Abstrak Dampak kekurangan gizi kronis yaitu anak tidak dapat mencapai pertumbuhan yang
optimal. Keadaan ini jika berlangsung secara terus menerus dapat mengakibatkan stunting.
Dampak stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga
berdampak terhadap roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Oleh karena itu
dibutuhkan peran pemerintah untuk memonitor kejadian stunting. Pemerintah harus
melakukan survey apa saja faktor faktor risiko yang mendukung terjadinya stunting. Setelah
mengetahui faktor faktor risiko yang ada, fasilitas kesehatan daerah akan bertugas untuk
promosi dan pencegahan kesehatan mengenai stunting
Abstract Impact of chronic malnutrition of children can not achieve optimal growth. This
situation if it persists can lead to stunting. The impact of stunting is not only felt by the
individual who experienced it, but also impact on the wheels of the economy and nation
building. Therefore, it is necessary role of government to monitor stunting event. The
government should survey what risk factors support the occurrence of stunting. After
knowing the existing risk factor factors, local health facilities will be tasked with the
promotion and prevention of health concerning stunting
Keywords: stunting, risk factors, health facilities, promotion, preventive
1
Skenario 6
Suatu hasil penelitian yang menganalisis faktor risiko stunting pada anak Balita usia 24—59
bulan di Sumatera. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang melibatkan
sebanyak 1.239 anak Balita di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan
Lampung. Pengumpulan data Riskesdas 2010 menggunakan kuesioner dan pengukuran
antropometri. Analisis Chi square dan regresi logistik digunakan untuk mengetahui hubungan
antara faktor risiko dengan kejadian stunting pada Balita. Hasil penelitian menunjukkan
prevalensi anak Balita stunting 44.1%. Faktor risiko stunting adalah tinggi badan ibu
(OR=1.36), tingkat asupan lemak (OR=1.30), jumlah anggota rumah tangga (OR=1.38) dan
sumber air minum (OR=1.36). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita adalah jumlah anggota rumah tangga. Keluarga disarankan agar dapat membatasi
jumlah anak sesuai dengan program Keluarga Berencana (KB).
Stunting
Kekurangan gizi dapat diartikan sebagai suatu proses kekurangan asupan makanan
ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi. Dampak
kekurangan gizi kronis yaitu anak tidak dapat mencapai pertumbuhan yang optimal. Keadaan
ini jika berlangsung secara terus menerus dapat mengakibatkan stunting. Stunting
menggambarkan riwayat kekurangan gizi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.
Stunting pada anak mengakibatkan penurunan sistem imunitas tubuh dan meningkatkan
risiko terkena penyakit infeksi. Kecenderungan untuk menderita penyakit tekanan darah
tinggi, diabetes, jantung dan obesitas akan lebih tinggi ketika anak stunting menjadi dewasa.1
Dampak stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga
berdampak terhadap roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Hal ini karena sumber
daya manusia stunting memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya
manusia normal.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang pada masa balitanya mengalami
stunt- ing memiliki tingkat kognitif rendah, prestasi belajar dan psikososial buruk. Anak yang
mengalami severe stunting di dua tahun pertama kehidupannya memiliki hubungan sangat
kuat ter- hadap keterlambatan kognitif di masa kanak-kanak nantinya dan berdampak jangka
panjang terhadap mutu sumberdaya. Kejadian stunting yang berlangsung se- jak masa kanak-
2
kanak memiliki hubungan terhadap perkembangan motorik lambat dan tingkat intele- gensi
lebih rendah. Penelitian lain menunjukkan anak (9—24 bulan) yang stunting selain memiliki
tingkat intelegensi lebih rendah, juga memiliki penilaian lebih rendah pada lokomotor,
koordinasi tangan dan mata, pendengaran, ber- bicara, maupun kinerja jika dibandingkan
dengan anak normal.2
Tingkat kognitif rendah dan gangguan pertum- buhan pada balita stunting merupakan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan kehilangan produktivitas pada saat dewasa. Orang dewasa
stunting memiliki tingkat produktivitas kerja rendah serta upah kerja lebih rendah bila
dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak stunting.
Anak-anak yang mengalami stunting pada dua tahun kehidupan pertama dan mengalami
kenaikan berat badan yang cepat, berisiko tinggi terhadap pe- nyakit kronis, seperti obesitas,
hipertensi, dan diabetes. Retardasi pertumbuhan postnatal memiliki potensi hubungan
terhadap berat badan sekarang dan tekanan darah. Menurut Barker (2008) tekanan darah pada
orang dewasa memiliki hubungan negatif terhadap berat lahir dan tekanan darah pada masa
kanak-kanak memiliki hubungan terhadap ukuran bayi pada saat dilahirkan.
Kejadian stunting pada balita merupakan salah satu permasalahan gizi secara global.
Berdasarkan data UNICEF 2000-2007 menunjukkan prevalensi kejadian stunting di dunia
mencapai 28%, di Afrika bagian timur dan selatan sebesar 40%, dan di Asia Selatan sebesar
38%. Bila dibandingkan dengan batas “non public health problem” menurut WHO untuk
masalah stunting sebesar 20%, maka hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah
kesehatan masyarakat. Kejadian stunting pada ba- lita lebih banyak terjadi di negara
berkembang .2
3
Tabel 1 . Hubungan berbagai Variabel dengan Status Gizi2
Kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu dan seni yang bertujuan untuk:
4
b. Pemberantasan penyakit-penyakit infeksi dan masyarakat.
c. Mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan.
d. Mengkoordinasi tenaga-tenaga kesehatan agar mereka dapat melakukan
pengobatan dan perbuatan dengan sebaik-baiknya.
e. Mengembangkan usaha-usaha masyarakat agar dapat mencapai tingkat hidup
setinggi-tingginya sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan
(menurut WHO).
Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup
mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan
fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja,
namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung
dalam membuat keputusan yang sehat.7
5
Tingkat-Tingkat Pencegahan Penyakit3
6
Melakukan berbagai survei (survei sekolah, rumah tangga) dalam rangka
pemberantasan penyakit menular.
Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang diperdagangkan bebas,
golongan narkotika, psikofarmaka dan obat-obat bius lainnya.
3. Upaya pencegahan tersier
Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yang lebih
parah. Bertujuan untuk menurunkan angka kejadian cacat fisik maupun mental yang
antara lain:
a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut.
b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan
mental).
c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga mencegah
kemungkinan terputusnya kelanjutan rehabilitasi dan sebagainya.
Selain pengetahuan dasar mengenai konsep dasar kesehatan masyarakat, perlu juga kita
mngetahui konsep dasar sehat-sakit.
Posyandu merupakan suatu strategi yang tepat untuk melakukan intervensi pembinaan
kelangsungan hidup anak dan pembinaan perkembangan anak. Pengertian posyandu:
7
menyelenggarakan pembangunan di desa/kelurahan. Posyandu juga sebagai wadah
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang secara kelembagaan dibina oleh
pemerintahan desa/kelurahan. Kedudukan posyandu terhadap puskesmas adalah sebagai
wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang secara teknis dan medis dibina
oleh puskesmas. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di kecamatan.
Pengelola posyandu
Pengelola posyandu dipilih dari masyarakat dan oleh masyarakat pada saat pembentukan
posyandu. Kriteria seorang pengelola posyandu adalah sebagai berikut:
Kader posyandu dipilih oleh pengurus Posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia,
mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu. Kriteria kader
posyandu adalah sebagai berikut:
Program Utama:
8
1. Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh
kader kesehatan. Jika ada petugas puskesmas, ditambah dengan pengukuran
tekanan darah dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid.
2. Diadakannya kelompok ibu hamil yang setiap hari buka Posyandu atau pada
hari lain dengan kegiatan sebagai berikut:
Penyuluhan: tanda bahaya pada bumil, persiapan persalinan, persiapan
menyusui, KB dan gizi
Perawatan payudara dan pemberian ASI
Peragaan pola makan bumil
Peragaan perawatan bayi baru lahir
Senam bumil
b. Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diberikan kepada ibu nifas dan menyusui mencakup:
1. Penyuluhan kesehatan, KB (bisa juga kepada PUS), ASI dan gizi ibu, ibu
nifas, perawatan kebersihan jalan lahir (vagina)
2. Pemberian vitamin A dan tablet besi
3. Perawatan payudara
4. Senam ibu nifas
5. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan
pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi
fundus dan pemeriksaan lochia.
c. Bayi dan Anak Balita
Pelayanan yang disediakan untuk balita mencakup:
Penimbangan berat badan
Penentuan status pertumbuhan
Penyuluhan
Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imuniasasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan,
segera di rujuk ke puskesmas.
Selain kegiatan di atas Posyandu juga memberikan latihan kepada dukun beranak.
Kegiatan diselenggarakan dan dimotori oleh Kader Posyandu dengan bimbingan teknis dari
Puskesmas. Jumlah minimal kader untuk setiap posyandu adlaah 5 orang yang sesuai dengan
sistem 5 meja. Sistem 5 meja disini bukan merujuk pada arti harafiah meja, melainkan
menunjuk pada jumlah jenis pelayanan yang dilaksanakan terpisah. Guna meminimalisir
kesalahpahaman maka istilah 5 meja diganti menjadi langkah pelayanan. Langkah-langkah
tersebut dapat diuraikan secara sederhana seperti berikut ini:
Tabel 1.1 Pelayanan pada setiap langkah dan penangguang jawab pelaksanaan
10
Pencatatan dilakukan oleh kader segera setelah kegiatan dilaksanakan. Pancatatan
dilakukan dengan Sistem Informasi Posyandu (SIP) terlampir, yaitu:
a. Format 1: Catatan kelahiran dan kematian bayi, ibu hamil dan kematian ibu
(hamil, melahirkan, dan nifas)
b. Format 2: Register bayi dan balita di wilayah kerja posyandu
c. Format 3: Register WUS dan PUS di wilayah kerja posyandu
d. Format 4: Register bumil di wilayah kerja posyandu
e. Format 5: Data hasil kegiatan posyandu pada hari buka posyandu
2. Pelaporan
Pelaporan dilakukan oleh petugas yang telah ditunjuk oleh puskesmas.
Posyandu tidak dapat berdiri sendiri tanpa dibimbing oleh Puskesmas. Untuk itulah,
sangat penting untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Puskesmas dan bagaimana
peran Puskesmas dalam memberdayakan peran masyarakat dalam rangka meningkatkan
tingkat kesehatan masyarakat.
Hasil kegiatan posyandu dicatat dalam buku register penimbangan balita dengan
pengisian kolom-kolom hasil penimbangan dengan kode-kode tertentu seperti dibawah ini :
bulan lalu
Yang menjadi indikator posyandu adalah SKDN (Sasaran KMS Datang Naik),
11
D = Jumlah balita yang ditimbang,
1. Agar semua balita yang berada di wilayah kerja terdaftar dan mendapat KMS
2. Semuanya hadir untuk ditimbang dan semua balita naik berat badannya, sehingga
S=K=D=N
Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah.
1. Unit Pelaksanaan Teknis
Sebagai Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Dikes Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksaan tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah Kabupaten/Kota adalah Dikes Kabupaten/Kota, sedangkan
puskesmas bertanggung jawab hanya untuk sebagai upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dikes Kabupaten/Kota sesuai dengan
kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah.
A. Fungsi Puskesmas
12
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat berperan aktif
dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan.
c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
B. Kegiatan Pokok Puskesmas
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Gizi
4. Kesling
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit
6. Balai pengobatan dan UGD
7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
8. Kesehatan Olahraga
9. Perawatan Kesehatan Masyarakat
10. Usaha Kesehatan Sekolah
11. Kesehatan Kerja
12. Kesehatan gigi dan mulut
13. Kesehatan jiwa
14. Kesehatan mata
15. Laboratorium sederhana
16. Pencatatan dan Pelaporan
17. Kesehatan lansia
18. Pembinaan kesehatan tradisional
19. Kesehatan remaja
20. Dana Sehat (JPKM)
C. Kedudukan Puskesmas
Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan sistem kesehatan
nasional, sistem kesehatan kabupaten/kota dan sistem pemerintahan daerah:
1. Sistem kesehatan Nasional
Kedudukan puskesmas dalam sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Sistem kesehatan Kabupaten/Kota
Kedudukan puskesmas dalam sistem pemeritahan kesehatan kabupaten/kota
adalah sebagai unit pelaksana teknis Dikes Kabupaten/Kota yang bertanggung
jawab menyelenggrakan sebagian tugas
3. Sistem Pemerintah Daerah
13
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintahan Daerah adalah sebagai unit
pelaksanaan teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang merupakan unit
struktural pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang merupakan unit struktural
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.
4. Antara sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama
Di wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek
dokter.
D. Struktur Organisasi
Struktut organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-
masing Puskesmas. Secara acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi
puskesmas sebagai berikut:
a. Unsur pimpinan : kepala Puskesmas
b. Unsur staf administrasi : Unit Tata Usaha
c. Unsur staf teknis
d. Unsur jaringan pelayanan
E. Sistem Rujukan
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal
balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizhontal kepada
fasilitas pelayanan yang lebih baik, terjangkau dan rasional serta tidak dibatasi oleh
wilayah administratif.
Jenis Sistem Rujukan
1. Rujukan Medik
Pelimpangan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbal balik
atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horishontal kepada yang
lebih berwewenang dan mampu menanganinya secara rasional.
2. Rujukan Kesehatan
Hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau spesimen ke fasilitas yang
lebih mampu dan lengkap.
1. Rujukan vertikal
Pelimpangan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah kesehatan yang
ditemui kepada tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi yang meliputi:
Masyarakat ke puskesmas
Puskesmas pembantu dan puskesmas kecamatan
14
Puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya
2. Rujukan Horizhontal
Pelimpangan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik
dalam tingkatan pelayanan yang sama yang meliputi:
Internal antar petugas di satu rumah sakit
Antar suatu puskesmas dan puskesmas lainnya
Antar rumah sakit, laboratorium atau fasilitas lain di rumah sakit
Untuk memanfaatkan tenaga kader yang ada di masyarakat, selain beberapa pelatihan
di atas, penanaman akan konsep gizi dan penyakit menular pun harus kita tanamakan dalam
benak mereka. Apalagi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu
adanya pemahaman tentang gizi masyarakat dan bagaimana sebuah penyakit dapat menular
pada suatu daerah.
Gizi Masyarakat
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena
makanan adalah salah satu persyaratan pokok utama manusia, di samping udara (oksigen).
Nutrien adalah zat yang menyususn bahan makanan seperti: air, protein, lemak, vitamin
dan mineral.
Requirement ialah kebutuhan seseorang untuk sesuatu nutrien. Kebutuhan dapat bersifat
optimum, minimum, dan maksimum. Dengan adanya intake atau recommended intake
kita dapat mengukur berapa banyak kebutuhan individu. Variasi dalam kebutuhan sangat
besar, misalnya kebutuhan kalori pada bayi yang lemah mungkin hanya 70 kkal/kg
sehari, sedangkan pada bayi yang sering menangis dapat sampai 130 kkal/kg.
Baham Makanan adalah merupakan hasil produksi pertanian, perikanan dan peternakan.
15
Makanan adalah jenis makanan dan hidangan,yang meliputi segala sesuatu yang dapat
dimakan.
Gizi Klinik dan Gizi Masyarakat
Masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Dilihat dari segi sifatnya ilmu gizi dibedakan
menjadi dua, yaitu gizi yang berkaitan dengan kesehatan perorangan yang disebut gizi
kesehatan perorangan dan gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yang disebut gizi
kesehatan masyarakat (public health nutricion). Kedua sifat keilmuan ini akhirnya masing-
masing berkembang menjadi cabang ilmu sendiri, yaitu cabang ilmu gizi kesehatan
perorangan atau disebut gizi klinik (clinical nutrition) dan cabang ilmu gizi kesehatan
masyarakat atau gizi masyarakat (community nutrition).7
Kedua cabang ilmu gizi dibedakan berdasarkan hakikat masalahnya. Gizi klinik
berkaitan dengan nasabah gizi pada individu yang sedang menderita gangguan kesehatan
akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Oleh sebab itu, sifat dari gizi klinik adalah lebih
menitikberatkan pada kuratif daripada preventif dan promotifnya. Sedangkan gizi masyarakat
berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat. Oleh sebab itu, sifat dari gizi
masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (preventif) dan peningkatan (promosi).
Oleh karena sifat kedua keilmuan ini berbeda maka akan menyebabkan perbedaan
jenis profesi yang menangani kedua pokok masalah tersebut. Gizi klinik berurusan dengan
masalah klinis pada individu yang mengalami gangguan gizi maka profesi kedokteranlah
yang lebih tepat untuk menanganinya. Sebaliknya gizi masyarakat yang berurutan dengan
gangguan gizi pada masyarakat, di mana masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas
maka penanganannya harus secara multisektor dan multidisiplin. Profesi dokter seja belum
cukup untuk menangani masalah gizi masyarakat.5
Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-
aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya
diarahkan pada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga kearah bidang-bidang
yang lain.5
Pengukuran Status Gizi Masyarakat
Inidikator yang paling utama untuk mengukur status gizi masyarakat adalah bayi dan
anak balita karena bayi dan anak balita adalah kelompok yang rentan terhadap berbagai
macam penyakit kekurangan gizi.
Studi-studi telah menguji berbagai pengukuran status gizi dan membuat berbagai
rekomendasi. Wattelow (1973) menyarankan, untuk pengukuran status gizi pada ini
16
digunakan ukuran berat badan per tinggi badan. Sedangkan ukuran tinggi badan badan per
umur hanya cocok untuk mengukur status gizi pada saat yang lalu. Pada umumnya para
peneliti cenderung mengadu kepada standar Harvard dengan berbagai modifikasi. Di bawah
ini diuraikan 4 macam cara pengukuran yang sering digunakan di bidang gizi masyarakat
serta klasifikasinya:
- Gizi baik adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya lebih dari 80%
standar Harvard.
- Gizi kurang adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya berada 60,1-
80% standar Harvard
- Gizi buruk adalah apabila berat badan bayi/anak menurut umurnya 60% atau
kurang dari standar Harvard
2. Tinggi badan menurut umur
Berdasarkan klasifikasi dari Universitas Harvard, diklasifikasikan menjadi 3 tingkat,
yaitu:
- Gizi baik adalah apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya lebih dari 80%
standar Harvard.
- Gizi kurang adalah apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya berada 70,1-
80% standar Harvard
- Gizi buruk adalah apabila tinggi badan bayi/anak menurut umurnya 70% atau
kurang dari standar Harvard
3. Berat badan menurut tinggi
Pengukuran ini diperoleh dengan mengkombinasikan berat badan dan tinggi badan
per umur menurut standar Harvard:
- Gizi baik adalah apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tingginya lebih
dari 90% standar Harvard.
- Gizi kurang adalah apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tingginya
berada 70,1-90% standar Harvard.
- Gizi buruk adalah apabila berat badan bayi/anak menurut panjang/tingginya 70%
atau kurang dari standar Harvard.
4. Lingkaran lengan atas (LLA) menurut umur
17
Pengukuran mengacu kepada standar Wolanski:
- Gizi baik adalah apabila LLA bayi/anak menurut umurnya lebih dari 85% standar
Wolanski.
- Gizi kurang adalah apabila LLA bayi/anak menurut umurnya berada 70,1-85%
standar Wolanski.
- Gizi buruk adalah apabila LLA bayi/anak menurut umurnya tingginya 70% atau
kurang dari standar Wolanski.
Kesimpulan
Pemberdayaan peran serta masyarakat bukanlah suatu hal yang mudah. Pemahaman
tentang konsep dasar kesehatan masyarakat, konsep peran serta masyarakat, konsep sehat-
sakit haruslah menjadi pemahaman mendasar pada diri masing orang. Namun, bukan hanya
itu, konsep Posyandu, Puskesmas, gizi masyarakat, penyakit menular, dan demografi
kependudukan harus dipahami dengan benar, agar peran serta masyarakat bisa diberdayakan
dengan maksimal dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan terwujudnya
Indonesia sehat.
Daftar Pustaka
1. Lestari Wanda, Margawati Ani, Rahfiludin MZ. Faktor risiko stunting pada anak umur
6-24 bulan di kecamatan Penanggalan kota Subulassalam provinsi Aceh. Jurnal gizi
Indonesia:Vol3.No1.Desember 2014:37-45
2. Oktarina Zilda, Sudiarti Trini. Faktor risiko stunting pada balita (24-59 bulan) di
sumatera. Jurnal gizi dan pangan. November 2013,8(3):175-180.
3. Syafrudin, Theresia, Jomina.Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan. Jakarta:
Trans Info Media, 2009.
4. Mubarak W.I, Chayanti N. Ilmu kesehatan masyarakat: teori dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika, 2009.
5. Notoatmodjo S. Kesehatan masayarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
6. Andai Yani. Pengertian program kesehatan masyarakat. Edisi 2 Juli 2010. Diunduh
dari URL: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-
health/2020004-pengertian-program-kesehatan- 3 Desember 2010
7. Maulana H D J. Promosi kesehatan. Jakarta: Buku kedokteran EGC, 2007.
18
8. Heru A. Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2002.
9. Posyandu. Pedoman umum pengelolaan posyandu. Jakarta: Depkes RI, 2008.
10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas. Vol:IV. Jakarta:Bakti Husada,
1991
19