BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Rumah Sakit
a. Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukan oleh para ahli (Azrul
Azwar, 1996), diantaranya :
Menurut Assosiation of Hospital Care (1947) Rumah sakit adalah
pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta
penelitian kedokteran diselenggarakan.
Menurut American Hospital Assosiation (1974) rumah sakit
adalah suatu alat organisasi yang terdiri tenaga medis profesional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit
yang diderita oleh pasien.
Menurut Wolper dan Pena (1997) rumah sakit adalah tempat
dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa
kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan (Adisasmito, 2007).
b. Fungsi rumah sakit
Pemenkes RI No. 159b/MenKes/Per/1998 (Wijono, 1997), fungsi rumah
sakit adalah :
Menyediakan dan menyelenggarakan pelyanan medik, penunjang
medik,rehabilitasi,pencegahan dan peningkatan kesehatan.
Menyediakan tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik
dan paramedik.
Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi
bidang kesehatan (Adisasmito, 2007).
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009,
rumah sakit umum mempunyai fungsi: penyelenggaraan pelayanan pengobatan
dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis,
6
kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat disediakan dan berpengaruh
terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas A, B, C dan D seperti dijabarkan
berikut ini:
a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medis, 12 (dua belas) spesialis
lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medis, 8 (delapan) spesialis
lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medis 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medis.
d. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2
(dua) pelayanan medis spesialis dasar (Kemenkes RI, 2011).
Pelayanan medis spesialis dasar adalah pelayanan medis spesialis penyakit
dalam, obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis
penunjang adalah pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi,
anestesi dan reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain adalah
pelayanan medik spesialis telinga, hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan
kelamin, kedokteran jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf,
ortopedi. Pelayanan medis sub spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang
berkembang dari setiap cabang medis spesialis.
Pelayanan medis sub spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medis spesialis 4 dasar. Dan pelayanan medis sub
spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang
8
medik spesialis lainnya (kemenkes RI, 2011). Kriteria, fasilitas dan kemampuan
RSU Kelas B meliputi :
a. Pelayanan medis umum terdiri dari pelayanan medis dasar, pelayanan
medis gigi dan mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak /keluarga
berencana.
b. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan
awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai
dengan standar.
c. Pelayanan medik spesialis dasar terdiri dari pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.
d. Pelayanan spesialis penunjang medik terdiri dari pelayanan anestesiologi,
radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.
e. Pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13
(tiga belas) pelayanan meliputi: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf,
jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,
orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik.
f. Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut,
konservasi / endodonsi, dan periodonti.
g. Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar
yang meliputi: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan
ginekologi
h. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, pelayanan
darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik
i. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, dapur
utama, pemulasaraan jenazah, instalasi pemeliharaan fasilitas, sistem
fasilitas sanitasi (pengadaan air bersih, pengelolaan limbah, pengendalian
vektor, dll), sistem kelistrikan, boiler, sistem penghawaan dan
pengkondisian udara, sistem pencahayaan, sistem komunikasi, sistem
proteksi kebakaran, sistem instalasi gas medik, sistem pengendalian
terhadap kebisingan dan getaran, sistem transportasi vertikal dan
9
merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh para pemberi jasa. Hal
ini meliputi fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang dan lain-laian), perlengkapan
dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya).
2. Dimensi reability merupakaan suatu dimensi yang mengukur tentang
kemampuan petugas rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan
secara akurat, teliti, dan terpercaya. kemampuan rumah sakit untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan
akurasi yang tinggi.
3. Dimensi responsiveness ialah salah satu dimensi yang digunakan untuk
menilai berdasarkan kemampuan para petugas rumah sakit dalam memahami
keluhan pasien, kebutuhan pasien, pelayanan dan perhatian yang diberikan,
kecepatan penyerahan obat, penerimaan hasil laboratorium, dan respon yang
diberikan petugas terhadap sikap pasien yang keberatan ataupun bermasalah
dengan pihak rumah sakit. suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi
yang negative dalam kualitas pelayanan.
4. Dimensi assurance dinilai berdasarkan kenyamanan pasien dalam
pelayanan petugas, keamanan, jaminan kerahasiaan pasien, kesungguhan petugas
dalam pelayanan, dan keletitian petugas saat melayani. pengetahuan,
kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan
rasa percaya para pelanggan rumah sakit. Hal ini meliputi beberapa komponen
anatara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).
