Pinky Prahara Taurisia, Meitini W. Proborini, Irsan Nuhantoro
Jurnal Biologi Vol. 19(1)
Media CDA merupakan media yang terbaik untuk pertumbuhan
Alternaria alternata karena media tersebut mengandung natrium nitrat sebagai satu-satunya sumber nitrogen, salah satu unsur yang paling banyak digunakan dalam proses pembentukan hifa. Pada umumnya cendawan mampu untuk merombak karbohidrat dan bahan-bahan organik lainnya dengan reaksi enzimatik sehingga membuatnya lebih mudah untuk asimilasi Kebutuhan cendawan akan karbohidrat lebih besar dari pada nutrisi lainnya, akan tetapi sumber nitrogen juga harus dipenuhi. Nitrogen dibutuhkan oleh semua organisme untuk mensintesa asam amino dan membentuk protein yang dibutuhkan untuk membentuk protoplasma. Media lain yang menunjukan pertumbuhan diameter koloni dengan baik adalah media PCA, media ini merupakan media alami dimana tidak terdapat modifikasi dari bahan kimia, yang terdiri dari ektrak kentang 20g, dan ekstrak wortel 20gr. Dalam lingkungan yang alami cendawan mengadakan kontak langsung dengan lingkungan yang mengandung nutrisi. Hifa akan menyerap langsung molekul – molekul sederhana seperti gula sederhana dan asam amino. Polimer yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus diproses lebih dahulu sebelum digunakan. Media ketiga yang menunjukan pertumbuhan cendawan dengan baik adalah media PDA. Media PDA hanya diketahui terdapat 20gr dextrose sebagai sumber karbohidrat. Kebutuhan cendawan akan karbohidrat lebih besar dari pada nutrisi lainnya, akan tetapi sumber nitrogen juga harus dipenuhi. Nitrogen dibutuhkan untuk mensintesa asam amino dan membentuk protein yang dibutuhkan untuk membentuk protoplasma. Jamur dapat menggunakan nitrogen anorganik untuk pembentukan nitrat, nitrit, ammonia atau nitrogen organik untuk pembentukan asam amino. A. alternata yang termasuk divisi Deuteromycota memiliki kemampuan mensintesis enzim untuk dapat memakai karbon dari berbagai macam sumber, salah satu diantaranya adalah selulosa yang memiliki jumlah karbon yang melimpah Dari hasil penimbangan berat biomassa pada media yang berisi miselia cendawan menunjukan bahwa bobot kering miselia yang beragam menunjukan komposisi pada setiap media berbeda mengakibatkan perbedaan dalam pertumbuhan. Perumbuhan paling baik berdasarkan berat biomassa di tunjukan oleh media PCA (0,470 g), pertumbuhan terbaik kedua ditunjukan oleh media SDA (0,231 g), pertumbuhan terbaik ketiga ditunjukan oleh media PDA (0,188 g) dan berat biomasa terendah terdapat pada media NA, MEA dan CDA. Masing-masing media memiliki kandungan yang berbeda untuk menunjang kebutuhan makanan bagi cendawan terhadap pertumbuhannya, namun tujuan utamanya adalah memberikan zat gizi yang berimbang dan pada konsentrasi yang dapat memungkinkan pertumbuhan yang baik (Volk and Wheeler, 1993). Misellium terbentuk oleh elemen non logam seperti karbon, nitrogen, hidrogen dan oksigen yang digunakan untuk membentuk dinding sel jamur, dan semua elemen tersebut memiliki fungsi penting terhadap kelangsungan metabolisme di protoplasma. Hidrogen diperoleh dari air atau ketika senyawa organik dimetabolisme. Sumber karbon terdiri dari molekul kecil seperti gula, alkohol dan asam organik sampai polimer besar seperi protein, lipid, polisakarida dan lignin. Sumber karbon memberikan dua fungsi esensial di dalam fisiologi jamur dan organisme heterotrofik lainnya, yaitu mensuplai kebutuhan karbon untuk sintesis komponen seperti karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat dan menyediakan sumber energi untuk menjalankan fungsi yang sesuai menyangkut proses penting bagi kehidupan jamur. Pada lingkungan alaminya cendawan A. alternata mampu merombak karbohidrat yang disusun dari dua unit monosakarida yang dihubungkan oleh hubungan glikosida. Dua disakarida terpenting yang ditemukan pada keadaan bebas di alam adalah glukos.. Sebelum mengabsorbsi makanan yang masih berupa senyawa kompleks, ia mensekresikan enzim hidrolitik ekstraseluler untuk menguraikannya lebih dahulu di luar selnya. IMPLEMENTASI ESTIMATOR KECEPATAN PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA BIOREAKTOR ANAEROB
