Anda di halaman 1dari 23

Nursing Science

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA


samoke2012

12 months ago
Advertisements

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LatarBelakang

Efusi pleura merupakan salah satu komplikasi dari suatu penyakit misalnya gagal
jantung kongesif, embolisasi paru, penyakit metastasis dan lainnya.

Hal ini di sebabkan oleh penumpukan cairan yang berlebih dalam rongga pleura. Selain
dikarenakan oleh komplikasi penyakit efusi juga dapat terjadi akibat infeksi.

Meskipun sudah dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sekitar 25% penderita tidak
diketahui penyebabnya karena banyak efusi yang diakibatkan oleh infeksi virus(Saputra,
2013, hal. 90).

1. BatasanMasalah

Masalah pada pembahasan ini dibatasi oleh Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan
Efusi Pleura.

1. RumusanMasalah
o Bagaimana konsep penyakit pada klien dengan efusi pleura?
o Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura?

1. Tujuan
2. TujuanUmum

Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan melaksanakan Asuhan


Keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura .

2. TujuanKhusus

Setelah belajar mahasiswa memahami


 Menguraikan konsep penyakit pada klien dengan efusi pleura
 Menguraikan konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan efusi pleura

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi

Efusi pleura merupakan penumpukan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan pariental, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2016, hal.
185).

Efusi pleura juga didefinisikan sebagai akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan, atau
keduanya(Morton etall, 2013, hal. 727).

Efusi pleura didefinisikan sebagain penimbunan cairan yang berlebihan dalam rongga
pleura. Hal itu dapat disebabkan oleh peningkatan terbentuknya cairan dalam intestinal
paru, pleura perietalis atau rongga peritoneum atau oleh karena penurunan pembuangan
cairan pleura oleh limfatik parietalis(Saputra, 2013).

Jadi, efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang abnormal pada rongga pleura
yang di akibatkan karena peningkatan atau penurunan produksi cairan, pengeluaran
cairan, atau keduanya.

2. Etiologi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu
dari lima makanisme berikut:

 Peningkatan tekanan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik


 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negatif intrapleura
 Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

Penyebab efusi pleura lain :


 Infeksi

1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esophagus
5. Abses subfrenik

 Noninfeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: primer, sekunder
1. Karsinoma mediastinum
2. Tumor ovarium
3. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstriktiva
4. Gagal hati
5. Gagal jantung
6. Hipotiroidisme
7. Kilotoraks
8. Emboli paru

Tampilan cairan pleura

j. Tumor jinak

Jernih, kekuningan (tanpa darah) k. Tumor ganas

l. Tubercolosis

Seperti susu
o. Pasca trauma
m. Tidak berbau (kilus)
p. Empinema
n. Berbau (nanah)

q. Keganasan
Hemoragik
r. Trauma

(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 185-186)

3. Tanda dan gejala

 Ditemukannya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah


cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
 Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebris (tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak
riak.
 Deviasi trchea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlaianan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yag sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melegkung (garis Ellis Damoiseu).
 Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang perkusi redup timpani di bagian atas garis Ellis
Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinus ke sisi lain, pada askultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada awal dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 186)

4. Patofisiologi

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang disebabkan akibat peningkatan


kecepatan produksi cairan ataupun sebaliknya dan bisa juga keduanya. efusi pleura juga
merupakan suatu gejala komplikasi dari penyakit yang menyebabkan penumpukan
cairan itu sendiri di pleura.

Efusi dapet terjadi karena transudat dan eksudat. efusi pleura transudatif adalah
ultrafiltrasi plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit.
akumulasi cairan ini disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan
absorbsi cairan pleura. penyebab tersering efusi pleura transudat adalah gagal
jantungkongestif, peningkatan tekanan vena pusat berpengaruh menyebabkan efusi
pleura. Penyebab lainnya yaitu ateleksis, yang menyebabkan akumulasi cairan pleura
karena penurunan tekanan pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi karena kebocoran cairan
melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura
tersebut atau kedalam paru terdekat. cairan dengan kandungan protein tinggi bocor
melewati kapiler yang rusak.

