Yeda Kewarisan
Yeda Kewarisan
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
- Masalah 2
- Masalah 3
- Masalah 4
- Masalah 6
- Masalah 8
- Masalah 12
- Masalah 24
Untuk menentukan angka asal masalah dalam suatu kasus pembagian warisan perlu
diperhatikan terlebih dahulu angka-angka penyebut masing-masing bagian ahli waris.
Apabila angka-angka penyebut bagian para ahli waris sama bsearnya, dinamakan
tamatsul, misalnya bagian masing-masing ahli waris adalah 1/3 dengan 2/3, di sini angka
penyebutnya sama-sama 3 dinamakan tamatsul. Dalam keadaan demikian, asal masalahnya
harus ditetapkan sesuai dengan angka penyebutnya, yaitu angka 3.
2
Apabila angka penyebut bagian para ahli waris tidak sama, tetapi bisa dibagi dengan tepat
oleh angka penyebut yang terkecil, angka-angka penyebut tersebut dinamakan tadakhul.
Misalnya, masing-masing bagian ahli waris adalah 1/2 dengan 1/6, di sisni angka 6 bisa
dibagi dengan tepat oleh angka 2 maka asal masalahnya harus ditetapkan sesuai dengan angka
penyebut yang terbesar yaitu 6.
Apabila angka penyebut bagian ahli waris tidak sama dan tidak bisa dibagi oleh angka
penyebut yang terkecil, tetapi masing-masingnya masih bisa dibagi oleh anhka-angka yang
sama maka angka penyebut tersebut dinamakn tawafuq. Misalnya, bagian masing-masing ahli
waris adalah 1/4 dengan 1/6 di sini angka 4 dan 6 sama-sama dibagi 2. 4 dibagi 2=2, dan 6
dibagi 2=3. Maka asal masalahnya harus ditetapkan dengan cara mengalikan salah satu
penyebut dengan hasil bagi penyebut lainya.
Apabila angka penyebut bagian para ahli waris tidak sama, tidak bisa dibagi oleh
penyebut yang terkecil dan juga tidak bisa dibagi oleh angka yang sama selain angka 1 maka
angka-angka penyebut tersebut dinamakan tabayun. Misalnay, bagian masing-masing ahli
waris adalah 1/4 dan 2/3 di sisni angka 4 dan 3 tidak bisa dibagi oleh angka yng sama (kecuali
anagka 1).dengan demikian, asal masalahnya harus ditetapkan dengan cara menggandakan
angka penyebut yang satu dengan yang lainya yaitu; 4x3=12 jadi, asal masalahnya adalah 12.
Dari beberapa perhitungan di atas, bahwa jumlah angka penyebutnya hanya 2 buah,
bagaimana jika angka penyebutnya 3 atau 4 buah bahkan lebih, sesuai dengan banyaknya
jumlah ahli warisnya. Untuk itu, dalam menetapkan asal masalah dalam kasus yang
menyebutnya lebih dari dua buah, yakni dicari dulu asal masalahnya dari bauh angka
penyebut, kemudian hasilnya dikaitkan dengan angka penyebut berikutnya, untuk menetapkan
asal masalah berikutnya.
3
Demikian seterusnya sampai diketahui asal masalahnya sebagai ketetapan paling akhir.
Misalnya: bagian masing-masing ahli waris adalah 1/8, 1/2 , 1/6, dan 1/3.
Contoh; seseorang yang meninggal, meninggalkan ahli waris suami, ibu,dan paman,
maka proses perhitunganya adalah:
1) Tahap pertama menentukan siapa yang berhak menerima dan berapa besarnya bagian
masing-masing.
Suami ½
Ibu 1/3
Paman ‘ashabah/sisa
2) Tahap kedua, mencari asal masalah dari bilangan pecahan tersebut, yang diletakkan
pada posisi paling atas, dengan penulisan:
4
Asal masalah =6
Suami 1/2
Ibu 1/3
Paman sisa
3) Tahap ketiga, angka-angka peacahan dijadikan angka bulat dengan mengingat KPT=6,
kemudian diletakkan disampingnya, sehingga menjadi:1
Asal masalah =6
Suami 1/2 =3
Ibu 1/3 =2
Paman sisa =1
2
1
Moh. Muhibbin, abdul wahid, hukum kewarisan islam (sinar grafika, jakarta 2009) hlm. 118-121
5
furudl,bagian ashabah,ashab al ashabah, hajib mahjub,dan syarat seorang ahli waris dapat
menerima bagian. Contoh untuk menmudahkan penentuan bagian warisan.
