Anda di halaman 1dari 6

KASUS MANAJEMEN PBF DAN SISTEM MANAJEMEN INDUSTRI

1. MANAJEMEN PBF
 Kasus beredarnya vaksin palsu
Berdasarkan hasil penyelidikan Bareskrim Polri beserta BPOM ditemukan beberapa jenis
vaksin yang diduga palsu. Dikatakan palsu karena mutu yang diberikan tidak sama dengan mutu
yang ditentukan oleh pemerintah. Vaksin palsu tersebut merupakan campuran vaksin asli ditambah
dengan infus sehingga kualitas vaksin yang diberikan kepada anak-anak pesertaa imunisasi tidak
sesuai takaran semestinya. Ditemukannya vaksin palsu ini membuat cemas para oraang tua karena
khawatir vaksin yang diberikan bukan membuat kebal malah membuat tambah penyakit karena
tidak higinisnya vaksin itu. Beredarnya vaksin palsu membuat beberapa lembaga negara seperti
BPOM dan BPKN harus turun tangan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen
(pemakai barang) (Iqtishadia, 2016).
Vaksin pada dasarnya sebagai pencegah penyakit dengan cara menjaga kekebalan tubuh
manusia. Dengan adanya Vaksin palsu yang beredar di masyarakat, menimbulkan kekhawatiran
bagi ibu-ibu khususnya dampak yang terjadi akibat mengonsumsi vaksin tersebut. Vaksin yang
diduga palsu adalah Vaksin Engerix B, Vaksin Pediacel, Vaksin Eruvax B, Vaksin Tripacel,
Vaksin PPDRT23, Vaksin Penta-Bio, Vaksin TT, Vaksin Campak, Vaksin Hepatitis, Vaksin Polio
bOPV, Vaksin BCG, Vaksin Harvix3. Produk-produk tersebut merupakan barang impor yang
dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan niatan hanya meraup untung
yang besar dalam dunia bisnis dengan tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari
konsumsi barang tersebut. Sejatinya, Vaksin yang diplasukan oleh pelaku usaha yang nakal yaitu
dengan menyampurkan vaksin asli dengan cairan infus sehingga kualitas dari vaksin yang dibutnya
tidak sama dengan takaran yang semestinya diberikan kepada anak-anak Indonesia. Dampak yang
akan dirasakan oleh masyarakat (sebagai konsumen) bermacam-macam tergantung jenis vaksin
yang diberikan (Iqtishadia, 2016).
Vaksin yang tidak sesuai persyaratan secara sporadis telah ditemukan sejak tahun 2008,
namun pada saat itu kasus hanya terjadi dalam jumlah kecil dengan modus pelaku pada umumnya
adalah melakukan penjualan vaksin yang telah melewati masa kedaluwarsanya. Tahun 2013,
Badan POM menerima laporan dari perusahaan farmasi Glaxo Smith Kline terkait adanya
pemalsuan produk vaksin produksi Glaxo Smith Kline yang dilakukan oleh 2 sarana yang tidak
memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian. Tersangka dikenai sanksi sesuai
Pasal 198 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berupa denda sebesar
Rp1.000.000,-. Tahun 2014, Badan POM telah melakukan penghentian sementara kegiatan
terhadap 1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) resmi yang terlibat menyalurkan produk vaksin ke
sarana ilegal/tidak berwenang yang diduga menjadi sumber masuknya produk palsu. Tahun 2015,
Badan POM kembali menemukan kasus peredaran vaksin palsu dimana produk vaksin palsu
tersebut ditemukan di beberapa rumah sakit di daerah Serang. Hingga saat ini, kasus sedang dalam
proses tindak lanjut secara pro-justitia.Untuk mengatasi vaksin yang tidak memenuhi syarat
ataupun palsu tahun 2008-2016 (Aprina, 2017).
 Penanggulangan kasus
CAPA (Corrective Action and Preventive Action) memiliki tujuan yaitu mengoptimalkam proses
produksi sehingga tidak terjadi penyimpangan dan tindakan pencegahan terhadap penyebab
terjadinya penyimpangan yang sama selanjutnya. Kegiatan CAPA mencakup penelusuran terhadap
penyebab penyimpangan dan pencegahan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan agar tidak
terulang lagi. Dalam melaksanakan tugas product review dan kontrol terhadap perubahan, Quality
compliance melakukan beberapa kegiatan meliputi :
a) Pengkajian catatan bets merupakan suatu proses penelusuran terhadap dokumen tiap bets
produksi, dokumen hasil uji laboratorium, dan dokumen lain yang terkait, misal dokumen
penyimpangan dan CAPA dari produk apabila ada serta dokumen kondisi fasilitas ketika
produksi dan sebagainya. Pengkajian catatan bets dilakukan pada produk yang diproduksi pada
fasilitas sendiri, produk hasil produksi berdasarkan kontrak dan produk impor.
b) Product release process yaitu proses pelepasan produk ke pasaran. Produk yang sudah
terdokumentasikan dengan lengkap dan memenuhi persyaratan dinyatakan siap dipasarkan
(release). Setelah produk dinyatakan release maka sistem akan menyatakan produksi selesai
untuk satu bets tersebut.
c) Kontrol terhadap perubahan, terutama perubahan-perubahan yang berpengaruh signifikan
terhadap kualitas produk harus dilakukan pemeriksaan (assesment) agar diketahui dampak yang
dapat ditimbulkan terhadap produk. Perubahan yang terjadi mungkin saja dapat ditoleransi, atau
perlu dilakukan validasi ulang tergantung dari hasil pemeriksaan (assesment) yang dilakukan.
Setiap perubahan yang terjadi harus didokumentasikan dalam catatan perubahan dan
ditambahkan ke dalam catatan bets. Perubahan yang mungkin terjadi antara lain perubahan alat
produksi, perubahan metode analisis, perubahan reagen pembantu yang digunakan dan
sebagainya.
Upaya pencegahan dan pengawasan vaksin palsu yang dilakukan oleh BPOM meliputi:
a. Penyusunan kebijakan, pedoman, dan standar;
b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara – cara produksi yang baik;
c. Evaluasi produk sebelum diijinkan beredar;
e. Pre review dan pasca audit iklan dan promosi produk;
f. Riset terhadap pelaksana kebijakan pengawasan obat dan makanan;
g. Komunikasi, informasi, dan edukasi masyarakat termasuk peringatan publik (public warning).
(Yunizar dkk., 2017).

