Anda di halaman 1dari 34

MODUL 1

HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA

Standar Kompetensi:
Kemampuan menganalisis hakikat bangsa dan negara serta menentukan sikap positif terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kompetensi Dasar:
1. Mahasiswa mampu mengkaji makna manusia, bangsa dan negara.
2. Mahasiswa mampu mendiskripsikan unsur-unsur terbentuknya bangsa dan negara serta
pentingnya pengakuan suatu negara terhadap negara lain.
3. Mahasiswa mampu menguraikan fungsi dan tujuan negara.
4. Mahasiswa mampu menunjukkan sikap semangat kebangsaan (nasionalisme dan
patriotisme) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
A. Manusia, Bangsa dan Negara
1. Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk unik, ia berkedudukan sebagai “makhluk individu” namun
sekaligus juga sebagai “makhluk sosial”. Sebagai makhluk individu umumnya cenderung
bertindak mementingkan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat manusia sebagai
individu berarti melihat manusia dari segi mempertahankan kepentingan pribadinya. Sedangkan
sebagai makhluk sosial manusia cenderung mempunyai hasrat untuk hidup bersama manusia lain.
Hal ini merupakan kodrat alam, dimanapun dan kapanpun. Aristoteles (384-322 SM) seorang
filosof Yunani mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, artinya manusia yang selalu
hidup bermasyarakat.
Setiap manusia dalam hidupnya tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan fisik maupun mental. Kebutuhan akan
berhubungan dengan orang lain merupakan naluri setiap manusia, karena setiap manusia itu perlu
makan, minum, berkeluarga, berkembang biak, bergerak secara aman, dan sebagainya.
Berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dapat dilakukan dengan jalan membentuk
kelompok-kelompok atau asosiasi. Kelompok yang paling pokok adalah keluarga, namun masih
ada kelompok-kelompok lain yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain, misalnya
koperasi, perkumpulan nelayan, kelompok tani, sekolah, perkumpulan agama, dan sebagainya.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia sebagai anggota kelompok yang satu juga
akan berhubungan dengan kelompok lainnya dalam masyarakat, demikian pula sebagai bagian dari
suatu masyarakat akan berhubungan dengan masyarakat lainnya. Dalam berinteraksi antara satu
kelompok dengan kelompok lain, satu masyarakat dengan masyarakat lain pasti terjadi benturan
kepentingan yang dapat menimbulkan suatu konflik. Oleh karena itu, diperlukan adanya
penertiban dan pengaturan padanya.
Interaksi antar kelompok dan antar masyarakat dalam suatu wilayah dengan peraturan
penertiban terhadapnya biasa terjadi dalam suatu negara. Negara merupakan suatu perkumpulan
yang paling penting, karena di dalam negara terdapat berbagai kelompok dan masyarakat yang
dalam hubungan antarmereka diatur dengan peraturan penertiban agar masing-masing dapat
melaksanakan aktivitasnya dan tidak terjadi pertentangan kepentingan serta mendapat
perlindungan dalam melaksanakan keinginannya masing-masing. Jadi, negara lahir karena
kebutuhan akan pengaturan dengan tujuan untuk menyelenggarakan perlindungan dan penertiban.
Negara merupakan alat bagi seluruh masyarakat untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Anggota masyarakat dalam suatu negara sering dinamakan rakyat.

