Anda di halaman 1dari 17

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Rumah Sakit
a. Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukan oleh para ahli (Azrul
Azwar, 1996), diantaranya :
 Menurut Assosiation of Hospital Care (1947) Rumah sakit adalah
pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta
penelitian kedokteran diselenggarakan.
 Menurut American Hospital Assosiation (1974) rumah sakit
adalah suatu alat organisasi yang terdiri tenaga medis profesional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit
yang diderita oleh pasien.
 Menurut Wolper dan Pena (1997) rumah sakit adalah tempat
dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran
serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa
kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan (Adisasmito, 2007).
b. Fungsi rumah sakit
Pemenkes RI No. 159b/MenKes/Per/1998 (Wijono, 1997), fungsi rumah
sakit adalah :
 Menyediakan dan menyelenggarakan pelyanan medik, penunjang
medik,rehabilitasi,pencegahan dan peningkatan kesehatan.
 Menyediakan tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik
dan paramedik.
 Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi
bidang kesehatan (Adisasmito, 2007).
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009,
rumah sakit umum mempunyai fungsi: penyelenggaraan pelayanan pengobatan
dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis,
6

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka


peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, penyelenggaraan
penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam rangka. peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika
ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Depkes RI, 2009).
2. Poliklinik
Poliklinik adalah salah satu unit pelayanan masyarakat yang bergerak pada
bidang kesehatan. Sebuah poliklinik yang menawarkan fasilitas perawatan
kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan pasien rawat jalan.
Menurut Faste (1998), Pelayanan poliklinik atau rawat jalan adalah suatu
bentuk dari pelayanan kedokteran yang secara sederhana. Pelayanan kedokteran
yang sederhana. Pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam
rawat inap (Hospitalization). Keputusan Menteri Kesehatan No.66 / Menkes / ll /
1987 yang di maksud poliklinik dan Pelayanan Rawat Jalan. Poliklinik adalah
pelayanan terhadap orang yang masuk rumah sakit , untuk keperluan observasi,
diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa
tinggal diruang rawat inap. Pelayanan poliklinik adalah pelayanan yang diberikan
di unit pelaksanaan fungsional rawat jalan terdiri dari poliklinik umum dan
poliklinik spesialis serta unit gawat darurat (Assaf, 2009).
Menurut Azrul Azwar, (1997) Rawat Jalan atau poliklinik adalah
pelayanan kedokteran di Indonesia dapat di bedakan atas dua macam yaitu
diselenggarakan oleh swasta banyak macamnya, yaitu praktek bidan, praktek gigi,
praktek darurat (perorangan atau pkelompok), poliklinik, balai pengobatan, dan
sebagainya. Yang seperti ini sebagai pelaksanakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama serta praktek dokter spesialis dan rumah sakit sebagai jenjang sarana
pelayanan kesehatan tingkat ke-2 dan ke-3 (Imbalo, 2006).
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum (RSU) diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang didasari
oleh beban kerja dan fungsi rumah sakit yaitu, rumah sakit kelas A, kelas B, Kelas
C dan Kelas D. Klasifikasi rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit
umum berdasarkan perbedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan
7

kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat disediakan dan berpengaruh
terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas A, B, C dan D seperti dijabarkan
berikut ini:
a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medis, 12 (dua belas) spesialis
lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medis, 8 (delapan) spesialis
lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan
apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medis 4 (empat)
spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang medis.
d. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2
(dua) pelayanan medis spesialis dasar (Kemenkes RI, 2011).
Pelayanan medis spesialis dasar adalah pelayanan medis spesialis penyakit
dalam, obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis
penunjang adalah pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi,
anestesi dan reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain adalah
pelayanan medik spesialis telinga, hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan
kelamin, kedokteran jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf,
ortopedi. Pelayanan medis sub spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang
berkembang dari setiap cabang medis spesialis.
Pelayanan medis sub spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medis spesialis 4 dasar. Dan pelayanan medis sub
spesialis lain adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang
8