Apabila seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari:
a. suami
b. 2 anak perempuan
c. cucu perempuan garis perempuan
d. ibu
e. 3 saudara seibu
f. bapak
g. nenek garis ibu
h. anak laki-laki saudara seibu
i. paman
j. kakek
dari seleksi yang dilakukan pada seluruh ahli waris yang ada,dapat diketahui
bahwa ahli waris yang termasuk dzawialarham adalah :
- Cucu perempuan garis perempuan
- Anak laki-laki saudara seibu
Setelah itu perlu di ketahui siapa ahli waris ashab al furud dan siapa ashab al
ashabah,kemudian dicari yang mahjub. Ahli waris yang menerima bagian dan
besarnya ( ashab al furudl al muqaddarah) adalah sebagai berikut:
- Suami ¼ ( karena ada anak)
- 2 anak perempuan 2/3 ( karena 2 orang)
- Ibu 1/6 (karena ada anak)
- Bapak 1/6 + ashabah karena bersama dengan anak perempuan
Bapak menerima bagian 1/6 + ashabah karena tidak ada anak laki-laki sebagai penerima
ashabah.ini berbeda dengan bagian ashabah biasa,karena seaindainya tidak ada bagian
ashabah,maka bapak tetap menerima bagian 1/6 baru jika ada kelebihan ia dapat
menerimanya.
6
Dalam menetapkan angka ashal masalah,setelah diketahui bagian masing- masing ahli
waris yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-
masing angka penyebut dari bagian ahli waris yang ada. Misalnya, ahli waris ½ dan 1/3 angka
asal masalah nya 6. Angka ini dapat dibagi 2(6:2=3), dan dapat dibagi 3(6:3=2).
Apabila bagian yang di trima ahli waris adalah ¼,2/3 dan 1/6,maka angka ashal
masalahya adalah 12. Angka 12 dapat dibagi 4 (12:4 = 3), dan dapat dibagi 3 (12: 3 = 4) , dan
dapat dibagi 6(12: 6 = 2) tanpa menimbulkan angka pecahan. Demikian juga apabila bagian
yang mereka trima adalah 1/8 dan 2/3, maka angka maslahnya adalah 24. Karena angka 24
adalah angka terkecil yang dapat dibagi 8 ( 24: 8 = 3 ) dan dibagi 3 (24:8 = 3). Maksud
pengambilan angka terkecil sebagai angka asal masalah adalah, pertama untuk memudahkan
perhitungan. Karena bisa juga angka asal masalah digunakan angka yang lebih besar,yang
dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut,tetapi cara semacam ini tidak efektif. Kedua
dengan perumusan angka asal masalah dapat diketahui secara cepat,apakah akan terjadi
kelebihan atau kekurangan harta (radd atau aul). Dengan demikian seseorang tidak perlu harus
bertele-tele dalam menghitung harga warisan . sementara belum diketahui adanya kekurangan
atau kelebihan.
Seperti di kemukakan terdahulu angka sal masalahnya yang dapat di rumuskan hanya ada
7 angka yaitu:
- Angka 2 (antara 1/2 dan 1/2)
- Angka 3 ( antara 1/3 dan 2/3)
- Angka 4 ( antara 1/2 dan 1/4 )
- Angka 6 ( antara 1/2 ,1/3 dan 2/3)
- Angka 8 ( antara 1/2 dan 1/8)
- Angka 12 ( antara 1/2, 1/3, 1/4, atau 1/6)
- Angka 24 ( antara 1/3,1/6,1/8 atau 2/3)
Beberapa istilah yang dapat membantu memudahkan dalam perumusan angka asal
masalah yaitu dengan cara memerhatikan angka –angka penyebut dari bagian yang di
terima oleh ahli waris.
