Anda di halaman 1dari 18

MEMBANGUN PARADIGMA QURANI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu: M IDRIS

Oleh :

SAFRIZAL
170461201071
EGO
1704612010

FAKULTAS PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 9 Oktober 2017

Penyusun,

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan penting dalam pemenuhan aspek-aspek


kemanusiaan karena memberikan pondasi bagi rasionalisasi tindakan yang dipilih
manusia. Yang membedakan manusia dengan hewan yang sama-sama merupakan
makhluk ciptaan Allah utamanya terletak pada aspek kemampuan memilih
(ikhtiyari) dengan menggunakan rasio. Sebagai salah satu indikator indeks
pembangunan manusia, pendidikan yang merupakan hak asasi setiap manusia
akan selalu menjadi isu aktual kontemporer karena selalu bersinggungan dengan
proses historis peradaban manusia.
Merunut kembali catatan peradaban umat manusia, sejarah telah
memperlihatkan betapa peradaban yang dijiwai nilai-nilai Islam pernah
mengalami kejayaan selama sekian abad yang terbentang dari Andalusia sampai
dataran Turkistan. Hal tersebut terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang didorong oleh semangat memperluas berbagai aspek pendidikan
yang dimotivasi oleh spirit Al-Qur'an.
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lima belas abad silam
dengan sebuah awalan perintah untuk membaca (iqra') yang dalam konteks luas
menjadi seruan untuk membaca, mengkaji, menganalisis, dan meneliti fenomena
diri dan sekitar yang dalam aplikasi turunannya di kemudian hari telah melahirkan
sebuah masyarakat berpendidikan dan menghasilkan sebuah karakter peradaban
Islami yang kemudian menjadi titik tolak peradaban Barat yang kini menghegemoni
arah sejarah peradaban manusia masa kini.
Pondasi bangkitnya fajar baru peradaban Eropa-Kristen di abad pertengahan
banyak disumbang oleh peradaban Muslim sebelumnya. Namun, disaat bangsa
Eropa mengalami masa kebangkitan kembali (renaissance) dan masa pencerahan
(enlightenment), bangsa Muslim yang tersebar dari daratan Maghribi hingga
Nusantara justru sedang mengalami kemunduran dan terpuruk menjadi korban
imperialisme politik, budaya, dan ekonomi bangsa Eropa.
Dari sinilah agenda besar terbentang di depan yaitu untuk mengulang kembali
kesuksesan Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam yang telah menjadi tonggak
inspirasi sebuah perubahan besar umat manusia dengan berhasil mengubah
sekumpulan masyarakat jahiliah Arab dan sekitarnya untuk kemudian menjadi
masyarakat yang terdidik dan tercerahkan serta dinaungi nur Islami. Apakah hal
serupa bisa terwujud kembali lima belas abad berikutnya?
Bagi umat Muslim, menjadikan Al-Qur'an sebagai inspirasi sekaligus
paradigma dalam mewujudkan atau mendesain pendidikan bukanlah hal yang
bersifat utopis dan berlebihan justru merupakan suatu keniscayaan mengingat Al-
Qur'an merupakan sumber utama sekaligus menjadi basis referensi dalam
perumusan hukum Islam. Sebagai sebuah paradigma, maka hal tersebut akan
terwujud dalam kerangka yang menjadi tolok ukur sejauhmana semangat dan
pesan Al-Qur'an direalisasikan dalam mengupayakan pendidikan Islam.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Paradigma Qurani untuk
Menghadapi Kehidupan Modern

Al-Quran dijadikan paradigma bahwa ada suatu keyakinan dalam hati


orangorang beriman, Al-Quran mengandung gagasan yang sempurna mengenai
kehidupan; Al-Quran mengandung suatu gagasan murni yang bersifat
metahistoris.

B. Menanyakan Alasan, “Mengapa Paradigma Qurani sangat Penting bagi


Kehidupan Modern?”

Al-Quran adalah sumber ajaran teologi, hukum, mistisisme, pemikiran,


pembaharuan, pendidikan, akhlak dan aspekaspek lainnya.

Untuk apa Al-Quran diturunkan? Apa tujuan Al-Quran diturunkan?

Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa tujuan diturunkan Al-Quran paling tidak


ada tujuh macam, yaitu:

1) meluruskan akidah manusia,

2) meneguhkan kemuliaan manusia dan hak-hak asasi manusia,

3) mengarahkan manusia untuk beribadah secara baik dan benar kepada Allah,

4) mengajak manusia untuk menyucikan rohani,

5) membangun rumah tangga yang sakinah dan menempatkan posisi terhormat


bagi perempuan,

6) membangun umat menjadi saksi atas kemanusiaan,

7) mengajak manusia agar saling menolong.

C. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagogis


tentang Paradigma Qurani untuk Kehidupan Modern

Dalam sejarah peradaban Islam ada suatu masa yang disebut masa keemasan
Islam. Disebut masa keemasan Islam karena umat Islam berada dalam puncak
kemajuan dalam pelbagai aspek kehidupannya: ideologi, politik, sosial budaya,
ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertahanan dan keamanan. Karena
kemajuan itu pula, maka dunia Islam menjadi pusat peradaban, dan dunia Islam
menjadi super-power dalam ekonomi dan politik. faktor-faktor yang menyebabkan
umat Islam bisa maju pada saat itu dan dalam waktu yang amat
lama (lebih dari lima abad.), maka jawabannya tentu saja karena umat Islam
menjadikan Al-Quran sebagai paradigma kehidupan.

Hasil penelitiannya menetapkan ada lima nilai etik yang perlu dikembangkan
manusia yaitu:

1) murah hati,

2) keberanian,

3) kesetiaan,

4) kejujuran dan

5) kesabaran.

faktor penyebab kemajuan pada zaman keemasan Islam adalah sikap umat Islam
yang mencintai dan mementingkan penguasaan Iptek. Tidak mungkin kemajuan
dicapai tanpa menguasai Iptek.

D. Membangun Argumen tentang Paradigma Qurani sebagai Satu-satunya


Model untuk Menghadapi Kehidupan Modern

Bahwa umat Islam mundur karena mereka meninggalkan ajarannya,


sedangkan non-Islam maju justru karena mereka meningglkan ajarannya. Adapun
ajaran dimaksud adalah ajaran murni al-Islām sebagaimana yang tercantum dalam
AlQuran dan sunah bukan ajaran-ajaran yang bersumber dari budaya selain Al-
Quran dan sunah.

Kemajuan yang dicapai dengan keberhasilan pengembangan Iptek tentu


akan membawa perubahan yang sangat dahsyat. Revolusi kebudayaan terjadi karena
Iptek telah mengantarkan manusia kepada kemajuan yang luar biasa. Kemajuan
melahirkan kehidupan modern dan kemodernan menjadi ciri khas masyarakat maju
dewasa ini. Bagi umat Islam kemodernan tetap harus dikembangkan di atas
paradigma Al-Quran. Kita maju bersama Al-Quran, tidak ada kemajuan tanpa
AlQuran. Al-Quran bukan hanya sebagai sumber inspirasi, tetapi ia adalah
landasan, pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar
dapat menyejahterakan manusia dunia dan akhirat. Apa arti kemodernan kalau
tidak membawa kesejahteraan? Apa arti kemajuan Iptek kalau manusia tidak
makrifat kepada Allah? Imam Junaid al-Bagdadi menyatakan, “Meskipun orang
tahu segala sesuatu tetapi jika dia tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya, maka
identik dengan tidak tahu sama sekali”. Junaid ingin menyatakan bahwa landasan
Iptek adalah ma‟rifatullāh, dan Al-Quran adalah paradigma untuk pengembangan
Iptek.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Paradigma Qurani dalam
Menghadapi Kehidupan Modern

Ciri utama kehidupan modern adalah adanya pembangunan yang berhasil dan
membawa kemajuan, kemakmuran, dan pemerataan. tolok ukur pembangunan
yang berhasil adalah sebagai berikut.

1. Tingkat produksi dan pendapatan lebih tinggi.

2. Kemajuan dalam pemerintahan sendiri yang demokratis, mantap, dan skaligus


tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan dan kehendak-kehendak rakyat.

3. Pertumbuhan hubungan sosial yang demokratis, termasuk kebebasan yang luas,


kesempatan-kesempatan untuk pengembangan diri, dan penghormatan kepada
kepribadian individu.

4. Tidak mudah terkena komunisme dan totaliarianisme lainnya, karena alasan-


alasan tersebut.

Kunci sukses dunia Islam tentu saja adalah kembali kepada Al-Quran. Al-
Faruqi menjabarkannya dengan langkah sebagai berikut:

1. Memadukan sistem pendidikan Islam. Dikotomi pendidikan umum dan


pendidikan agama harus dihilangkan.