medik spesialis lainnya (kemenkes RI, 2011). Kriteria, fasilitas dan kemampuan
RSU Kelas B meliputi :
a. Pelayanan medis umum terdiri dari pelayanan medis dasar, pelayanan
medis gigi dan mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak /keluarga
berencana.
b. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan
awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai
dengan standar.
c. Pelayanan medik spesialis dasar terdiri dari pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.
d. Pelayanan spesialis penunjang medik terdiri dari pelayanan anestesiologi,
radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.
e. Pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13
(tiga belas) pelayanan meliputi: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf,
jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,
orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik.
f. Pelayanan medik spesialis gigi mulut terdiri dari pelayanan bedah mulut,
konservasi / endodonsi, dan periodonti.
g. Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar
yang meliputi: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan
ginekologi
h. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, pelayanan
darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik
i. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, dapur
utama, pemulasaraan jenazah, instalasi pemeliharaan fasilitas, sistem
fasilitas sanitasi (pengadaan air bersih, pengelolaan limbah, pengendalian
vektor, dll), sistem kelistrikan, boiler, sistem penghawaan dan
pengkondisian udara, sistem pencahayaan, sistem komunikasi, sistem
proteksi kebakaran, sistem instalasi gas medik, sistem pengendalian
terhadap kebisingan dan getaran, sistem transportasi vertikal dan
9

horizontal, sarana evakuasi, aksesibilitas penyandang cacat, dan sarana/


prasarana umum (kemenkes RI, 2011).
4. Tinjauan Umum tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan
a). Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah ilmu atau seni yang bertujuan untuk
mencegah penyakit, memperpanjang umur dan meningkatkan efisiensi hidup
melalui upaya kelompok-kelompok masyarakat yang terkordinasi, perbaikan
kesehatan lingkungan, mencegah dan memberantas penyakit menular dan
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat atau perorangan (Azzul,
1996). Ada dua pengertian pokok dalam sistem pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Pengertian tentang sistem, yang dimaksud dengan sistem ialah suatu
kesatuan utuh dan terpadu, saling berhubungan dan mempengaruhi satu
sama lain, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengertian tentang pelayanan kesehatan, yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan ialah setiap bentuk pelayanan yang ditujukan untuk
perseorangan atau masyarakat dan dilaksanakan dalam suatu organisasi
dengan tujuan untuk memelihara ataupun meningkatkan derajat kesehatan
(Azzul, 1996)
Dari dua pengertian di atas, maka pelayanan kesehatan dapat diterapkan
untuk memelihara, meningkatkan, dan sekaligus memperbaiki tingkat kesehatan,
maka sistem pelayanan kesehatan ini dapat dikelompokkan dalam tiga golongan
yaitu:
1. Faktor pemerintah (policy maker) sebagai penentu kebijaksanaan
dimasyarakat.
2. Faktor masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan.
3. Faktor penyedia atau pemberi pelayanan kesehatan (health provider)
(Ristya, 2005).
b). Kualitas Pelayanan Kesehatan
Kualitas produk adalah kecocokan menggunakan produk (fitness for
use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan
penggunaan itu didasarkan pada lima ciri utama, yaitu :
1. Teknologi, yaitu kekuatan dan daya tahan.
10

2. Psikologis, yaitu citra rasa dan status.


3. Waktu, yaitu kehandalan.
4. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
5. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur (Azzul, 1996).
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan. Kualitas jasa adalah suatu tingkat keunggulan yang
diharapkan dan memiliki pengendalian atas tingkat unggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi
kualitas jasa yaitu expected service dan percevied service. Apabila jasa yang
diterima atau dirasakan (percevied service) sesuai dengan yang diharapkan, maka
kualitas dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui
harapan, maka kualitas dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya,
jika yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas
dipersepsikan buruk (Nasution, 2004).
Konsep kualitas layanan yang diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh
kualitas layanan. Kualitas layanan tersebut terdiri dari daya tanggap, jaminan,
bukti fisik, empati dan kehandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat
dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan
pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang
memengaruhi pelayanan yang diharapkan (Ep = Expectation) dan pelayanan yang
dirasakan (Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas layanan
(Parasuraman, 2001).

c). Kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan lima dimensi


1. Dimensi tangible ialah merupakan segi perwujudan pelayanan secara
fisik yang dapat dilihat dan dinilai secara langsung oleh pasien yang mencakup
ruang pelayanan pasien layak, aman dan nyaman, perlengkapan dan sarana
pelayanan pasien (meja, kursi, lemari, dan lain-lain) cukup, penampilan petugas
bersih, rapih, perlengkapan dan peralatan pelayanan medis (sphygmomanometer,
termometer, dan lain-lain). Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana
fisik rumah sakit yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya
11

merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh para pemberi jasa. Hal
ini meliputi fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang dan lain-laian), perlengkapan
dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya).
2. Dimensi reability merupakaan suatu dimensi yang mengukur tentang
kemampuan petugas rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan
secara akurat, teliti, dan terpercaya. kemampuan rumah sakit untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan
akurasi yang tinggi.
3. Dimensi responsiveness ialah salah satu dimensi yang digunakan untuk
menilai berdasarkan kemampuan para petugas rumah sakit dalam memahami
keluhan pasien, kebutuhan pasien, pelayanan dan perhatian yang diberikan,
kecepatan penyerahan obat, penerimaan hasil laboratorium, dan respon yang
diberikan petugas terhadap sikap pasien yang keberatan ataupun bermasalah
dengan pihak rumah sakit. suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi
yang negative dalam kualitas pelayanan.
4. Dimensi assurance dinilai berdasarkan kenyamanan pasien dalam
pelayanan petugas, keamanan, jaminan kerahasiaan pasien, kesungguhan petugas
dalam pelayanan, dan keletitian petugas saat melayani. pengetahuan,
kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan
rasa percaya para pelanggan rumah sakit. Hal ini meliputi beberapa komponen
anatara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).
5. Dimensi emphaty yang dinilai berupa sikap beserta perilaku petugas
kesehatan dan dokter, tegur sapa dan kemampuan petugas dalam memahami
kebutuhan khusus pasien. Maknanya memberikan perhatian yang tulus dan
bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu rumah sakit diharapkan
12

memilki pengertian dan pengethauan tentang pelanggan, memahami kebuthuhan


pelanggan secara spesifik, serta memilki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
5. Kepuasan pasien
a. Definisi kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas, merasa senang
perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasaan
dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang
dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan
suatu jasa. Kepuasan ialah suatu respon atau tanggapan konsumen mengenai
pemenuhan kebutuhan. Kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau
keistimewaan suatu produk atau jasa atau produk itu sendiri yang menyediakan
tingkat kesenangan konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi
konsumen (Zeithaml dan Bitner, 2003).
b. Kepuasan pasien
Pasien akan merasa lebih puas apabila kinerja layanan kesehatan yang
diterima sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau
perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Sehingga, kepuasan pasien ialah
suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
pasien tersebut harapkan (Imbalo, 2006).
Sifat kepuasan sangat bersifat subyektif, sehingga sulit sekali untuk
mengukurnya. Namun, tentu saja harus tetap berupaya memberikan perhatian
kepada pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak kita
dapat memberikan layanan terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan
kualitas barang atau jasa sampai dengan pelaksanaan penyerahannya pada saat
berhubungan langsung dengan pelanggan, dengan standar yang diperkirakan dapat
menimbulkan kepuasan yang optimal bagi pelanggan (Oemi, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan
terdiri dari:
13

1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang


dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi
dengan produsen jasa. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya
besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula
sebaliknya.
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika menggunakan jasa
pelayanan dari organisasi jasa maupun pesaing-pesaingnya.
3. Pengalaman dari teman-teman, yang menceritakan mengenai
kualitas layanan jasa yang dirasakan oleh pelanggan itu. Hal ini jelas
mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada jasa-jasa yang
dirasakan berisiko tinggi.
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi
pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya
tidak membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat ekspektasi
pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu
memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif
terhadap persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan
(Oemi, 1995).
Penyelenggaraan suatu pelayanan, baik kepada pelanggan internal maupun
eksternal, pihak penyedia dan pemberi pelayanan harus selalu berupaya untuk
mengacu kepada tujuan utama pelayanan yaitu kepuasan pelanggan (consumer
satisfaction) atau kepuasan pelanggan (customer satisfaction) (Gaspersz, 2003).
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima
mengacu pada beberapa faktor, antara lain :
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen
terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu
kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi
perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.
2. Kualitas pelayanan
14

Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini
pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik
atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah
mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama
tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan
biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan
jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut
(budiastuti, 2002).
Konsep dan teori mengenai kepuasan konsumen (customer satisfaction)
telah berkembang pesat dan telah mampu diklasifikasikan atas beberapa
pendekatan. Berikut ini akan dikemukakan teori yang berhubungan dengan
kepuasan konsumen. Teori tersebut adalah The Expectancy – Disconfirmation
Model. Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan dalam kajian mengenai
kepuasan konsumen dan sering juga dikenal dengan nama Teori Diskonfirmasi
(disconfirmation paradigm) (Woodruff dan Gardial, 2000).
Dalam teori ini ditekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan
oleh suatu proses evaluasi oleh konsumen, di mana persepsi konsumen mengenai
kinerja suatu produk atau jasa dibandingkan dengan standar kinerja yang
diharapkan. Proses evaluasi itu disebut dengan proses diskonfirmasi
(Disconfirmation Process). Perbandingan antara persepsi dengan kinerja tersebut
akan melahirkan tiga kemungkinan. Pertama, jika standar kinerja produk atau jasa
15

sesuai yang diharapkan maka yang terjadi adalah confirmation. Kedua, jika terjadi
standar kinerja di bawah yang diharapkan maka yang terjadi adalah negative-
disconfirmation. Dan ketiga, standar kerja melebihi apa yang diharapkan maka
akan terjadi positive-disconfirmation (Woodruff dan Gardial, 2000).
Dari uraian tersebut di atas, dapat terlihat bahwa konsep Expentancy-
Disconfirmation pada dasarnya menekankan bahwa konfirmasi terjadi manakala
kinerja barang atau jasa yang diterima cocok dengan standar, sedangkan
diskonfirmasi terjadi manakala kinerja yang diterima tidak sesuai dengan standar.
Konfirmasi melahirkan kepuasan dan diskonfirmasi melahirkan ketidakpuasan
(Woodruff dan Gardial, 2000).
6. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
6.1 Pengertian BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS menurut UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara
jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk
membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan
jaminan sosial. BPJS berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan
umum,yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas
kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi
anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu
dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa
tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar
penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan
keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut,
serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.1 Secara singkat jaminan
sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh
rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak (Gardial, 2000).
16

Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program


jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program
penyelengaraan, yaitu :
1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya
adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan
programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan
Pensiun, dan Jaminan Kematian yang direncanakan dapat dimulai mulai 1
Juli 2015.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha
milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud
adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua
warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Dalam mengikuti
program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat
yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.
UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS membentuk dua Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Pembentukan dan pengoperasian BPJS melalui serangkaian
tahapan, yaitu:
1. Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN pada 19 Oktober
2004
2. Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No.
007/PUUIII/2005 pada 31 Agustus 2005
3. Pengundangan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS pada 25 November
2011
4. Pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014
5. Pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari
2014
6.2 Peserta BPJS
Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:
17

a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran)


Jaminan kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang
SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
b. Bukan PBI jaminan kesehatan (BPJS, 2014)
6.3 Perbedaan BPJS sesuai dengan kelasnya
Pada dasarnya kelas perawatan BPJS Kesehatan untuk berobat jalan tidak
ada perbedaan. Begitu pula dengan obat dan kualitas pelayanan, baik kelas 1,
kelas 2 maupun kelas 3 akan mendapat pelayanan yang sama.
Perbedaan BPJS kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 adalah saat peserta dirawat
di rumah sakit atau puskesmas yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pasien BPJS kelas 1, 2 dan 3 yang dirawat inap akan ditempatkan di kamar
perawatan yang berbeda, disesuaikan dengan paket kepesertaan BPJS.
Seperti telah disebutkan di atas, biaya obat dan fasilitas BPJS kelas 1, 2
dan 3 tidak ada perbedaan ketika pasien berobat jalan. Jika pasien dirawat inap,
perbedaan BPJS kelas I, II dan III adalah:

 BPJS Kesehatan kelas 1 berhak menempati kamar rawat inap kelas 1.