2. Manusia sebagai Warga Negara


Berbicara tentang warga negara tidak bisa dilepakan dari pembicaraan tentang penduduk.
Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal dalam suatu negara. Sah dalam artian
tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan dan tata cara masuk dan bertempat tinggal dalam
suatu wilayah negara yang bersangkutan.
Di dalam suatu negara, biasanya dibedakan antara orang asing dan warga negara. Orang
asing adalah orang di luar warga negara. Orang asing yang berada di wilayah suatu negara
dilindungi oleh hukum internasional. Jadi dimanapun ia berada berhak mendapatkan perlindungan
dari negara yang bersangkutan. Pada dasarnya orang asing mendapat perlakuan yang sama.
Perbedaan keduanya terletak pada perbedaan beberapa hak seperti hak politik untuk memilih dan
dipilih dalam pemilihan umum yang hanya dimiliki oleh warga negara, tidak oleh orang asing,
begitu juga hak untuk diangkat menjadi pejabat negara.
Status kewarganegaraan dalam suatu negara biasanya terkait dengan dua asas, yaitu
“iussanguinis” (asas keturunan) dan asas “ius soli” (asas tempat kelahiran). Lazimnya kedua asas
tersebut sama-sama dipakai dalam kewarganegaraan suatu negara. Secara khusus di Indonesia,
menurut UU No..62 tahun 1958 disebutkan bahwa:”warga negara Republik Indonesia adalah orang
yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian atau peraturan yang berlaku sejak
proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia “.
3. Hubungan Negara dengan Warganegara
Hubungan antara warga negara dengan negara, menurut Kuncoro Purbopranoto
(Cholisin, 1999:21) dapat dilihat dari perspektif hukum, politik, kebudayaan dan kesusilaan.
Namun perspektif yang aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah perspektif hukum
dan politik.
Pertama, pandangan dari perspektif hukum didasarkan pada konsepsi bahwa warga negara
adalah seluruh individu yang mempunyai ikatan hukum dengan suatu negara (Isjwara, 1980:99).
Hubungan hukum antara warga negara dan negara dibedakan atas: pertama, hubungan sederajat
dan tidak sederajat dan kedua , hubungan timbal balik dan timbang timpang.
Hubungan hukum yang cocok, antara warga negara dengan negara yang berasaskan
kekeluargaan adalah sederajat dan timbal balik. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Kuncoro
Purbopranoto (Cholisin,1999:22) tentang governants dan governies atau yang memerintah dan
yang diperintah. Dalam konteks pemerintahan seperti ini, tidak lagi dikenal perbedaan sifat atau
hakikat, tetapi yang ada adalah perbedaan fungsi, yang pada hakikatnya merupakan kesatuan.
Governants dan governies merupakan komponen yang hakikatnya sama-sama berwujud manusia,
oleh karena itu keduanya sudah seharusnya merupakan satu kesatuan di dalam mewujudkan
kehidupan negara yang manusiawi atau berpihak pada manusia. Sedangkan perbedaan fungsi
keduanya adalah perbedaan fungsi yang berimplikasi pada perbedaan tugas.
Dalam konteks hubungan yang timbal balik, warga negara dan negara memiliki kedudukan
yang tidak sederajat, dapat berakibat pada sulitnya penciptaan hubungan yang harmonis antara
keduanya. Karena pihak yang diletakkan pada kedudukan yang lebih tinggi cenderung akan
melakukan tindakan yang berbau dominasi dan hegemoni terhadap pihak yang diletakkan pada
kedudukan yang lebih rendah.
Hubungan hukum yang sederajat dan timbal balik, sesuai dengan ciri negara hukum
Pancasila, meliputi: (a) Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas
kerukunan; (b) hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara; (c)
prinsip penyelesaian masalah secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir, (d)
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sifat hubungan hukum antara warga negara dengan
pemerintah Indonesia dapat diformulasikan sebagai hubungan hukum yang bersifat sederajat, dan
timbal balik antara hak dan kewajiban. Di dalam pelaksanaan hukum tersebut harus disesuaikan
juga dengan tujuan hukum di negara Pancasila yaitu memelihara dan mengembangkan budi
pekerti, kemanusiaan serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Kedua, dari perspektif politik seorang warga negara adalah seorang individu yang bebas
serta merupakan anggota suatu masyarakat politik jika bentuk pemerintahan menganut sistem
demokrasi. Isjwara (1980:43) memberikan batasan politik adalah perjuangan memperoleh
kekuasaan, teknik menjalankan kekuasaan, masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan , serta
pembentukan dan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginannya (Miriam Budihardjo, 1999:10). Hakikat politik adalah kekuasaan atau power, tetapi
tidak semua kekuasaan adalah kekuasaan politik
Ossip K. Flechteim membedakan kekuasaan politik menjadi dua macam, yaitu: (a)
kekuasaan sosial yang terwujud dalam kekuasaan negara (state power) seperti lembaga
pemerintah, parlemen (DPR), presiden; (b) kekuasaan sosial yang ditujukan kepada negara. Dari
klasifikasi tersebut dinyatakan bahwa kekuasaan politik warga negara termasuk jenis kekuasaan
yang kedua dan kekuasaan politik pemerintah merupakan kekuasaan yang pertama. Kegiatan yang
dilakukan oleh warga negara terhadap pemerintah atau negara pada dasarnya adalah dalam rangka
untuk mempengaruhi pemerintah, agar kepentingan-kepentingannya yang berupa nilai politik
dapat direalisasikan oleh pemerintah. Bentuk kegiatan politik warga negara untuk memperoleh
nilai-nilai politik tersebut bisa dalam bentuk partisipasi (mempengaruhi pembuatan kebijakan) dan
dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan kebijakan).
Bentuk hubungan politik antara warga negara dengan pemerintah bisa berbentuk
kooperatif yaitu kerjasama saling menguntungkan dan kedudukan mereka masing-masing adalah
sejajar, bisa juga kooptatif ataupun dalam bentuk paternalistik (negara sebagai patron dan
kelompok sosial tertentu sebagai klien). Bentuk hubungan politik yang berasaskan kekeluargaan
yang paling baik adalah bentuk kooperatif, karena akan menunjang terciptanya hubungan politik
yang harmonis antara warga negara dengan pemerintah. Dalam konteks ini memberikan
gambaran bahwa hubungan antara pemimpin dengan rakyat atau lebih khusus lagi antara pamong
dan penduduk adalah hubungan timbal balik yang bersifat konstruktif atau hubungan yang saling
membantu dan mengawasi, atau yang dapat diistilahkan hubungan yang “mong-kinemong”.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang hubungan warga negara dengan negara
(pemerintah), maka dapat disimpulkan bahwa sifat hubungan politik kooperatif, saling membantu
dan mengawasi, adalah yang paling tepat.
4. Pengertian Bangsa
Bangsa adalah orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya
serta berpemerintahan sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian bangsa adalah
kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa serta wilayah tertentu di muka
bumi.
Sejarah timbulnya bangsa-bangsa di dunia berawal dari Benua Eropa. Pada akhir abad
XIX, di Benua Eropa timbul berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan tersebut mengakibatkan
kerajaan-kerajaan besar di Eropa seperti, kerajaan Austria-Hongaria, Turki dan Perancis, terpecah
menjadi negara-negara kecil. Banyaknya gerakan kebangsaan di Eropa saat itu dan keberhasilan
mereka menjadi bangsa yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada kehidupan Eropa
maupun wilayah lain di dunia. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian bangsa
menurut para pakar.
Erntst Renan (filsuf Perancis), menyatakan bahwa bangsa adalah kesatuan solidaritas
yang terdiri dari orang-orang yan saling merasa setia satu sama lain. Bangsa adalah suatu jiwa,
suatu asas spiritual, suatu kesatuan solidaritas yang besar, yang tercipta oleh suatu perasaan
pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan oleh orang-orang yang bersedia brbuat untuk
masa depan. Bangsa memiliki masa lampau , tetapi ia melanjutkan dirinya pada masa kini, melalui
suatu kenyataan yang jelas, yaitu kesepakatan, keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk
terus hidup brsama. Oleh karena itu suatu bangsa, tidak bergantung pada persamaan asal ras, suku
bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis. Akan tetapi kehadiran suatu bangsa
adalah, seolah-olah suatu kesepakatan bersama yang terjadi setiap hari (Bachtiar, 1987:23).
Benidict Anderson mendefinisikan pengertian bangsa secara agak lain dibandingkan pakar
yang lain. Menurut Anderson, bangsa adalah komunitas politik yang dibayangkan (imagined
political community), artinya tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Komunitas politik
dibayangkan itu terdapat dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat. Dikatakan sebagai
komunitas politik yang dibayangkan, karena bangsa yang paling kecil sekalipun para anggotanya
tidak saling mengenal. Dibayangkan secara terbatas karena, bangsa yang paling besar sekalipun
yang penduduknya bisa lebih dari satu milyar seperti RRC, tetap memiliki batas wilayah yang
jelas. Dibayangkan berdaulat karena bangsa ini berada dibawah kekuasaan suatu negara yang
memiliki kekuasaan atas suatu wilayah dan bangsa tersebut. Akhirnya bangsa disebut sebagai
komunitas yang dibayangkan karena terlepas dari kesenjangan, para naggota bangsa itu selalu
memandang satu sama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan sebangsa inilah
yang menyebabkan berjuta-juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan itu.
Mengacu pada pendapat Anderson di atas, penciptaan solidaritas nasional digambarkan
sebagai proses pengembangan imajinasi di kalangan anggota masyarakat tentang komunitas
mereka. Akibatnya orang Irian (Papua) yang belum pernah berkunjung ke Jawa dan tidak pernah
bertemu sebelumnya, dapat mengembangkan kesetiakawanan terhadap sesama komunitas
Indonesia. Dalam pandangan Otto Bauer, bangsa adalah suatu persatuan perangai, yang timbul
karena persamaan nasib. Anderson dan Bauer dikenal sebagai pakar klasik.
Saekarno memiliki pemahaman yang relatif baru daripada keduanya. Berkat analisis
geopolitiknya, ia menekankan persatuan antara orang dengan tanah airnya sebagai syarat bangsa.
Sedangkan pengertian bangsa menurut Mohammad Hatta adalah suatu persatuan yang ditentukan
oleh keinsyafan, sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi satu, yaitu terbit karena percaya
atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang bertambah besar oleh karena seperuntungan,
malang sama diderita, mujur sama di dapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama,
pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak
(Sutrisno,1983:38).
Jadi pengertian bangsa mengandung inti sari adanya elemen pokok berupa jiwa, kehendak,
perasaan, pikiran, semangat, yang bersama-sama membentuk kesatuan, kebulatan dan persatuan
serta semuanya itu yang dimaksud adalah aspek kerokhaniannya. Bangsa bukanlah kenyataan yang
bersifat lahiriyah saja, melainkan lebih bercorak rohaniah, yang adanya hanya dapat disimpulkan
berdasarkan pernyataan senasib, sepenanggungan dan kemauan membentuk kolektivitas.
5. Kaitan antara Rakyat, Bangsa dan Negara
Ada yang menyamakan antara pengertian rakyat dengan bangsa. Rakyat atau dalam bahasa
Inggris disebut people dan bangsa disebut nation sebenarnya tidaklah sama persis artinya,
meskipun di antara keduanya ada persamaan yang fundamental. Bangsa senantiasa adalah rakyat,
namun suatu rakyat tidaklah selalu merupakan bangsa (nation). Untuk menjadi suatu bangsa,
menurut Kohn (F. Isjwara, 1999: 128) maka rakyat harus memiliki esensi psikis yakni “a living
and active corporate will” (kehendak untuk aktif tinggal atau hidup bersama-sama), dan menurut
Hertz (F. Isjwara, 1999: 128), bangsa memiliki "kesadaran nasional" sedangkan rakyat tidak. Bila
ditinjau dari faktor objektif, agama, ras, kebudayaan, bahasa, asal keturunan sering dianggap
sebagai inti atau hakikat bangsa.
Namun demikian ada juga yang menyamakan pengertian bangsa dengan negara, seperti
misalnya Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Organization) anggota-anggotanya adalah
perwakilan dari negara-negara yang ada di dunia. Namanya perserikatan bangsa-bangsa, tetapi di
dalamnya ada beberapa negara.
Bangsa tidak selalu identik dengan negara, karena ada bangsa yang tidak bernegara dan ada
negara yang meliputi berbagai bangsa, seperti misalnya Amerika Serikat, Uni Soviet (dahulu).
Hubungan bangsa dengan negara dalam ilmu politik memberikan penjelasan bahwa negara
merupakan organisasi politik bangsa. Sebagai organisasi politik bangsa, tentunya negara yang ada
merupakan organisasi yang dikelola oleh bangsa sebagai anggota negara yang bersangkutan.
Menurut Max Sylvius Handman (F. Isjwara, 1999: 129), bangsa sebagai organisasi formal dari
rakyat, negara tidak usah merupakan bangsa, tetapi bangsa harus menjadi negara.
Namun menurut “staatsnatie theorie” (teori negara/bangsa), negaralah yang membentuk
bangsa, dan bukan bangsa menimbulkan negara. Hal ini terkait dengan persoalan nasionalisme
yang bertujuan melanjutkan keadaan bernegara dengan pembentukan negara nasional tersendiri.
Istilah negara merupakan terjemahan dari kata staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris),
etat (bahasa Perancis). Terjemahan dari kata-kata tersebut sebenarnya untuk mengingatkan kita
pada pertumbuhan sistem negara modern yang dimulai dari Benua Eropa pada abad ke-17.
Istilah staat mula-mula dipergunakan di Eropa Barat pada abad ke-15, bahwa kata staat, state,
etat itu dialihkan dari kata status atau statum (bahasa Latin) yang secara etimologis berarti sesuatu
yang memiliki sifat-sifat tegak dan tetap.
Beberapa ahli mengartikan kata status ini secara beragam, seperti misalnya Cicero (F. Isjwara,
1999: 90) mengartikan sebagai standing atau station (kedudukan) yang dihubungkan dengan
kedudukan persekutuan hidup manusia. Kranenburg (F. Isjwara, 1999: 91) yang menyatakan
bahwa lo stato (dari bahasa Itali) yang dialihkan dari kata status memiliki arti pertama-tama
keseluruhan jabatan tetap, kemudian diartikan sebagai pejabat-pejabat dari jabatan itu sendiri,
penguasa beserta pengikutnya, dan akhirnya diartikan secara luas sebagai kesatuan wilayah yang
dikuasai. Jean Bodin menggunakan kata republique dan civitas untuk kata status, sedangkan
Thomas Hobbes menggunakan kata commonwealth. Hingga saat ini kata status dipergunakan
untuk menunjukkan organisasi politik teritorial dari bangsa, dan kata negara ditafsirkan dalam
berbagai arti seperti pemerintah, bangsa, dan masyarakat.
Dalam perkembangannya pengertian negara dibedakan menjadi negara dalam arti formal dan
negara dalam arti materiil. Negara dalam arti formal adalah negara sebagai pemerintah, negara
sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat dan negara mempunyai wewenang
untuk menjalankan paksaan secara legal. Negara dalam arti materiil adalah negara sebagai
masyarakat, negara sebagai persekutuan hidup.
6. Pengertian Negara
Beraneka ragam pengertian tentang negara diungkapkan oleh beberapa tokoh ilmu negara,
sejak jaman Yunani kuno sampai abad modern. Pengertian yang lebih komprehensif, konkrit dan
aktual tentang negara dicetuskan oleh pemikir-pemikir abad modern. Diantara para pemikir
modern tersebut adalah Kranenburg, mengatakan bahwa negara pada hakekatnya adalah sebuah
organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa. Menurut
Kranenburg sebelum terbentuknya negara terlebih dahulu harus ada sekelompok manusia yang
mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi untuk menjamin dan memelihara
kepentingan mereka. Jadi unsur bangsa adalah primer (ada lebih dulu), sedangkan negara adalah
sekunder (keberadaannya menyusul kemudian).
Pendapat kranenburg dikuatkan oleh kenyataan adanya organisasi seperti PBB
(Perserikatan Bangsa Bangsa). Yang menjadi anggota PBB adalah negara-negara, tapi organisasoi
itu disebut Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations) bukan Perserikatan Negara-Negara
(United States). Hal ini menurut Kranenburg menunjukkan bahwa bangsa itu menjadi dasar dari
adanya negara. Dengan demikian bangsalah yang primer dan yang sekunder adalah negara.
Sebaliknya, menurut Logeman, negara itu pada hakekatnya adalah sebuah organisasi
kekuasaan yang meliputi atau mencakup kelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi, pertama-
tama negara itu adalah organisasi kekuasaan yang memiliki gezag atau kewibawaan yang
terkandung pengertian, dapat memaksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh
organisasi kekuasaan tersebut. Pendapat Logemann tersebut menyiratkan hal yang berbeda dari
pendapat Kranenburg, bahwa organisasi kekuasaan (negara) yang menciptakan bangsa.
Van Apeldoorn dalam bukunya ”Inleiding tot de Studie van Het Nederlands Recht”,
menyatakan istilah negara dipakai dalam empat arti. Pertama, dalam arti ”penguasa”, untuk
menyatakan orang atau orang-orang yang menjalankan kekuasaan tertinggi atas persekutuan
rakyat yang tinggal pada satu daerah. Kedua dalam arti “persekutuan rakyat”, yakni untuk
menyatakan suatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah yang berada dibawah kekuasaan tertinggi
dan kaidah-kaidah hukum yang sama. Ketiga dalam arti suatu “wilayah tertentu”, yakni untuk
menyatakan suatu daearah yang di dalamnya hidup suatu bangsa di bawah kekuasaan tertinggi.
Keempat “kas negara”, yakni untuk menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa untuk
kepentingan umum .
Negara adalah suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia, yang
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu, dengan mengakui adanya suatu pemerintahan
yang mengurus tata terib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
Negara juga bisa didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki wilayah, rakyat,
pemerintahan yang berdaulat serta mempunyai hak istimewa, seperti hak memaksa, hak monopoli
dan hak mencakup semua, yang bertujuan untuk menjamin perlindungan, keamanan, keadilan,
serta tercapainya tujuan bersama.
Negara merupakan suatu organisasi yang dalam wilayah tertentu dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama. Negara juga berwenang menetapkan cara-cara dan batas-
batas sampai dimanakah kekuasaan itu dapat digunakan oleh individu, kelompok, maupun negara
itu sendiri. Dengan demikian negara dapat membimbing berbagai macam kegiatan warga
negaranya ke arah tujuan bersama yang telah ditetapkannya.
Masih banyak pendapat lain yang tentunya berbeda satu dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut lebih menyangkut pada asal usul, hakekat negara, serta tujuan negara, yang
memang relatif sangat tergantung pada perkembangan zaman, keadaan maupun tempat. Hingga
saat ini telah menjadi kelaziman dan diakui banyak orang, bahwa pengertian negara sebagai suatu
masyarakat politik, harus memiliki unsur wilayah, rakyat dan pemerintahan yang berdaulat.

Dalam Konferensi Pan-Amerika di Montevideo pada tahun 1933 telah menghasilkan


“Montivideo Convention of the Rights and Duties of States.” Dengan rumusan sebagai berikut:”
The state as a person of international law should possess the following qualification; a permanent
population, a defined territory, a government, and a capacity to enter into relation with other
states”. Jadi unsur-unsur konstitutif negara menurut konvensi tersebut adalah penduduk yang
tetap, wilayah tertentu, pemerintah dan kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara
lain.
Jika syarat berdirinya negara yang bersifat konstitutif seperti tersebut di atas, maka syarat
yang bersifat deklaratif adalah, adanya tujuan negara, memiliki undang-undang dasar (konstitusi),
adanya pengakuan dari negara lain baik secara “de jure” maupun secara “de facto”, serta
masuknya negara dalam perhimpunan bangsa-bangsa misalnya PBB.
Dilihat dari bentuknya, negara bisa dibedakan menjadi dua, yaitu negara kesatuan
(unitary state) dan negara serikat (federation state). Dalam negara kesatuan tidak dikenal adanya
negara bagian (tidak ada negara dalam negara), yang ada adalah daerah otonom dan wilayah
administratif seperti “propinsi” (daerah tingkat I) dan “kabupaten atau kota” (sebagai daerah
tingkat II). Dalam negara serikat, dikenal adanya “negara bagian” (terdapat negara dalam negara).
Dengan demikian ada pemerintah negara bagian ada pula pemerintah federal yang membawahi
semua negara bagian. Pemerintah federal biasanya memegang kekuasaan bidang pertahanan dan
keamanan, moneter, politik luar negeri, serta peradilan. Urusan lain di luar keempat bidang
tersebut bisanya menjadi wewenang pemerintah negara bagian.
Latihan
a. Soal Uraian
1. Jelaskan hakikat manusia dengan kalimatmu sendiri!
2. Apa beda penduduk, warga negara, dan orang asing?
3. Jelaskan bentuk-bentuk hubungan negara dan warga negara!
4. Uraikan pengertian bangsa menurut para ahli (minimal dari 3 ahli)!
5. Jelaskan pengertian negara menurut para pakar!
6. Menurut anda apa perbedaan antara bangsa dan negara itu?
a. Tugas Diskusi
Diskusikan bagaimana bentuk hubungan antara negara dan warga negara di Indonesia,
1. Pada zaman orde lama (pemerintahan Soekarno).
2. Pada zaman orde baru (pemerintahan Soeharto).
3. Pada zaman pemerintahan orde reformasi (Habibie, Gus Dur, Megawati, dan Susilo
Bambang Yudhoyono).
B. Unsur-Unsur Terbentuknya Negara
Untuk dapat dikatakan ada suatu negara, maka haruslah dipenuhi unsur-unsur antara lain
wilayah, penduduk, dan pemerintah. Berikut penjelasan masing-masing unsur tersebut:

1. Wilayah

Setiap negara menduduki wilayah tertentu di muka bumi dan memiliki batas-batas wilayah
yang jelas pula. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah, tetapi laut di
sekelilingnya dan angkasa di atasnya. Karena kemajuan teknologi dewasa ini masalah wilayah
menjadi lebih rumit dibandingkan masa lampau. Sebagai contoh jika pada masa lampau wilayah
laut cukup sejauh 3 mil dari pantai, sesuai jarak tembak meriam. Maka untuk saat ini menjadi
kurang relevan lagi, sebab jarak tembak peluru kendali bisa ratusan mil. Oleh karena itu beberapa
negara termasuk Indonesia telah mengusulkan wilayah laut 12 mil diukur dari titik terluar, serta
menuntut adanya zona ekonomi eksklusif 200 mil. Kemajuan teknologi telah memungkinkan
pengeboran minyak dan gas di lepas pantai mendorong sejumlah besar negara untuk menuntut
penguasaan wilayah yang lebih luas.
Menurut hukum internasional semua negara sama martabatnya. Tetapi dalam kenyataannya
sering negara kecil mengalami kesulitan untuk mempertahankan kedaulatannya, apalagi jika
tetangganya adalah negara besar. Di lain pihak, negara yang memiliki wilayah yang sangat luas
juga menghadapi berbagai permasalahan, antara lain keaneka ragaman suku, budaya dan agama,
masalah perbatasan dan sebagainya.
Wilayah atau daerah merupakan unsur yang harus dipenuhi bagi suatu negara, karena
dengan adanya wilayah akan menjadi jelas letak dan posisi negara itu berada di belahan dunia ini.
Wilayah atau daerah suatu negara tidak hanya mencakup tanah, tetapi termasuk juga perairan dan
laut sekelilingnya serta angkasa di atasnya. Untuk itulah batas-batas wilayah atau daerah suatu
negara harus ditentukan dengan jelas agar dapat diketahui letak dan posisinya serta agar tidak
terjadi persengketaan wilayah dengan negara-negara lain yang bertetangga. Penentuan batas
wilayah biasanya dilakukan dengan perjanjian dengan negara tetangga atau berdasar pada
ketentuan perjanjian internasional (traktat), seperti misalnya batas teritorial laut suatu negara
dahulu ditentukan sejauh 3 mil dari batas pantai sesuai jarak tembak suatu meriam. Namun untuk
saat ini kemajuan teknologi jarak 3 mil tidak ada artinya karena jarak tembak senjata misile lebih
jauh dari 3 mil. Kemudian banyak negara (termasuk Indonesia) yang mengusulkan batas teritorial
laut menjadi 12 mil dari batas pantai, bahkan dengan berkembangnya pengeboran minyak di lepas
pantai atau di landas benua (continental shelf) menjadikan banyak negara yang ingin
menguasainya sehingga mengusulkan batas teritorial laut menjadi 200 mil dari garis pantai.
Dengan demikian wilayah bagi suatu negara merupakan unsur yang sangat penting. Wilayah
sebagai salah satu unsur konstitutif suatu negara juga merupakan wilayah negara yang seluruhnya
dilingkupi oleh wilayah-wilayah negara lain. Memasuki wilayah negara lain tanpa izin dapat
dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran atas kedaulatan negara tersebut.

2. Penduduk atau rakyat


Penduduk suatu negara merupakan sekumpulan orang yang pada suatu waktu dan tempat
tertentu berada dan berdiam dalam suatu wilayah negara, yang secara sosiologis mereka disebut
rakyat. Penduduk atau rakyat merupakan salah satu syarat untuk adanya negara. Tidak ada negara
tanpa penduduk atau rakyat. Sedangkan rakyat di dalam suatu negara diartikan sebagai
sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan bersama-sama mendiami
suatu wilayah negara (F. Isjwara, 1999: 99). Namun dengan penduduk ini pun banyak persoalan
yang dapat muncul di suatu negara, misalnya apabila jumlah penduduk suatu negara itu banyak
dan meningkat, maka akan menjadi persoalan penyediaan fasilitas yang cukup bagi penduduk atau
rakyat sehingga muncul masalah pengangguran, kepadatan penduduk, semakin menyempitnya
lahan pertanian, kemiskinan dan sebagainya. Tetapi apabila jumlah penduduknya sedikit, maka
persoalan yang muncul biasanya menjadikan posisi lemahnya negara yang bersangkutan bila ada
serangan dari negara lain yang jumlah penduduknya besar.
Rakyat di dalam suatu negara biasanya menunjukkan ciri khas dari negara yang
bersangkutan yang membedakan dengan rakyat dari suatu negara lain. Perbedaan-perbedaan yang
ada berkisar pada kebudayaan, nilai-nilai politik atau identitas nasionalnya. Kesamaan nasib dalam
sejarah kehidupan, kesamaan suku bangsa, kesamaan agama, kesamaan bahasa, kesamaan
kebudayaan merupakan faktor-faktor yang kuat dalam pembentukan identitas nasional dan
persatuan nasional.
Setiap negara pasti memiliki penduduk, dan kekuasaan negara menjangkau seluruh
penduduk di dalam wilayahnya. Penduduk dalam suatu negara biasanya menunjukkan beberapa
ciri khas yang membedakannya dari bangsa lain. Perbedaan ini nampak misalnya dalam
kebudayaannya, dalam identitas nasionalnya. Kesamaan dalam sejarah, kesamaan bahasa,
kesamaan kebudayaan, kesamaan suku bangsa dan kesamaan agama merupakan faktor-faktor yang
mendorong kearah terbentuknya persatuan nasional dan identitas nasional yang kuat.
Persamaan dan homogenitas tidak mesti menjamin kokohnya persatuan. Sedangkan
keanekaragaman juga tidak menutup kemungkinan untuk berkembangnya persatuan yang kokoh.
Sebagai contoh Swiss mempunyai empat bahasa, India memiliki enam belas bahasa resmi, akan
tetapi kedua negara sampai sekarang masih tetap bersatu. Indonesia dengan puluhan bahasa
daerah, suku bangsa, dan terdiri dari berbagai agama hingga saat ini juga masih bersatu, meskipun
ada gerakan yang ingin memisahkan diri di beberapa daerah. Sebaliknya Inggris dan Amerika
Serikat memiliki bahasa yang sama, akan tetapi merupakan dua bangsa dan negara yang terpisah.
Pakistan yang didirikan dengan alasan untuk mempersatukan wilayah India yang beragama Islam
akhirnya pecah menjadi dua yaitu Pakistan dan Banglades. Oleh karena itu bagus untuk
direnungkan apa yang dikatakan oleh filsuf Perancis Ernest Renan: “Bahwa pemersatu bangsa
bukanlah kesamaan bahasa, kesamaan agama, kesamaan suku, ataupun kesamaan ras, akan tetapi
tercapainya hasil gemilang di masa lampau dan keinginan untuk mencapai tujuan bersama di masa
depan”.

3. Pemerintah yang berdaulat

Pemerintah yang berdaulat merupakan pemerintah yang ditaati oleh rakyatnya dan dapat
melaksanakan ketertiban hukum dalam negara, sehingga kesejahteraan rakyat dapat terjamin.
Namun pemerintah yang berdaulat juga dapat diartikan bahwa pemerintah itu mampu
mempertahankan negara dari serangan pihak lain. Oleh karena itu, suatu negara tidak akan berjalan
dengan baik tanpa ada pemerintah yang berdaulat yang menjalankan tugas-tugas negara untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, menjaga keamanan, mengadakan perdamaian,
menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang bertentangan, menegakkan hukum, dan
menanggulangi kekacauan.
Pemerintah yang berdaulat (souvereign) berarti pemerintah yang memiliki kedaulatan penuh
dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Namun kedaulatan itu sebenarnya adalah milik
negara, sedangkan pemerintah yang menerima pelimpahan kedaulatan negara. Negara adalah
sesuatu yang abstrak, sedangkan pemerintah sesuatu yang konkrit. Pemerintah merupakan bagian
dari negara yang memimpin urusan-urusan keseluruhan negara dan masyarakat. Pemerintah
berkuasa tetapi negara berdaulat dan kekuasaan pemerintah dialihkan dari kedaulatan negara. Pe-
merintah dapat berganti-ganti, tetapi negara tetap abadi (F. Isjwara, 1999: 105).
Pemerintah yang berdaulat juga berarti pemerintah yang diakui oleh rakyatnya dan negara-
negara lain. Pengakuan rakyat atas pemerintah dibuktikan pada kemampuan pemerintah untuk
mengurus kepentingan kesejahteraan rakyat, ketertiban hukum negara dan menjaga keamanan
serta mengadakan perdamaian dan kerja sama dengan negara-negara lain. Sedangkan pengakuan
dari negara-negara lain dimaksudkan bahwa negara tersebut telah diterima oleh negara-negara lain
sebagai negara anggota masyarakat internasional yang dapat menikmati hak-haknya sebagai
negara baru.
Pengakuan suatu negara terhadap negara lain bukanlah merupakan unsur lain bagi adanya
suatu negara, tetapi lebih merupakan unsur yang bersifat menerangkan atau deklaratif dan bukan
merupakan unsur pembentuk adanya negara. Tanpa pengakuan dari negara lain, suatu negara tetap
dapat berdiri, misalnya Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945,
sedangkan pengakuan dari Belanda baru tahun 1949 dan Amerika Serikat memproklamasikan
kemerdekaannya pada tahun 1776, namun Inggris mengakuinya pada tahun 1873.
Pengakuan merupakan pencatatan dari pihak negara-negara lain bahwa negara baru itu telah
mengambil tempat di samping negara-negara yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu,
pengakuan oleh negara-negara lain memiliki arti penting bagi penguatan posisi sebagai negara
baru dengan kedudukan yang sejajar dengan negara-negara lain yang sudah ada, sehingga memiliki
dan dapat menikmati hak-hak sebagai anggota masyarakat internasional tanpa gangguan dari
negara-negara lain, serta dapat menjalankan kewajiban-kewajiban yang dengan sendirinya melekat
padanya. Negara yang masuk dalam anggota PBB akan memiliki kedaulatan sebagai bangsa dan
memiliki hak sebagai anggota masyarakat internasional. Indonesia masuk menjadi anggota PBB
pada tanggal 28 September 1966.
d. Kedaulatan
Unsur esensial yang keempat dari negara, adalah kedaulatan. Istilah kedaulatan seringkali
dibatasi sebagai kekuasaan tertinggi dan final yang tidak ada tandingannya. Kedaulatan paling
tidak mempunyai dua dimensi, yaitu apa yang disebut supremasi internal dan kemerdekaan
eksternal. Yang pertama, berarti adanya kekuasaan yang menjangkau seluruh wilayah negara,
sedangkan yang kedua berarti bebas dari pengawasan politik negara lain secara langsung ataupun
organisasi internasional
Konsep kedaulatan sebagai salah satu unsur negara memang menunjukkan pada kekuasaan
yang tertinggi serta tidak terbatas pada wewenang untuk mengatur masalah-masalah negara, baik
dalam negeri maupun hubungan dengan negara lainnya.
Kendatipun konsepnya jelas, tetapi dalam prakteknya sulit untuk menentukan secara pasti
kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara. Dengan kata lain, kita mengakui sesuatu negara
berdaulat, tetapi kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah negara yang bersangkutan benar-
benar dapat melaksanakan kedaulatannya, dalam arti benar-benar mempunyai kekuasaan untuk
mengatur urusan rumah tangganya sendiri tanpa dipengaruhi oleh negara lain. Pada dasarnya
kedaulatan internal atau kedaulatan di dalam wilayah suatu negara memang menunjukkan berbagai
variasi antara negara satu dengan negara lainnya sesuai dengan tempat dan ruang lingkup
kekuasaan kedaulatan itu sendiri.
Kedaulatan mencakup kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan
melaksanakannya dengan semua cara, termasuk paksaan. Negara mempunyai kekuasaan yang
tertinggi ini untuk memaksa semua penduduk agar mentaati peraturan perundang-undangan.
Negara juga berkewajiban mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya dari serangan-
serangan dari negara lain. Untuk keperluan itu negara menuntut loyalitas yang mutlak dari seluruh
warga negaranya.
2. Teori Terjadinya Negara
a. Teori Ketuhanan (Teori Theokrasi)
Menurut teori ketuhanan, terbentuknya negara atas kehendak Tuhan. Adanya negara karena
dikehendaki oleh Tuhan. Suatu negara tidak ada jika Tuhan tidak menghendaki. Penguasa atau
raja-raja yang memimpin dan memerintah negara adalah penjelmaan dewa-dewa. Kekuasaan
seorang raja diperoleh dari Tuhan. Kekuasaan Tuhan dipindahkan kepada raja. Negara dibentuk
oleh Tuhan dan pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan. Pemimpin negara atau raja hanya
bertanggung jawab kepada Tuhan tidak kepada siapa pun. Tokoh teori ketuhanan ini adalah
Friedrich Julius Stahl dengan bukunya Die Philosophie des Recht. Thomas Aquinas menganggap
Tuhan sebagai landasan dari semua kekuasaan. Meskipun Tuhan memberikan landasan atau dasar
kepada penguasa, namun rakyat menentukan modus atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat
pulalah yang memberikan kepada seseorang atau segolongan orang mempergunakan kekuasaan
itu (F. Isjwara, 1999: 152-153).
b. Teori perjanjian
Menurut teori perjanjian, negara dibentuk dari perjanjian antarorang-orang yang hidup di
dalamnya untuk mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
Teori perjanjian ini dikenal sebagai teori kontrak sosial.
Tokoh teori perjanjian ini antara lain Thomas Hobbes (F. Isjwara, 1990:142) yang mengikuti
jalan pikiran teori perjanjian ini, bahwa kehidupan manusia terbagi dalam dua keadaan yang
terpisah yakni keadaan sebelum ada negara dan keadaan bernegara. Keadaan sebelum ada negara
merupakan keadaan alamiah. Keadaan alamiah merupakan keadaan yang tidak aman, tidak adil,
keadaan kacau di mana manusia yang satu menindas manusia yang lain. Siapa yang kuat dialah
yang berkuasa. Hukum dibuat oleh mereka yang keadaan fisiknya kuat. Dalam keadaan alamiah
manusia yang satu memangsa manusia yang lain. Keadaan demikian dilukiskan sebagai "homo
homini lupus" (manusia yang satu menjadi binatang buas bagi manusia yang lain), manusia yang
satu saling bermusuhan dengan manusia yang lain. Namun dengan akalnya manusia mengerti dan
menyadari demi kelangsungan hidup, keadaan kacau ini harus diakhiri, kemudian mereka
melakukan perjanjian bersama. Para individu berjanji untuk menyerahkan semua hak-hak kodrat
yang dimilikinya kepada seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur
kehidupan mereka. Dalam keadaan demikian maka terbentuklah negara yang dianggap mengakhiri
keadaan kacau sebagaimana dialami individu pada keadaan alamiah. Namun dengan perjanjian
saja tidaklah cukup. Negara harus berkuasa penuh sebagaimana binatang buas yang menaklukkan
binatang buas lainnya. Negara harus diberi kekuasaan yang mutlak, kekuasaan yang tidak dapat
ditandingi dan disaingi oleh kekuasaan apa pun. Oleh karena itu, Thomas Hobbes kemudian
menyatakan bahwa negara yang dibuat berdasarkan perjanjian masyarakat harus berbentuk
monarkhi (kerajaan) karena dianggap bahwa negara yang berbentuk negara kerajaan yang
mutlaklah yang dapat menjalankan pemerintahan dengan baik.
John Locke (F. Isjwara, 1990: 144-146) menganggap bahwa keadaan alamiah merupakan
keadaan di mana manusia hidup bebas menurut kehendaknya sendiri. Keadaan alamiah menurut
John Locke sudah bersifat sosial, karena manusia hidup rukun dan tenteram sesuai dengan hukum
akal yang mengajarkan manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan dan milik
manusia lainnya. Namun keadaan alamiah ini menurut John Locke juga potensi untuk dapat
menimbulkan anarkhi, kekacauan, karena manusia hidup tanpa orang atau organisasi yang
mengatur kehidupan mereka. Dalam keadaan alamiah semua manusia memiliki kedudukan yang
sederajat, baik untuk kekuasaan maupun hak-haknya sehingga dalam berhubungan dengan
manusia lain sangat potensial untuk menimbulkan konflik dan kekacauan karena perbuatan
sekehendak hatinya yang merasa sederajat. Oleh karena itu, manusia membentuk negara dengan
suatu perjanjian bersama. Perjanjian yang dilakukan adalah menyerahkan kepada seseorang atau
kelompok orang untuk mengatur kehidupan bersama dengan kekuasaan yang tidak mutlak, karena
individu-individu dalam melakukan perjanjian tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiahnya,
seperti hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak asasi sebagai hak-hak kodrat tidak dapat
dilepaskan dan penguasa yang diserahi tugas mengatur kehidupan bersama harus menghormati
hak-hak asasi itu. Bahkan menurut John Locke, fungsi utama dari perjanjian masyarakat adalah
untuk menjamin dan melindungi hak-hak kodrat. Oleh karena itu, John Locke menghendaki negara
yang dibentuk berdasarkan perjanjian masyarakat berbentuk kerajaan konstitusional dan bukan
negara absolut tanpa batas-batas.
Jean Jacque Rousseau (F. Isjwara, 1990: 147-149) mengemukakan bahwa zaman pranegara
atau keadaan alamiah diumpamakan sebagai keadaan sebelum manusia melakukan dosa, sebagai
suatu keadaan yang aman dan bahagia. Dalam keadaan alamiah, hidup individu bebas dan
sederajat. Semua yang dilakukan individu-individu atas dasar kepercayaan dan belas kasihan bagi
sesamanya. Namun manusia juga sadar akan adanya ancaman atas hidup dan kebahagiaannya
dalam keadaan alamiah yang lama-kelamaan akan semakin besar, sehingga dengan penuh
kesadarannya manusia ingin mengakhirinya dengan mengadakan suatu perjanjian masyarakat atau
"kontrak sosial" dengan seorang atau sekelompok orang yang diberi kekuasaan penuh untuk
mengatasi penghalang-penghalang bagi kemajuan pemenuhan kebutuhan hidup atas dasar
kemauan umum. Dengan perjanjian masyarakat maka berlangsunglah peralihan dari keadaan
alamiah ke keadaan bernegara. Dalam kondisi demikian manusia terbelenggu di mana-mana.
Negara yang dibentuk menyatakan kemauan umumnya yang tidak khilaf, keliru atau salah. Negara
merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan
organisasi politik dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan wakil-wakilnya.
Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya. Kemauan umum selalu
benar dan ditujukan untuk kebahagiaan bersama. Oleh karenanya J.J. Rousseau menghendaki
organisasi negara itu berdasarkan kedaulatan rakyat (Solly Lubis, 1990: 26).
c. Teori kekuasaan
Menurut teori kekuasaan, terjadinya negara karena dibentuk oleh mereka yang memiliki
kekuatan atau yang paling kuat di antara orang-orang yang ada, atau negara dibentuk dari
kekuasaan yang kuat terhadap yang lemah. Negara terbentuk dari penaklukan dan pendudukan.
Kekuasaan menjadi sumber pencipta negara. Yang kuat memerintah yang lemah.
Beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang teori kekuasaan ini, antara lain:
(1). Marx menyatakan bahwa negara adalah hasil pertarungan antara kekuatan-kekuatan
ekonomis dan negara merupakan alat pemeras bagi mereka yang lebih kuat terhadap yang
lemah dan negara akan lenyap kalau perbedaan kelas itu tidak ada lagi (Solly Lubis, 1990:
38).
(2). Harold J. Laski menyatakan bahwa setiap pergaulan hidup memerlukan organisasi
pemaksa untuk menjamin kelanjutan hubungan produksi yang tetap, sebab bila tidak
demikian maka pergaulan hidup takkan dapat menjamin nafkahnya (Solly Lubis, 1990: 40).
(3). Duguit menyatakan bahwa yang dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak lainnya
adalah mereka yang paling kuat, yang memiliki faktor-faktor, misalnya keistimewaan fisik,
otak (intelegensia, kecerdasan), ekonomi, dan agama (Solly Lubis, 1990: 40).
(4). Jellinek menyatakan bahwa negara adalah kesatuan yang dilengkapi dengan
"herrschenmacht" yaitu kuasa memerintah bagi orang-orang yang ada di dalamnya dan
bahwa memerintah adalah mampu memaksakan kemauannya sendiri terhadap orang-orang
lain dan paksaan yang tanpa tawar-menawar (Solly Lubis, 1990: 40).
d. Teori alamiah
Tokoh utama teori alamiah ini adalah Aristoteles. Menurut Aristoteles, negara adalah
ciptaan alam. Kodrat manusia membenarkan adanya negara, karena pada awalnya manusia itu
adalah makhluk politik (zoon politicon) yang kemudian dalam perkembangannya menjadi
makhluk sosial. Karena itulah manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara. Yang dimaksud
manusia sebagai zoon politicon oleh Aristoteles adalah bahwa manusia akan menjadi manusia yang
baik dan sempurna apabila manusia itu hidup dalam ikatan kenegaraan (F. Isjwara, 1990: 159).
Negara adalah organisasi yang rasional dan ethis yang memungkinkan manusia mencapai tujuan
hidupnya yang lebih baik dan adil. Yang dimaksud negara oleh Aristoteles dalam hal ini adalah
negara kota atau polis.
Latihan
a. Soal Uraian
1. Terangkan unsur-unsur apa saja yang harus ada dalam sebuah negara!
2. Jelaskan berbagai teori tentang terjadinya negara yang dikemukakan para ahli berikut ini:
a. Teori Ketuhanan
b. Teori Perjanjian
c. Teori Kekuasaan
d. Teori Alamiah
3. Jelaskan 3 sifat utama negara!
4. Sebutkan apa saja hak dan kewajiban negara itu?
5. Uraikan juga apa saja hak dan kewajiban warga negara?
6. Jelaskan wilayah Indonesia menurut wawasan nusantara!
7. Jelaskan perkembangan pengaturan wilayah laut di Indonesia!
b. Tugas Diskusi
Diskusikan dengan temanmu dengan nara sumber Bapak/bu guru:
1. Carilah 10 hal yang membanggakan yang masih dimiliki bagsa Indonesia saat ini.
2. Carilah 10 hal yang merupakan permasalahan serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia
saat ini.
C. Fungsi dan Tujuan Negara
1. Fungsi Negara
a. Fungsi Negara menurut Harold Laski:
Harold Laski menyatakan bahwa fungsi negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyat
dapat tercapai keinginannya secara maksimal (Meriam Budihardjo, 1983:39). Terlepas dari
ideologi yang dianutnya, setiap negara memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Melaksanakan penertiban. Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-
bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban.
(2) Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
(3) Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu
negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
(4) Menegakkan keadilan.

b. Fungsi Negara menurut Charles E. Merriam :


(1) Keamanan ekstern, untuk mencegah ancaman dari luar.
(2) Ketetiban intern, untuk ketertiban dalam negeri
(3) Keadilan bagi seluruh warga negara.
(4) Kesejahteraan umum
(5) Menjamin kebebasan tiap waga negara berdasar hak asasi manusia (Meriam Budihardjo,
1983:41).

c. Fungsi Negara menurut Jacobsen dan Lipman:


Jacobsen dan Lipman mengemukakan bahwa fungsi negara dibedakan dalam:
(1). Fungsi esensial, yaitu fungsi yang diperlukan demi kelanjutan negara dan meliputi
pemeliharaan angkatan perang untuk pertahanan terhadap serangan dari luar ataupun untuk
menindak pergolakan dalam negeri, pemeliharaan angkatan kepolisian untuk
menanggulangi kejahatan dan penjahat, pemeliharaan pengadilan, untuk mengadili
pelanggar hukum, mengadakan hubungan luar negeri, mengadakan pemungutan pajak, dan
sebagainya.
(2). Fungsi jasa, ialah seluruh aktivitas yang mungkin tidak akan ada apabila tidak
diselenggarakan oleh negara, misalnya pemeliharaan fakir miskin, pembangunan jalan-
jalan, jembatan, dan sebagainya.
(3). Fungsi perniagaan, ialah fungsi yang dapat diselenggarakan oleh individu dengan motif
untuk memperoleh laba apabila fungsi ini tidak dilaksanakan sendiri oleh negara.
Contohnya jaminan sosial, pencegahan pengangguran, perlindungan deposito di bank, dan
sebagainya.
d. Fungsi Negara menurut Laslie Lipson:
Leslie Lipson mengemukakan bahwa fungsi negara yang asli dan tertua ialah perlindungan.
Dalam perkembangannya karena sifat manusia yang selalu mempunyai kebutuhan yang
berkembang, maka menghendaki lebih dari sekedar keamanan fisik, menghendaki jaminan-
jaminan yang memungkinkan menjalankan usaha-usahanya dengan wajar, menghendaki
dipertahankannya harta benda oleh negara, menghendaki suatu tertib hukum yang dapat menjamin
kehidupannya setiap hari, maka fungsi negara ini bergeser dan berkembang dari perlindungan ke
arah pemeliharaan ketertiban yang kedua-duanya berdasarkan keadilan. Menurut Lipson untuk
mengefektifkan perlindungan itu negara harus mempunyai kekuatan-kekuatan dan kekuatan ini
harus dimonopoli oleh negara, karena jika di dalam negara ada kekuatan lain yang tidak dapat
dikuasai negara, maka akan merupakan ancaman yang dapat meniadakan negara itu sendiri.
Namun kekuatan negara harus mendapat persetujuan rakyat. Dengan persetujuan itu rakyat akan
menaati kekuasaan negara dengan sukarela. Dengan adanya persetujuan kekuatan menjadi
kekuasaan.

e. Fungsi Negara menurut Mac Iver:


Mac Iver menyatakan bahwa fungsi negara yang pertama adalah memelihara ketertiban.
Ketertiban dipelihara demi perlindungan dan konservasi serta perkembangan. Karena pengaruh
perubahan zaman dan kemajuan teknologi, maka fungsi negara yang tetap dilaksanakan oleh
semua negara adalah fungsi kepolisian dan penyelenggaraan keadilan. Namun sejalan dengan itu
lahir pula fungsi kultural, fungsi kesejahteraan umum, dan fungsi dalam bidang perekonomian.
f. Fungsi Negara menurut Lloyd Vernon Ballard:
Lloyd Vernon Ballard mengemukakan bahwa fungsi negara ialah menciptakan syarat-syarat
dan perhubungan-perhubungan yang memuaskan dan konstruktif bagi semua warga negara. Oleh
karenanya secara sosiologis, fungsi negara itu ada empat golongan besar, yaitu:
(1). Fungsi social conservation, dari nilai-nilai sosial yang sangat penting bagi suatu tertib
politik dan sosial, seperti misalnya mempergiat tata tertib intern dengan jalan
menyelesaikan pertikaian-pertikaian antarwarga negara dan melindungi jiwa dan harta
benda warga negara, menjalin hubungan dengan negara lain, pertahanan terhadap serangan
dari luar, penyelenggaraan keadilan sosial, dan lain-lain.
(2). Fungsi social control, yaitu mendamaikan, menyesuaikan dan mengkoordinir sikap-
sikap kelompok yang berselisih atau bersaing.
(3). Fungsi social amelioration, yang berhubungan dengan kelompok-kelompok yang
dirugikan, misalnya usaha-usaha meniadakan kemiskinan, pemeliharaan orang-orang
cacat.
(4). Fungsi social improvement, yaitu perluasan bidang hidup dari segenap kelompok,
seperti pengajaran dan pendidikan umum, mengembangkan kesenian, mengadakan
penyelidikan-penyelidikan ilmiah, dan research. Menurut Ballard perubahan-perubahan
sosial juga mempengaruhi pergeseran fungsi-fungsi negara tersebut. Karena perubahan
sosial, menjadikan suatu fungsi ditiadakan dan fungsi yang lain diperluas.
2. Tujuan Negara
Setiap negara pasti mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan inii menunjuk ke mana negara
ini mau dibawa dan bagaimanakah kehidupan rakyatnya diatur untuk mencapai tujuan ini. Untuk
itulah pembahasan tujuan negara menjadi penting dilakukan terkait dengan fungsi negara yang
amat penting pula untuk dipelajari, karena sebagaimana dikemukakan oleh F. Isjwara (1999: 162)
bahwa tujuan tanpa fungsi adalah steril dan fungsi tanpa tujuan adalah mustahil. Tujuan menunjuk
pada ide-ide, cita-cita, sedangkan fungsi menunjuk pada pelaksanaan dari cita-cita dalam
kenyataan.
Negara juga dapat dikatakan sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir dari negara
adalah menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Mengenai tujuan negara ini, beberapa ahli telah mengajukan pendapatnya yang beragam,
antara lain:
a. Tujuan Negara menurut Roger H. Soltau
Roger H. Soltau, menyatakan bahwa tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya
berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (Miriam Budiardjo, 2001:
45).
b. Tujuan Negara menurut Lord Shang
Lord Shang, mengemukakan bahwa di dalam setiap negara terdapat subjek yang selalu
berhadapan dan bertentangan, yaitu pemerintah dan rakyat. Yang satu kuat dan lainnya lemah.
Pihak pemerintah harus lebih kuat daripada rakyat. Pemerintah harus selalu berusaha lebih kuat
daripada rakyat agar tidak terjadi kekacauan dan anarkhi (Solly Lubis, 1990: 44). Kemudian Lord
Shang menganjurkan agar negara mengumpulkan kekuasaan sebesar-besarnya, karena inilah yang
menjadi tujuan utama dari negara. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan jalan
menyiapkan militer yang kuat, berdisiplin dan bersedia menghadapi segala kemungkinan. Tentara
yang unggul itu penting tetapi tidak membiarkan rakyat tetap bodoh dan tujuan yang utama ialah
suatu pemerintah yang berkuasa penuh terhadap rakyat.
c. Tujuan Negara menurut Niccolo Macchiavelli
Niccolo Macchiavelli (1429-1527), mengemukakan bahwa pemerintah harus senantiasa
berusaha tetap berada di atas aliran-aliran yang ada dan betapa pun lemahnya pemerintah harus
tetap memperlihatkan bahwa pemerintahlah yang lebih berkuasa. Apabila kondisi demikian
tercapai, maka banyak harapan terciptanya kemakmuran rakyat. Inilah yang menjadi tujuan utama
negara. Kemudian Macchiavelli mengemukakan bahwa pemerintah harus dapat bersikap sebagai
singa bagi rakyatnya agar rakyat takut kepada pemerintah dan kadang-kadang harus bersikap
sebagai kancil yang cerdik untuk menguasai rakyatnya. Bila perlu pemerintah dapat mengadakan
kerja sama dengan negara lain asal tidak merugikan dan demi kesejahteraan rakyat (Solly Lubis,
1990: 46-47).
d. Tujuan Negara menurut Immanuel Kant
Immanuel Kant (1724-1804), menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan
hak-hak dan kebebasan-kebebasan warganya.
e.Tujuan Negara menurut James Wilfors Garner
James Wilfors Garner, menyatakan bahwa tujuan negara ada tiga, yaitu:
(1) Tujuan negara yang asli atau yang utama ialah pemeliharaan perdamaian, ketertiban,
keamanan, dan keadilan. Tujuan ini sebenarnya mengutamakan kebahagiaan individu.
(2) Tujuan negara yang sekunder ialah kesejahteraan warga negara. Negara harus memperhatikan
kepentingan bersama dan membantu kemajuan nasional. Tujuan ini sebenarnya untuk
mengutamakan kepentingan kolektif.
(3) Tujuan negara yang disebut tujuan peradaban ialah merupakan tujuan yang terakhir dan
termulia dari negara. Tujuan ini berhasrat memajukan peradaban manusia dan menginginkan
kemajuan negara (F. Isjwara, 1999: 174).

f. Tujuan Negara menurut J. Barents


J. Barents, menyatakan bahwa tujuan negara itu diklasifikasikan dalam tujuan negara yang
sebenarnya dan tujuan negara yang tidak sebenarnya. Tujuan negara yang sebenarnya adalah
pemeliharaan keamanan dan ketertiban serta penyelenggaraan kepentingan umum dalam arti luas.
Sedangkan tujuan negara yang tidak sebenarnya adalah pertahanan diri dari kelas yang berkuasa
untuk tetap berada dalam kedudukannya (F. Isjwara, 1999: 173).
g. Tujuan Negara menurut Dante
Dante, mengemukakan bahwa tujuan negara tidak untuk memperoleh kekuasaan yang
mutlak, tetapi dengan mempersatukan semua negara-negara di bawah satu kekuasaan seorang raja
untuk membawa kemajuan umat manusia di seluruh dunia terutama dalam mencapai kebahagiaan
hidup yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan itu harus dijamin adanya suasana aman dan
damai dengan cara diperintah oleh satu orang raja (Moh. Kusnardi & Bintan R Saragih, 2000: 75-
76).
Negara yang tujuannya hanya memelihara keamanan dan ketertiban, maka negara tersebut
hanya merupakan alat penertiban belaka. Negara yang demikian sering disebut sebagai "negara
penjaga malam" dan ini merupakan negara polis yang bersifat negatif. Sedangkan negara yang
positif, yaitu negara yang secara aktif tujuannya menjamin kepentingan umum, sehingga disebut
sebagai "negara kesejahteraan".
Sebagaimana dikemukakan di atas, tujuan menunjuk pada ide-ide, cita-cita, sedangkan fungsi
menunjuk pada pelaksanaan dari cita-cita dalam kenyataan. Oleh karenanya fungsi negara
tentunya juga menunjuk pada pelaksanaan dari cita-cita negara dalam kenyataannya. Fungsi yang
secara umum pasti dimiliki oleh setiap negara dewasa ini sebagaimana dikemukakan oleh Miriam
Budiardjo (2001: 46) adalah:
1. Melaksanakan penertiban. Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-
bentrokan yang terjadi dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu
negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.
3. Sifat-Sifat Negara
Selain memiliki fungsi, negara juga memiliki sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi
dari kedaulatan yang dimilikinya dan hanya tyerdapat dalam negara saja. Adapun sifat-sifat khusus
negara tersebut adalah:
a. Sifat memaksa.
Agar peraturan perundang-undangan ditaati dan penertiban masyarakat tercapai, serta
timbulnya anarkhi dapat dicegah, maka negara memiliki hak untuk memaksa. Sarana yang
digunakan antara lain adalah polisi, tentara, jaksa dan hakim.
b.Sifat mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan misalnya keharusan membayar pajak, berlaku untuk
semua orang tanpa kecuali. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan
berada diluar ruang lingkup aktivitas negara, maka usaha negara kearah tercapainya masyarakat
yang dicita-citakan akan gagal.
c. Sifat monopoli
Negara mempunyai hak monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.
Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa aliran kepercayaan, suatu ideology, ataupun
aliran politik tertentu dilarang berkembang dan disebar luaskan, karena dianggap bertentangan
dengan tujuan masyarakat.
3. Tujuan Negara
Untuk mencapai tujuan bersama, maka setiap manusia perlu bernegara, oleh karena negara itu
adalah suatu organisasi kekuasaan dari manusia-manusia dan merupakan alat yang akan
dipergunakan untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan negara bermacam-macam antara lain:
a. untuk memperluas kekuasaan semata-mata;
b. Untuk menyelenggarakan ketertiban hukum;
c. Untuk mencapai kesejahteraan umum.
Berikut ini adalah ajaran negara dikaitkan dengan tujuannya:
a. Negara menurut Ajaran Plato:
Menurut Plato, negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai
perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial. Oleh karena diajarkan pertama oleh Plato,
maka disebut ajaran Plato
b. Negara menurut Ajaran Machiavelli:
Penganjur ajaran ini anatara lain Machiavelli dan Shang Yang. Negara bertujuan untuk
memperluas kekuasaan semata-mata dan kerena itu disebut kekuasaan.Menurut ajaran ini orang
mendirikan negara itu dimaksudkan untuk negara itu menjadi besar dan jaya. Untuk mencapai
kejayaan itu maka rakyat harus rela berkorban, ini berarti kepentingan orang perseorangan
diletakkan dibawah kepentingan bangsa dan negara. Rakyat disini menjadi alat belaka,
dikorbankan untuk perluasan kekuasaan itu. Negara demikian itu merupakan negara dictator
militer. Shang Yang pernah berkata, jika orang menghendaki suatu negara yang kuat dan berkuasa,
maka rakyat harus dilemahkan dan dimiskinkan, namun sebaliknya jika orang menghendaki rakyat
menjadi kuat dan kaya, maka negara itu akan menjadi lemah.
c. Negara menurut Ajaran Teokratis (Kedaulatan Tuhan)
Tujuan negara itu adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tentram
dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaan
hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya (Thomas Aquinas,
Augustinus).
d. Negara menurut Ajaran Imanuel Kant
Negara bertujuan mengatur semata-mata keamanan dan ketertiban.
e. Ajaran Negara Hukum
Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan dan berpedoman
pada hukum. Dalam negara hukum segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan
atas hukum. Semua orang tanpa kecuali harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang
berkuasa dalam negara itu.
f. Negara Kesejahteraan
Tujuan negara adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dalam hal ini negara
dipandang sebagai alat belaka yang dibentuk manusia untuk mencapai tujuan bersama, yakni suatu
tata masyarakat yang didalamnya ada kebahagiaan, kemakmuran, dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
4. Hak dan Kewajiban Negara
Hubungan antara negara dengan warga negaranya dibatasi oleh hak dan kewajiban masing-
masing. Secara umum hak negara adalah sebagai berikut: (a) Hak memaksa, dapat diartikan
sebagai hak untuk memaksakan peraturan-peraturan negara secara legal atau sah; (b) hak
monopoli, yaitu hak untuk memonopoli dalam penetapan tujuan bersama dari masyarakat dalam
artian kegiatan yang menyangkut hajat orang banyak; (c) hak mencakup semua, dapat diartikan
sebagai hak untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan yaitu menciptakan masyarakat yang
tertib, damai dan sejahtera.
Selain hak-hak tersebut, negara juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
organ-organnya. Secara universal kewajiban negara tersebut adalah: (a) Membuat dan
menetapkan peraturan, dalam rangka menciptakan kehidupan bernegara yang harmonis, negara
mempunyai kewajiban untuk membuat peraturan atau undang-undang; (b) melaksanakan
peraturan–peraturan yang telah ditetapkan, termasuk mengontrol pelaksanaan peraturan; (c)
kewajiban untuk memelihara, menjamin dan melindungi hak-hak warga negara.
5. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Setiap warga negara memiliki hak dasar yang pada pekembangannya dikenal dengan hak
asasi manusia (HAM). Secara universal, HAM dapat dibagi atau dibedakan sebagai berikut: (a)
Hak asasi pribadi atau personal rights yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan
untuk beragama, kebebasab bergerak dan lain sebagainya; (b)Hak asasi ekonomi atau property
rights, yaitu hak untuk memliki sesuatu, membeli, menjualnya dan memanfaatkannya serta hak
untuk mendapatkan kesejahteraan; (c) hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan atau yang biasa disebut right sof legal equality; (d) hak-hak sipil dan
politik atau civil and political rights, yaitu hak pilih yang terdiri dari hak untuk dipilih dan memilih
dalam pemilu, hak mendirikan partai politik dan sebagainy; (e) hak asasi sosial dan kebudayaan
atau social and cultural rights, misalnya hak untuk mendapatkan dan memilih pendidikan, hak
untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya; (f) hak asasi untuk mendapatkan perlakuan
dan tatacara peradilan dan perlindungan atau procedural rights, misalnya dalam penangkaan dan
penggeledahan.
Di Indonesia, hak-hak tersebut diatur dalam UUD 1945 dan UU No.39 tahun 1999
tentang HAM. Secara garis besar hak-hak tersebut adalah sebagai berikut: (a) Hak untuk hidup
sebagaimana diatur dalam pasal 28A UUD 1945 dan pasal 9 UU No. 39 tahun 1999; (b) hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, diatur dalam pasal 28B UUD 1945 dan pasal 10 UU
No.39 tahun 1999; (c) hak mengembangkan diri, diatur dalam pasal 28C UUD 1945 dan pasal 11
sampai 16 UU No. 39 tahun 1999; (d) hak memperoleh keadilan sebagaimana diatur dalam pasal
28H dan pasal 28I ayat 2 UUD 1945 serta pasal 17 sampai 19 UU No.39 tahun 1999; (e) hak atas
kebebasan pribadi, diatur dalam pasal 28G ayat 1 dan pasal 28I ayat 1 UUD 1945 dan pasal 20
sampai 27 UU No..39 tahun 1999; (f) hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam pasal 28G
ayat 2 UUD 1945 serta pasal 28 sampai 35 UU No.39 tahun 1999; (g) hak atas kesejahteraan yang
diatur dalam pasal 28C ayat 1 UUD 1945 dan pasal 36 sampai 42 UU No. 39 tahun 1999; (h) hak
untuk turut serta dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam pasal 27 UUD 1945 dan pasal 43
dan 44 UU No.39 tahun 1999 tenang HAM.
Kewajiban warga negara secara universal adalah: (a) Menjunjung tinggi hukum baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis; (b) mengakui pemerintahan yang sah baik pemerintahan
daerah maupun pemerintahan pusat. Secara khusus kewajiban warga negara Indonesia adalah :
(a) Kewajiban untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara atau pertahanan keamanan negara,
sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat 1 UUD 1945 dan pasal 68 UU No.39 tahun 1999; (b)
kewajiban untuk patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis serta hukum
internasional tentang hak asasi manusia , sebagaimana diatur dalam pasal 67 dan 70 UU No.39
tahun 1999; (c) kewajiban untuk menjunjung pemerintahan, diatur dalam pasal 27 UUD 1945.