2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui dua
tahapan; Tahap pertama yaitu mewajibkan bidang studi sejarah peradaban Islam;
Tahap keduayaitu Islamisasi ilmu pengetahuan.

3. Untuk mengatasi persoalan metodologi ditempuh langkah-langkah berupa


penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam sebagai berikut:

a. The unity of Allah

b. The unity of creation

c. The unity of truth and knowledge

d. The unity if life

e. The unity of humanity

Berikutnya, Al-Faruqi menyebutkan bahwa langkah-langkah kerja yang


harus ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Menguasai disiplin ilmu modern


2. Menguasai warisan khazanah Islam

3. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau wilayah
penelitian pengetahuan modern.

4. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara warisan
Islam dan pengetahuan modern.

5. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu sunatullah.

a. Selayang pandang pendidikan Islam


Pendidikan Islam merupakan sendi yang kokok dan kuat bagi peradaban umat
Islam. Makna dari pendidikan Islam tidak terlepas keberadaan Islam itu sendiri.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa beliau diturunkan hanyalah untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak. Disinilah letak esensi tujuan dari diturunkannya
Islam dan dari situlah esensi dari pendidikan Islam. Prof. Dr. Muhammad 'Athiyyah
al-Abrasy dalam karyanya At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (2003:13) menyebutkan bahwa
tujuan pokok dari pendidikan Islam ialah mendidik budi pekerti dan pembentukan
jiwa.
Dalam Paradigma Pendidikan Islam (Muhaimin, 2004:36) disebutkan bahwa istilah
Pendidikan Islam mencakup beragam pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah
(pendidikan keagamaan), ta'lim al-din (pengajaran agama), al-ta'lim al-diny (pengajaran
keagamaan), al-ta'lim al-islamy (pengajaran keislaman), tarbiyah al- muslimin
(pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), al-
tarbiyah 'inda al-muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang Islam), dan al-tarbiyah
al-Islamiyah (pendidikan Islami).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa paradigma pengembangan pendidikan
Islam (Muhaimin, 2004:39-47):
1. Paradigma Formisme atau paradigma yang mencerminkan pandangan dikotomis.
Dalam paradigma ini pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan
nonkeagamaan, pendidikan agama dengan pendidikan umum, demikian seterusnya,
sehingga pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah) berarti al- tarbiyah al-
diniyah / pendidikan keagamaan, ta'lim al-din / pengajaran agama,
al-ta'lim al-dini / pengajaran keagamaan, atau al-ta'lim al-islami / pengajaran
keislaman dalam rangka tarbiyah al-muslimin (mendidik orang-orang Islam).
2. Paradigma Mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan
pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya,
bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-
elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara
satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak. Paradigma tersebut
nampak digabungkan pada sekolah atau perguruan tinggi umum yang bukan berciri
khas agama Islam. Dalam konteks pandangan semacam itu, al-tarbiyah al-
diniyah / pendidikan keagamaan, ta'lim al din / pengajaran agama, al-ta'lim al-
dini / pengajaran keagamaan atau al-ta'lim al-islami / pengajaran keislaman
merupakan bagian dari sistem pendidikan yang ada dalam rangka tarbiyah al-
muslimin (mendidik orang-orang Islam).
3. Paradigma Organisme bertolak dari pandangan bahwa pendidikan Islam adalah
kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit)
yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup Islam, yang
dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami. Dalam
konteks pandangan semacam itu, al-tarbiyah al-Islamiyah (pendidikan Islami)
berarti al-tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), dan al-tarbiyah 'inda al-
muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang Islam).
b. Paradigma Al-Qur'an mengenai pendidikan Islam
Dalam konteks pengembangan pendidikan Islam dengan semangat memadukan
ilmu umum dan ilmu agama sebagaimana sekarang menjadi tren di kalangan sekolah