Kamar perawatan kelas 1 biasanya diisi oleh sekitar 2-4 pasien.
 BPJS Kesehatan kelas 2 berhak menempati kamar rawat inap kelas 2.
Kamar perawatan kelas 2 biasanya diisi oleh sekitar 3-5 pasien.

 BPJS Kesehatan kelas 3 berhak menempati kamar rawat inap kelas 3.


Kamar perawatan kelas 3 biasanya diisi oleh sekitar 4-6 pasien.

Fasilitas dan kapasitas kamar rawat inap di setiap rumah sakit


mungkin akan berbeda. Ada rumah sakit yang menempatkan 2 bed pada
kamar kelas 1, ada juga yang menempatkan 3 atau 4 bed. Jika pasien BPJS
rawat inap banyak, mungkin satu kamar kelas 1 yang biasanya diisi oleh 2
pasien bisa jadi ditempati oleh 4 pasien.

6.4 Pasien Non Bpjs


18

Pasien umum atau pasien Non Bpjs adalah pasien yang tidak
menggunakan jasa asuransi kesehatan, dan melakukan pembayaran secara
tunai atau secara langsung kepada petugas kesehatan atau rumah sakit.

6.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem


Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) bagi
seluruh rakyat indonesia, maupun untuk warga negara asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang pengaturannya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
Pemerintah (Parasuraman, 2002).

6.5 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan


meliputi:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup:
a. Rawat jalan, meliputi:
1) Administrasi pelayanan
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan sub spesialis
3) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
5) Pelayanan alat kesehatan implant
19

6) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis


7) Rehabilitasi medis
8) Pelayanan darah
9) Pelayanan kedokteran forensik
10) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
b. Rawat Inap yang meliputi:
1) Perawatan inap non intensif
2) Perawatan inap di ruang intensif
3) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.8
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih
ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:
a) Tidak sesuai prosedur;
b) Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS;
c) Pelayanan bertujuan kosmetik;
d) General checkup, pengobatan alternatif;
e) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi;
f) Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan
g) Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk
menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba (Tjiptono, 2007).

B. Kerangka Teori

Rumah sakit
20

Klasifikasi Rumah
Sakit

Poliklinik

Peserta BPJS Peserta NON BPJS

Kualitas pelayanan

Kepuasan pasien

Keterangan : Tidak diteliti


Diteliti
C. Kerangka konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Pasien BPJS Pasien poli penyakit dalam


21

D. Landasan Teori
Kepuasan pasien ialah suatu perasaan puas atau suatu kelegaan dikarenakan
mendapatkan pelayanan yang maksimal ketika kinerja layanan kesehatan yang di
terima melebihi harapan pasien yang meliputi kualitas pelayanan seperti produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang dapat mencapai kepuasan seseorang.
Hal-hal yang mempengaruhinya terlihat pada lima faktor. Antara lain, bukti
langsung (tangible) meliputi fasilitas, kehandalan (reliability) meliputi
kemampuan pelayanan, daya tanggap (responsiveness) meliputi sikap petugas
kesehatan, jaminan (assurance) meliputi kemampuan petugas kesehatan, dan
kepedulian (emphaty) yang meliputi kesediaan petugas untuk memberikan
perhatian kepada pasien (Parasuraman et al., 2002)
E. Hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan tingkat kepuasan pelayanan pasien BPJS dan non
BPJS pada poli penyakit dalam.
H1 : Ada perbedaan tingkat kepuasan pelayanan pasien BPJS dan non BPJS pada
poli penyakit dalam.

Anda mungkin juga menyukai