12 months ago
Advertisements
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LatarBelakang
Efusi pleura merupakan salah satu komplikasi dari suatu penyakit misalnya gagal
jantung kongesif, embolisasi paru, penyakit metastasis dan lainnya.
Hal ini di sebabkan oleh penumpukan cairan yang berlebih dalam rongga pleura. Selain
dikarenakan oleh komplikasi penyakit efusi juga dapat terjadi akibat infeksi.
Meskipun sudah dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sekitar 25% penderita tidak
diketahui penyebabnya karena banyak efusi yang diakibatkan oleh infeksi virus(Saputra,
2013, hal. 90).
1. BatasanMasalah
Masalah pada pembahasan ini dibatasi oleh Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan
Efusi Pleura.
1. RumusanMasalah
o Bagaimana konsep penyakit pada klien dengan efusi pleura?
o Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura?
1. Tujuan
2. TujuanUmum
2. TujuanKhusus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan pariental, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2016, hal.
185).
Efusi pleura juga didefinisikan sebagai akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan, atau
keduanya(Morton etall, 2013, hal. 727).
Efusi pleura didefinisikan sebagain penimbunan cairan yang berlebihan dalam rongga
pleura. Hal itu dapat disebabkan oleh peningkatan terbentuknya cairan dalam intestinal
paru, pleura perietalis atau rongga peritoneum atau oleh karena penurunan pembuangan
cairan pleura oleh limfatik parietalis(Saputra, 2013).
Jadi, efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang abnormal pada rongga pleura
yang di akibatkan karena peningkatan atau penurunan produksi cairan, pengeluaran
cairan, atau keduanya.
2. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu
dari lima makanisme berikut:
1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esophagus
5. Abses subfrenik
Noninfeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: primer, sekunder
1. Karsinoma mediastinum
2. Tumor ovarium
3. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstriktiva
4. Gagal hati
5. Gagal jantung
6. Hipotiroidisme
7. Kilotoraks
8. Emboli paru
j. Tumor jinak
l. Tubercolosis
Seperti susu
o. Pasca trauma
m. Tidak berbau (kilus)
p. Empinema
n. Berbau (nanah)
q. Keganasan
Hemoragik
r. Trauma
4. Patofisiologi
Efusi dapet terjadi karena transudat dan eksudat. efusi pleura transudatif adalah
ultrafiltrasi plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit.
akumulasi cairan ini disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan
absorbsi cairan pleura. penyebab tersering efusi pleura transudat adalah gagal
jantungkongestif, peningkatan tekanan vena pusat berpengaruh menyebabkan efusi
pleura. Penyebab lainnya yaitu ateleksis, yang menyebabkan akumulasi cairan pleura
karena penurunan tekanan pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi karena kebocoran cairan
melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura
tersebut atau kedalam paru terdekat. cairan dengan kandungan protein tinggi bocor
melewati kapiler yang rusak.
Efusi pleura eksudatif juga dapat disebabkan oleh akumulasi cairan di mediastinum,
retroperitoneum, dan cairan tersebut dapat mengalir keruang rongga pleura yang
bertekanan rendah. efusi pleura eksudatif memiliki satu dari kriteria seperti, rasio cairan
pleura dengan protein serum lebih dari 0,5, rasio cairan pleura dengan dehidrogenase
laktat (LDH) lebih dari 0,6, LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH
serum. pnumonia dalah penyebab tersering efusi pleura eksudatif, selain itu penyakit
metastasis juga menjdi penyebabnya. selain eksudat dan transudat efusi pleura juga
dapat disebabkan oleh infeksi yang menyebakan peradangan pada pleura dan lebih sulit
untuk diketahuinya.(Morton etall, 2013, hal. 727-728)
PATHWAY
infeksi
Tekanan Osmotik Koloid Plasma
Permeabilitas Vascular
Tekanan Hisdrostatik
Edema
Cavum Pleura
Transudasi
Efusi Pleura
Intoleransi aktivitas
Resiko infeksi
5. Klasifikasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 185) efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu:
Merupakan suatu ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan diseabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi
produksi dan absorbsi cairan pleura seperti (gagal jantung kongesif, atelektasis, sirosis,
sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).
Hal Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat. Kriteria
efusi pleura eksudat:
1. Terdapat Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
2. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) leih dari 0,6
3. Pada LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pnumonia, empinema, penyakit metastasis (mis.,
Kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hemotorak infark paru, keganasan,
rupture aneurisma aorta.
6. Komplikasi
7. Pneumotoraks
Terjadi karena penumpukan cairan berlebih pada pleura yang dapat menekan paru dan
mengakibatkan kolaps.
1. Empyema
Terjadi karena penumpukan cairan pada pleura yang jika tidak segera di keluarkan akan
menjadi nanah (pus) yang mengakibatkan empyema.
