BAB II
1. Pengertian Kebudayaan
Kata budaya/kultur (culture) dipandang penting karena kata ini membentuk dan
merupakan bagian dari istilah Pendidikan Multikultural. Bagaimana kita mendefinisikan
budaya akan menentukan arti dari istilah Pendidikan Multikultural. Tanpa kita mengetahui apa
arti budaya/kultur, kita akan sangat sulit memahami implikasi Pendidikan Multikultur secara
utuh. Misalnya, jika budaya didefinisikan sebagai warisan dan tradisi dari suatu kelompok
sosial, maka Pendidikan Multikultural berarti mempelajari tentang berbagai (multi) warisan
dan tradisi budaya. Namun jika budaya didefinsikan sebagai desain kelompok sosial untuk
bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya, maka satu tujuan pendidikan
multikultural adalah untuk mempelajari tentang berbagai kelompok sosial dan desain yang
berbeda untuk hidup dalam masyarakat yang pluralis (Bullivant, dalam Banks, 1993: 29). Nah
sekarang kita lanjutkan dengan pembahasan mengenai budaya atau kebudayaan berikut ini.
Budaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan digunakan hampir dalam setiap
aktifitas sehari-hari. Hal ini menunjukan bahwa budaya begitu dekat dengan lingkungan kita.
Kata budaya/kultur dipandang penting karena kata ini membentuk dan merupakan bagian dari
istilah pendidikan multicultural. Tanpa kita mengetahui apa arti budaya/kultur,kita akan sangat
sulit memahami implikasi pendidikan multikultural secara utuh. Misalnya jika budaya
didefinisikan sebagai warisan dan tradisi dari suatu kelompok sosial.
Dalam istilah inggris budaya adalah culture yang berasal dari kata latin colere yang
berarti mengolah,mengerjakan. Hal ini merupakan budaya adalah aktivitas manusia. Dari sudut
antropologi budaya mengkategorikan temuan artifak yang disebut pithhecanthropus erectus
,homo soloensis sebagai manusia atau bukan, didasarkan pada kemampuan artifak itu saat
hidup dan menciptakan benda budaya.
Kebudayaan di bedakan dengan peradaban, meski pun pada beberapa literatur kadang
kala menggunakan istilah kebudayaan untuk menunjukkan suatu peradaban. Para ahli
pendidikan dan antropologi sepakat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian
manusia. Dari budaya terbentuk identitas seseorang, identitas suatu masyarakat dan identitas
suatu bangsa. Dengan budaya itu pulalah seseorang akan memasuki budaya global dalam dunia
terbuka dewasa.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi dan akal.
1. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok-
kelompok keluarga.
2. Kebudayaan di peroleh dari lingkungan
3. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing
tetapi yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu.
Setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan. Perbedaannya terletak pada kebudayaan
masyarakat yang satu lebih sempurna dari pada kebudayaan masyarakat lain, di dalam
perkembangan nya untuk memenuhi segala sesuatu keperluan masyarakatnya.
Manusia dapat dilihat dari kedudukanya sebagai homo humanus, homo socius, dan
homo educandum. Humanus berasal dari bahasa latin yang berarti lebih halus, berbudaya dan
manusiawi. Manusia menyukai musik, menari dan berperilaku sopan. Koentjaraningrat
menjelaskan peradaban itu sebagai bagian dan merupakan bagian kebudayaan yang halus dan
indah seperti kesenian, ilmu pengetahuan, sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks.
Sering juga peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem
teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan
kompleks.
Manusia juga makhluk yang selalu berinteraksi dan tidak terlepas dari orang lain dalam
berinteraksi dengan lingkunganya ,manusia menggunakan simbol, manusia menggunakan
benda-benda sebagai simbol yang mengekspresikan sesuatu.
Menurut Margaret Mead (1901-1978) budaya adalah perilaku yang dipelajari dari
sebuah masyarakat atau subkelompok. Budaya sebagai program bertahan hidup dan adaptasi
suatu kelompok dengan lingkunganya. Kebudayaan juga terdiri dari keyakinan, simbol dan
interprestasi dalam kelompok manusia. Sebagian besar ilmuan sosial saat ini memandang
budaya terdiri dari aspek simbolik, ideasional, dan tidak terlihat. Esensi budaya bukan pada
benda ,alat atau elemen budaya yang terlihat lainya namun bagaiamana kelompok
menginterprestasikan menggunakan dan merasakannya. Orang–orang didalam suatu
kebudayaan biasanya menginterprestasikan makna simbol, benda dan perilaku menurut cara
yang sama atau serupa (banks, 1993 : 8). Ada kemungkinan orang menginterprestasikan secara
lain pada suatu perilaku yang sama. Semua kebudayaan menggunakan bahasa tubuh untuk
berkomunikasi.
2. Unsur-unsur Budaya
E. B. Tylor (1832 – 1917) memandang budaya sebagai kompleksitas hal yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan
lain yang di peroleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Namun, Koentjaraningrat lebih sistematis dalam merinci unsur-unsur kebudayaan. Unsur-
unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2000 : 2) adalah sebagai berikut :
a) Sistem religi dan upacara keagamaan
b) Sistem dan organisasi kemasyarakataan
c) Sistem Pengetahuan
d) Bahasa
e) Kesenian
f) Sistem mata pencaharian hidup
g) Sistem teknologi dan peralatan
Secara garis besar unsur – unsur yang berada diurutan bagian atas merupakan unsur yang
lebih sukar berubah daripada unsur – unsur di bawahnya. Namun perlu di perhatikan karena
ada kalanya sub unsur dari suatu unsur di bawahnya lebih sukar di ubah daripada unsur – unsur
dari suatu unsur yang tercantum di atasnya.
Unsur-unsur yang diurutkan di atas merupakan unsur budaya yang universal dalam arti ada
di manapun, kapan pun dan berlaku pada siapa pun. Artinya di belahan dunia mana pun ada
ketujuh unsur itu. Dalam sejarah manusia baik yang primitif maupun yang modern ke tujuh
unsur itu berlaku pada siapapun yang dinamakan “manusia”.
Kebudayaan memberi pengetahuan dan ide tentang dan untuk berperilaku. Artinya, orang
harus mengetahui jenis pengetahuan dan ide yang harus digunakan pada jenis perilaku tertentu
yang sesuai (untuk berperilaku) dan juga untuk memahami perilaku tentang apa yang dia lihat
(tentang perilaku).
D. Wujud Kebudayaan
Koendjaraningrat mengemukakan pendapatnya bahwa wujud kebudayaan adalah
meliputi :
1) Wujud Idiil yang bersifat abstrak, tak dapat di raba terletak di alam pikiran dari warga
masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2) Wujud Kedua adalah sistem sosial mengenai pelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi selalu mengikuti pola tertentu, sifatnya
kongkrit yang bisa di observasi.
3) Wujud Ketiga adalah Kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan berupa benda yang
dapat di raba dan di lihat. Wujud konkret dari kebudayaan adalah artifact adalah kebudayaan
yang merupakan hasil karya yang bersifat fisik yang dapat di raba, misalnya bangunan megah
(candi borobudur, prambanan). Kebudayaan dalam arti sistem tingkah laku merupakan suatu
pola tindakan yang dilakukan oleh manusia yang berpola. Tingkah laku sifat nya konkret, dapat
diamati, dan divisualisasikan.
G. Pranata Budaya
Pranata yang ada dalam kebudayaan dikelompokan berdasarkan kebutuhan hidup
manusia yang hidup dalam ruang dan waktu :
1) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan hidup kekerabatan, misal : perkawinan,
pengasuhan anak
2) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk pencaharian hidup,
memproduksi, menimbun, dan mendistribusi harta benda. Contoh pertanian, industri, koperasi,
dan pasar.
3) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia supaya
menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contoh : pengasuh anak, pendidikan dasar,
menengah dan pendidikan tinggi, pendidikan keagamaan, pers.
4) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta.
Contoh : penjelajahan diluar angkasa, satelit
5) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan keindahan dan reaksi.
Contoh : batik, seni suara, gerak, drama, dan olahraga .
6) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.
Contoh : masjid, doa, kenduri upacara, dan pantangan
7) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh : perawatan
kecantikan, dan kesehatan.
Hakikat Pendidikan Multikultural
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat
manusia dan kemanusiaannya. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme
dalam pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang
mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan
multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikultural diharapkan akan
dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar.
Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan keadilan sosial dan persamaan hak dalam
pendidikan. Pendidikan multikultural seyogyanya memfasilitasi proses belajar mengajar yang
mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke
perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap
terbuka. Perubahan paradigma semacam ini menuntut transformasi yang tidak terbatas pada
dimensi kognitif belaka.
Dunia pendidikan tidak boleh terasing dari perbincangan realitas multikultural tersebut. Bila
tidak disadari, maka dunia pendidikan turut mempunyai andil dalam menciptakan ketegangan-
ketegangan sosial. Oleh karena itu, di tengah maraknya pergantian kurikulum, harus
menyelinap dalam rasionalitas bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mengajarkan “ini” dan
“itu”, tetapi juga mendidik anak bangsa menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban.
Dengan demikian, tidak saatnya lagi pendidikan mengabaikan realitas kebudayaan yang
beragam tersebut
Berikut ini akan diuraikan dasar yang membentuk perlunya Pendidikan Multikultur :
a. Kesadaran nilai penting keberagaman budaya
Pendidikan Multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang
karakteristik budaya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah.
Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu
harus diterima secara wajar dan bukan untuk membedakan. Artinya perbedaan itu perlu kita
terima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar kita bisa hidup berdampingan
secara damai tanpa melihat unsur yang berbeda itu untuk membeda-bedakan.
b. Gerakan pembaharuan pendidikan
Ide penting yang lain adalah sebagian siswa ternyata ada yang memiliki kesempatan yang
lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu sedangkan siswa denan karakteristik budaya
yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu .
c. Proses Pendidikan
Pendidkan Multikultural juga merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak akan
pernah terrealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural adalah proses terjadi Pendidikan
Multikultural harus dipandang sebagai suatu proses yang terus-menerus, dan bukan sebagai
sesuatu yang langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan Multikultural adalah untuk
memperbaiki prestasi secara utuh bukan sekedar meningkatkan skor.
Fungsi Pendidikan Multikultural yang mendasar adalah mempengaruhi perubahan sosial, dan
diperinci menjadi tiga yaitu :
1. Pebuhan diri
2. Perubahan sekolah dan persekolahan
3. Perubahan masyarakat
BAB III
3.1 KESIMPULAN
4. Pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia
yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi
keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Pendidikan multikultural
menekankan sebuah filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem pendidikan
yang didasarkan pada prinsip- prinsip persamaan (equality), saling menghormati
dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan
sosial. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau
mengerti (difference) atau “politics of recognition” politik pengakuan terhadap
orang-orang dari kelompok minoritas. Pendidikan multikultural melihat masyarakat
secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap “indiference” dan
“non-recognition” tidak hanya berakar dari ketimpangan
3.2 SARAN
Untuk kedepannya diharapkan guru dapat lebih menekankan pentingnya pluralitas
pada peserta didik
DAFTAR PUSTAKA
Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan (Padang: Angkasa Raya. 1987), hlm. 7.
Driyarkara, Tentang Pendidikan (Jakarta: Kanisius 1980), hlm. 8.
Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Reconstruksi Sistem
Pendidikan berbasis Kebangsaan (Surabaya: JP Books,. 2007), hlm. 748.
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan
Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005),