7
a. tamatsul atau mumatsalah, yaitu apabila angka penyebut masing-masing bagian ahli
waris sama besarnya. Maka angka asal masalahnya adalah mengambil angka
tersebut. Misalnya , ahli waris terdiri dari 2 saudara perempuan sekandung dan 2
saudara seibu. 2 saudara sekandung menerima 2/3 bagian dan 2 saudara seibu
menerima 1/3 bagian angka asal masalahnya 3.
b. tadakhul atau mudokolah, yaitu apabila angka penyebut masing-masing bagian ahli
waris,yang 1 (yang kecil) bisa masuk untuk membagi angka penyebut yang lain
yang lebih besar. Angka ashal masalahnya adalah diambil angka penyebut yang
besar. Seperti ahli waris terdiri dari seorang istri dan seorang anak premempuan.
Istri menerima bagian 1/8 dan anak perempuan menerima ½ maka angka asal
masalahnya 8.
c. tawafuq atau muafakhah, yaitu apabila angka penyebut pada bagian ahli waris
tidak sama, angka penyebut yang kecil tidak bisa untuk membagi angka penyebut
yang besar,tetaipi masing-masing angka penyebut yang ada dapat d bagi oleh angka
yang sama. Misalnya ahli waris yang ada terdiri dari istri,ibu,dan anak perempuan .
istri menerima 1/8, ibu menerima 1/6 dan anak perempuan 1/2. Antara angka 8 dan
6 adalah angka muafakhah. Maka perumusan angka masalahanya adalah
mengalihkan angka penyebut yang satu dengan hasil bagi angka penyebut yang
lain, setelah dibagi oleh angka yang sama 8x(6 : 2 ) = 24 atau 6x ( 8: 2 ) = 24 .
d. tabayyun atau mubayanah , yaitu apabila angka penyebut pada bagia yang di
terima ahli waris masing-masing tidak sama, angka penyebut yang kecil tidak
dapat untuk membagi angka penyebut yang besar,dan masing-masing angka
penyebut yang ada tidak dpat dibagi oleh satu angka yang sama . maka penetapan
angka asal masalahnya adalah dengan cara mengalihkan angka penyebut masing-
masing. Jika ahli warisnya terdiri dari suami dan ibu maka suami menerima ½ dan
ibu 1/3. Maka angka asal masalahnya adalah 2x3 = 6. Jika ahli warisnya terdiri dari
istri dan 2 anak perempuan, maka istri menerima bagian 1/8 dan 2 anak perempuan
menerima bagian 2/3. Maka angka asal masalahnya adalah 8x3 = 24 . apabla dalam
pembagian warisan ternyata terdapat ahli waris ashab al furudl al muqaddrah lebih
dari 2 orang dan masing-masing mennerima bagian yang berbeda –beda angka
8
penyebutnya, maka penetapan angka asal masalahnya adalah dengan cara
memerhatikan angka-angka penyebut sesuai dengan urutan diatas, untuk
selanjutnya dikaitkan satu dengan yang lain. Misalnya ahli waris yang ada terdiri
dari 2 anak perempuan ,istri,ibu dan ayah bagian masing-masing:
- 2 anak perempuan 2/3
- istri 1/8
- ibu 1/6
Untuk menetapkan angka asal masalah ,terlebih dahulu seseorang memerhatikan angka
penyebut 2/3 dan 1/6. Dari sini dapat di tetapkan angka 6 sebagai asal masalah .
kemudian angka 6 dihubungkan dengan angka 1/8. Angka 6 dan 8 masing-masing dapat
di bagi oleh angka yang sama yaitu angka 2. 6:2 = 3 dan 8 : 2 = 4 maka angka asal
masalahnya adalah 24, yaitu diambil dari 6x4 = 24 atau 8x3 = 24.
Setelah diketahui cara-cara penetapan angka asal masalah, kemudian dikemukakan cara-
cara penggunaan asal angka asal masalah dalam pembagian harta warisan dalam beberapa
contoh:
9
garis laki-laki
saudara ‘ash 1 1/12 x Rp. 12.000.000 = Rp. 1.000.000
perempuan
sekandung
12 jumlah = Rp. 12.000.000
2. Ahli waris yang di tinggalkan si mayit terdiri dari ibu, suami, dan 2 saudara seibu.
Harta warisanya sebesar Rp. 36.000.000 bagianya:
Ahli waris bagian harta warisan penerima
Am 12 Rp. 36.000.000 -
Ibu 1/6 1 1/6 x Rp. 36.000.000 = Rp. 6.000.000
Suami 1/2 3 3/6 x Rp. 36.000.000 = Rp. 18.000.000
2 sdr 1/3 2 2/6 x Rp. 36.000.000 = Rp. 12.000.000
Seibu
6 jumlah = Rp. 36.000.000
Masing-masing saudara seibu mendapat bagian Rp. 12.000.000:2 = Rp. 6.000.000
3. Harta warisan yang ditinggalkan si mayit sebesar Rp. 10.000.000 ahli warisnya
terdiri: istri, 4 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Bagianya:
Ahli waris bagian harta warisan penerima
Am 12 Rp. 10.000.000 -
Istri 1/8 1 1/8 x Rp. 10.000 000 = Rp. 1.250.000
2ank lk2
2ank pr. ‘as 7 7/8 x Rp. 10.000.000 = Rp. 8.750.000
8 jumlah = Rp. 10.000.000
4. Seseorang meniggal dunia, harta warisnya sejumlah Rp24.000.000,-. Ahli warisnya
terdiri dari: istri , ibu, dan saudara laki-laki sekandung, bagian masing- masing
adalah:
Ahli waris bagian harta warisan penerima
Am 12 Rp24.000.000’-
Istri ¼ 3 3/12 x Rp24.000.000 = Rp.6.000.000
Ibu 1/3 4 4/12 x Rp24.000.000 = Rp.8.000.000
10
Saudara ‘as 5 5/12 x Rp24.000.000 = Rp.10.000.00
Laki-laki
Sekandung
12 jumlah = Rp.24.000.000
5. Ahli waris si mati terdiri dai: anak perempuan, istri,ibu,ayah dan saudara seibu.
Harta warisnya sejumlah Rp 96.000.000’- bagian masing –masing adalah:
Ahli waris bag. Harta warisan penerima
Am 24 Rp 96.000.000’-
Anak perempuan 1/2 12 12/24xRp96.000.000 =Rp48.000.000
Istri 1/8 3 3/24xRp96.000.000 =Rp12.000.000
Ibu 1/6 4 4/24xRp96.000.000 =Rp16.000.000
Ayah 1/6+’as 4+1 5/24xRp96.000.000 =Rp20.000.000
=5
Saudara mhj -
seibu 24 jumlah =Rp96.000.000
11
2. Memperhatikan pada angka bagian yang diterima ahli waris, terdapat pada lebih
dari satu kelompok ahli waris.
Selanjutnya untuk menetapkan pada angka ta’shilu al masalahnya ditempuh
dengan cara:
a. Mengetahui jumlah (person kepala) penerima warisan dalam satu
kelompok ahli waris.
b. Mengetahui bagian yang diterima kelompok tersebut.
c. Mengalikan jumlah person dengan bagian yang diterima
kelompoknya.
Jika misalnya , seseorang meniggal dunia ahli warisannya terdiri dari: ibu ,ayah ,2
anak laki-laki, dan 2 anak perempuan maka bagian masing- masing adalah:
AM 6
Ibu 1/6 1
Ayah 1/6 1
2 anak laki-
Laki
2 anak ‘as 4
perempuan
dari contoh diatas dapat diketahui bahwa bagian yang diterima anak laki- laki dan
permpuan adalah 4 bagian, jika bagian laki- laki dua kali bagian perempuan, maka
12
jumlah person (kepala)nya adalah 2 laki- laki= 4, dan 2 perempuan=2 jadi seluruhnya
memerlukan 6 bagian.
Angka 4 tidak bisa dibagi habis oleh angka 6.oleh karena itu,perlu ditashi angka
asal masalahnya. Caranya adalah mencari angka dari hasil bagi antara bagian yang
diterima dan jumlah person dibagi oleh satu angka. Setelah itu dikalikan dengan angka
asal masalah. Angka 4:2 =2, atau angka 6:2 =3, jadi angka asal masalah setelah ditashih
adalah 6x3 =18.