Efusi pleura eksudatif juga dapat disebabkan oleh akumulasi cairan di mediastinum,
retroperitoneum, dan cairan tersebut dapat mengalir keruang rongga pleura yang
bertekanan rendah. efusi pleura eksudatif memiliki satu dari kriteria seperti, rasio cairan
pleura dengan protein serum lebih dari 0,5, rasio cairan pleura dengan dehidrogenase
laktat (LDH) lebih dari 0,6, LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH
serum. pnumonia dalah penyebab tersering efusi pleura eksudatif, selain itu penyakit
metastasis juga menjdi penyebabnya. selain eksudat dan transudat efusi pleura juga
dapat disebabkan oleh infeksi yang menyebakan peradangan pada pleura dan lebih sulit
untuk diketahuinya.(Morton etall, 2013, hal. 727-728)
PATHWAY

infeksi
Tekanan Osmotik Koloid Plasma

Peradangan permukaan pleura

Transudasi cairan intravaskular

Permeabilitas Vascular

Tekanan Hisdrostatik

Edema

Cavum Pleura

Transudasi
Efusi Pleura

Pola nafas tidak Efektif

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Intoleransi aktivitas

Resiko infeksi

Tekanan kapiler paru meningkat

Penghambatatan drainase limfatik


Efusi dapat tejadi karena infeksi, jenis efusi karna infeksi ini adalah yang paling sulit
dikenali. Efusi yang terjadi karena infeksi akan menyebakan peradangan pada pleura.
selain itu tekanan drainase dan tekanan osmotik koloid pleura dapat menyebabkan efusi
pleura jenis transudasi dan menyebabkan edema serta penumpukan cairan yang
kemudian menyebabkan efusi pleura.

5. Klasifikasi

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 185) efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu:

 Efusi pleura transudat

Merupakan suatu ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan diseabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi
produksi dan absorbsi cairan pleura seperti (gagal jantung kongesif, atelektasis, sirosis,
sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).

 Efusi pleura eksudat

Hal Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat. Kriteria
efusi pleura eksudat:

1. Terdapat Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
2. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) leih dari 0,6
3. Pada LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum

Penyebab efusi pleura eksudat seperti pnumonia, empinema, penyakit metastasis (mis.,
Kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hemotorak infark paru, keganasan,
rupture aneurisma aorta.

6. Komplikasi
7. Pneumotoraks

Terjadi karena penumpukan cairan berlebih pada pleura yang dapat menekan paru dan
mengakibatkan kolaps.

1. Empyema

Terjadi karena penumpukan cairan pada pleura yang jika tidak segera di keluarkan akan
menjadi nanah (pus) yang mengakibatkan empyema.

1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru , kerusakan membran
alveolar kapiler
3. Terjadi ketidak efektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
4. Terjadi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen
5. Adanya nyeri akut b.d proses tindakan drainase
6. Terjadi gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan
7. Resiko infeksi
8. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan,
dyspneu setelah beraktifitas
9. Defisit perawatan diri b.d kelmahan fisik. (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 188)
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
11. Pengkajian
12. Identitas `
Berdasarkan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia. Status
ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan dalam timbulnya penyait ini terutama yang
didahului oleh TB paru. Pasien dengan TB paru sering dijumpai di daerah padat
penduduk dengan kondisi sanitasi yang kurang.(Seomantri, 2012, hal. 109)

1. Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama

Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneuminia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri pada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul
dipsnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek. Tanda
fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi, dan
penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena. (Seomantri, 2012, hal. 109)

 Alasan masuk rumah sakit

Menigkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung), menurunnya tekanan


osmotik koloid plasma (misalnya infeksi bakteri), berkurangnya absorbsi limfatik
(Seomantri, 2012, hal. 107)

 Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya keluhan seperti batuk,
sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun. Perlu di
tanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Tindakan apa yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. (Mutaqin, 2012, hal. 128)

1. Riwayat kesehatan terdahulu

 Riwayat penyakit sebelumnya

Klien dengan efusi pleura terutama yang diakibatkan adanya infeksi non-pleura biasanya
mempunyai riwayat penyakit TB paru, kanker paru, pneumoni. (Seomantri, 2012, hal.
110)

 Riwayat penyakit keluarga

Pada keluarga klien efusi pleura tidak di temukan data penyakit yang sama atau di
turunkan dari anggota keluarganya yang lain, kecuali penularan infeksi tuberkulosis
yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.(Seomantri, 2012, hal. 110)

 Riwayat pengobatan
Mengenal obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu seperti,
pengobatan untuk effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretik (Padila, 2012, hal. 123)

1. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

1. Kesadaran

Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak napas, nyeri
pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun (Mutaqin, 2012, hal. 129)

1. Tanda-tanda vital

RR cenderung meningkat dan klien biasanya dipsneu, vokal premitus menurun, suara
perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairanya auskultasi suara napas
menurun sampai menghilang, egofoni. (Seomantri, 2012, hal. 110)

 Body System

1. Sistem pernafasan

Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai penggunaan otot
bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang tidak simetris (pergerakan
dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada
sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.