Dewinta Ria Wardhani, Ronny Dwi Noriyati, dan Totok Soehartanto
Jurnal Teknik Pomits Vol. 2(1)
Kinerja Estimator Secara Simulasi
Sebuah estimator kecepatan pertumbuhan mikroorganisme dalam bentuk simulasi, estimator ini pengukuran nilai pH dan volume biogas di analogikan dengan tegangan dari potensiometer. Dalam simulasi estimator kecepatan pertumbuhan mikroorganisme ini potensiometer yang digunakan ada dua buah. Potensio pertama sebagai masukan nilai pH dan potensio kedua sebagai masukan nilai volume biogas. Kedua masukan input tersebut selanjutnya diteruskan ke data akuisisi (DAQ) yang berupa mikrokontroler. Keadaan mikroorganisme yang terdapat pada keadaan saat pengujian masih tidak stabil. Sehingga dapat dikatakan prediksi kemunculan mikroorganisme dalam bioreaktor kecil, bila dilihat dalam keadaan yang sebenarnya maka didalam reaktor keadaan kotoran ternak masih dalam keadaan asam oleh karena itu produksi gas CH4 sedikit. Dengan menggunakan analogi dari potensiometer sebagai besaran pH dan volume pada penelitian sebelumnya yang menggunakan range pH 5,1 – 5,5 sebagai analogi tegangan 0 – 5 Volt DC. Dan untuk volume dengan range 0–254 Liter dianalogikan dengan tegangan 0–5 Volt DC. Maka didapatkan data pengukuran seperti ditunjukkan dalam Tabel 2. Kinerja Estimator Secara Real Plant Untuk menghasilkan nilai μ pada estimator berbasis JST ini terdapat dua buah input yaitu pH yang diukur serta volume yang dihasilkan oleh bioreaktor anaerob (lihat Gambar 10). Pada sensor pH sudah terdapat rangkaian DAQ sehingga data yang terukur dapat dihubungkan ke tampilan LabView dengan menggunakan komunikasi serial. Sedangkan input volume diketik melalui keyboard, dimana pada LabView sudah terdapat ikon untuk setting tampilan volume. Hasil pengukuran dari nilai μ pada simulasi estimator dapat diketahui bahwa pada range pH 5,1 – 5,5 dan volume dengan range 0 – 0,012 diperoleh hasil grafik seperti pada gambar 4.26 grafik dengan warna merah, sedangkan pada pengukuran nilai pH pada range 6,05 – 7,45 dan volume dengan range 0 – 0,05 secara online diperoleh grafik dengan warna biru. Plot grafik nilai μ yang dihasilkan oleh pengukuran dengan estimator tidak jauh beda, berdasarkan pola grafiknya nilai μ pada saat pengukuran dengan nilai μ estimator memiliki kesamaan yaitu berbentuk plot grafik parabolic. Nilai μ yang dihasilkan pada saat pengukuran pada real plant yaitu 7,5 pada pengukuran pH 7,45 dengan hasil volume 0,05Ɩ lebih tinggi kecepatan pertumbuhan dibanding dengan nilai kecepatan μ pada estimator, yaitu 7,3092 dengan nilai pH 5,47 dan nilai volume 0,0106ml3. nilai karena hasil pengukuran sebelumnya range pH serta volumenya lebih kecil daripada pengukuran secara langsung, dengan melihat dari grafik nilai kecepatan pertumbuhan mikroorganisme atau μ pada pengukuran online lebih stabil. PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus PADA MEDIA YANG DIEKSPOS DENGAN INFUS DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata)
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, terhadap kemampuan
tumbuh S. aureus pada medium yang mengandung infus daun sambiloto pada variasi konsentrasi 25%, 50% dan 75% dengan mengacu pada kecepatan tumbuh spesifik dan waktu generasi selama 72 jam inkubasi dan bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuh dari bakteri Staphylococcus aureus pada medium yang mengandung infus daun sambiloto. Alat yang digunakan : tabung reaksi, lampu spritus, cawan petri, ose, gelas erlenmeyer, termometer, neraca analitik, gelas ukur pirex, autoclav, inkubator, colony counter, dan shaker inkubator. Bahan yang digunakan : infus daun sambiloto (Andrographis paniculata), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), biakan murni Staphylococcus aureus (koleksi LIPI Bogor), Aquades. Pertumbuhan organisme