dan perguruan tinggi Islam, maka paradigma organisme merupakan pilihan yang lebih
bisa diterima karena hal tersebut mengulang kembali situasi kejayaan Islam di awal-
awal abad hijriah yang mana integrasi ilmu agama dan ilmu umum bisa tercapai yang
sejatinya kedua ilmu tersebut berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.
Al-Qur'an sebagai sumber pemikiran Islam sangat banyak memberikan
pencerahan yang perlu dikembangkan secara filosofis maupun ilmiah.
Pengembangan demikian diperlukan sebagai kerangka dasar dalam membangun
sistem pendidikan Islam yang salah satunya dengan cara memperkenalkan
konsep-konsep Al-Qur'an tentang kependidikan. Lebih lanjut, Al-Qur'an memiliki
pandangan yang spesifik tentang pendidikan. Beberapa idiom banyak dijumpai
dalam Al-Qur'an, seperti kata rabb yang menjadi akar dari kata tarbiyyah.
Tarbiyyah merupakan konsep pendidikan yang banyak digunakan hingga
sekarang. Demikian pula dengan idiom qara'a dan kataba juga mengandung
implikasi kependidikan yang mendalam (Ahmad, 2007:195).
Menurut Sa'id Ismail Ali sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung
(1980: 35), Al-Qur'an merupakan salah satu sumber pendidikan Islam disamping
As-Sunnah, kata-kata sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan umat/sosial
(mashalil al-mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat ('uruf), dan hasil
pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad). Al-Qur'an dijadikan sebagai sumber
pendidikan Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolute yang
diturunkan dari Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang
mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-
Nya.
Menurut Mujib (2006: 33-38), pendidikan Islam yang ideal harus
sepenuhnya mengacu pada nilai dasar Al-Qur'an karena Al-Qur'an memuat
tentang sejarah pendidikan Islam melalui beberapa kisah nabi yang berkaitan
dengan pendidikan dan Al-Qur'an juga memuat nilai normatif pendidikan Islam
yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam yaitu i'tiqadiyyah (berkaitan dengan
pendidikan keimanan), khuluqiyyah (berkaitan dengan pendidikan etika), dan
amaliyyah (berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari).
Al-Qur'an sendiri dalam beberapa ayatnya sering memberikan dorongan kepada
orang-orang yang beriman untuk menuntut ilmu dengan menegaskan bahwa
orang-orang yang berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya, sesuai dengan
firman-Nya dalam surat Al-Mujadilah ayat 11.
(11 ‫عفري مكنم اونمآ نيذلا ا ملعال اوتوأ نيذالو تاجرد او امب نولمعت ريبخ )ةلداجملا‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diaintaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajatnya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dalam karyanya, Tarbiyat al-Aulad fi Al-Islam, Abdullah Nashih Ulwan (1997)
menguraikan pandangan Al-Quran mengenai pendidikan dalam Islam sebagai
berikut:
a. Tarbiyah Imaniyah.
Pendidikan dalam Islam diarahkan untuk penanaman nilai-nilai keimanan
disertai dengan penguatan aspek-aspek keimanan sehingga menjadi pondasi
spiritual bagi kehidupan seseorang. Dengan demikian pendidikan dalam Islam
bukan pengusung paham atheism melainkan justru pendukung adanya paham
theisme atau berketuhanan sebagai pangkal dari segala eksistensi di alam semesta.
Dalam realisasinya, pendidikan harus diupayakan bermuara pada pengokohan
iman seseorang yang menjadi dasar dari segala pola pikir, pola sikap, dan pola
perbuatan manusia.
Beberapa ayat Al-Qur'an yang merefleksikan pesan-pesan tarbiyah
imaniyah ini misalnya: Perintah untuk melakukan penelitian terhadap alam
semesta untuk menghasilkan kebenaran (Al-Baqarah: 164, At-Thariq: 5-10,
'Abasa: 24-32); Menanamkan semangat ketaqwaan dan penghambaan kepada
Allah (Az-Zumar: 23, Al-Hajj: 34-35, Maryam: 58); Membangkitkan rasa diawasi
oleh Allah (Al-Baqoroh: 281-283).
b. Tarbiyah Khuluqiyah
Pendidikan dalam Islam juga diarahkan sebagai sebuah proses pendidikan
untuk menata kepribadian, akhlak, dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
perluasannya, akhlak yang mulia merupakan salah satu output dari pendidikan
Islam.
Beberapa ayat Al-Qur'an yang memberikan contoh seputar tarbiyah
khuluqiyah adalah sebagai berikut: Anjuran untuk menjadikan rasul sebagai
teladan (Al-Ahzab: 21); Perintah untuk memaafkan, berbuat kebaikan dan berpaling
