Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TERBAIK

PRAKTIKUM ANALITIK

PERCOBAAN V

PERMANGANOMETRI

Disusun Oleh :
Desi Nur Pratiwi 24030117140020
Nadhira Ramandhani 24030117140003
Ika Aprilia Khoirunnisa 24030117140010
Muhammad Rifqi I. 24030117140006
Noer Laely Sa’adah 24030117140031
Uluss’adiyah 24030117120026
Asisten :

Annisa Dyasti Kusumastuti 24030115120012

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 13 November 2018


Praktikan 1 Praktikan 2

Desi Nur Pratiwi Nadhira Ramandhani


NIM. 24030117140020 NIM. 24030117140003

Praktikan 3 Praktikan 4

Muhammad Rifqi I. Ika Aprilia Khoirunnisa


NIM. 24030117140006 NIM. 24030117140010

Praktikan 5 Praktikan 6

Noer Laely Sa’adah Uluss’adiyah


NIM. 24030117140031 NIM. 24030117120026
Mengetahui,
Asisten

Annisa Dyasti Kusumastuti


NIM. 24030115120012
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan Permanganometri yang bertujuan untuk membuat


larutan standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat, dan
menentukan kadar besi (II) dan besi (III). Prinsip yang digunakan dalam percobaan
permanganometri adalah reaksi reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai
oksidator kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa.
Metode yang digunakan adalah titrasi permanganometri. Titrasi permanganometri
adalah suatu proses redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan
sebagai zat standar. Hasil yang diperoleh standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat titik
akhir titrasi ditandai perubahan warna warna larutan berubah dari bening menjadi merah
muda setelah penitaran dan volume KMnO4 yang digunakan sebesar 8,8 ml, 8,9 ml, dan
8,7 ml. Pada penentuan ion fero titik akhir titrasi ditandai warna larutan berubah dari
kuning bening menjadi merah muda dan volume KMnO4 yang digunakan sebanyak 5,6
ml, 6,2 ml, dan 6,1 ml. Massa ion ferro yang diperoleh adalah 240,053 mgram dengan
kadar dalam sampel sebesar 24,0053%. Sedangkan untuk penentuan H2O2 titik akhir
titrasi ditandai dengan warna larutan berubah dari kuning bening menjadi merah muda
dan volume KMnO4yang digunakan sebanyak 0,1 ml, 0,1 ml, dan 0,1 ml.

Kata Kunci : permanganometri, reduksi, oksidasi.


PERCOBAAN V

PERMANGANOMETRI

I. TUJUAN
I.1 Membuat larutan standar permanganat dan melakukan standarisasi larutan
Permanganat
I.2 Menentukan kadar besi sebagai besi (II)
I.3 Memahami reaksi reduksi dan oksidasi dengan kalium permanganat sebagai
dasar analisis dan mempelajari aplikasi reaksi redoks hidrogen peroksida
dengan permanganat
II. DASAR TEORI
II.1 Permanganometri

Permanganometri adalah metode titrasi redoks dengan pereaksi MnO4- (ion


permanganat). Kalium permanganat merupakan oksidator yang dapat bereaksi dengan
cara yang berbeda- beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator
yang berbeda- beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi
yang bermacam ragam ini disebabkan oleh keanekaragaman valensi Mn, dari 1 sampai
dengan 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5. Reduksi MnO4- berlangsung
sebagai berikut:

1. Dalam suasana asam [H+], 0,1N atau lebih.

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O

2. Dalam suasana netral, pH 4-10

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O

3. Dalam suasana basa [OH-] 0,1N atau lebih

MnO4- + e- Type equation here. MnO42-


Kebanyakan titrasi dilakukan dalam keadaan asam menurut (1), disamping
itu ada beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan- bahan
organik. Daya oksidasi MnO4- dalam keadaan ini lebih kecil sehingga letak
keseimbangan kurang menguntungkan. Untuk menarik keseimbangan kearah hasil
titrasi, titrat ditambah Ba2+ yang dapat mengendapkan MnO42- menjadi BaMnO4. Selain
menggeser keseimbangan kearah kanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO4-
itu lebih lanjut.

(Harjadi, 1993)

II.2Titrasi

Titrasi merupakan cara analisis volumetrik dengan cara menambahkan


reagen pada reagen lain yang volumenya diketahui, penambahan dilakukan perlahan-
lahan sampai titik akhir tercapai. Volume yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir
dicatat. Jika salah satu larutan diketahui konsentrasinya maka konsentrasi reagen
lainnya dapat dihitung.