pada suatu lingkungan sangat dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, meliputi faktok fisik dan faktor kimia yang dapat menyebabkan penurunan kecepatan tumbuh suatu organisme. S. aureus selama pertumbuhan pada medium yang diekspos dengan infus daun sambiloto menunjukkan respon yang berbeda pada tiap konsentrasi infus. Respon tersebut ditunjukkan dengan perbedaan masa fase adaptasi pada awal pertumbuhan. Fase adaptasi merupakan fase dimana bakteri menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungannya. Semakin lama atau panjang masa adaptasi mikroba pada lingkungan yang diekspos senyawa kimia tersebut menunjukkan bahwa senyawa kimia tersebut memiliki efek penghambatan pertumbuhan mikroba. Medium pertumbuhan S. aureus yang terekspos oleh infus daun sambiloto menunjukkan adanya efek bakteriostatik yang disebabkan oleh kandungan kimia infus daun sambiloto. Efek bakteriostatik dari senyawa kimia sambiloto berbeda pada tiap konsentrasi dimana semakin tinggi konsentrasi efek bakteriostatiknya semakin besar, yang ditunjukkan oleh peningkatan waktu generasi atau penurunan kecepatan tumbuh spesifik. Efek bakteriostatik yang ditimbulkan oleh infus daun sambiloto dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia yang terkandung dalam infus daun sambiloto yang mempunyai efek sebagai anti bakteri, meliputi flavonoid, saponin, tanin dan alkaloid. Terjadinya penghambatan bakteri tersebut karena adanya reaksi suatu senyawa kimia sebagai antibakteri. Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam sambiloto yang bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sitoplasma. Senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah masuknya bahan-bahan aktif ke dalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan kematian bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk membran sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian. Selain flavonoid senyawa lain yang terkandung dalam sambiloto adalah saponin, alkaloid dan tanin. Senyawa saponin dapat merusak membran sitoplasma. Rusaknya membran sitoplasma dapat mengakibatkan sifat permeabilitas membran sel berkurang sehingga transport zat ke dalam sel dan ke luar sel menjadi tidak terkontrol. Zat yang berada di dalam sel seperti ion organik enzim, asam amino, dan nutrisi dapat keluar dari sel. Apabila enzim-enzim keluar dari sel bersama dengan zat-zat seperti air dan nutrisi dapat menyebabkan metabolisme terhambat sehingga terjadi penurunan ATP yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan sel, selanjutnya pertumbuhan sel bakteri menjadi terhambat dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Rangka dasar dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Petptidoglikan tersusun dari N- asetil glukosamin dan N-asetil asam muramat, yang terikat melalui ikatan 1,4-_- glikosida. Pada N-asetil asam muramat terdapat rantai pendek asam amino: alanin, glutamat, diaminopimelat, lisin dan alanin, yang terikat melalui ikatan peptida. Peranan ikatan peptida ini sangat penting dalam menghubungkan antara rantai satu dengan rantai yang lain. Mekanisme kerusakan dinding bakteri terjadi karena proses perakitan dinding sel bakteri yang diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis, baik berupa fisik maupun osmotik dan menyebabkan kematian sel. S. aureus merupakan gram positif yang memiliki lapisan peptidoglikan tebal. Sehingga lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa yang punya potensi merusak atau menghambat sintesis dinding sel. Diduga kerja alkaloid terlebih dahulu merusak dinding sel dan dilanjutkan kerja flavonoid yang merusak membrane sel bakteri. Rusaknya dinding sel akan menyebabkan terhambatnya perumbuhan sel bakteri, dan pada akhirnya bakteri akan mati. Secara umum adanya kerja suatu bahan kimia sebagai zat antibakteri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan- perubahan yang mengarah pada kerusakan hingga terhambatnya pertumbuhan sel bakteri tersebut.