dari kejahatan (Al-A’raaf: 199, Ali Imran: 134); Menjaga sopan santun dalam
pergaulan dengan lawan jenis (An-Nur: 30-31).
c. Tarbiyah Jismiyah
Tidak bisa dipungkiri bahwa jasmani yang sehat merupakan suatu
keniscayaan bagi kelangsungan hidup manusia. Demikian halnya demi tegaknya
agama dan peradaban Islam, umat Muslim harus memiliki fisik atau jasmani yang
memberinya kekuatan dalam mengemban semangat syiar nilai-nilai Islam. Disinilah
Al-Qur'an memberi penegasan akan pentingnya pemeliharaan jasmani yang mana
tarbiyah jismiyah menjadi tak terelakkan dalam koridor pendidikan
Islam.
Menurut Nashih Ulwan, ada beberapa contoh ayat yang menerangkan
aspek tarbiyah jismiyah di dalam Al-Qur'an yaitu sebagai berikut: Pemenuhan
kebutuhan jasmani (Al-Baqarah: 233); Anjuran berolah raga (Al-Anfaal: 60); dan
Pemeliharaan kesehatan (Al-Baqarah: 195, An-Nisa’: 29).
d. Tarbiyah Aqliyah
Jasmani yang kuat tanpa disertai akal yang sehat hanya akan mereduksi nilai
kemanusiaan karena peradaban manusia dibangun melalui eksplorasi dan kreasi
akal budi manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas
dari optimalisasi potensi intelektualitas manusia. Disinilah tarbiyah aqliyah
memegang peranan penting dalam pendidikan Islam. Dengan mengacu pada pesan-
pesan Al-Qur'an, sebagaimana disarikan oleh Nashih Ulwan, ada beberapa aspek
tarbiyah aqliyah yang termuat di dalam Al-Qur'an, diantaranya: Kewajiban belajar
(Al-'Alaq: 1-5, Thaha: 114, Al-Mujaadilah: 11); Penyadaran pikiran (Al-Baqarah:
159-160); dan Kewajiban memelihara kesehatan akal (Al- Ma’idah: 90)
e. Tarbiyah Nafsiyah
Tarbiyah Nafsiyah disini merujuk pada pendidikan jiwa atau lebih
berkaitan dengan aspek-aspek mental yang dimiliki manusia. Kombinasi jasmani
dan akal tidak akan lengkap tanpa disertai keberadaan mental yang kokoh atau
jiwa yang stabil. Nashih Ulwan memberikan contoh dengan mengacu pada beberapa
ayat Al-Qur'an sebagai berikut: Ajaran Islam untuk mengatasi sifat-sifat yang jelek
pada manusia (Al-Ma’aarij: 19-23); Penyadaran manusia untuk mengatasi rasa
takut dan kurang percaya diri (Al-Baqoroh: 155-157); Anjuran untuk bersabar dan
bersikap wajar dalam menghadapi berbagai masalah (Al- Hadid: 22-23); Larangan
untuk saling menghina dan mencemooh (Al-Hujuraat:
11); Anjuran untuk peduli pada kaum yang lemah (Ad-Dhuha: 9-10, Al-Maa’un:
1-2).
f. Tarbiyah Ijtima’iyah
Keberadaan masyarakat atau umat menjadi hal penting dalam Islam karena
tegaknya Islam akan terwujud dengan adanya masyarakat yang menyangga pilar-
pilar Islam dan menjunjung nilai-nilainya. Dari sinilah letak pentingnya
pendidikan kemasyarakatan menjadi salah satu paradigma dalam pendidikan
Islam. Tarbiyah Ijtima'iyah diarahkan untuk melengkapi aspek dasar keberadaan
manusia yang juga merupakan makhluk sosial. Pendidikan ini ditujukan untuk
mewujudkan tatanan masyarakat yang bersendikan nilai-nilai sosial yang bersumber
dari Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an beberapa hal yang disinggung sebagaimana
berikut:
1. Penanaman dasar-dasar pergaulan seperti persaudaraan (Al-Hujuraat: 10, Ali
Imran: 103), kasih sayang (Al-Fath: 29), itsar atau mendahulukan
kepentingan orang lain (Al-Hasyr: 9) dan saling memaafkan (Al-Baqarah:
237)
2. Pemeliharaan hak orang lain seperti hak orang tua (Al-Isra’: 23-24), hak
sanak saudara dan kerabat (An-Nisa’: 36, Al-Isra’: 26) dan hak tetangga (An-
Nisa’: 36)
3. Sopan santun berinteraksi sosial seperti adab memberi salam (An-Nur: 27 &
61), adab meminta izin (An-Nur: 58-59), adab menghadiri pertemuan (Al-
Mujaadilah: 11) dan adab berbicara (Al-Furqan: 63)
4. Mengembangkan sikap saling mengawasi dan kritik sosial (Ali Imran: 110,
At-Taubah: 71)
Dari pemaparan diatas, bisa digambarkan bahwa paradigma Qurani dalam
wujudnya merupakan serangkaian kerangka sudut pandang semangat pendidikan
dalam Al Quran yang bersifat holistik atau menyeluruh dalam pribadi seorang
muslim. Karakteristik pendidikan yang bersifat holistik-integral itu terlihat dari
keragaman pendidikan mulai dari pendidikan keimanan hingga pendidikan sosial
kemasyarakatan. Bisa dikatakan keenam aspek itu merupakan paradigma Qur'ani
untuk menjadi acuan sebagai bahan indikator implementasi pendidikan Islam
yang bersifat organik dan integral.