Palpasi : perdorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui


dari posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk
penumpukan cairan pada rongga pleura yang jumlah cairannya >300 cc. Di samping itu,
pada saat di lakukan perabaan juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.

Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung dari jumlah cairannya.

Auskultasi : pada saat di lakukan auskultasi dengan stetoskop suara napas menurun
sampai tidak terdengar pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas
semakin tipis. (Mutaqin, 2012, hal. 129)

1. Sistem kardiovaskular

Pada saat dilakukan inspeksi, perhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada ICS
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan utuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.

Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus
memerhatikan kedalaman dan terartur tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga
memeriksa adanya thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan untuk
menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena perdorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. (Mutaqin, 2012, hal. 130)

1. Sistem persarafan

Pada saat dilakukannya inspeksi, kaji tingkat kesadaran setelah dilakukan pemeriksaan
GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis, somnolen,
atau koma. Selain itu, kaji fungsi-fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, dan pengecapan. (Mutaqin, 2012, hal. 130)

1. Sistem perkemihan

Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan volume intake
cairan. Perawat perlu meminitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal
syok (Mutaqin, 2012, hal. 130)

1. Sistem pencernaan

Pada saat melakukan inspeksi perhatikan abdomen apakah membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual
dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. (Mutaqin, 2012, hal.
130)

1. Sistem integument

Klien dengan efusi pleura pada kulit nampak terlihat pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan(Padila, 2012, hal. 125).

1. Sistem muskulo skeletal

Pada pasien efusi perhatikan apakah ada edema peritiabial, feel pada kedua ekstremitas
untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capilarry refill
time. Kemudian lakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk membandingkan antara
bagian kiri dan kanan.(Mutaqin, 2012, hal. 130)

1. Sistem endokrin

Pada pasien dengan efusi pleura tidak di temukan gangguan pada sistem
endokrin(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216).

1. Sistem reproduksi
Pada efusi pleura tidak di temukan gangguan atau gejala pada sistem reproduksi(Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 126).

1. Sistem pengindraan

Pada efusi pleura tidak di temukan kerusakan pada indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan pengecapan(Mutaqin, 2012, hal. 130).

1. Sistem imun

Pada efusi pleura terjadinya peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 212).

1. Pemeriksaan penunjang
2. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan terlihat cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187)

2. Torakosentesis

Torakosentesis atau pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, di sela
iga ke-8. Didapati cairan yang berisi air pada (serotorak), berdarah pada (hemotoraks),
pus pada (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). jika cairan serosa mungkin berupa transudat
(hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang). (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187)

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terpeutik,
torakosintesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada
bagian bawah paru di sela iga ke 9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abokat
nomer 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada
sekali aspirasi, jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak maka
akanmenimbulkan syok pleura (hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena
paru-paru telalu cepat mengembang (Seomantri, 2012, hal. 110).

3. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan PH(Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 187)
4. Biopsi pleural. Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleural melalui biopsi
jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-
kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)

(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187).

5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar
dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk
mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat,
dan transudat.

1. Hemorrhagic pleural efusion, biasanya terjadi pada kllien dengan adanya keganasan paru
atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkulosis.
2. Yellow exudate pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif,
sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.
3. Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan
ekstrapulmoner.(Mutaqin, 2012, hal. 131)

1. Penata laksanaa
2. Tirah baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan


aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dipsneu akan semakin
meningkat pula.

2. Thorakosentesis

Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri dipsneu, dan
lain-lain. Penumpukan cairan sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah penumpukan cairan lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

3. Antibiotik

Pemberian antibiotik diberikan apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Antibiotik


diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman. Antibiotik yang digunakan adalah
doxycyline, golongan antibiotik tetrasiklin, dosis yang diberikan jika infeksi biasa
adalah 200 mg sebanyak 1 kali, dan di lanjuktan 100mg per hari. Jika infeksinya
parah di berikan 200mg per hari.

4. Pleurodosis

Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk, dan
biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan
mencegah cairan terakumulasi kembali.

(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187).

2. Diagnosa keperawatan
3. Pola nafas tidak efektif

Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.