2. MANAJEMEN INDUSTRI
Sistem produk adalah suatu rangkaian dari beberapa elemen yang saling berhubungan dan
saling menunjang antara satu dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan
demikian yang dimaksud dengan sistem produksi adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa
unit atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses
produksi dalam suatu perusahaan tertentu. Beberapa elemen tersebut antara lain adalah produk
perusahaan, lokasi pabrik, letak dari fasilitas produksi yang dipergunakan dalam perusahaan
tersebut. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambahan yang
mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif (Ahyani,1996).
a. Pengadaan Bahan Baku
Pengadaan atau persediaan bahan baku merupakan bahan baku atau bahan tambahan yang
dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam aktifitas proses produksi persediaan material
menjadi komponen utama dari suatu porduk (Farah, 2007). Persediaan (inventory) dalam konteks
produksi dapat diartikan sebagai sumber daya menganggur (idle resource). Sumber daya
menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan
proses lebih lanjut dapat berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran
pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga (Ginting,
2007). Fungsi persediaan untuk menghilangkan resiko keterlambatan bahan baku, resiko kenaikan
harga bahan baku dan untuk menyimpan bahan baku yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh
perusahaan untuk proses produksi. Fungsi lain persediaan yaitu sebagai stabilisator harga terhadap
fluktuasi permintaan (Ginting, 2007).
b. Sistem Produksi Batch
Produksi secara kelompok besar atau batch production, merupakan pengolahan yang
dilakukan untuk suatu kelompok produk yang bervariasi dengan kelompok produk yang dihasilkan
yang lain, terutama variasi terlihat dari bahan-bahan yang terbatas. Batch production ini bersifat
lebih sulit, terutama dalam perencanaannya dan dalam pemanfaatan peralatan serta penggunaan
bahan-bahan secara efektif (Assauri, 2008). Sistem aliran produksi batch memproduksi banyak
variasi dan volume produk, lama produksi untuk tiap produk agak pendek, dan satu lintasan
produksi dapat dipakai untuk beberapa tipe produk (Nasution dan Prasetyawan, 2008).
c. Kendala Sistem Batch
Sistem batch berfungsi untuk memastikan pada satu kali siklus produksi, produk obat yang
diproduksi mempunyai kualitas yang sama dan seragam. Bahan yang telah ditimbang atau dihitung
disimpan pada satu kelompok dan diberi penandaan. Bahan obat yang digunakan pada suatu
produksi, dipesan dari produsen yang sama dengan kualitas yang sama dan seragam. Kendala dari
system ini adalah ketika terjadi kekosongan bahan baku pada produsen bahan-bahan tersebut,
produk obat tidak bisa diproduksi. Bahan obat tidak bisa dipesan pada produsen lain, karena
kualitas obat yang tidak dapat dijamin sama, sehingga produk obat menjadi kosong sementara
dalam peredaran mengakibatkan produsen akan sedikit mengalami kerugian.
d. Pendapat tentang sistem pengadaan bahan baku agar proses produksi dapat berjalan dengan
baik dan berkesinambungan
Pengadaan bahan baku mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap beberapa hal, di
antaranya peningkatan kualitas, efisiensi biaya, dan peningkatan pelayanan terhadap konsumen.
Pengadaan barang dan jasa harus pula dilihat jumlah dan keperluannya. Semua peraturan tentang
pengadaan barang juga harus diterapkan. Dalam proses pengadaan, pabrik akan membuat suatu
analisis resiko terhadap kebutuhan barang maupun jasa. Setelah itu barulah perusahaan membuat
strategi pengadaan tepat, yang paling utama adalah penganggaran dan pemilihan vendor. Terakhir,
perusahaan memutuskan kebijakan pengadaan yang tepat dan lebih efektif. Dengan adanya
pengadaan barang atau jasa ini juga diharapkan mampu mendukung tujuan pabrik. Selain itu,
strategi pengadaan harus disesuaikan dengan posisi keuangan perusahaan dan kebijakan yang
berlaku. Dalam strategi pengadaan juga sangat diperlukan adanya Supply Chain Management atau
SCM. SCM ini nantinya akan memudahkan setiap fungsi dalam pabrik agar berjalan dengan baik
(Ilman, 2013).
e. Analisis SWOT dalam Menjalankan Opini Anda dalam Sistem Manajemen Industri Sistem
Batch
Analisis SWOT dilakukan untuk membandingkan antara faktor eksternal dan faktor internal
yang dapat terjadi, dalam hal ini yaitu dapat memengaruhi menajemen sistem batch. Untuk
menganalisis manajemen sitem batch dengan analisis SWOT, maka perlu diketahui factor internal
dan eksternal yang mempengaruhinya, faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Faktor eksternal
 Peluang (Oppourtunities)
 Sudah dikenalnya produk oleh pesaing
 Belum banyak pesaing
 Adanya variasi permintaan konsumen dan pasar
 Minat yang beragam dan tidak menetu dari pasar
 Ancaman (Threats)
 Selera konsumen yang cepat berubah
 Sulitnya memperoleh bahan baku
 Adanya produk impor yang memiliki daya saing tinggi