c. Mengaplikasikan Kerangka Paradigma Qurani

Sebuah konsep di tataran paradigmatik hanya akan terlihat mengawang


bila tidak disertai upaya membumikan dan mengaktualisasikannya dalam
kenyataan sehari-hari. Paradigma Qurani yang bersifat holistik-integral bisa
diterapkan dalam setiap aspek pendidikan baik informal seperti pendidikan di
dalam lingkup keluarga hingga dalam konteks formal penyelenggaraan tingkat
satuan pendidikan di Indonesia yang diterapkan salah satunya melalui pintu
kurikulum.
Dalam level pendidikan informal seperti dalam keluarga, keenam komponen
paradigma Qur'ani diatas bisa dijadikan panduan bagi kedua orang tua untuk
mendidik, membimbing, dan mengarahkan anak dalam meniti kehidupan dengan
menekankan pada beragam aspek kehidupan seperti dalam hal keimanan dengan
mengajarkan sholat dan doa (tarbiyah imaniyah); mendidik etika kepada diri dan
sesama (tarbiyah khuluqiyah); mendorong anak untuk rajin berolahraga (tarbiyah
jismiyah); mendisiplinkan anak untuk belajar (tarbiyah aqliyah); membangkitkan
kepercayaan diri anak (tarbiyah nafsiyah); dan pengenalan hak & kewajiban anak
(tarbiyah ijtima'iyah).
Untuk level pendidikan formal, kurikulum menjadi acuan dalam
pelaksanaan pendidikan. Kurikulum memegang peranan penting dalam proses
pendidikan karena ia merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa
kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan yang diinginkan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Khaeruddin, 2007: 79).
Menurut S. Nasution (1995: 5), penggolongan kurikulum dapat dilihat
sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum.
Kurikulum juga bisa dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh
sekolah untuk mencapai tujuannya. Disamping itu, kurikulum dapat pula diartikan
sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap
keterampilan sesuatu. Selain itu, kurikulum adalah bentuk pengalaman siswa
yang merefleksikan kenyataan pada setiap siswa.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan
keleluasaan kepada sekolah untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata
pelajaran sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik
serta kebutuhan masyarakat di sekitar sekolah. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (Khaeruddin, 2007: 79).
Dalam realisasinya di ranah pendidikan formal, paradigma Qurani yang
mencerminkan aplikasi keenam pendekatan diatas bisa diterjemahkan dalam
kurikulum di tingkat satuan pendidikan dengan mengelaborasi dan mengoptimalkan
pendidikan berbasiskan keimanan, etika, jasmani, akal, jiwa, dan sosial peserta didik
secara terpadu baik melalui pengayaan materi di komponen mata pelajaran, muatan
lokal maupun kegiatan pengembangan diri siswa seperti terlihat di gambar 2.
Paradigma Qur'ani diatas kemudian bisa dikembangkan lebih lanjut sebagai
pedoman bagi tenaga pendidik seperti guru untuk menyusun metode pengajaran
dan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai Qur'ani.
Gambar 2: Contoh penerapan paradigma Qur'ani untuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan
di SMA/MA yang berlokasi di wilayah perkebunan di desa Jawa

Paradigma Komponen
Qur'ani Mata Pelajaran Muatan Lokal Pengembangan Diri

Imaniyah Agama (Tauhid), Biologi, Kajian Tafsir Al- Tadabur Alam, Rohis
Fisika, Kimia, Pendidikan Quran tentang Alam
Kewarganegaraan,