(Daintith, 1994)

II.3Reaksi Redoks

Oksidasi dipandang sebagai reaksi kimia dengan oksigen. Proses sebaliknya yaitu
hilangnya oksigen disebut reduksi. Reaksi dengan hidrogen dianggap reduksi.
Kemudian pemikiran yang lebih umum tentang oksidasi dan reduksi dikembangkan,
yaitu oksidasi adalah hilangnya elektron, sedangkan reduksi adalah diterimanya
elektron. Definisi reduksi dan oksidasi hanya berlaku dalam reaksi yang melibatkan
pengalihan elektron. Definisi ini diperluas kepada reaksi antara senyawaan kovalen
dengankonsep bilangan oksidasi, yang merupakan ukuran kendali elektron yang
dipunyai atom dalam senyawa, lalu dibandingkan dengan umur murninya. Perubahan
elektron yang dikendalikan dapat sempurna (dalam senyawa ion) dan parsial (senyawa
kovalen).

Misalnya dalam reaksi:


2H2 + O2 2H2O

Setiap hidrogen dalam air mempunyai bilangan oksidasi +1 dan oksigen -2.
hidrogen dioksidasi dan oksigen direduksi. Jadi, oksidasi adalah peristiwa yang
melibatkan kenaikan bilangan oksidasi dan reduksi adalah peristiwa yang melibatkan
penurunan bilangan oksidasi.

Senyawa yang cenderung menjalani reduksi dengan mudah adalah bahan


pengoksidasi (oksidator) dan senyawa yang cenderung menjalani oksidasi disebut bahan
pereduksi (reduktor).

(Daintith, 1994)
II.4 Titrasi Permanganometri
Titrasi permanganometri adalah suatu proses redoks dimana garam kalium
permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar. Garam KMnO4 tidak dapat
diperoleh dalam keadaan murni, karena banyak mengandung oksida-oksidanya (MnO
dan Mn2O3) sehingga garam ini tidak dapat digunakan sebagai zat standar primer.
Demikian juga larutan standarnya tidak hanya dibuat dengan jalan melarutkan garamnya
dalam akuades, karena dengan adanya sedikit zat organik dalam air menyebabkan
terjadinya penguraian ion MnO4- menjadi oksidanya seperti yang terlihat pada
persamaan reaksi:

4MnO4- + 2H2O  4MnO2 +3O2 +4OH-

(Mudjiran, 1993)

Suatu larutan KMnO4 standar juga dapat digunakan secara langsung dalam
menetapkan zat pengoksid, terutama oksida yang lebih tinggi seperti logam timbal dan
mangan. Oksida tersebut sukar larut dalam asam dan basa tanpa mereduksi logam itu ke
keadaan oksida yang lebih rendah. Tidak praktis untuk menitrasi zat-zat itu secara
langsung, karena reaksi dari zat padat dengan suatu zat pereduksi berjalan lambat.

(Underwood, 1998)
Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung pada analat yang dapat
dioksidasi seperti misalnya Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut, dan
sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dapat dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung, antara lain:
1. Ion-ion Ba, Ca, Sr, Pb, Zn, dan Hg(II) yang mula-mula diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam
H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam
oksalat inilah yang dititrasi dan dari hasil titrasi dapat dihitung
banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb juga dapat diendapkan sebagai garam kromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dalam asam, kemudian ditambahkan
larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh kromat
tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya
dengan KMnO4.

(Harjadi, 1993)

II.5 Standardisasi Larutan KMnO4


KMnO4 mampu mengoksidasi air sebagai berikut:

4MnO4 + 2H2O 4MnO2 + 3O2 + 4OH-

konstanta keseimbangan reaksi ini juga besar, tetapi lajunya kecil. Kristal

KMnO4 untuk pembuatan larutan sering sudah terkontaminasi MnO2,


disamping itu MnO2 juga mudah terbentuk dalam larutan karena adanya
bahan organik. Oleh karena itu standardisasi ulang yang perlu dilakukan
diantaranya:
1. As2O3, setelah dilarutkan dalam NaOH, diasamkan dengan HCl lalu
dititrasi

5HasO2 + 2MnO4- + 6H+ + 2H2O 2Mn2+ + 5H3AsO4


2. Natrium oksalat, dititrasi dalam larutan asam
5H2C2O4 + 2MnO4- + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
3. Fe dilarutkan dalam HCl dan dapat dititrasi dingin. Kesulitannya karena
MnO4- dan Cl- berjalan cepat.

(Harjadi, 1993)
II.6Titrasi Reduksi Oksidasi
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron,
sedangkan reduksi memperoleh elektron.
Perbandingan reaksi redoks dengan reaksi asam basa terletak pada
transfer elektron di satu pihak, dan tranfer proton di pihak lain. Terdapat beberapa
perbedaan-perbedaan penting, misalnya elektron dapat melalui kawat, sedangkan
proton tidak. Agar transfer proton dapat berlangsung, pendonor dan penerimanya
harus bertemu. Sedangkan dalam reaksi redoks, donor dan penerima dapat ditaruh
dalam larutan terpisah.
Kedua, reksi asam basa sangat cepat, sedangkan reaksi redoks
kadang-kadang lambat. Prosedur titrimetri dapat memerlukan temperatur yang
ditinggikan, penambahan katalis atau reagensia berlebih. Lambatnya reaksi
mencerminkan lebih kompleksnya reaksi, seringkali transfer elektron hanya
merupakan suatu bagian dari suatu deretan tahapan reaksi yang dapat melibatkan
pembentukan atau pemutusan ikatan kovalen,protonasi, dan pelbagai macam
penataan ulang.
Sementara asam dan basa kuat yang mengalami pertukaran proton
dengan air adalah titran yang baik. Reagensia yang mengoksidasi atau mereduksi air
biasanya dihindari, artinya oksidan dan reduktan terkuat merupakan titran yang tidak
praktis. Hendaknya dicatat bahwa beberapa reagensia yang cukup kuat untuk
mengoksidasi atau mereduksi air sebenarnya dilakukan dengan sangat perlahan,
karena itu terkadang dapat larut dalamair dan cukup stabil sebagai titran.

(Underwood, 1998)
II.7 Reaksi Antara MnO4- dengan H2O2

Penambahan reagensia hidrogen perokasida pada larutan KMnO4 yang telah


diasamkan dengan asam sulfat pekat, mengakibatkan warna menjadi hilang dan
dilepaskan O2 murni tetapi basah (mengandung air)

2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 5O2 + 2Mn2+ + 8H2O

(Svehla, 1990)

II.8Reduksi Permanganat Oleh Besi(II)


Reduksi Permanganat Oleh Besi(II) . Besi(II) sulfat, FeSO4, dengan adanya
asam sulfat, mereduksi permanganat menjadi Mn(II). Larutannya menjadi kuning
karena terbentuk ion besi(III)

MnO4- + 5Fe2+ + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

kuning

(Svehla, 1990)

II.9Penentuan dengan permanganat

Penentuan besi dalam bijih besi merupakan satu penggunaan yang penting dari
titrasi permanganat bijih besi utama adalah oksida atau oksida terhidrat, hematit, Fe2O3,
magnetit, Fe3O4, geolit, Fe2O3.2H2O. Asam yang paling baik untuk melarutkan bijih
besi ini yaitu asam klorida, oksida terhidrat larut dengan cepat sedang hematit dan
magnetit lambat sekali (sedikit) larut dalam air. Penambahan timah(II) klorida
membantu pelarutan oksida-oksida.

.(Svehla,1990)
II.10Larutan Standar
Larutan standar yaitu larutan yang konsentrasinya sudah ditetapkan secara
akurat. Beberapa larutan standar dapat dibuat secara langsung dengan melarutkan
sejumlah terukur zat murni di dalam pelarut sampai volume tertentu. Zat-zat yang dapat
digunakan langsung untuk membuat larutan standar disebut zat standar primer.

(Rivai, 1990)

Larutan standar dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:


1. Larutan standar primer

Larutan standar primer yaitu suatu larutan yang dibuat dari suatu bahan yamg
konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni
yang dilarutkan dan volume yang terjadi.
2. Larutan standar sekunder
Larutan standar sekunder adalah suatu larutan asam atau basa dengan
konsentrasi yang diinginkan dan kemuadian distandardisasi dengan larutan
standar primer yang kemudian digunakan untuk menentukan normalitas
konsentrasi lain.

(Harjadi, 1993)
II.10Analisa Bahan

II.10.1 KMnO4

Sifat fisik : kristal ungu dengan kilap logam, larut dalam air dan metanol,
terurai dalam etanol

Sifat kimia : Densitas 2,7. Penguraian dimulai sedikit diatas 100 0C dan
terurai sempurna pada 240 0C

(Daintith, 1994)

II.10.2 H2O2

Sifat fisik : Hidrogen peroksida, cairan tak mantap, kental, berwarna biru
pucat atau tan warna
Sifat kimia : . Densitas 1,44. Titik leleh -0,89 0C. Titik didih 151,4 0C.
Banyak terbantuk ikatan hidrogen, tetapan dielektrik tinggi.
Bahan pengoksidasi kuat, sehingga sering digunakan
sebagai antiseptik ringan, dan bahan pemutih untuk
pakaian, rambut, dan lainnya.

(Daintith, 1994)

II.10.3 H2SO4

Sifat Fisik : Asam sulfat, cairan seperti minyak tan warna

Sifat Kimia : Densitas 1,84. Titik leleh 10,36 0C. Titik didih 338 0C.
Dibuat melalui proses Lead-Chamber, tetapi sekarang
memakai proses kontak. Bahan pendehidrasi kuat, mampu
menyingkirkan air dari banyak senyawa organik (misal
dalam membuat anhidrida asam).

. (Daintith, 1994)

II.10.4 Na2C2O4

Sifat Fisik :Beberapa larut dalam larutan asam pekat.Berfasa padat


berwarna putih.

Sifat Kimia :Bm: 134g/mol, larut dalam air dan asam-asam encer.

(Elizabeth,1961)

II.10.5H2O

Sifat Fisik : Akuades, cairan tan warna.

Sifat Kimia : Densitas 1,00 (4 0C), titik leleh 0 0C, titik didih 100 0C.
Air terurai dengan sangat lemah menjadi H3O+ dan OH-
lewat swaionisasi.

2H2O H3O+ + OH-


Banyak digunakan sebagai pelarut polar karena sifatnya
yang polar

. (Daintith, 1994)
III. METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
1. Buret
2. Erlenmeyer
3. Beaker glass
4. Pipet volume
5. Labu takar 250 mL
6. Labu takar 100 mL
7. Corong gelas
8. NeracaListrik
9. Gelasarloji
10. Gelasukur
11. Statif
III.3 Skema Kerja
III.3.1 Standarisasi larutan KMnO4 dengan asam oksalat

III.3.2 Menentukan H2O2


III.3.3 Menentukan ion ferro
IV. DATA PENGAMATAN

No. Perlakuan Volume Keterangan


1.
Standarisasi larutan V1 = 8,8 ml Warna larutan berubah dari bening
KMnO4 dengan menjadi merah muda setelah
V2 = 8,9 ml
asam oksalat penitaran
V3= 8,7 ml

2.
Menentukan H2O2 V1 = 0,1 ml Warna larutan berubah dari kuning
bening menjadi merah muda
V2 = 0,1 ml

V3 = 0,1 ml
3.
Menentukan ion V1 = 5,6 ml Warna larutan berubah dari kuning
ferro bening menjadi merah muda
V2 = 6,2 ml

V3 = 6,1 ml
V. HIPOTESIS

Percobaan yang berjudul permanganometri bertujuan untuk membuat larutan


standart permanganat dengan Na Oksalat dan melakukan standardisasi larutan
permanganat, menentukan kadar besi sebagai besi (II), memahami reaksi-reaksi
reduksi dan oksidasi dengan kalium permanganat, sebagai dasar analisis dan
mempelajari aplikasi reaksi redoks hidrogen peroksida dengan permanganat.
Metode yang digunakan adalah permanganometri dengan prinsip prinsip reaksi
reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat mengalami
reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Hasil yang diperoleh adalah
Standardisasi larutan KMnO4 dengan Na2CO4 diperoleh warna ungu muda, titrasi
Ferro amoniak sulfat dengan KmnO4 terbentuk warna merah .
DAFTAR PUSTAKA

Daintith, John. 1994. Kamus Kimia Oxford Edisi Baru. Jakarta : Erlangga

Day, R.A dan Underwood, A.L. Analisis Kimia KuantitatifEdisi Kelima. Jakarta :
Erlangga

Elizabeth, R, 1961. The Condensed Of Chemical Dictionary. 6th edition. New York :
Reinhald Company

Hardjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik DasarCetakan ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama

Mudjiran. 1994. Kimia Analitik II ( Volumetri ). Yogtakarta : FMIPA UGM

Rivai, Harizul. 1990.Azas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analitik Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta : PT Kalman Media Pustaka
VII. PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul “Permanganometri” yang bertujuan untuk membuat larutan
standar permanganat dan melakukan standardisasi larutan permanganat dan
menentukan kadarbesidalam besi (III). Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini
adalah reaksi reduksi oksidasi dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator kuat
mengalami reduksi baik dalam suasana asam, netral, ataupun basa. Metode yang
digunakan adalah titrasi permanganometri. Titrasi permanganometri adalah suatu proses
redoks dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standar.

VI.1 Standardisasi larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat

Percobaan standarisasi KMnO4 dengan Na-oksalat bertujuan untuk mengetahui


konsentrasi KMnO4 yang tepat. KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena
garam kalium permanganat tidak diperoleh dalam keadaan murni. Garam kalium
permanganat banyak mengandung oksida-oksidanya yaitu MnO dan Mn2O3, sehingga
garam ini tidak dapat digunakan sebagai zat standar primer. Larutan standar primer
adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan
(Harjadi, 1993). Demikian juga larutan standarnya, tidak hanya dibuat dengan jalan
melarutkan garamnya dalam aquades, karena dengan adanya sedikit zat organik dalam
air menyebabkan terjadinya penguraian ion MnO4- menjadi oksidanya.

Selain itu KMnO4 perlu distandardisasi terlebih dahulu karena KMnO4


merupakan zat pengoksidasi kuat yang bekerja berlainan menurut pH dan mediumnya,
sehingga mudah tereduksi oleh cahaya, dimana akan timbul endapan berwarna colvat,
yaitu endapan MnO2. Hal ini dapat diketahui dari reaksi:

4MnO4- + 2H2O 4MnO2

(Underwood, 1999)

Standardisasi ini dilakukan dengan larutan Na-Oksalat. Penggunaan oksalat ini


berdasarkan sifatnya yang murni. Selain itu Na-Oksalat merupakan larutan standar
primer yang sifatnya stabil, terdapat dalam bentuk murni, dan tidak berubah-ubah
walaupun teroksidasi oleh oksigen maupun cahaya matahari. (Underwood,1999).
Reaksi antara Oksalat dengan KMnO4 berlangsung dalam suasana asam, yaitu
dengan reaksi:

5H2C2O4 + 2MnO4 + 6H2O 2Mn2++ 10CO2 + 8H2O

(Harjadi, 1993)

Reaksi ini berjalan sangat kompleks dan berjalan lambat walaupun dalam suhu
yang tinggi sudah mulai terjadi reaksi, selanjutnya reaksi berlangsung lebih cepat karena
adanya katalis MnO4- yang terbentuk (otokatalis). Diperkirakan otokatalis itu terjadi
karena Mn2+ dengan cepat dioksidasi oleh MnO4- menjadi Mn bervalensi 3 atau 4 yang
dengan cepat mengoksidasi oksalat sambil kembali menjadi Mn2+. Otokatalis adalah
istilah katalis yang menghasilkan reaksi sendiri. Reaksi yang terjadi :

2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+2Mn2++ 10CO2 + 8H2O

(Harjadi,1993)

Sebelum dititrasi dengan KMnO4 terlebih dahulu Oksalat ditambahkan asam


sulfat lalu dipanaskan sampaisuhu 700 C. Penambahan asam sulfat ini bertujuan untuk
memberi suasana asam. Selain itu penambahan asam sulfat pekatjuga bertujuan untuk
mempercepat terjadinya reaksi. Ketika asam sulfat dimasukkan, larutan akan terasa
panas. Hal ini karena terjadi perpindahan kalor dari sistem (larutan asam sulfat + larutan
Na-Oksalat) ke lingkungan (reaksi eksoterm). Oleh karena itu suhu naik dan timbulnya
panas pada tabung reaksi yang diakibatkan oleh pelepasan kalor dan sistem ke
lingkungan. Sedangkan pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi karena dengan
pemanasan tumbukan antar partikel semakin sering bertumbukan sehingga reaksi akan
berjalan cepat. Jika tidak dilakukan pada suhu 700 C, reaksi KMnO4 di standardisasi
dengan Na-Oksalat pada suhu kamar akan memakan waktu yang lama. .

Setelah Oksalat dipanaskan kemudian dititrasi dengan KMnO4. Penambahan


KMnO4 dilakukan tetes demi tetes namun tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat.
penetesan yang terlalu cepat akan menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan
Mn2+(kesalahan positif), sedang bila terlalu lambat mungkin oksalat akan menghilang
karena akan membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air (kesalahan
negatif).

(Harjadi,1993)

Proses standarisasi KMnO4 ini tidak memerlukan indikator. KMnO4 sendiri telah
menjadi indikator karena KMnO4 mempunyai warna yang khas (ungu tua) dan pada saat
titrasi menimbulkan perubahan warna yang jelas.

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa konsentrasi KMnO4 berkurang


dibandingkan konsentrasi awal, karena KMnO4 adalah standar sekunder dengan
kemurniannya yang rendah. Mudah bereaksi dengan udara sehingga membentuk
endapan MnO2 . Dan karena KMnO4 telah tereduksi.

MnO4- + 8 H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O

(Svehla,1990)

Dari hasil perhitungan didapat bahwa konsentrasi rata – rata KMnO4 dari percobaan
adalah 0,2534 N

VI.2 Penentuan ion ferro

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar besi sebagai besi (III).
Metode yang digunakan adalah titrasi permanganometri. Sedangkan prinsip yang
digunakan adalah reaksi redoks, dimana KMnO4 yang bertindak sebagai oksidator
kuat mengalami reduksi baik dalam suasana asam, basa maupun netral.

Dalam menentukan ferro dengan titrasi, larutan ferro digunakan sebagai


titrat, sedangkan titrannya adalah KMnO4. Dalam proses ini perlu ditambahkan
H2SO4 1 N untuk memberikan keasaman dalam larutan ferro, karena KMnO4
merupakan oksidator kuat sehingga reaksi akan terjadi pada suasana asam.
Penambahan H2SO4 selain memberikan suasana asam juga bertujuan agar besi
larut sempurna dan dapat bereaksi dengan baik. Selain untuk melarutkan besi,
penambahan H2SO4 juga bertujuan untuk agar KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+,
karena dalam suasana netral atau sedikit basa maka KMnO4 akan tereduksi
menjadi MnO2. Asam sulfat juga dimaksudkan untuk menghindari oksidasi Fe2+
menjadi Fe3+ karena Fe2+ kurang stabil diudara terbuka. Dalam percobaan ini
terjadi reaksi oksidasi reduksi dimana KMnO4 yang digunakan sebagai penitrat
merupakan oksidator kuat yang mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dan KMnO4
sendiri akan tereduksi dari Mn7+ menjadi Mn2+.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

MnO4- + 8 H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O (Harjadi, 1993)

Dalam titrasi ini tidak digunakan indikator karena KMnO4 sudah


mempunyai warna khas yaitu ungu gelap sehingga bertindak sebagai auto
indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari
bening menjadi merah muda pucat.

Dalam percobaan ini tidak digunakan HCl sebagai zat pemberi suasana
asam, sebab akan terbentuk gas klorin yang berbahaya. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:

2 MnO4- + 10Cl- + 16H+ 2Mn2+ + 8H2O + 5Cl2 (Svehla, 1990)

Sedangkan bila digunakan HNO3 sebagai zat pemberi suasana asam maka akan
terbentuk gas NO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

2NO3- + 4H2SO4 + 6Fe2+ 2NO + 6Fe3++ 4SO42- + 4H2O

(Svehla, 1990)

titrasi dihentikan bila telah terbentuk Fe3+ hasil oksidasi Fe2+, yaitu saat terbentuk
warna merah muda pucat dari larutan semula yang tidak berwarna. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:

MnO4- + 5Fe2+ + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O (Harjadi, 1993)


Adanya H+ menunjukkan reaksi berjalan dalam suasana asam. Dari hasil
perhitungan didapat bahwa massa Fe2+ yang terkandung dalam sampel adalah
240,053 mgram dengan kadar dalam sampel sebesar 24, 0053 %

V1.3 Penentuan H2O2

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar H2O2. Metode yang


digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi permanganometri yang didasarkan
prinsip reaksi redoks dekomposisi. Titrasi permanganometri digunakan untuk
menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer dengan
menggunakan kalium permanganate sebagai titran. Dalam percobaan ini
digunakan sampel H2O2 10 ml karena memiliki sifat sebagai pereduktor kuat
sehingga dapat bereaksi sempurna dengan KMnO4 yang bersifat sebagai
pengoksidator kuat.
Pertama-tama mengukur H2O2 10 ml kemudian diencerkan dalam labu
ukur 100 ml. pengenceran ini berfungsi agar konsentrasi larutan H2O2 menjadi
berkurang atau semakin kecil. Setelah itu, dari larutan yang sudah diencerkan
tadi diambil masing-masing 25 ml untuk tiga buah Erlenmeyer. Penggunaan tiga
Erlenmeyer ini karena titrasi yang dilakukan bersifat triplet selain itu juga agar
hasil volume titrasi yang didapatkan nilainya meyakinkan. Kemudian
ditambahkan larutan H2SO4 1 : 5 sebanyak 25 ml yang berfungsi untuk memberi
suasana asam, selain itu H2SO4 tidak bereaksi terhadap permanganate dalam
larutan encer. Reaksi harus dilakukan dalam suasana asam karena jika tidak
berada dalam suasana asam maka perubahan warna KMnO4 tidak akan terlihat.
Jika larutan dalam keadaan netral atau sedikit basa maka KMnO4 akan tereduksi
menjadi MnO2 berupa endapan coklat yang akan mempersulit penentuan titik
akhir titrasi. Dalam proses reaksi ini H2SO4 hanya berfungsi sebagai pengasam
sehingga H2SO4 tidak ikut bereaksi. Setelah itu dilakukan titrasi. Disini yang
bertindak sebagai titran adalah KMnO4 dan yang bertindak sebagai titrat adalah
H2O2. Saat titrasi dilakukan, penetesan KMnO4 dilakukan setetes demi tetes
karena H2O2 dapat berubah warna menjadi merah muda dengan cepat, maka dari
itu titran yang ditambahkan dilakukan dengan setetes demi tetes karena kalau
terlalu banyak titran yang ditambahkan dalam titrat maka warna yang dihasilkan
tidak lagi merah muda, tetapi berwarna ungu. Dalam percobaan ini terjadi
perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Warna merah muda yang
dihasilkan pada titik akhir titrasi berasal dari kelebihan Mn2+. Setelah titrasi,
larutan campuran antara titrat dan titran ini dapat kembali ke warna asal titrat
lagi yaitu bening (dibutuhkan waktu sekitar kurang dari 10 detik untuk titrat
kembali ke larutan yang berwarna bening atau warna awal) hal ini terjadi karena
hidrogen peroksida telah mengubah kalium permanganat yang berwarna ungu
menjadi cairan bening. Hal tersebut dapat terjadi karena kalium permanganat
memiliki atom mangan (Mn) dengan keadaan oksidasi +7. Reaksi dengan
hidrogen peroksida akan mengubah atom mangan (Mn) tersebut menjadi
keadaan oksidasi +2 yang menyebabkan KMnO4 kehilangan warna ungu yang
dimilikinya.
Pada percobaan ini tidak digunakan indicator karena KMnO4 adalah
pereaksi yang dapat dipakai tanpa penambahan indicator dan dapat pula
bertindak sebagai indicator atau biasa disebut autoindikator.
Reaksi sebagai berikut :
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+  2Mn2+ + 5O2 + 8H2O

(Svehla, 1990)

Dari hasil percobaan didapatkan hasil volume titrasi yang pertama,


kedua, dan ketiga yaitu 0,1 ml. Jadi, dapat dirata-rata dari percobaan ini
didapatkan hasil volume titrasi untuk penentuan H2O2 sebanyak 0,1 ml. Serta
didapatkan Normalitas H2O2 sebesar 0,01 N
VIII. PENUTUP
V11. 1 Kesimpulan
1. Standardisasi larutan KMnO4 dapat dilakukan dengan menitrasi
Na-Oksalat dengan KMnO4
2. Volume KMnO4yang digunakan saat standardisasi dengan Na-
Oksalat adalah 8,8 mL, sedangkan volume KMnO4 yang
digunakan untuk menentukan ion ferro adalah 5,96 mL,dan
volume KMnO4 yang digunakan untuk menentukan H2O2adalah
0,1 mL
3. Diketahui Konsentrasi KMnO4 yaitu 0,1 N dan konsentrasi H2O2
yaitu 0.01 N
4. Kadar ion ferro dan H2O2 dapat dilakukan dengan metode
permanganometri
5. Massa ion ferro yang diperoleh adalah 240,053 mgram dengan
kadar dalam sampel sebesar 24, 0053 %

VII.2 Saran

1. Melakukan percobaan sesuai prosedur yang berlaku.


2. Pencucian alat harus sebersih mungkin untuk menghindari
adanya kontaminasi.
3.Praktikan harus mengetahui bahan dan cara penanganan bahan
yang digunakan dalam percobaan.
4. Praktikan harus menggunakan alat keselamatan laboratorium
saat melakukan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Hardjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik DasarCetakan ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama

Svehla,G. 1990. Buku Teks Analitik Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta
: PT Kalman Media Pustaka

Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga


LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan Na-Oksalat


Diketahui:
 V1 = 8,8 ml
V2 = 8,9 ml Vrata-rata = 8,8 ml
V3 = 8,7 ml
mol
 N1 = V
gram 1000
x= 𝑥 𝑉(𝑚𝑙)
BE
0,3 gram 1000
𝑥= 𝑥 = 0,0223 N
134/1 100

Ditanyakan: V2?
Jawab:
i) Penentuan N dari titrasi sebanyak 3 kali:
 N1 x V1 = N2 x V2
0,0223 N x 100 ml = N2 x 8,8 ml
N2 = 0,2534 N

 N1 x V1 = N2 x V2
0,0223 N x 100 ml = N2 x 8,9 ml
N2 = 0,2505 N

 N1 x V1 = N2 x V2
0,0223 N x 100 ml = N2 x 8,7 ml
N2 = 0,2563 N

ii) Rata-Rata nilai N2 (pada titrasi sebanyak 3 kali)


0,2534 N+ 0,2505 N+0,2563 N
N2 = 3

N2 = 0,2534 N
2. Penentuan Ion Ferro
Diketahui : BM FeSOC.7H2O = 278 gr/mol

BM Fe = 56 g/mol

Massa (NH4)2SO4 .5H2O = 1 gram = 1000 mgram

V1 = 5,6 ml
V2 = 6,2 ml Vrata-rata KMnO4= 5,967 ml
V3 = 6,1 ml
n=1

Ditanya : massa Fe dan kemurnian Fe

Dijawab :

(i) Menentukan massa Fe


a. V KMnO4 = 5,6 ml
mgrek FeSO4.7H2O = mgrek KMnO4
mgrek FeSO4.7H2O = V KMnO4 x N KMnO4
mgrek FeSO4.7H2O = 5,6 ml x 0,1 N
mgrek FeSO4.7H2O = 0,56 mgrek

massa FeSO4.7H2O = BE × mgrek FeSO4.7H2O


massa FeSO4.7H2O = ( BM : n ) × 0,56 mgrek
massa FeSO4.7H2O = ( 278 g/mol : 1 ) × 0,56 mgrek
massa FeSO4.7H2O = 155,68 mgram

(𝐴𝑟 𝐹𝑒)
massa Fe = 𝑀𝑟 FeSO4.7H2O × massa FeSO4.7H2O
56 g/mol
= 278 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 155,68 mgram

= 31,36 mgram
b. V KMnO4 = 6,2 ml

mgrek FeSO4.7H2O = mgrek KMnO4


mgrek FeSO4.7H2O = V KMnO4 x N KMnO4
mgrek FeSO4.7H2O = 6,2 ml x 0,1 N
mgrek FeSO4.7H2O = 0,62 mgrek

massa FeSO4.7H2O = BE × mgrek FeSO4.7H2O


massa FeSO4.7H2O = ( BM : n ) × 6,2 mgrek
massa FeSO4.7H2O = ( 278 g/mol : 1 ) × 6,2 mgrek
massa FeSO4.7H2O = 1723,6 mgram

(𝐴𝑟 𝐹𝑒)
massa Fe = 𝑀𝑟 FeSO4.7H2O × massa FeSO4.7H2O
56 g/mol
= 278 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 1723,6 mgram

= 347,2 mgram

c. V KMnO4 = 6,1 ml

mgrek FeSO4.7H2O = mgrek KMnO4


mgrek FeSO4.7H2O = V KMnO4 x N KMnO4
mgrek FeSO4.7H2O = 6,1 ml x 0,1 N
mgrek FeSO4.7H2O = 0,61 mgrek

massa FeSO4.7H2O = BE × mgrek FeSO4.7H2O


massa FeSO4.7H2O = ( BM : n ) × 6,1 mgrek
massa FeSO4.7H2O = ( 278 g/mol : 1 ) × 6,1 mgrek
massa FeSO4.7H2O = 1695,8 mgram
(𝐴𝑟 𝐹𝑒)
massa Fe = 𝑀𝑟 FeSO4.7H2O × massa FeSO4.7H2O
56 g/mol
= 278 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 1695,8 mgram

= 341,6 mgram

𝑚1+𝑚2+𝑚3
Massa Fe rata – rata = 3

31,36 mgram+347,2 mgram+341,6 mgram


= 3

= 240,053 mgram

(ii) Kemurnian Fe
% Fe = ( massa Fe rata – rata : massa sampel) x 100 %
% Fe = ( 240,053 mgram : 1000 mgram ) x 100 %
% Fe = 24,0053 %

Jadi, kadar ion Fe yang didapatkan sebesar 24,0053 %

3. Penentuan Normalitas H2O2


Diketahui: V1 = 0,1 ml
V2 = 0,1 ml
Vrata-rata KMnO4 = 0,1
V3 = 0,1 ml
ml
Faktor Pengenceran = 100
N KMnO4 = 0,1 N
n KMnO4 =1
Ditanya : Normalitas H2O2 ?
Dijawab :

a. a x V H2O2 x N H2O2 = V1 KMnO4 x N KMnO4

V1 KMnO4 x N KMnO4
N H2O2 = a

0,1 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁
N H2O2 = = 0,01 N
1
b. b x V H2O2 x N H2O2 = V2 KMnO4 x N KMnO4

V2 KMnO4 x N KMnO4
N H2O2 = b

0,1 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁
N H2O2 = = 0,01 N
1

c. c x V H2O2 x N H2O2 = V3 KMnO4 x N KMnO4

V3 KMnO4 x N KMnO4
N H2O2 = a

0,1 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁
N H2O2 = = 0,01 N
1

Sehingga rata -rata normalitas dari H2O2 dari 3 data yang diperoleh pada percobaan
yaitu :

0,01 𝑁+ 0.01 𝑁 +0,01 𝑁


N H2O2 rata-rata = 3

= 0,01 N
LAMPIRAN GAMBAR
1. Standarisasi larutan KMnO4 dengan asam oksalat

Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3

V titrasi = 8,8 ml V titrasi = 8,9 ml V titrasi = 8,7 ml

2. Menentukan Ion Ferro

Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3

V titrasi = 5,6 ml V titrasi = 6,2 ml Vtitrasi = 6,1 ml


3. Penentuan H2O2

Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3


V titrasi = 0,1 ml V titrasi = 0,1 ml Vtitrasi = 0,1 ml

Anda mungkin juga menyukai