Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Pengkajian
Pasien inisial Tn. “S” umur 18 tahun berasal dari Makassar masuk RSKD
pada tanggal 20 juni 2019. Pasien dirawat di ruangan Nyiur dengan nomor register
medik 161641. Pasien mulai dikaji oleh penulis pada tanggal 13 Juli 2019, data
diperoleh dari pasien, status dan perawat di ruangan. Alasan pasien dirawat di RSKD
karena pasien mengamuk dirumah dan memukul adiknya. Keluhan utama pada saat
dipenuhi.
pernah mendapat pengobatan rawat jalan tetapi obat yang di konsumsi putus karena
pasien tidak mau lagi mengkonsumsi obat. Pasien mengatakan pernah di aniaya fisik
oleh ibu kandungnya sendiri, pasien mengatakan ada angggota keluarganya yang
pada masa lalu yakni pasien pernah dianiaya oleh ibu kandungnya sendiri.
fisiknya dan tanda-tanda vital : tekanan dara h 110/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu
36,5 º C, dan pernafasan 20 x/menit, tinggi badan 158 cm dan berat badan 45kg.
mengatakan mandi, gosok gigi dan ganti pakaian hanya satu kali sehari. Sejak sakit
dijauhi oleh keluarganya, pasien merasa kecewa pada keluarganya, pasien berharap
suka marah-marah dan tidak dapat menceritakan masalahnya kepada orang lain
meskipun itu keluarganya. Sedangkan data objektif yang ditemukan adalah : pasien
saat interaksi sering berdebat, nampak tegang, sesekali mengepal tangannya, agitasi
dan tremor, bicara cepat dan keras serta kontak mata tajam, nampak sedih saat
menceritakan keluarganya, berpakaian tidak rapi dan kusut, tidak memakai sandal,
2. Diagnosa keperawatan
(core problem)
a. Perilaku kekerasan didukung oleh data subjektif : klien mengatakan sering marah-
sendiri. Data objektif saat interaksi sering berdebat, nampak tegang, sesekali
mengepal tangannya, agitasi dan tremor, bicara cepat dan keras serta kontak mata
tajam..
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah dengan data subjektif sejak sakit klien
merasa dijauhi oleh keluarganya, pasien merasa kecewa pada keluarganya, pasien
dan ganti pakaian hanya satu kali sehari, data objektif: berpakaian tidak rapi dan
kusut, tidak memakai sandal, kuku panjang dan kotor dan berbau.
3. Rencana keperawatan
keperawatan utama yaitu perilaku kekerasan dengan tujuan agar pasien dapat
hari.
kekerasan saat ini dan yang lalu, diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi
perilaku kekerasan (tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik, psikologis,
social, spiritual dan intelektual) , diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah secara: (Verbal, terhadap orang lain, diri sendiri
mnegontrol perilaku kekerasan (secara fisik, obat, verbal dan spiritual), latih pasien
minum obat ditetapkan intervensi : evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara
mencegah marah yang sudah dilatih, latih pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat dan susun jadual minum obat secara teratur.
ditetapkan intervensi : evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan
diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala,
perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut), diskusikan bersama keluarga
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat, ajarkan keluarga untuk memberikan
pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat dan
implementasi.
Pada hari kamis, tanggal 15 juli 2019 pukul 09. 00-09.30 WITA, penulis
perawatan.
marah/perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu, tanda-tanda pada pasien jika terjadi
perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah, akibat
perilakunya dan menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan (secara fisik, obat,
verbal dan spiritual). Pada pukul 11.00-11.10 WITA melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasa secara fisik dengan tarik nafas dalam Respon subjektif pasien
dipenuhi, saat marah biasanya mengomel, mengamuk dan mengatakan setelah marah
masalahnya tidak teratasi, pasien mengatakan mau belajar cara megontrol marah
yang baik.. Respon objektifnya adalah pasien dapat melakukan latihan nafat dalam,
dengan benar.
