke-2 tepi kanan atau
tepi sternum dan menjalar dengan baik ke apeks dan daerah karotis, biasanya disertai getaran bising.
Pada stenosis valvular terdengar klik yang mendahului bising.

H. Insufisiensi pulmonal

Pada insufisiensi pulmonal bising diastolik dini terdengar akibat regurgitasi darah dari a. Pulmonalis ke
ventrikel kanan pada saat diastole. Bising terdengar di sela iga ke-2 tepi kiri sternum. Bising diastolik dini
pada insufisiensi pulmonal yang menyertai hipertensi pulmonal berat disebut bising graham steele, bunyi
jantung II biasanya mengeras dengan split sempit.

I. Insufisiensi aorta

Karakteristik bising pada insufisiensi aorta mirip dengan bising pada insufisiensi pulmonal, dengan nada
yang kadang-kadang sangat tinggi hingga baru terdengar jelas apabila membran stetoskop ditekan cukup
keras pada dinding dada. Pada insufisiensi aorta berat dapat terdengar bising mid-diastolik di apeks yang
disebut bising Austin-Flint.

J. Insufisiensi mitral

Insufisiensi mitral lebih sering merupakan gejala sisa penyakit jantung reumatik. Pada insufisiensi ringan
bunyi jantung I normal, sedangkan pada insufisiensi berat bunyi jantung I melemah. Bising yang khas
ialah bising pansistolik bersifat meniup, terdengar paling keras di apeks yang menjalar ke aksila dan
mengeras bila pasien miring ke kiri. Derajat bising dari 3/6 samapai 6/6. Pada insufisiensi berat dapat
terdengar bising mid-diastolik bernada rendah di apeks. Pada valvulitis mitral akibat demam reumatik
akut bising jantung yang sering terdengar ialah kombinasi bising pansistolik dan mid diastolik di daerah
apeks (disebut bising carrey-coombs).

K. Stenosis mitral

Bunyi jantung I pada stenosis mitral organik sangat mengeras, bunyi jantung II dapat normal atau
terpecah sempit dengan P2 keras bila sudah terjadi hipertensi pulmonal. Bising yang khas ialah bising
mid-diastolik dengan aksentuasi presistolik (bising presistolik) bernada rendah, berkualitas rumbling
seperti suara guntur, dan terdengar paling baik di apeks.

L. Prolaps katup mitral

Bunyi jantung I dan II pada pasien prolaps katup mitral biasanya normal. Bising yang terdengar adalah
bising sistolik akhir, mirip dengan bising pada insufisiensi mitral ringan, dan biasanya didahului oleh klik
sistolik, oleh karena itu kelainan ini disebut juga click murmur syndrome. Pada sebagian kasus hanya
dapat ditemukan klik sedangkan bising tidak terdengar. Prolaps katup mitral lebih sering terdapat pada
wanita remaja, atau dewasa muda, dan pada sebagian besar kasus etiologinya tidak diketahui.

M. Bunyi gesekan perikard (pericardial friction rub)

Bunyi gesekan perikard terdengar baik pada fase sistolik maupun fase diastolik, terdengar seolah-olah
dekat di telinga pemeriksa dan makin jelas bila diafragma stetoskop ditekan lebih kuat di dinding dada.
Intensitas bunyi ini bervariasi pada fase siklus jantung. Keadaan ini dapat terdengar pada perikarditis,
terutama pada perikarditis tuberkulosa dan perikarditis reumatik. Suara sejenis yang bervariasi dengan
siklus pernapasan disebut friksi pleuroperikardial; keadaan ini lebih sering berarti normal, akibat
dekatnya jantung dengan paru, akan tetapi mungkin pula menunjukkan terdapatnya adhesi
pleuroperikardium. 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Swartz Mark. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Hal; 204-214, EGC: Jakarta; 1995

2. Price Sylvia, Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klilnis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Hal;553-554.
EGC: Jakarta;2006

3. Markum. H.M.S. Anamnesis dan Pemriksaan Fisis. Hal; 95-100, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta; 2005

4. Matondang. C.S. Dr. Prof, Wahidayat Iskandar Dr. DR. Prof, Sastroasmoro Sudigdo Dr. DR. Prof.
Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi 2. Hal; 83-93. CV. Sagung Seto: Jakarta; 2003

Agustus 16, 2009

Anda mungkin juga menyukai