Jadi contoh diatas apabila dilakukan tashih al masalah, maka angka asal masalahnya
adalah sebagai berikut:
AM 6 6 x 3= 18
perempuan
6 jumlah 18
Apabila seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari suami dan 5 saudara
sekandung ,maka bagian masing- masing adalah:
13
AM 2 2 x 5= 10
laki
2 jumlah 10
1. Isbatul Furudh
Sebelum perhitungan harta waris dimulai, harus diperhatikan isbatul furudnya
(ketentuan bagian masing-masing ahli waris), yaitu:
a. Menentukan siapa-siapa yang berhak menerima dari ahli waris yang ada, untuk
itu harus dilihat siapa saja yang tidak tertutup/terhalang.
a. Menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris dan siapa-siapa yang
akan menjadi ‘ashabah.
a. Bapak
b. Ibu
c. Suami
d. Kakek
e. Paman
f. Keponakan
4
Ahmad rofiq, fiqh mawaris (PT grafindo, jakarta 2012) hlm. 95-107
14
g. Anak laki-laki
h. Anak perempuan
i. Saudara sekandung
j. Saudara seibu
Beberapa bagian yang bukan ‘ashabah. Dari sekian banyaknya ahli waris akan
diketahui:
a. Bapak
b. Ibu
c. Anak laki-laki
d. Anak perempuan
15
e. Suami5
c) dua orang saudari sekandung atau lebih, dengan ketentuan apabila si mayit
tidak meninggalkan:
- anak - kakek
- cucu - saudara laki-laki sekandung
- bapak
d) Dua orang saudari seayah atau lebih, dengan ketentuan apabila si amyit
tidak meninggalkan
- Anak perempuan kandung - bapak
- Cucu perempuan pancar pancar laki-laki - kakek
- Saudari kandung - saudara seayah
Adapun saudara saudari tunggal ibu tidak termasuk ahli waris yang memiliki
bagian 2/3 jika ia seorang diri (tunggal) ia tidak menerima 1/2 .
5
Teungku muhammad hasbi shiddieqy, fiqh mawaris, (PT pusaka rizki putra, 2001) hlm. 52-53
16
- cucu seibu saja.
b) anak-anak seibu (saudara seibu/saudara tiri bagi si mayit) laki-laki, maupun
perempuan, dua orang atau lebih, dengan ketentuan apabila si mayit tidak
meninggalkan:
- anak - cucu
- bapak - kakek
4. para ahli waris yang mendapat 1/6
a) ayah, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan
- anak dan - cucu
b) ibu, dengan ketentuan apabila si mayit meninggalkan:
- anak -cucu
- saudara lebih dari seorang
c) kakek shahih, apabila si mayit meninggalkan
- anak - cucu
d) nenek shahihah, apabila si mayit tidak meninggalkan (tidak bersama-sama) dengan
ibu.
e) seorang saudara seibu, laki-laki maupun perempuan apabila si mayit tidak
meninggalkan
- anak - cucu
- bapak - kakek
f) cucu perempuan [pancar laki-laki seorang atau lebih, apabila si amyit meninggalkan (
bersama-sama) dengan seorang anak perempuan kandung.
g) seorang saudari seayah atau lebih, apabila si mayit meninggalkan seorang saudara
perempuan sekanfung, tidak lebih, dan tidak meninggalkan:
- anak laki-laki - cucu laki-laki
- bapak - saudara laki-laki sekandung
- saudara laki-laki seayah
17
a) seorang anak perempuan, dengan ketentuan apabila ia tidak bersama-sama dengan
anak perempuan atau cucu laki-laki yang menjadi mu’ashibnya (tidak ada anak
laki-laki)
b) seorang cucu perempuan pancar laki-laki dengan ketentuan apabila ia tidak bersama-
sama dengan anak perempuan atau cucu laki-laki yang menjadi mu’ashibnya
c) suami, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
- anak - cucu
d) seorang saudari kandung, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
- anak laki-laki - cucu laki-laki
- anak perempuan lebih dari seorang - cucu perempuan lebih dari seorang
- saudara laki-laki sekandung - bapak
- kakek
e) seorang saudari seayah, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
- anak laki-laki -cucu laki-laki
- anak perempuan lebih dari seorang - cucu perempuan lebih dari seorang
- bapak - kakek
- saudara laki-laki sekandung - saudara perempuan sekandung
- saudara laki-laki sebapak.
18
8. adapun fardh 1/3
a) ibu, dengan ketentuan apabila si mayit tidak meninggalkan:
- anak - cucu
- saudara lebih dari seorang
b) saudara seibu (saudara tiri) lebih dari seorang, dengan ketentuan apabila si mayit tidak
meninggalkan:
- anak - cucu
- bapak - kakek 6
6
Moh. Muhibbin, abdul wahid, hukum kewarisan islam (sinar grafika, jakarta 2009) hlm. 118-121
19