Pada hari Jumat, tanggal 16 juli 2019 pukul 10. 00-10.20 WITA,
implementasi diawali dengan mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara
mencegah marah yang sudah dilatih, kemudian pasien dilatih memanfaatkan obat
secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat. Respon subjektif seteleh melakukan
implementasi adalah pasien mengatakan sudah melakukan latihan nafas dalam saat
adalah pasien gelisah dan berdebat saat diskusi tentang obat, muka merah dan suara
keras. Analisis respon pasien disimpulkan bahwa belum mampu memanfaatkan obat
dengan benar untuk mengontrol halsinasinya. Sehingga rencana tindak lanjut adalah
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah
.
implementasi SP1.P selanjutnya dilakukan evaluasi (SOAP). Pada evaluasi
dirumahnya, pasien memukul adiknya, menyebutkan tanda dan gejala marah yaitu
mata melotot, muka merah, mengepalkan tangan dan otot tegang. Evaluasi objektif
(O): pasien belum mampu mengontrol pk dengan cara latihan nafas dalam dengan
baik. Berdasarkan evaluasi subjektif dan evaluasi objektif disimpulkan bahwa pasien
belum mampu menyelesaikan SP1.P (A) SP1 belum tercapai (P) lanjutkan intervensi
SP 1 yaitu. Pengontrol pk dengan cara latihan napas dalam dilanjutkan pada hari
SP1.P di laksanakan pada hari senin 15 juli 2019 kamis pukul 09 00-09.30 WIB,
dimulai dengan mengajarkan pasien cara mengontrol pk dengan cara tarik napas dalam,
Selanjutnya dilakukan evaluasi (SOAP) pada evaluasi subjektif (S): pasien
mengatakan setiap muncul keinginan untuk marah dia memperaktekkan cara tarik
napas dalam, evaluasi objektif (O): pasien mampu melakukan cara mengontrol pk
dengan cara tarik napas dalam, Hasil implementasi dapat disimpulkan bahwa pasien
SP1.P.kemudian diilanjutkan mengajarkan pasien cara minum obat yang benar ,dan
Evaluasi Subjektif (S): klien mengatakan setiap muncul keinginan untuk marah dia
mempraktekkan cara nafas dalam. Evaluasi Objektif (O): Pasien belum bisa mengontrol
marah dengan cara minum obat. Hasil implementasi dapat disimpulkan bahwa pasien
belum bisa mengontrol marah dengan minum obat yang benar, intervensi selanjutnya (P)
adalah SP2 .P yaitu mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara minum
SP2.P di laksanakan pada hari rabu 17 juli 2019 pukul 09.45-10.00 WIB,
mngontrol pk dengan minum obat. Evaluasi Subjektif (S): pasien mengatakan belum bisa
mengontrol pk dengan cara minum obat yang benar. Evaluasi Objektif (O): latihan
minum obat belum tercapai. Berdasarkan evaluasi subjektif dan evaluasi objektif
disimpulkan bahwa pasien belum bisa mengontrol pk dengan cara minum obat (A)
sehingga intervensi dilanjutkan (P) adalah SP2.P yaitu malatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara minum obat yang benar 18 juli 2019.
SP2.P di laksanakan pada hari kamis 18 juli 2019 pukul 10.30-10.45 WIB,
mengevaluasi SP1, dan SP2 Pasien, memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien. Evaluasi Subjektif (S): klien
mengatakan belum bisa mengontrol pk dengan cara minum obat yang benar,
istri dan anaknya, menyebutkan tanda dan gejala marah yaitu mata melotot, muka merah,
mengepalkan tangan dan otot tegang. Evaluasi Objektif (O): pasien mampu mengontrol
marah dengan cara tarik napas dalam, Berdasarkan evaluasi subjektif dan evaluasi
SP2.P di laksanakan pada hari jumat 19 juli 2019 pukul 11.00.30-11.20 WIB,
mengontrol marah dengan cara minum obat, (S): pasien mengatakan belum bisa
mengontrol marah dengan cara minum obat, (O): pasien belum memahami nama-nama
obatnya, belum bisa mengontrol marah dengan cara minum obat.sehingga intervensi
dilanjutkan (A): latihan minum obat belum teratasi, evaluasi SP2.P (P): pasien belum bisa
5. Evaluasi
Evaluasi umum tindakan keperawatan pada Tn S dengan masalah keperawatan
kekerasan dan melakukan tindakan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik yaitu
latihan nafas dalam pada pertemuan pertama pada tanggal 13 juli 2019, Pasien belum
mampu melakukan SP2 P yaitu mengevaluasi kegiatan yang lalu, melakukan latihan
fisik dengan memukul bantal ketika marah dan membimbing pasien memasukan
kedalam jadwal kegiatan harian pasien pada hari kedua pada tanggal 15 juli 2019.