Penyebab :

1. Depresi pusat pernapasan


2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernapasan)
3. Deformitas didnding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuscular
6. Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram (EEG) positif, cidera kepala, gangguan
kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekstansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diagrama (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cidera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Dipsnea

Objektif

 penggunaan otot bantu pernapasan


 fase ekspirasi memanjang
 pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stoke

Gejala dan tanda minor

subjektif

 ortopnea

objektif

 Pernapasan pursed-lip
 Pernapasan cuping hidung
 Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
 Ventilasi semenit menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi menurun
 Eksrusi dada berubah

Kondisi klinik terkait

 Depresi system saraf pusat


 Cedera kepala
 Trauma thoraks
 Gullian barre syndrome
 Multiple sclerosis
 Myasthenia gravis
 Stroke
 Kuardiplegia
 Intoksikasi alkohol

(SDKI, 2017, hal. 26-27)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Dedinisi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk


mempertahankan jalan napas tetap paten.

Penyebab :

Fisiologis

1. Spasme jalan napas


2. Hipereksia jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)

Situasional

1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

 Batuk tidak efektif


 Tidak mampu batuk
 Sputum berlebihan
 Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering
 Mekonium di jalan napas (pada neonatus)

Kondidi klinis terkait :

 Gullian barre syndrome


 Sklerosis multiple
 Myasthenia gravis
 Prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi, transesophageal echocardiography (TEE)
 Depresi sistem saraf pusat
 Cedera kepala
 Stroke
 Kuardripageal
 Sindrome aspirasi mekonium
 Infeksi saluran napas

(SDKI, 2017, hal. 18-19)

1. Intoleransi aktivitas

Definisi: keridakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Penyebab :

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton

Gejala tanda mayor

Subjektif

 Mengeluh lelah

Objektif

 Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat


 Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Dipsnea saat /setelah aktivitas


 Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
 Merasa lemah

Objektif

 Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


 Gambaran EKG menunjukkan aritmia
 Gambaran EKG menunjukkan iskemia
 Sianosis

Kondisi klinis terkait

 Anemia
 Gagal jantung kongestif
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit katup jantung
 Aritmia
 Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
 Gangguan metabolik
 Gangguan muskuloskleletal

(SDKI, 2017, hal. 128)

3. Intervensi
4. Pola napas tidak efektif

 Tujuan : pola pernapasan efektif, yang di buktikan oleh status pernapasan, status ventilasi
dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas, dan tidak ada penyimpangan
tanda vital dari rentang normal.
 Kriteria hasil :

menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan oleh


indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan eksterm, berat, sedang,
ringan, tidak ada gangguan): kedalam inspirasi dan kemudahan bernapas, ekspansi dada
simetris

menunjukkan tidak adanya gangguan status pernapasan : ventilai, yang di buktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5 gangguan eksterm ,berat, sedang, ringan, tidak ada
gangguan): penggunaan otot eksesorius, suara napas tambahan, pendek napas

pasien akan :

1. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang veentilator mekanis


2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
3. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4. Meminta bantuan t dibutuhkansaa
5. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
6. Mengidentifikasi faktor (mis. Alergen) yang memicu ketidakefetifan pola napas, dan
tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy,
2013)

 Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfungsi pada pengkajian
penyebab ketidakefektifan pernapasan, pemantulan status pernapasan, penyuluhan
mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap alergi, membimbing pasien untuk
memperlambat pernapasan dan mengendalikan resspons dirinya, membantu pasien
menjalani pengobtan pernapasan, dan menenangkan pasien selama perisode dipsnea dan
napas pendek.

Pengkajian

1. Pantau adanya pucat sianosi


2. Pantau efek obat pada status pernapasan
3. Tentukan lokasi dan luasnya repitasi di sangkar iga
4. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
5. Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
pernapasan
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan, peralatan
pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
3. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh : memeriksa rumah untuk adanya
jamur di dinding rumah, tidak menggunakan karpet di lantai, menggunakan flter elektronik
alat perapian dan AC
4. Ajarkan tekhnik batuk efektif
5. Informasikan kepada pasien dari keluarga bahwa tidak boleh merokok di dalam ruangan
6. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan

Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekkuatan fungsi ventilator
mekanis
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi, napas, nilai GDA, sputum dan sebagainya, jika perlu atau
sesuai protokol
3. Berikan obat (mis. bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksige yang dilembabkan sesuai program
atau protokol sesuai institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan

(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

 Tujuan : pembersihan jalan napas yang efektif, yang di buktikan oleh penegahan aspirasi,
status pernapasan, kepatenan jalan napas, dan staatus pernapasan, ventilasi tidak
terganggu.
 Kriteria hasil :

menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas, yang dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan eksterm, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan): kemudahan bernapas, frekuensi dan irama pernapasan, pergerakan
sputum keluar dari jalan napas.