5. Dimensi emphaty yang dinilai berupa sikap beserta perilaku petugas
kesehatan dan dokter, tegur sapa dan kemampuan petugas dalam memahami
kebutuhan khusus pasien. Maknanya memberikan perhatian yang tulus dan
bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu rumah sakit diharapkan
12
Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini
pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik
atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah
mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama
tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan
biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan
jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut
(budiastuti, 2002).
Konsep dan teori mengenai kepuasan konsumen (customer satisfaction)
telah berkembang pesat dan telah mampu diklasifikasikan atas beberapa
pendekatan. Berikut ini akan dikemukakan teori yang berhubungan dengan
kepuasan konsumen. Teori tersebut adalah The Expectancy – Disconfirmation
Model. Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan dalam kajian mengenai
kepuasan konsumen dan sering juga dikenal dengan nama Teori Diskonfirmasi
(disconfirmation paradigm) (Woodruff dan Gardial, 2000).
Dalam teori ini ditekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan
oleh suatu proses evaluasi oleh konsumen, di mana persepsi konsumen mengenai
kinerja suatu produk atau jasa dibandingkan dengan standar kinerja yang
diharapkan. Proses evaluasi itu disebut dengan proses diskonfirmasi
(Disconfirmation Process). Perbandingan antara persepsi dengan kinerja tersebut
akan melahirkan tiga kemungkinan. Pertama, jika standar kinerja produk atau jasa
15
sesuai yang diharapkan maka yang terjadi adalah confirmation. Kedua, jika terjadi
standar kinerja di bawah yang diharapkan maka yang terjadi adalah negative-
disconfirmation. Dan ketiga, standar kerja melebihi apa yang diharapkan maka
akan terjadi positive-disconfirmation (Woodruff dan Gardial, 2000).
Dari uraian tersebut di atas, dapat terlihat bahwa konsep Expentancy-
Disconfirmation pada dasarnya menekankan bahwa konfirmasi terjadi manakala
kinerja barang atau jasa yang diterima cocok dengan standar, sedangkan
diskonfirmasi terjadi manakala kinerja yang diterima tidak sesuai dengan standar.
Konfirmasi melahirkan kepuasan dan diskonfirmasi melahirkan ketidakpuasan
(Woodruff dan Gardial, 2000).
6. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
6.1 Pengertian BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS menurut UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara
jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk
membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan
jaminan sosial. BPJS berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan
umum,yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas
kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi
anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu
dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa
tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar
penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan
keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut,
serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.1 Secara singkat jaminan
sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh
rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak (Gardial, 2000).
16
Pasien umum atau pasien Non Bpjs adalah pasien yang tidak
menggunakan jasa asuransi kesehatan, dan melakukan pembayaran secara
tunai atau secara langsung kepada petugas kesehatan atau rumah sakit.
B. Kerangka Teori
Rumah sakit
20
Klasifikasi Rumah
Sakit
Poliklinik
Kualitas pelayanan
Kepuasan pasien
D. Landasan Teori
Kepuasan pasien ialah suatu perasaan puas atau suatu kelegaan dikarenakan
mendapatkan pelayanan yang maksimal ketika kinerja layanan kesehatan yang di
terima melebihi harapan pasien yang meliputi kualitas pelayanan seperti produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang dapat mencapai kepuasan seseorang.
Hal-hal yang mempengaruhinya terlihat pada lima faktor. Antara lain, bukti
langsung (tangible) meliputi fasilitas, kehandalan (reliability) meliputi
kemampuan pelayanan, daya tanggap (responsiveness) meliputi sikap petugas
kesehatan, jaminan (assurance) meliputi kemampuan petugas kesehatan, dan
kepedulian (emphaty) yang meliputi kesediaan petugas untuk memberikan
perhatian kepada pasien (Parasuraman et al., 2002)
E. Hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan tingkat kepuasan pelayanan pasien BPJS dan non
BPJS pada poli penyakit dalam.
H1 : Ada perbedaan tingkat kepuasan pelayanan pasien BPJS dan non BPJS pada
poli penyakit dalam.