B. Pembahasan
1.Pengkajian
Pada tahap pengkajian teridentifikasi faktor presipitasi yang ditemukan pada kasus
perilaku kekerasaan yang diperoleh melalui wawancara dan observasi yaitu pada
pengkajian identifikasi faktor perilaku kekerasaan yaitu pasien pernah memukul adiknya,
hal tersebut membuat afek pasien mudah labil karena perasaan emosi yang kemudian
terpendam serta terjadi kebiasaan pasien melakukan perilaku kekerasaan pada
keluarganya.
Menurut riadi dan purwanto (2009) ada tiga faktor predisposisi perilaku kekerasaan
diantaranya adalah faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial cultural. Faktor
predisposisi yang ada pada Tn. ‘’S‘’yaitu faktor biologis, dimana faktor biologis inin
sesuai teori instinctualdrif( teori dorongan naluri) mengemukakan bahwa perilaku
kekerasaan disebabkan oleh mukah marah, pandangan tajam otot tegang nada suara
tinggi,menunjukkan tanda dan gejala yang ditemukan berbeda dengan teori yang ada.
Menurut penulis bahwa terjadi terjadi kesenjangan pada faktor presispitasi pasien,
faktor presipitasi pada pasien perilaku kekerasaan mengacu pada stressor yang
mengakibatkan perasaan amarah pasien dapak meluak. Adapun pengaruh prilaku padoen
yakni stressor yang berasal dari dalam, yang mana dapat memicu perilaku kekerasaan.
Sedangkan stressor dari dalam tidak dipengaruh terhadap pasien tersebut dapat mendasari
bahwasanya tidak menyimpan yang terjadi.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut penulis bahwa terjadi kesenjangan pada diagnosa keperawatan pasien yang
mana muncul diagnosa yang tidak terjadi pada teori yakni defisit perawatan diri, walaupun
demikian defisit perawatan diri merupakan causa dari perilaku kekerasaan, demikian ada
beberapa diagnosa.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus pasien dengan perilaku kekerasan
berdasarkan teori yaitu: perilaku kekerasan, resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan serta gangguan konsep diri: harga diri rendah. Sedangkan diagnose
keperawatan yang ditemukan pada Tn.S yaitu perilaku kekerasaan, harga diri rendah,
defisit perawatan diri, dan sekian banyak diagnosa keperawatan yang ditemukan pada
kasus Tn S. akan tetapi masalah utamanya adalah perilaku kekerasan: didalamnya
menentukan masalah utama, penulis tidak menemukan kesulita karena dari dari
pengkajian banyak data yang mengarah ke perilaku kekerasan, sedangkan diagnose
keperaatan defisit perawatan diri sebagai efek masalah utama, sementara harga diri rendah
sebagai etiologi masalah utama.
3. Rencana keperawatan
Menurut Direja (2011) perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan
khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum bervokus pada penyelesaian
permasalahan dari diagnose tertentu, tujuan umum jika serangkaian tujuan khusus telah
tercapai.
4. Tindakan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk nilai efek dari tindakan pada pasien,
evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu evaluasi proses atau formatif
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan,evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon pada tujuan khusus yang telah ditentukan( fitria, 2009).
Hasil evaluasi yang didapat dari Tn S adalah data subjektif dan data objektif antara
lain data subjektif: pasien mengatakan sering mengamuk dan memukul adiknya. Data
objektif: terdapat data pasien tampak marah, kontak mata tajam, bicara kasar, pasien
mengatakan mau diajari cara mengontrol marah dengan cara fisik pertama( tarik napas
dalam) cara fisik kedua yaitu ( minum obat yang benar) cara fisik ketiga ( pukul bantal/
kasur) pasien hanya mampu memperaktekan sampai SP2
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
jengkel dan marah setiap keinginannya tidak dipenuhi, sering berdebat, mudah
tersinggung, bicara cepat dan keras serta kontak mata tajam, sesekali mengepal
dicetuskan harga diri rendah dan efeknya adalah defisit perawatan diri.
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan baik rencana pada pasien maupun
keluargan;
kekerasannya ditandai dengan pasien masih namak tegang, mudah marah, gelisah
latihan nafas dalam dan pukul bantal, menggunakan obat, belum mampu
B. Saran
1. Tingkatkan lagi kerja sama antara perawat dengan tenaga kesehatan yang
lainnya.
2. Tingkatkan kembali ilmu pengetahuan dan ketrampilan perawat dengan
tenaga kesehatan lainnya guna untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pada
masyarakat.
3. Tingkatkan kembali kerja sama antara perawat dan keluarga pasien dengan