1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru , kerusakan membran
alveolar kapiler
3. Terjadi ketidak efektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
4. Terjadi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen
5. Adanya nyeri akut b.d proses tindakan drainase
6. Terjadi gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan
7. Resiko infeksi
8. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan,
dyspneu setelah beraktifitas
9. Defisit perawatan diri b.d kelmahan fisik. (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 188)
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
11. Pengkajian
12. Identitas `
Berdasarkan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia. Status
ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan dalam timbulnya penyait ini terutama yang
didahului oleh TB paru. Pasien dengan TB paru sering dijumpai di daerah padat
penduduk dengan kondisi sanitasi yang kurang.(Seomantri, 2012, hal. 109)
Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneuminia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri pada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul
dipsnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek. Tanda
fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi, dan
penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena. (Seomantri, 2012, hal. 109)
Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya keluhan seperti batuk,
sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun. Perlu di
tanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Tindakan apa yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. (Mutaqin, 2012, hal. 128)
Klien dengan efusi pleura terutama yang diakibatkan adanya infeksi non-pleura biasanya
mempunyai riwayat penyakit TB paru, kanker paru, pneumoni. (Seomantri, 2012, hal.
110)
Pada keluarga klien efusi pleura tidak di temukan data penyakit yang sama atau di
turunkan dari anggota keluarganya yang lain, kecuali penularan infeksi tuberkulosis
yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.(Seomantri, 2012, hal. 110)
Riwayat pengobatan
Mengenal obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu seperti,
pengobatan untuk effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretik (Padila, 2012, hal. 123)
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
1. Kesadaran
Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak napas, nyeri
pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun (Mutaqin, 2012, hal. 129)
1. Tanda-tanda vital
RR cenderung meningkat dan klien biasanya dipsneu, vokal premitus menurun, suara
perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairanya auskultasi suara napas
menurun sampai menghilang, egofoni. (Seomantri, 2012, hal. 110)
Body System
1. Sistem pernafasan
Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai penggunaan otot
bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang tidak simetris (pergerakan
dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada
sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.
Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung dari jumlah cairannya.
Auskultasi : pada saat di lakukan auskultasi dengan stetoskop suara napas menurun
sampai tidak terdengar pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas
semakin tipis. (Mutaqin, 2012, hal. 129)
1. Sistem kardiovaskular
Pada saat dilakukan inspeksi, perhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada ICS
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan utuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus
memerhatikan kedalaman dan terartur tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga
memeriksa adanya thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan untuk
menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena perdorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. (Mutaqin, 2012, hal. 130)
1. Sistem persarafan
Pada saat dilakukannya inspeksi, kaji tingkat kesadaran setelah dilakukan pemeriksaan
GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis, somnolen,
atau koma. Selain itu, kaji fungsi-fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, dan pengecapan. (Mutaqin, 2012, hal. 130)
1. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan volume intake
cairan. Perawat perlu meminitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal
syok (Mutaqin, 2012, hal. 130)
1. Sistem pencernaan
Pada saat melakukan inspeksi perhatikan abdomen apakah membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual
dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. (Mutaqin, 2012, hal.
130)
1. Sistem integument
Klien dengan efusi pleura pada kulit nampak terlihat pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan(Padila, 2012, hal. 125).
Pada pasien efusi perhatikan apakah ada edema peritiabial, feel pada kedua ekstremitas
untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capilarry refill
time. Kemudian lakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk membandingkan antara
bagian kiri dan kanan.(Mutaqin, 2012, hal. 130)
1. Sistem endokrin
Pada pasien dengan efusi pleura tidak di temukan gangguan pada sistem
endokrin(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216).
1. Sistem reproduksi
Pada efusi pleura tidak di temukan gangguan atau gejala pada sistem reproduksi(Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 126).
1. Sistem pengindraan
Pada efusi pleura tidak di temukan kerusakan pada indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan pengecapan(Mutaqin, 2012, hal. 130).
1. Sistem imun
Pada efusi pleura terjadinya peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 212).
1. Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan terlihat cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187)
2. Torakosentesis
Torakosentesis atau pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, di sela
iga ke-8. Didapati cairan yang berisi air pada (serotorak), berdarah pada (hemotoraks),
pus pada (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). jika cairan serosa mungkin berupa transudat
(hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang). (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187)
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terpeutik,
torakosintesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada
bagian bawah paru di sela iga ke 9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abokat
nomer 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada
sekali aspirasi, jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak maka
akanmenimbulkan syok pleura (hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena
paru-paru telalu cepat mengembang (Seomantri, 2012, hal. 110).
3. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan PH(Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 187)
4. Biopsi pleural. Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleural melalui biopsi
jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-
kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar
dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk
mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat,
dan transudat.
1. Hemorrhagic pleural efusion, biasanya terjadi pada kllien dengan adanya keganasan paru
atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkulosis.
2. Yellow exudate pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif,
sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.
3. Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan
ekstrapulmoner.(Mutaqin, 2012, hal. 131)
1. Penata laksanaa
2. Tirah baring
2. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri dipsneu, dan
lain-lain. Penumpukan cairan sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah penumpukan cairan lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotik
4. Pleurodosis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk, dan
biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan
mencegah cairan terakumulasi kembali.