Khuluqiyah Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Daerah Pramuka

Agama (Aqidah Akhlak), (Jawa)


Ekonomi, Bahasa (Indonesia)

Jismiyah Olah Raga, Biologi, Kimia Keterampilan Pramuka, Klub Olah


Pengolahan Produk Raga, Darmawisata
Perkebunan

Aqliyah Matematika, Fisika, Biologi, Ilmu Agraria, Hukum Kelompok Ilmiah

Kimia, Bahasa (Arab, Inggris),Agraria, Manajemen Remaja, Kelompok


Agama (Fiqih, Ushul Fiqih) Diskusi,
Nafsiyah Agama (Tasawuf), Seni Kewirausahaan Bimbingan Konseling
Budaya
Ijtima'iyah Pendidikan Pengelolaan Limbah, Pramuka, OSIS
Kewarganegaraan, Sosiologi, Agribisnis
Sejarah, Ekonomi, Agama
(Tarikh Islam)

Selain melalui kurikulum, implementasi paradigma Qur'ani bisa terwujud


dengan menjadikannya sebagai kerangka operasional lembaga atau institusi
pendidikan Islam. Kalau kurikulum bisa diibaratkan sebagai jiwa dari pendidikan,
maka raganya adalah lembaga pendidikan. Dalam memperbincangkan aktualisasi
paradigma Qur'ani dalam pendidikan Islam, penting pula membahas keberadaan
institusi lembaga pendidikan Islam. Semua institusi lembaga pendidikan Islam,
mulai dari yang bersifat sederhana seperti pengajian di serambi masjid dan yang
bersifat klasikal-modern seperti di sekolah atau perguruan tinggi Islam hingga
pendidikan dan pelatihan yang bersifat massal dan dikemas secara eksklusif
seperti model training kilat yang kian menjamur belakangan ini, berpotensi
sebagai agen penyemai paradigma Qur'ani dengan penekanan dan segmen yang
beraneka ragam. Setidaknya paradigma Qur'ani bisa menjadi landasan visi
lembaga pendidikan Islam untuk mencetak generasi yang rabbani demi kemuliaan
Islam.

BAB III

KESIMPULAN
Paradigma Qur'ani sebagaimana disarikan oleh Abdullah Nashih Ulwan
menawarkan sebuah kerangka yang bisa menjadi pemandu pelaksanaan
pendidikan Islam mulai dari level keluarga hingga satuan pendidikan formal yang
bisa diterjemahkan lebih lanjut dalam serangkaian komponen pelaksanaan
pendidikan Islam. Untuk ranah pendidikan formal, keberadaan kurikulum tidak
diragukan lagi memegang peranan penting sebagai wahana realisasi keenam
komponen paradigma Qur'ani yang saling terkait satu sama lain seperti diatas
(tarbiyah imaniyah, tarbiyah khuluqiyah, tarbiyah jismiyah, tarbiyah aqliyah,
tarbiyah nafsiyah, dan tarbiyah ijtima'iyah). Adanya KTSP yang memberi
kewenangan kepada satuan unit pendidikan untuk mendesain kurikulum dan silabus
pelajaran di sekolah memberi ruang bagi revitalisasi nilai-nilai Al-Qur'an dan
memadukannya dengan proses pembelajaran di sekolah. Disamping itu, peran
lembaga atau institusi pendidikan Islam juga tidak terelakkan dalam hal
menyemai kerangka paradigma Qur'ani dengan menjadikannya sebagai pedoman
dalam pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan, 1997, Tarbiyat al-Aulad fi Al-Islam, Cairo, Dar as-Salam.
Ahmad, Nurwadjah, 2007, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Hati yang Selamat hingga
Kisah Luqman, Bandung: Marja.
'Athiyah al-Abrasyi, Muhammad, 2003, At-Tarbiyyah Al-Islamiyah (terj. Prinsip-prinsip
Dasar Pendidikan), Bandung: Pustaka Setia.
Langgulung, Hasan, 1980, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam,Bandung: al-
Ma'arif.
Mujib, Abdul, et al, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media.
Mulyasa, E., 2002, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, 2007, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
Khaeruddin & Junaedi, Mahfud, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep
dan Implementasinya di Madrasah, Jogja: Pilar Media & MDC Jateng.
Muhaimin, 2004, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai