Abstract
Prediction of peak discharge (flood) has an important role in the flood management.
Several methods have been developed by scientists such as frequency distribution and unit
hydrograph, but adequate observational data are very hard to find. The problem is an
obstacle in the selection of a method to be used. The study was conducted in the Upper
Komering watershed. The aim and purpose are to use the watershed hydrological model to
calculate the peak discharge (flood) based on rainfall analysis. Design peak flowis a runoff
that leads to floods within a certain time. Annual rainfall in Upper Komering watershed is
more than 2000 mm and classified to tropical climate region or equatorial rain. The
calculation of peak runoff in two years time return for an area of 1513.32 km2 watershed
and 160 km river length showed a peak flow of 675.420 m3 / sec.
Abstrak
Prediksi debit puncak (banjir) memiliki peran penting dalam penelusuran dan manajemen
banjir. Beberapa metode sudah dikembangkan oleh beberapa ilmuwan seperti distribusi
frekuensi dan hidrograf satuan, tetapi data pengamatan yang memadai sangat sulit
ditemukan. Problem tersebut merupakan hambatan dalam pemilihan suatu metode untuk
digunakan. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Komering, dengan maksud dan tujuan
penggunaan model hidrologi pada suatu DAS untuk menghitung debit puncak (banjir)
berdasarkan analisis curah hujan. Debit puncak atau debit banjir rencana merupakan debit
limpasan air hujan yang menimbulkan banjir, diperkirakan akan terjadi pada kurun waktu
tertentu. DAS Komering Hulu memiliki curah hujan >2000 mm termasuk wilayah iklim
tropis atau pola hujan ekuatorial. Hasil perhitungan didapat limpasan aliran puncak pada
periode ulang 2 tahun debit puncak 675,420 m3/det, luas aliran sungai 1513,32 km2 dan
panjang sungai 160 km.
Kata Kunci : curah hujan, debit banjir, DAS Komering Hulu, limpasan, Hidrograf
Satuan Sintentis (HSS)
1. PENDAHULUAN
Dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfer jatuh ke muka bumi kemudian
ditangkap oleh vegetasi atau permukaan buatan manusia, sebagian menguap, berinfiltrasi dan
tersimpan dalam cekungan, jika cekungan tersebut penuh selanjutnya air akan melimpas di atas
permukaan tanah dan bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menjadi aliran sungai utama.1,2
Limpasan dari DAS hulu masuk sungai dengan cepat mengakibatkan debit sungai meningkat,
apabila debit yang masuk ke sungai lebih besar dari kapasitas sungai maka akan terjadi luapan dan
217
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
banjir.2 Hujan yang jatuh di suatu DAS akan berubah menjadi aliran sungai, dipengaruhi oleh
faktor meteorologi seperti intensitas, durasi dan distribusi hujan serta karakteristik DAS yaitu luas
dan bentuk, topografi dan tata guna lahan DAS.1,3,4
Berdasarkan curah hujan, perubahan penggunaan lahan dan topografi dapat diketahui
kondisi lokasi penelitian, apakah termasuk wilayah rentan kekeringan atau mudah mengalami
penggenangan. Kondisi hidrologi di Indonesia umumnya saat ini dicirikan oleh meningkatnya
kejadian ekstrem seperti banjir dan kekeringan dengan kandungan cemaran yang tinggi di badan-
badan air seperti sungai dan danau. Krisis air juga semakin terasa, terutama menjelang dan selama
musim kemarau, khususnya untuk Pulau Jawa yang sudah diantisipasi akan mengalami kelangkaan
air yang serius akibat tekanan penduduk yang akut dan kondisi perubahan penggunaan lahan yang
buruk. Diperkirakan bahwa sebagai dampak yang perlu dicermati dari perubahan penggunaan lahan
dalam skala luas adalah telah terjadinya penurunan curah hujan dan rezim hidrologi di sejumlah
wilayah di Indonesia.5,6
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis debit puncak (banjir) disesuaikan
dengan ketersediaan data. Terdapat metode rasional dan metode hidrograf banjir. Metode rasional
dipergunakan pada DAS dengan ukuran kecil yaitu kurang dari 300 ha dengan asumsi intensitas
hujan seragam dan merata di seluruh DAS, sedangkan metode hidrograf berdasarkan komponen
aliran langsung air hujan (hujan efektif) dan aliran dasar (base flow).1,2,3
Penelitian dilakukan di DAS Komering Hulu, luas DAS 5.169,74 km2. Perubahan rezim
hidrologi DAS hulu menyebabkan ekstrimitas debit S. Komering, sumber tersedia pada saat musim
hujan dan banjir pada saat intensitas hujan tinggi. Maksud dan tujuan penelitian adalah penggunaan
model hidrologi pada suatu DAS untuk menghitung debit puncak atau banjir berdasarkan analisis
curah hujan.
2. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan menggumpulkan data hidrologi dan data spasial. Data
hidrologi yang dikumpulkan berupa data debit dan data curah hujan. Terdapat tiga stasiun curah
hujan di DAS Komering Hulu yaitu St. Banding Agung, St. Muara Dua dan St. Martapura,
sedangkan data debit diambil dari pengukuran debit di Bendung Perjaya. Data hujan dan data debit
yang dipergunakan pada rentang tahun 1971-2010. Data spasial yang digunakan diantaranya adalah
Peta Batas Administratif, Peta Jenis Tanah, Peta Klasifikasi Erosi dan Peta Penggunaan Lahan
tahun 1980 dan 2005.
Untuk menghitung hujan rata-rata wilayah diperlukan data dari beberapa stasiun hujan
dalam jumlah yang cukup. Metode untuk memperkirakan hujan rata-rata wilayah dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain metode Faktor Reduksi, Aritmatik, Poligon Thiessen, dan Garis
Isohyet.3 Metode Isohyet adalah metode yang paling tepat untuk kasus dimana daerah penelitian
berbukit-bukit atau intermontage (dikelilingi pegunungan) dan didominasi oleh hujan orografis.3
Perhitungan hujan rata-rata wilayah dalam penelitian ini menggunakan metode Polygon Thiessen.
Curah hujan wilayah dengan metode Polygon Thiessen dihitung dengan persamaan berikut:
𝐴𝑖 𝑑𝑖
𝑑 = ∑𝑛𝑖=1 𝐴
= ∑𝑛𝑖=1 𝑝𝑖 𝑑𝑖 (1)
Dengan :
d = tinggi curah hujan rata-rata wilayah
di = tinggi curah hujan di stasiun hujan ke-i
A = luas wilayah
218
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
Time Lag (TL), Waktu Puncak (TP) dan Waktu Dasar (TB)
Terdapat berbagai rumus time lag yang sering dipergunakan, namun tidak ada satupun
rumus yang berlaku umum untuk semua tipe DAS. Penelitian ini menggunakan pengembangan
HSS yaitu HSS ITB, rumus time lag yang digunakan adalah rumus Snyder (Lc = ½ L dan n=0.3).7,8
TL Ct 0.81225 L0.6 (2)
Dengan :
TL = time lag (jam);
Ct = koefisien waktu (untuk proses kalibrasi);
L = panjang sungai (km).
Untuk DAS berukuran sedang dan besar secara teoritis Tb dapat berharga tak berhingga,
namun prakteknya nilai Tb yang direkomendsikan untuk digunakan adalah :
Tb = 20*Tp (4)
219
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
DAS (VDAS) harus sama volume hidrograf satuan sintetis (VHS) dengan waktu puncak Tp, sehingga
didapat formulasi umum debit puncak.9,10
R A DAS
Qp (5)
3.6 Tp A HSS
Dari rumus umum pada persamaan (7) yang selanjutnya dituliskan dalam bentuk sbb :
Kp R A DAS
Qp (6)
Tp
Dengan :
Qp = Debit puncak hidrograf satuan (m3/s)
Kp = 1/(3.6 x AHSS) = Peak Rate Factor (m3 per s/km2/mm)
R = Curah hujan satuan (1 mm)
Tp = waktu mencapai puncak (jam)
ADAS = Luas DAS (km2)
AHSS = Luas kurva hidrograf satuan tak berdimensi (dimensionless unit hidrograf)
220
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
Tahun CH maks
2001 168,0
2002 99,0
2003 198,0
2004 131,0
2005 123,0
2006 98,0
2007 92,0
2008 101,0
2009 87,0
2010 90,0
Selanjutnya dilakukan uji kesesuaian untuk menentukan analisis frekuensi yang akan
digunakan dari beberapa metode yang ada yakni Log Pearson III, Gumbel dan Log Normal. Dalam
penelitian analisis frekuensi menggunakan software Excel untuk mempermudah perhitungan.
Perhitungan distribusi frekuensi hujan disajikan pada Tabel 2. Pola pembagian hujan terpusat di
daerah studi adalah enam jam setiap harinya (Indonesia rata-rata waktu konsentrasi hujan t = 6
jam). Intensitas hujan adalah ketinggian atau kederasan curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu, biasanya dalam satuan (mm/jam) atau (cm/jam). Sifat umum hujan adalah makin singkat
hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin
tinggi pula intensitasnya. Tabel 3 menyajikan intensitas hujan di lokasi studi.