2) Faktor Internal

 Kekuatan (Strengths)
 Dikenalnya produk oleh konsumen
 Waktu produksi lebih cepat
 Biaya produksi lebih rendah sehingga biaya produksi dapat ditekan
 Sumber daya yang tersedia
 Kelemahan (Weakness)
 Manajemen yang tidak kreatif
 Memerlukan keahlian tinggi
 Pengawasan akan sulit
 Mutu produk yang berubah-ubah dan tidak memenuhi standar.
(Nurhayati, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, Agus. 1996. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi BPFE: Yogyakarta.
Aprina K. C. 2017. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Peredaran Vaksin Palsu Oleh Badan
Pengawas Obat Dan Makanan. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Assauri, S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta : Lembaga Penerbeit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Farah, M. (2007). Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo.
Ginting, R. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ilman, H. 2013. Analisis Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Stay
Assy TD pada PT BS Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Alih Jenis Manajemen,
Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iqtishadia. 2016. Peran Bpom Dan Bpkn Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Bagi
Konsumen Terhadap Peredaran Vaksin Palsu. Jurnal Ekonomi dan Perbankan
Syariah. Vol 3, No.1.
Nasution, A. H., dan Y. Prasetyawan. 2008. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Edisi
Pertama.
Nurhayati, R. 2017. Perumusan Strategi Perusahaan Berdasarkan Analisa SWOT. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Anda mungkin juga menyukai