2. Diagnosa keperawatan
3. Pola nafas tidak efektif
Subjektif
Dipsnea
Objektif
subjektif
ortopnea
objektif
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
Ventilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi menurun
Eksrusi dada berubah
Penyebab :
Fisiologis
Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Intoleransi aktivitas
Penyebab :
Subjektif
Mengeluh lelah
Objektif
Subjektif
Objektif
Anemia
Gagal jantung kongestif
Penyakit jantung koroner
Penyakit katup jantung
Aritmia
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
Gangguan metabolik
Gangguan muskuloskleletal
3. Intervensi
4. Pola napas tidak efektif
Tujuan : pola pernapasan efektif, yang di buktikan oleh status pernapasan, status ventilasi
dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas, dan tidak ada penyimpangan
tanda vital dari rentang normal.
Kriteria hasil :
menunjukkan tidak adanya gangguan status pernapasan : ventilai, yang di buktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5 gangguan eksterm ,berat, sedang, ringan, tidak ada
gangguan): penggunaan otot eksesorius, suara napas tambahan, pendek napas
pasien akan :
Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfungsi pada pengkajian
penyebab ketidakefektifan pernapasan, pemantulan status pernapasan, penyuluhan
mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap alergi, membimbing pasien untuk
memperlambat pernapasan dan mengendalikan resspons dirinya, membantu pasien
menjalani pengobtan pernapasan, dan menenangkan pasien selama perisode dipsnea dan
napas pendek.
Pengkajian
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
pernapasan
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan, peralatan
pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
3. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh : memeriksa rumah untuk adanya
jamur di dinding rumah, tidak menggunakan karpet di lantai, menggunakan flter elektronik
alat perapian dan AC
4. Ajarkan tekhnik batuk efektif
5. Informasikan kepada pasien dari keluarga bahwa tidak boleh merokok di dalam ruangan
6. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekkuatan fungsi ventilator
mekanis
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi, napas, nilai GDA, sputum dan sebagainya, jika perlu atau
sesuai protokol
3. Berikan obat (mis. bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksige yang dilembabkan sesuai program
atau protokol sesuai institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan
Tujuan : pembersihan jalan napas yang efektif, yang di buktikan oleh penegahan aspirasi,
status pernapasan, kepatenan jalan napas, dan staatus pernapasan, ventilasi tidak
terganggu.
Kriteria hasil :
menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas, yang dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan eksterm, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan): kemudahan bernapas, frekuensi dan irama pernapasan, pergerakan
sputum keluar dari jalan napas.
Pasien akan :
1. Batuk efektif
2. Mengeluarka sekret secara efektif
3. Mempunyai jalan napaas yang efektif
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mamu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis. Oksigen, mesing pengisap,
spirometer, inhaler, dan intermittent possitive pressure breathing [IPPB])
2. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruangan
perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok
3. Instrusikan kepada pasien tentang batuk dan tkhnik napas dalam untuk memudahkan
pengeluaran sekret
4. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna,
karakter, jumlah, dan bau
6. Pengisapan jalan napas (NIC) : instrusikan kepada pasien dan/atau keluarga tentang cara
pengisapan jalan napas, jika perlu.
Aktivitas kolaboratif
1. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan yang dibutuhkan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energy psikomotorik, dan perawatan diri,
aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI)
Kriteria hasil :
1. Menunjukkantleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indkator sebagai berikut (sebutkan 1-5
gangguan eksterm, berat, sedamg, ringan atau tidak mengalami gangguan): saturasi oksigen
saat berktivitas, frekuensi pernapasan saat beraktivitas, kemampuan untuk bericara saat
beraktivitas fisik
2. Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh indikator sabagai berikut
(sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang,, kadang-kadang, sering, atau selalu di tampilkan):
menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mengatur jadwal
aktivitas untuk menghemat energi
Pasien akan :
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadapp aktivitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasian untuk meningkatkan aktivitas
4. Manajemen energy (NIC):
5. Tentukan penyebab keletihan (misalnya, denyut nadi, irama jantung, dan frekuensi
pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan
6. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (mislanya takkiradia, disritmia lain,
dipsnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi pernapasan )
7. Pantau reson oksigen pasien (misalnya, denyut nadi, irama jantung, dan frekuensi
pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivtas keperawatan
8. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat
9. Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamnya waktu tidur dalam jam
10. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah sat faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mislnya, untuk pelatihan ketahanan) atau
rekreasi untuk mrencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk paisien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan makanan yang
kaya energi
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung. (Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 26-27)
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, & Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Media Action.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1 Asuhan
Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam
Berbagai Kasus. Jogjakarta: Media Action.
Wilkinson, Ahern, Judith, M., & Nancy, R. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
Diagnosis Nanda,Intervensi NIC,kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Advertisements
Leave a Comment
Nursing Science
Blog at WordPress.com.
Back to top
Advertisements