Pasien akan :

1. Batuk efektif
2. Mengeluarka sekret secara efektif
3. Mempunyai jalan napaas yang efektif
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mamu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah

(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 39)

 Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

1. Kaji dan dokumentasikanhal-hal berikut


2. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
3. Keefektifan obat resep
4. Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia
5. Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
6. Faktor yang berhubungan seperti, nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental, dan keletihan
7. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan
ventilasi dan adanya suara napas tambahan
8. Pengisapan jalan napas (NIC)
9. Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
10. Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik ( tinkat MAP
[ Mean Arterial Pressure] dan irama jantung ) segera sebelum, selama, dan setelah
pengisapan
11. Catat jenis dan numlah sekret yang dikumpulkan

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis. Oksigen, mesing pengisap,
spirometer, inhaler, dan intermittent possitive pressure breathing [IPPB])
2. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruangan
perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok
3. Instrusikan kepada pasien tentang batuk dan tkhnik napas dalam untuk memudahkan
pengeluaran sekret
4. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna,
karakter, jumlah, dan bau
6. Pengisapan jalan napas (NIC) : instrusikan kepada pasien dan/atau keluarga tentang cara
pengisapan jalan napas, jika perlu.

Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu


2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
3. Berikut udara atau oksigen yang telaah di humidifikasi (di lembabkan) sesuai dengan
kebijakan institusi
4. Lakukan atau bantu dalam terapi arosol, nebulizer ultrasonic, dan peralatan paru lainnya
sesuaai dngan kebijakan dan protokol institusi
5. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal

(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 39-41)

1. Intoleransi aktivitas

 Tujuan : menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan yang dibutuhkan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energy psikomotorik, dan perawatan diri,
aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI)
 Kriteria hasil :

1. Menunjukkantleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indkator sebagai berikut (sebutkan 1-5
gangguan eksterm, berat, sedamg, ringan atau tidak mengalami gangguan): saturasi oksigen
saat berktivitas, frekuensi pernapasan saat beraktivitas, kemampuan untuk bericara saat
beraktivitas fisik
2. Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh indikator sabagai berikut
(sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang,, kadang-kadang, sering, atau selalu di tampilkan):
menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mengatur jadwal
aktivitas untuk menghemat energi

Pasien akan :

1. Mengdentifikasi aktifitas atau situasi yang menimbulakn kecemasan yang dapat


mengakibatkan intoleransi aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut
jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas
4. Mengungkapkaan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat, dan/atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa bantuan (mislanya
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 26-27)


 Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadapp aktivitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasian untuk meningkatkan aktivitas
4. Manajemen energy (NIC):
5. Tentukan penyebab keletihan (misalnya, denyut nadi, irama jantung, dan frekuensi
pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan
6. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (mislanya takkiradia, disritmia lain,
dipsnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi pernapasan )
7. Pantau reson oksigen pasien (misalnya, denyut nadi, irama jantung, dan frekuensi
pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivtas keperawatan
8. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat
9. Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamnya waktu tidur dalam jam
10. Penyuluhan untuk pasien/keluarga

Instrusikan pada pasien dan keluarga dalam :

1. Penggunaan tekhnik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu


2. Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivita, termasuk kondisi yang perlu dilaporkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaa perlatan, seperti oksigen, selama kativitas
5. Penggunaan tekhnik relaksasi (misalnya distraksi, visualisasi) selaa aktivitas
6. Dampak inntoleransi aktvitas tehadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat
7. Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda yang
sering di gunakan di tempat yang mudah di jangkau
8. Manajemen energi (NIC)
9. Ajarkan kepada pasien dan orag terdekat tentang tekhnik perawatan-diri yang akan
meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, pamantauan mandiri dan tekhnik langkah untuk
melakukan ASK)
10. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan tekhnik manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan

Aktivitas kolaboratif

1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah sat faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mislnya, untuk pelatihan ketahanan) atau
rekreasi untuk mrencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk paisien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan makanan yang
kaya energi
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung. (Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 26-27)

DAFTAR PUSTAKA

SDKI. (2017). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Morton etall. (2013). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Mutaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, & Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Media Action.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1 Asuhan
Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam
Berbagai Kasus. Jogjakarta: Media Action.

Padila. (2012). Keperawatan Medika Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saputra, L. (2013). Buku Saku Harrison Pulmonologi. Tangerang: Karisma Publishing


Group.

Seomantri, I. h. (2012). Asuahan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, Ahern, Judith, M., & Nancy, R. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
Diagnosis Nanda,Intervensi NIC,kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Advertisements

Categories: Keperawatan Medikal Bedah

Leave a Comment

Nursing Science

Blog at WordPress.com.
Back to top
Advertisements

Anda mungkin juga menyukai