221
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
220
200
60 180
Curah hujan (mm)
160
140
40 120
100
80
20 60 Curah
Curah hujan… 40 hujan
20
0 00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Bulan Tahun
Curah hujan harian maksimum terjadi pada tahun 2003 yaitu 198 mm/hari dan terendah
pada tahun 2009 sebesar 87 mm/hari. Rata-rata hujan 119 mm dimana berdasarkan perhitungan
222
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
rata-rata bulanan terlihat curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 69,7 mm/hari
sedang terendah pada bulan Juli sebesar 47,9 mm/hari. Gambar 3 menyajikan kurva Intensity
Duration Curve (IDF), dimana intensitas hujan akan mengalami penurunan seiring kenaikan durasi
hujan.
R2th
500
R5th
400
300 R10th
200
100
0
0 100 200 300 400
Waktu (menit)
800,0 0,0
Infiltrasi (mm) 2,5
700,0 Hujan Eff (mm) 5,0
Nakayasu (Alpha=2.0) 7,5
600,0 SCS 10,0
ITB-1 (Eksak) 12,5
500,0 ITB-2 (Eksak) 15,0
Q (m3/s)
R (mm)
17,5
400,0 20,0
22,5
300,0 25,0
27,5
200,0 30,0
32,5
100,0 35,0
37,5
0,0 40,0
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103109115121127133139145151157
Berdasarkan hasil perhitungan didapat limpasan aliran puncak pada periode ulang dua
tahun dengan luas aliran sungai 1.513,32 Km2. Setelah di-faktor reduksi luas sungai menjadi
223
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
1.149,994 km2 dan panjang sungai 160 km. Hasil perhitungan debit rencana banjir dijelaskan pada
Tabel 4.
Perhitungan debit puncak dapat dihitung dengan metode rasional dan dijelaskan pada Tabel
5 dengan asumsi koefisien aliran dari regresi linier debit dan hujan didapat nilai C Das sebesar
0,384.
4. KESIMPULAN
Debit puncak banjir didapat dengan metode Nakayasu 607,315 m3/det, SCS 668,617
m3/det, ITB-1 675,420 m3/det dan ITB-2 642,805 m3/det. Hasil perhitungan menunjukkan debit
(prakiraan banjir besar) mengalami peningkatan pada setiap periode ulang, pada PU 10 tahun
sebesar 1045,578 m3/det lebih besar dibanding PU 5 tahun yaitu 844,157 m3/det. Salah satu faktor
pengaliran sungai adalah kerapatan aliran. Nilai kerapatan adalah perbandingan panjang sungai
dengan luas aliran sungai.14 Jika nilai kerapatan <0,62 DAS akan mengalami penggenangan,
sedangkan >3,10 DAS mengalami kekeringan. Berdasarkan kriteria luas aliran sungai 1513,32 km2
dan panjang sungai 160 km nilai kerapatan DAS adalah 0,106, DAS mengalami penggenangan.
Terima kasih kepada tim promotor Program Doktor Teknik Lingkungan ITB, Prof. Dr. Ir.
Arwin Sabar dan Dr. Ir. Dantje K. Natakusumah.
DAFTAR RUJUKAN
1
Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi Offset.
2
Triatmodjo, B., 2009. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
3
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai (DAS). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
4
Kinori,B.Z., Mevorach, J., 1984. Manual of Surface Drainage Engineering. Elsevier Science.
224
Prosiding SNSA 2016 - ISBN : 976-602-6465-05-4
5
Pawitan, H., 1999. Penilaian Kerentanan dan Daya Adaptasi Sumber Daya Air Terhadap Perubahan Iklim.
Jakarta: Makalah Seminar Nasional-Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
6
Sipayung, S.B., Cholianawati, N., 2011. Proyeksi Debit Aliran Permukaan DAS Citarum Berbasis Luaran
Model Atmosfer. Jurnal Sains Dirgantara, ISSN: 1412-808X.
7
Natakusumah D.K., Hatmoko W., and Harlan D., 2011. Prosedur Umum Perhitungan Hidrograf Satuan
Sintetis (HSS) dan Contoh Penerapannya Dalam Pengembangan HSS ITB-1 dan HSS ITB-2. Jurnal
Teknik Sipil ITB Vol. 18 No. 3 .
8
Natakusumah, D., 2009. Prosedur Umum Penentuan Hidrograf Satuan Sintetis Untuk Perhitungan Hidrograf
Banjir Rencana. Seminar Nasional Sumber Daya Air. Bandung.
9
Kamiana, I., 2012. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu.
10
Limantara, L., 2010. Hidrologi Praktis. Bandung: Lubuk Agung.
11
Hadisusanto, N., 2011. Aplikasi Hidrologi. Yogyakarta: Media Utama.
12
Indarto., 2010. Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta: Bumi Aksara.
13
Rusman, A., 2004. Simulasi Alokasi Air pada Daerah Aliran Sungai Komering Bagian Hulu dalam
Pemenuhan Kebutuhan Air Tahun 2020. Bandung: FTSL-ITB.
14
Linsley, Ray K., Franzini, Joseph B., J. Sasongko, 1994. Teknik Sumber Daya Air-Jilid I. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
225