Latihan
a. Soal Uraian
1. Jelaskan fungsi negara menurut Harold Laski!
2. Terangkan fungsi negara menurut Charles E. Merriam!
3. Uraikan fungsi negara menurut Jacobsen dan Lipman!
4. Kemukakan fungsi negara menurut Mac Iver!
5. Jelaskan fungsi negara menurut Laslie Lipson!
6. Terangkan tujuan negara menurut Roger Soltau!
7. Uraikan tujuan negara menurut Lord Shang!
8. Kemukakan tujuan negara menurut Nicolo Macchiavelli!
9. Jelaskan tujuan negara menurut Imanuel Kant!
10. Uraikan perkembangan “hukum dirgantara” hingga saat ini.
11. Jelaskan perkembangan “hukum laut” internasional.
12. Apa yang dimaksud dengan “geo stationary orbit” (GSO) itu?
b. Tugas Diskusi
1. Wilayah darat Indonesia, dilihat dari batas dan luasnya.
2. Wilayah laut Indonesia, dilihat dari batas dan luasnya.
3. Wilayah dirgantara Indonesia, dilihat dari batas dan luasnya.

D. Nasionalisme dalam Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara


1. Pengertian Nasionalisme
Pengertian nasionalisme dapat dipahami secara baik apabila dimengerti terlebih dulu apa
yang dimaksud dengan bangsa (nation). Pengertian bangsa menurut Renan adalah : suatu jiwa
suatu asas spiritual. Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar, yang terbentuk oleh perasaan yang
timbul sebagai akibat pengorbanan-pengorbanan yang telah dibuat dan yang dalam masa depan
bersedia dibuat lagi. Suatu bangsa dianggap mempunyai suatu masa lampau, akan tetapi ia
melanjutkan dirinya dalam masa sekarang ini dengan suatu kenyataan yang jelas, persetujuan,
keinginan yang dinyatakan dengan jelas untuk melanjutkan kehidupan bersama (Hans Kohn).
Nasionalisme adalah semacam etnosentrisme atau pandangan yang berpusat pada
bangsanya. Gejala seperti semangat nasional, kebanggaan nasional, patriotisme dan sebagainya
terdapat pada semua bangsa, sebagai suatu gejala umum untuk mensolidarisasikan diri dengan
suatu kelompok yang senasib (Ensiklopedi Politik dan Pembangunan 1988:219)
Nasionalisme (dalam arti negatif) adalah suatu sikap yang keterlaluan, sempit dan
sombong. Apa yang menguntungkan bangsa sendiri begitu saja dianggap benar, sampai
kepentingan dan hak bangsa lain diinjak-injak. Jelas nasionalisme seperti itu mencerai beraikan
bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya. Nasionalisme (dalam arti positif) adalah sikap
nasional untuk mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsa dan sekaligus menghormati
bangsa lain. Nasionalisme dalam pengertian ini sangat berguna untuk membina rasa persatuan
antara penduduk negara yang hiterogen karena perbedaan suku, agama, ras dan golongan, serta
berfungsi untuk membina rasa identitas dan kebersamaan dalam negara dan sangat bermanfaat
untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diperoleh.
Nasionalisme merupakan ekspresi hubungan antara darah dan tanah. Nasionalisme adalah
sebuah ideologi dalam pengertian srperangkat keyakinan yang berorientasi pada tingkah laku dan
perbuatan. Nasionalisme mengalami dinamika, oleh karena itu dalam setiap kurun waktu , setiap
generasi nasionalisme muncul dalam dimensi yang khas. Pada masa penjajahan nasionalisme
tampil sebagai ideologi untuk mengusir penjajah.Pada masa kemerdekaan nasionalisme
mewujudkan dirinya dalam usaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman ekonomi kolonial.
Ancaman nasionalisme dalam kurun waktu pasca kemerdekaan ini adalah gurita raksasa ekonomi
yang melilit kehidupan bangsa-bangsa di negara sedang berkembang, termasuk Indonesa.
Negara nasional hanya mungkin dibentuk dan berfungsi baik berdasar faham nasionalisme.
Faham nasionalisme mengajarkan bahwa suatu bangsa bernegara dapat dibangun dari masyarakat
yang majemuk, jika warga masyarakat tersebut benar-benar bertekad kuat untuk membangun masa
depan bersama, terlepas dari perbedaan agama, ras, etnik atau ikatan primordial lainnya.
Nasionalisme adalah suatu visi, suatu persepsi, dan bangsa yang dibangun berdasar visi ini adalah
suatu “imagined community” sebuah komunitas yang dibayangkan.
2. Sejarah Nasionalisme
Nasionalisme muncul pada akhir aad ke-18 dalam suasana liberalisme di antara
bangsa-bangsa Eropa yang merasa perlu menekankan identitas dan kesamaan derajatnya dengan
Inggris dan Perancis yang pada waktu itu paling maju. Walaupun bangsa-bangsa lain seperti
Jerman, Italia khususnya merasa sama dalam hal budaya, namun secara politis mereka kurang
berarti, karena terpecah belah. Maka dari itu rasa nasionalisme pada waktu itu berkobar-kobar dan
bahkan sengaja dikobar-kobarkan sampai negara yang bersatu dan merdeka dicapai pada akhir
abad 19. Bangsa-bangsa Eropa Timur, Asia dan Afrika pada abad ke-20 dengan gigih berjuang
untuk membangun identitas nasional sebagai suatu hal yang baru. Sebab, warisan lama yaitu
kebudayaan suku yang seringkali tanpa daya tidak memadai untuk membangun suatu negara
nasional, bahkan kadang-kadang menghalanginya.
Dalam usaha menciptakan basis ideologis untuk perjuangan nasional tidak jarang perlu
dikembangkan bahasa nasional, diambil ide-ide dan cara hidup yang baru dari bangsa-bangsa yang
sudah membentuk negara nasional. Dalam prakteknya banyak mengambil ide-ide dari barat yang
kadang-kadangmenjadi lawan utama dari para nasionalis. Maka timbulah faham yang setengah
baru setengah lama sebagai bangsa. Nasionalisme baik yang ada di Eropa Timur, Balkan, Asia,
maupun Afika sangat tertarik akan tetapi juga sekaligus menolak apa yang terpaksa dicontoh dari
barat tersebut. Maka tidaklah mengherankan, jika banyak nasionalis abad ini adalah merupakan
tokoh-tokoh peralihan dari era tradisional dan modern seperti Sun Yat Sen, Kemal Ataturk, Nehru,
Soekarno, serta Nasser.
Sesudah nasionalisme mencapai tujuannya, yakni negara bersatu dan merdeka yang tidak
perlu terancam lagi, maka tidak jarang nasionalisme melemah, berubah bentuknya. Kadang-
kadang enersi yang menimbulkan nasionalisme berhasil juga diubah untuk mewujudlan negara
yang demokratis dan maju.
Dalam kenyataannya bahwa nasionalisme sejak lahir pada abad ke-18 telah berkembang
cepat ke seluruh Eropa sepanjang abad ke-19, dan dalam abad ke-20 menjadi suatu gerakan
sedunia, yang bersifat universal.Akan tetapi kata “nasionalisme “ memiliki arti positif hanya di
Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah dan Asia sebagai kata yang menyarankan pembebasan dari
tekanan kolonial.Sedangkan di Barat, kata “nasionalist” jarang digunakan untuk menggambarkan
masyarakat Barat sendiri. Mereka lebih cocok dengan kata “patriotist” karena nasionalime secara
umum dibayangkan sebagai sesuatu yang jelek. Sedangkan patriotis sebagai sesuatu yang baik.
Orang-orang Amerika yang baik disebut patriotis dan bukan nasionalistis. Hal ini dapat dipahami
mengingat bagi negara-negara penjajah rasanya nasionalisme dianggap gangguan, tetapi dilihat
dari negara-negara yang dijajah nasionalisme dijadikan modal untuk dapat mengusir penjajah.
3. Hakikat Nasionalisme
Nasionalisme menunjuk pada perwujudan kesadaran nasional dari para individu anggota
suatu bangsa. Secara etimologis, nasionalisme berasal dari bahasa Latin natio yang berarti bangsa
yang dipersatukan karena kelahiran (F. Isjwara, 1999: 125). Namun arti dan hakikat yang melekat
pada kata natio telah berubah sejalan dengan perubahan zaman, sehingga terhadap pengertian
nasionalisme ini banyak para ahli atau sarjana yang mengajukan pendapatnya yang beragam, baik
ahli ilmu politik, antropologi, psikologi, sosiologi, dan ahli-ahli ilmu sosial lainnya, mereka
mengajukan pendapatnya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Anderson sebagaimana
dikutip oleh Mochtar Mas'oed (Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi, 1998: 195) menggambarkan
nasionalisme sebagai proses pengembangan imajinasi di kalangan anggota masyarakat tentang
komunitas mereka. Hertz mengatakan bahwa nasionalisme adalah formulasi ataupun rasionalisasi
dari kesadaran nasional (F. Isjwara, 1999: 126). Ernest Renan mengemukakan bahwa nasionalisme
merupakan rasa kesadaran yang kuat yang berlandaskan atas kesadaran akan pengorbanan yang
pernah diderita dalam sejarah dan atas kemauan menderita hal-hal serupa di masa depan (F.
Isjwara, 1999: 127).
Dengan nasionalisme negara menjadi milik seluruh rakyat dan rakyat menjadi bangsa,
sehingga dengan nasionalisme akan dicapai tujuan tertentu. Menurut Hertz (F. Isjwara, 1999: 127),
yang merupakan cita-cita nasionalisme yaitu:
1. Perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional yang meliputi persatuan dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan, dan persekutuan serta adanya solidaritas.
2. Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan
asing atau campur tangan dunia luar dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan intern yang tidak
bersifat nasional atau yang hendak mengesampingkan bangsa dan negara.
3. Perjuangan untuk mewujudkan kesendirian, pembedaan, individualitas, keaslian atau
keistimewaan.
4. Perjuangan untuk mewujudkan pembedaan di antara bangsa-bangsa yang meliputi perjuangan
untuk memperoleh kehormatan, kewibawaan, gengsi, dan pengaruh.
Nasionalisme di samping menjadikan wujud identitas bangsa di mata masyarakat dunia
menjadi jelas, juga menjadikan persatuan nasional semakin kuat. Oleh karena itu, nasionalisme
perlu ditanamkan pada setiap anggota bangsa agar identitas bangsa benar-benar bermakna dalam
kehidupan masyarakat dunia.
Dengan nasionalisme yang kuat menjadikan setiap individu bangsa memiliki jiwa patriotisme
yang tinggi. Patriotisme adalah semangat cinta tanah air. Dengan kondisi demikian setiap individu
akan selalu siap, rela dan bersedia membela bangsa dan negaranya dari segala gangguan yang
datang, baik dari dalam wilayah negara maupun dari luar wilayah negara. Patriotisme memperkuat
nasionalisme dan dengan patriotisme akan mempercepat tercapainya cita-cita nasionalisme.
4. Nasionalisme Indonesia
Bagi dunia ketiga abad ke-20 dapat dianggap sebagai abad nasionalisme, tidak lain karena
menyaksikan timbulnya nation state (negara bangsa), setelah beakhirnya Perang Dunia II. Fungsi
nation state dianggap sangat relevan sejak Perang Dunia II, akan tetapi dewasa ini sudah terasa
banyak perubahan yang menuntut adanya penyesuaian.
Dalam Manifesto Politik tahun 1925 itulah kita pertama kali menjumpai konsep bangsa
Indonesia. Apa yang diucapkan pada Sumpah Pemuda 1928 adalah kelengkapan dan pembulatan
konsep tersebut. Secara implisit Manifesto itu memuat paham nasionalisme sebagai anti
kolonialisme dan sekaligus memuat prinsip-prinsipnya, ialah: kesatuan, kebebaan, persamaan,
kepribadian. Prinsip-prinsip beserta nilai-nilai nasionalisme tersebut sejak awal pergerakan
nasional diperjuangkan, secara simbolis, konseptual, fisik revolosioner, dan dalam periode pasca
revolusi, mengkonsolidasi.
Apabila kita melacak pertumbuhan nasionalisme Indonesia sejak kebangkitan nasional
1908, melalui Manifesto Politik 1925 serta Sumpah pemuda 1928, maka tidak dapat diingkari
bahwa meskipun masih dalam bentuk embrional, keempat prinsip nasionalisme tersebut sudah
hadir. Meskipun Boedi Oetomo belum dapat dipandang sebagai organisasi nasional dalam arti
harafiah, namun pada hakekatnya ideologinya menunjuk pada kesadaran diri akan kemandirian,
kebebasan, kesamaan, serta penemuan identitas dirinya.
Selama pergerakan keempat prinsip itu menjadi tujuan perjuangan, kemudian lewat jaman
Jepang semangat nasionalis meluas ke segala lapisan rakyat sehingga revolusi Indonesia dapat
dilancarkan. Sesungguhnya pada masa pasca revolusi, ideologi nasionalisme masih tetap memiliki
relevansi bagi pembangunan bangsa.
Permasalahannya sekarang, mampukah nasionalisme Indonesia yang lahir dari rasa
senasib, karena dijajah oleh penjajah yang sama, mampu menahan tekanan separatisme di berbagai
daerah? Jawabnya tentu saja apakah perasaan senasib itu bisa terus menerus diciptakan. Rasa
senasib tersebut hanya bisa dipertahankan bila ada keadilan, pemerataan kue pembangunan, serta
perlakuan yang sama terhadap seluruh daerah dan komponen bangsa. Jika hal tersebut tidak bisa
diwujudkan maka nasionalisme Indonesia akan tingal kenangan dan perpecahan bangsa menjadi
tidak akan bisa terelakkan.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah dalam era globalisasi ini, nasionalisme mampu
menahan lajunya arus globalisasi (internasionalisasi) pada semua segi kehidupan, dimana antar
bangsa dan antar negara saling bergantung. Huntington menyatakan bahwa ketergantungan antar
negara bukan merupakan gerakan internasional yang akan menciptakan negara global serta akan
melebur konsep nation state. Bahkan Hutington merasa yakin bahwa internasionalisme telah
menemui jalan buntu, karena pretensi organisasi internasional sendiri. Pernyataantersebut
didukung oleh kondisi faktual yang mensyaratkan organisasi internasional membutuhkan
persetujuan dari negara-negara anggotanya dalam setiap keputusan penting dan mendesak.
Bagi Indonesia, nasionalisme merupakan kunci untuk mengatasi keberagaman adat
istiadat, budaya, agama serta etnis. Tanpa nasionalisme sebagai alat pemersatu, sulit kiranya untuk
mencari titik temu dari berbagai kebiasaan yang berasal dari berbagai etnik. Nasonalisme dalam
hal ini dapat dipandang sebagai komitmen moral bangsa Indonesia untuk tidak memandang
perbedaan itu sebagai konflik, melainkan sebagai kenyataan yang tidak dapat ditolak, juga sebagai
kekayaan yang penuh dengan dinamika
Pada sisi lain, identitas nasional perlu dipupuk pada generasi muda lewat kesadaran nasional
yang perlu dibangkitkan lewat kesadaran sejarah. Kesadaran ini mencakup pengalaman kolektif
dimasa lampau, atau nasib bersama dimasa lampau yang menggembleng nation. Tanpa
kesadaran sejarah nasional tidak akan ada identitas nasional dan tanpa identitas nasional orang
tak punya kepribadian nasional. Kesadaran nasional menciptakan inspirasi dan aspirasi nasional,
keduanya penting untuk membangkitkan semangat nasionalis. Nasionalisme sebagai ideologi
perlu menjiwai setiap warga negara dan wajib secara moral dengan loyalitas penuh
mengabdikan diri kepada kepentingan negara. Di sini kita menjumpai idealisme yang
membendung kekuatan materialisme, konsumerisme dan dampak globalisasi yang negatif.
Daftar Pustaka
Cheppy Haricahyono. 1991. Ilmu Politik dan Perspektifnya. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Deden Fathurrohman. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang: Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
Harsono. 1992. Hukum Tata Negara (Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan).
Yogyakarta:Liberty.
Ismail Suny. 1985. Pembagian Kekuasaan Negara. Jakarta:Aksara Baru.
Inu Kencana Syafeii. 1996. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta:Pustaka Jaya.
Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Miriam Budiardjo. 2001. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Siragih. 1993. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
M. Solly Lubis. 1990. Ilmu Negara. Bandung: Mandar Maju.
M. Solly Lubis. 1993. Ketatanegaraan Republik Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
Max Boli Sabon. 1992. Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Moh. Mahfud MD. 1993. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: UII Press

Anda mungkin juga menyukai